• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah rumput laut coklat (S. echinocarpum), etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, etanol 80%, metanol 80%, akuades, 50% H2SO4, EDTA, TCA, TBA, 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil (DPPH), tokoferol, floroglusinol, sodium karbonat dan reagen Folin-Ciocalteu. Alat yang digunakan adalah blender, shaker, rotary evaporator, freeze dryer, jarum sonde, kandang pemeliharaan hewan uji, corong pemisah, kolom kromatografi, tabung

KLT, water bath, sentrifus, spektrofotometer, dan high performance liquid chromatography-electrospray ionization- time of flight-mass spectra (HPLC-ESI- TOF-MS).

3.3.2 Metode

Ekstrak rumput laut coklat (S. echinocarpum) diperoleh menurut metode Koivikko et al. (2005) yakni ekstraksi, sentrifugasi, evaporasi, dan pengeringan. Rumput laut coklat yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan pulau Talango, Madura. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut: etanol p.a., aseton 70%, metanol p.a., etanol 80%, metanol 80%, dan akuades. Ekstraksi rumput laut coklat (S. echinocarpum) dan pengujian ekstraknya dapat dilihat pada Gambar 5.

S. echinocarpum

Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%, metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v); 4oC, dan 24 jam

Disaring residu

Dimaserasi etanol p.a., metanol p.a., aseton 70%,

Filtrat metanol 80%, etanol 80%, dan akuades; (1/4:b/v);

4oC, dan 24 jam

Disentrifus 1145 g pelet Disaring residu

selama20 menit Dimaserasi etanol p.a.,

metanol p.a., aseton 70%,

Filtrat metanol 80%, etanol 80%,

Supernatan dan akuades; (1/4:b/v); 4o

dan 24 jam

C,

Disentrifus 1145 g pelet

selama20 menit Disaring

Supernatan Filtrat

Digabung dan dipekatkan Disentrifus 1145 g, 20 menit

Dikering bekukan Supernatan

EKSTRAK Uji : Rendemen, Florotanin, dan Aktivitas Antioksidan

EKSTRAK TERPILIH Uji : Elusidasi Senyawa Aktif dan Toksisitas Akut

3.3.3 Rendemen

Rendemen ditentukan berdasar nisbah antara berat ekstrak dan tepung kering S. echinocarpum dan dinyatakan sebagai persen.

3.3.4 Florotanin (Koivikko et al. 2005)

Ekstrak sebanyak 2 gram dimaserasi dengan etanol 85% (1:2) pada ruang gelap selama 8 jam, lalu 0,05 mL ekstrak dilarutkan dalam 4,95 mL H2O, kemudian 1 mL campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditambah 1 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL 20% Na2CO3

0 t 0 Abs Abs - Abs , lalu dibiarkan berdiri tegak selama 3 menit. Setelah itu larutan dalam tabung reaksi diinkubasi pada ruang gelap dan suhu ruangan selama 45 menit, lalu disentrifus selama 5 menit pada 448 g. Supernatan diambil dan segera dibaca serapannya pada λ 730 nm. Sebagai standar digunakan floroglusinol. Kadar florotanin dinyatakan dengan setara mg floroglusinol tiap g ekstrak.

3.3.5 Aktivitas antioksidan (Sanchez-Moreno et al. 1998)

Ekstrak 0,1-1 mg dilarutkan dalam 1 mL MeOH p.a. dan disaring. Larutan 0,5 mM DPPH dipersiapkan dengan melarutkan DPPH ke dalam MeOH p.a.. Larutan DPPH sebanyak 3,75 mL ditambahkan ke dalam 0,25 mL larutan ekstrak. Perbedaan absorbansi campuran DPPH diukur pada menit ke-30, λ = 517 nm. Sebagai pembanding digunakan tokoferol. Persentase radikal DPPH tersisa

ditentukan dengan rumus = x 100 %.

Nilai IC50 ekstrak 50 tokoferol 50 IC IC

menunjukkan 50% radikal DPPH tersisa berdasar nilai serapan akibat pemberian dosis ekstrak. Nilai ini diambil secara grafik hubungan antara besarnya konsentrasi ekstrak dan persentase DPPH tersisa dengan perangkat lunak statistik GraphPad Prism versi 5. Aktivitas antioksidan setara tokoferol (AAST) dinyatakan berdasar rumus:

AAST (mg tokoferol/100 mg ekstrak) = x 100

keterangan:

Abs0 = Nilai serapan pada menit ke-0 Abst = Nilai serapan pada menit ke-t

IC50 = Konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk menurunkan 50% DPPH

3.3.6 Elusidasi struktur

Ekstrak terpilih dipartisi secara berurutan dengan dietil eter, akuades, kloroform, dan metanol. Fase metanol ditampung dan selanjutnya difraksinasi dalam kolom kromatografi silika gel G-60 dengan eluen kloroform:metanol (8:2), kloroform:metanol (5:5) dan kloroform:metanol (2:8). Eluat yang didapat selanjutnya diidentifikasi pada kromatogafi lapis tipis silika gel F254 dengan eluen kloroform:metanol:air:asam asetat (53:38:6:3). Floroglusinol digunakan sebagai standar.

Eluat yang didapat selanjutnya ditambah sodium karbonat anhidrat, kemudian dicuci dengan metanol p.a. tiga kali dan dimasukkan dalam ruang pembeku selama semalam. Sebagian kristal yang didapat selanjutnya dihaluskan dan dibaca serapan spektra infra merahnya dengan spektrofotometer Shimazhu IR Prestige-21 FTIR-8000 Series.

Sebanyak 5 mg kristal dilarutkan dalam dimetilsulfoksida p.a. untuk didapatkan konsentrasi 5 ppm, lalu dielusi dalam HLPC-ESI-TOF-MS (Waters system Alliance 2695) dengan detektor photodiode array 2996 (Waters). Kolom yang digunakan Sunfire C18, 5 µm, 4,6 mm id x 150 mm (Waters) dan sistem elusi secara isokratis dengan eluennya: 95% H2

Uji toksisitas akut dilakukan untuk menentukan dosis kematian 50% (LD O + 0,05% asam format, 5% asetonitril. Volume injeksi 3 µL dan laju alir eluen 1 mL per menit. Deteksi dilakukan pada UV dengan λ 210 nm. Hasil berupa kromatogram serapan ultra ungu, kromatogram kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogram spektra massa.

3.4 Toksisitas akut (OECD no. 425, 2001) 3.4.1 Bahan

Bahan utama dalam pengujian ini adalah mencit (Mus musculus) strain BALB/c jantan dan betina berumur 2 bulan. Hewan uji didapat dari Universitas Gajah Mada. Bahan lainnya adalah ekstrak metanol S. echinocarpum, ransum, akuades, dan minyak wijen.

3.4.2 Metode

50) ektrak metanol S. echinocarpum pada mencit (Mus musculus) strain BALB/c.

Mencit dibagi secara acak dalam lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari enam ekor yang terdiri dari tiga ekor jantan dan tiga ekor betina. Mencit diaklimatisasi dalam laboratorium selama tujuh hari. Sebelum diperlakukan, mencit dipuasakan terlebih dulu selama 3-4 jam dengan tetap diberi minum. Dosis ekstrak metanol S. echinocarpum yang diberikan mengikuti Nagayama et al. (2002) yaitu: 0, 625, 1250, 2500, dan 5000 mg/kgBB. Ekstrak diberikan secara oral dengan sonde satu jam sebelum pemberian ransum standar. Ransum standar dibuat berdasar formula AOAC 1995 yaitu: karbohidrat 75%, protein 8%, lemak 5%, mineral 5%, vitamin 1%, serat 1%, dan air 5%. Karbohidrat bersumber dari pati jagung, protein dari kasein, lemak dari minyak jagung, dan serat dari carboxy methyl cellulose (CMC). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Selanjutnya dalam 24 jam pertama hewan uji diamati jumlahnya yang mati. Bila tidak ada yang mati pengamatan dilanjutkan hingga 14 hari dengan juga mengamati perubahan berat badan harian.

Nilai LD50 dapat ditentukan berdasar nisbah jumlah hewan percobaan yang mati dan jumlah hewan uji tiap kelompok dan dinyatakan dalam persen. Nilai yang didapat selanjutnya dilihat nilai probitnya pada tabel harga probit. Sementara itu dosis perlakuan dikonversi menjadi log. Dosis toksisitas akut 50% (LD50

%

) ditentukan berdasar hubungan persamaan linier antara konsentrasi dosis (dalam log) sebagai nilai absis (x) dan nilai probit sebagai ordinat (y). Daftar harga probit terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Harga Probit

Nilai Probit 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 - 2,67 2,95 3,12 3,25 3,36 3,45 3,52 3,59 3,66 10 3,72 3,77 3,85 3,87 3,92 3,96 4,01 4,05 4,08 4,12 20 4,16 4,19 4,23 4,26 4,29 4,33 4,36 4,39 4,42 4,45 30 4,48 4,50 4,53 4,56 4,59 4,61 4,64 4,67 4,69 4,72 40 4,75 4,77 4,80 4,82 4,85 4,87 4,90 4,92 4,95 4,97 50 5,00 5,03 5,05 5,08 5,10 5,13 5,15 5,18 5,20 5,23 60 5,25 5,28 5,31 5,33 5,36 5,39 5,41 5,44 5,47 5,50 70 5,52 5,55 5,58 5,61 5,64 5,67 5,71 5,74 5,77 5,81 80 5,84 5,88 5,92 5,95 5,99 6,04 6,08 6,13 6,18 6,23 90 6,28 6,34 6,41 6,48 6,55 6,64 6,75 6,88 7,05 7,33 99 7,33 7,37 7,41 7,46 7,51 7,58 7,65 7,75 7,88 8,09

Pengamatan histopatologi dilakukan pada akhir masa uji atau pada hewan uji yang mati untuk mengamati perubahan sel atau jaringan pada hati dan ginjal mencit uji. Mula-mula mencit dietanasi dengan cara dislokasi, selanjutnya perut dibedah. Persiapan sediaan histopatologis meliputi tahapan: persiapan jaringan, pembuatan blok, pemotongan blok, pemasangan pita sayatan, pewarnaan, penjernihan dan mounting.

Persiapan jaringan dimulai dengan pengambilan organ uji dengan pinset dan segera dicuci dengan larutan fisiologis serta difiksasi dengan formalin buffer 10%. Jaringan selanjutnya dimasukkan dalam larutan alkohol 70% dan dilanjutkan dengan dehidrasi. Dehidrasi dilakukan bertujuan untuk menghilangkan air agar jaringan tidak mengkerut. Tahapan dehidrasi adalah jaringan dimasukkan dalam alkohol 80% selama 1 jam, lalu dalam alkohol 95% selama 1 jam dengan diulang 2 kali dan akhirnya dalam alkohol 100% selama 1 jam dengan pengulangan 3 kali. Jaringan selanjutnya diclearing untuk menghilangkan alkohol dengan dimasukkan dalam xylol selama 1 jam sebanyak 2 kali dan akhirnya jaringan dimasukkan dalam parafin cair yang dipanaskan dalam pemanas selama 3 jam agar seluruh ruang atau rongga antar atau dalam sel yang ditinggal xylol terisi sempurna oleh parafin.

Pembuatan blok dimulai dengan pemberian label pada cetakan dan selanjutnya cetakan dituangi parafin cair. Jaringan ditempatkan dalam cetakan pada posisi yang diinginkan untuk memudahkan penyayatan jaringan. Setelah itu parafin didinginkan.

Pemotongan blok dimulai dengan meletakkan blok pada mikrotom sesuai dengan posisi jaringan yang akan disayat. Selanjutnya pisau mikrotom dipasang dan mengatur tingkat ketebalan potongan yaitu 4 mikron. Hasil potongan berupa pita bersambung. Ujung pita diangkat dengan kuas dan direntangkan di atas permukaan air hangat.

Pemasangan pita sayatan dimulai dengan melapisi gelas objek dengan lapisan putih telur yang tipis sebagai perekat dan dibiarkan mengering. Pita sayatan selanjutnya dipotong dengan silet yang terlebih dahulu direndam xylol dan potongan dibiarkan mengapung di atas air. Gelas objek selanjutnya dicelupkan dalam air yang berpita sayatan dan pita sayatan diangkat dengan gelas

objek tersebut. Lalu gelas objek dimasukkan dalam inkubator bersuhu 30o

Skor pembacaan perubahan histopatologis ginjal yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Perubahan tubulus ginjal dinyatakan normal bila tidak ada dilatasi, sel epitel yang terkelupas, penggabungan antar tubulus,

C selama 30 menit hingga 3 jam.

Pita sayatan yang telah menempel pada gelas objek selanjutnya diwarnai. Pewarnaan dimulai dengan melakukan penghilangan parafin pada pita sayatan dengan merendam gelas objek dalam wadah berisi xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Selanjutnya pita sayatan dihidrasi dengan memasukkan gelas objek dalam wadah berisi alkohol 100%, kemudian alkohol 95%, dan alkohol 80% masing-masing selama 2 menit. Pita sayatan selanjutnya diwarnai hematoksilin dengan cara merendam gelas objek selama 15 menit. Selanjutnya gelas objek dicuci dengan air mengalir selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol asam 2-3 kali dan diikuti dengan mengaliri air selama 2 menit. Selanjutnya pita sayatan diwarnai dengan eosin selama 0,5-1 menit. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 80 % dan 95% masing-masing selama 5 menit.

Tahap akhir dari uji histopatologis ini adalah clearing dan mounting. Clearing atau penjernihan dilakukan dengan merendam gelas objek dengan xylol selama 5 menit dan diulang 3 kali. Gelas objek selanjutnya dimounting dengan cara menetesi permukaan objek gelas dengan Canadian balsem atau entelan lalu ditutup dengan gelas penutup.

Pengamatan perubahan morfologi menggunakan mikroskop cahaya pada pembesaran 400X. Tiap bagian sampel masing-masing diwakili oleh sediaan dan perhitungan dilakukan pada tiga lapang pandang yang diambil secara acak. Pengamatan mikroskopis hati dan ginjal didasarkan pada perubahan jaringan.

Skor pembacaan perubahan histopatologis hati yaitu: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = moderat, dan 3 = parah. Hepatosit dinyatakan tidak mengalami nekrosis (normal) bila tidak ada piknosis, kariolisis, karioreksis, dan sel radang, Hepatosit dinyatakan nekrosis ringan bila perubahannya < 1/3, moderat bila perubahannya 1/3-2/3, dan parah bila perubahannya > 2/3 tiap lapang pandang (Sigala et al. 2006).

membran dasar tubulus yang hilang, dan nekrosis. Perubahan ringan bila perubahannya < 1/3, moderat bila perubahannya 1/3-2/3, dan parah bila perubahannya > 2/3 tiap lapang pandang (Bayrak et al. 2008).

3.5 Stres oksidatif dan Disfungsi sel endotelium

Dokumen terkait