• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment pada Kawasan ASEAN

5.2.2. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Indonesia

Hasil estimasi model persamaan investasi FDI Indonesia secara singkat disajikan dalam Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Estimasi Model Aliran Investasi Foreign Direct Invesment

Indonesia

Variabel Koefisien Standar Error Nilai Probabilitas

C -14.743 3.378507 0.0000 GDPi 1.5214 0.322769 0.0000 POPi 2.5517 0.432340 0.0000 OPENi 0.5642 0.029795 0.0000 RERi -0.5460 0.021695 0.0000 IRi -0.3559 0.022823 0.0000 POPj -0.1097 0.008164 0.0000 GDPj -0.0674 0.044378 0.1293 RERj -0.0709 0.007335 0.0000 IRj -0.0153 0.011226 0.1709 SIZE -0.8525 0.371667 0.0223 Xi 0.0565 0.027929 0.0437 Mi 0.0516 0.018430 0.0053 ASEAN 0.1989 0.043975 0.0000 APEC 0.1223 0.044718 0.0065

Hasil estimasi aliran FDI Indonesia menunjukkan beberapa variabel makroekonomi yang signifikan berpengaruh terhadap aliran investasi FDI (inflow) di indonesia yang bersumber dari negara-negara investor terbesar. Realisasi FDI di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat selama periode tahun 1995-2008 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 21.60 persen per tahun. FDI Indonesia mengalami penurunan pada periode krisis ekonomi tahun 1997-1998 serta pada awal penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia tahun 2001. Sejak diberlakukannya CEPT-AFTA yaitu pada tahun 1995 FDI ke Indonesia hanya sekitar US$ 4 346.0 miliar, menjadi US$ 8 336.0 miliar pada

tahun 2005, meskipun terjadi FDI outflow pada saat krisis tahun 1998 sebesar US$ -356.0 miliar bahkan tahun 2001 FDI outflow masih terjadi sebesar US$ -3 278.5 miliar, tetapi setelah itu FDI meningkat.

Sementara itu FDI di negara ASEAN lainnya menunjukkan peningkatan yang lebih pesat dibandingkan dengan Indonesia. Beberapa faktor melambatnya FDI di Indonesia di antaranya adalah kebijakan pemerintah dan implementasinya. Negara di Asia Timur seperti Cina dan Korea Selatan serta Malaysia, Thailand dan Vietnam memiliki Kebijakan investasi yang lebih kondusif. Negara investor masih mempersoalkan buruknya iklim investasi, masalah korupsi, banyaknya pungutan liar khususnya setelah implementasi otonomi daerah, kurangnya transparansi dan efisiensi, pada akhirnya pada tingginya biaya transaksi di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (2004) menyebutkan bahwa selain indikator makro ekonomi, FDI juga di pengaruhi oleh kebijakan pemerintah di bidang FDI,insentif investasi, jaminan perlindungan investasi, penggunaan perizinan, kelembagaan.

Variabel GDP memberi pengaruh positif dan signifikan pada aliran FDI di Indonesia. GDP Indonesia pada harga konstan pada tahun 2000 adalah Rp.1 389.770 miliar menjadi Rp. 2 082.104 miliar pada tahun 2008 atau meningkat rata 4.610 persen. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan arus FDI dari negara investor. Data tersebut menunjukkan bahwa preferensi investor sangat tinggi terhadap ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi pada negara mitra berpengaruh negatif. Artinya apabila GDP naik, negara tersebut cenderung meningkatkan impor daripada melaksanakan FDI ke Indonesia. GDP menunjukkan kemampuan daya

beli masyarakat negara sumber FDI Indonesia. Hal tersebut tidak sesuai dengan kecendrungan umum bahwa pertumbuhan ekonomi negara maju justru akan meningkatkan investasi FDI ke Indonesia. Hal tersebut menunjukkan masih banyak hal yang harus dibenahi seperti infrastruktur, korupsi serta kemudahan dalam perizinan investasi FDI.

Jumlah penduduk Indonesia berpengaruh secara positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa negara investor lebih mencari pangsa pasar yang lebih besar dibandingkan berinvestasi dinegaranya sendiri. Penyebab lain adalah insetif berupa rendahnya tarif pada negara-negara yang melakukan integrasi. Penduduk Indonesia adalah yang terbesar pertama di ASEAN dan terbesar keempat di dunia. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia mencapai 205 132 000 juta jiwa, dan pada tahun 2008 menjadi 228 523 000 jiwa atau tumbuh rata- rata 1.208 persen pertahun. Jumlah penduduk Indonesia justru meningkatkan arus investasi FDI di negara kawasan integrasi ekonomi. Hal sebaliknya terjadi pada pertumbuhan penduduk negara maju. Apabila terjadi kenaikan dalam pertumbuhan penduduk di negara sumber investasi maka arus investasi FDI

outflow dari negara investor ke Indonesia akan menurun.

Peningkatan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FDI Indonesia. Semakin tinggi suku bunga di Indonesia, volume FDI mengalami penurunan, karena investor akan menyimpan uangnya dalam bentuk portofolio. Sebaliknya penurunan suku bunga akan meningkatkan FDI, karena akan terjadi peningkatan laba dan penambahan stok kapital. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga setelah krisis ekonomi tahun 1998, memberi pengaruh nyata terhadap peningkatan investasi di Indonesia. Suku bunga di

Indonesia pada saat krisis tahun 1998 adalah 49.23 persen turun menjadi 13.63 pada tahun 2002 dan turun lagi pada tahun 2006 menjadi 9.71 persen.

Teori investasi mengatakan semakin tinggi tingkat bunga luar negeri, semakin tinggi pula arus investasi dari negara investor ke negara penerima FDI. Suku bunga luar negeri memberi pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap arus FDI outflow ke Indonesia. Peningkatan suku bunga di negara investor menyebabkan investor dari negara tersebut cenderung mengurangi FDI. Perilaku tersebut disebabkan oleh rate of return modalnya lebih besar jika ditabung di negaranya. Fenomena ini juga terjadi di Indonesia pada tahun 1998 yang suku bunganya mencapai 49.23 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pengembalian FDI jauh lebih rendah dibandingkan dengan pengembalian investasi dalam bentuk portofolio seperti saham, obligasi dan deposito perbankan. Sama halnya dengan variabel GDP, ekspor Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDI di Indonesia. Semakin besar nilai ekspor akan semakin menarik FDI, karena merupakan potensi besar untuk memasarkan produk. Komoditas yang dihasilkan oleh FDI di Indonesia adalah hasil industri manufaktur yang merupakan komoditi ekspor, meskipun ada investor yang bergerak pada industri substitusi impor yang mengandalkan pasar domestik.

Perkembangan ekspor Indonesia di luar ASEAN meningkat dari tahun 1993 sebesar US$ 31 825.8 miliar menjadi US$ 82 315.5 miliar pada tahun 2006. Penurunan terjadi pada saat krisis tahun 1997 dari US$ 45 534.4 miliar pada tahun 1996 menjadi US$ 42 423.4 miliar tahun 1997 dan menurun lagi menjadi US$ 39 500.9 miliar pada tahun 1998.

Pengaruh impor Indonesia terhadap FDI juga positif dan signifikan, karena kandungan bahan baku atau material yang dibutuhkan dalam proses produksi oleh hasil FDI masih di impor khususnya pada tahap-tahap awal. Perkembangan impor Indonesia dari luar ASEAN meningkat dari tahun 1993 sebasar US$ 25 669.0 miliar menjadi US$ 144 298.8 miliar pada tahun 2008. Penurunan terjadi pada saat krisis tahun 1998 dari US$ 36 266.7 miliar pada tahun 1997 menjadi US$ 22 777.6 miliar tahun 1998 dan menurun lagi menjadi US$ 19 219.7 miliar pada tahun 1999. Secara keseluruhan Indonesia masih mengalami surplus perdagangan terhadap negara mitranya.

Pengaruh variabel APEC adalah positif dan signifikan terhadap aliran FDI. APEC memberi pengaruh terhadap aliran investasi masuk ke Indonesia. Integrasi ekonomi ASEAN dapat meningkatkan aliran FDI di Indonesia. Terdapat pengaruh kreasi integrasi ekonomi ASEAN terhadap masuknya FDI ke Indonesia. Dengan integrasi ekonomi, maka investasi FDI pada negara kawasan ASEAN mengalami peningkatan karena adanya peningkatan dalam daya saing investasi dibanding dengan kawasan integrasi ekonomi lainnya. Hasil studi yang dilakukan oleh LPEM-FEUI dalam Tambunan (2009) menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi investor dalam melakukan investasi di Indonesia selain persoalan birokrasi, ketidakpastian biaya investasi serta perubahan peraturan pemerintah daerah yang tidak jelas atau muncul secara tiba-tiba, juga kondisi keamanan, sosial, dan politik di Indonesia.

Pemerintah telah berupaya meningkatkan FDI di Indonesia. Salah satunya adalah paket kebijakan ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam Inpres nomor 5 Tahun 2008 tentang fokus program ekonomi 2008-2009, yang memuat antara lain

kebijakan perbaikan iklim investasi dan kebijakan ekonomi makro dan keuangan. Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan investasi melalui Inpres No. 3 Tahun 2006. Paket Kebijakan Perbaikan Iklim investasi itu mencakup lima aspek, yaitu: (1) bidang umum, termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi, sinkronasi peraturan daerah dan pusat, dan kejelasan ketentuan mengenai kewajiban amdal; (2) bidang kepabean dan cukai, termasuk percepatan arus barang, pengembangan peranan kawasan berikat, pemberantasan penyelundupan, dan debirokratisasi bidang cukai; (3) perpajakan, termasuk insentif perpajakan untuk investasi, melaksanakan sistem “melakukan pengkajian sendiri” secara konsisten, revisi pajak pertambahan nilai untuk promosi ekspor, melindungi hak wajib pajak, dan mempromosikan transparasi dan disclosure; (4) ketenagakerjaan yang mencakup penciptaan iklim hubungan industrial, perlindungan, dan penempatan TKI di luar negeri, penyelesaian berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah, dan berkeadilan, mempercepat proses penerbitan perizinan ketenagakerjaan, penciptaan pasar tenaga kerja fleksibel dan produktif, dan terobosan paradigma pembangunan transmigrasi dalam rangka perluasan lapangan kerja; dan (5) bidang usaha kecil, menengah dan koperasi.

Kemudahan berbisnis atau investasi di Indonesia berdasarkan World Bank

doing business masih pada peringkat yang rendah. Indikator tersebut juga menjadi pertimbangan investor dalam melaksanakan FDI ke Indonesia. Dalam penelitian ini variabel doing business tidak di estimasi, tetapi data menunjukkan bahwa negara dengan indeks doing business yang baik akan memperoleh aliran FDI yang lebih baik. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi 123 menjadi 122 pada

tahun 2010 jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Singapura, Malaysia dan Thailand.

Dokumen terkait