• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS KOMPARATIF ANTARA PETANI ORGANIK DAN

A. Analisis Deskriptif

Sebelum pembahasan secara analisis statistik, penulis akan menyampaikan analisis perbandingan antara pertanian organik dan pertanian konvensional secara deskriptif. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami perbedaan dari kedua metode tersebut.

1. Bibit

Bibit yang digunakan oleh petani organik di Desa Ringgit merupakan bibit yang dihasilkan sendiri oleh perkumpulan, dan anggota membeli dengan harga sesuai varietasnya berkisar Rp8.000,00-Rp10.000,00. Varietas bibit yang biasa ditanam yaitu Sintanur, Pandan Wangi, Jasmin atau Janur. Jumlah bibit yang digunakan dalam pertanian organik untuk luasan lahan satu iring yaitu 1-2 kg. Penggunaan jumlah bibit sebenarnya hanya 7-8 ons, kelebihan bibit digunakan untuk penyulaman tanaman.

Untuk pertanian konvensional, varietas bibit yang digunakan yaitu IR 64, Janur, Ciherang, Pandan Wangi, dan Sintanur. Kebutuhan bibit pada pertanian konvensional 5-7 kg per iring. Perbedaan jumlah penggunaan bibit dikarenakan oleh jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam dalam kegiatan penanaman padi. Bibit pada pertanian

konvensional berasal dari produsen bibit pabrikan dengan harga beli Rp8.000,00-Rp9.000,00 per kilogram. Bibit yang dijual berada pada kemasan lima kiloan dengan harga Rp40.000,00-Rp45.000,00 berdasarkan varietas bibit.

2. Pupuk

Penggunaan pupuk pada pertanian organik dengan menggunakan pupuk kandang yang dibuat oleh kelompok maupun dari kandang sendiri. Pupuk kandang yang dibuat berasal dari kotoran sapi. Ada pula petani yang menggunakan kotoran hewan lain seperti ayam, kambing, serta burung sebagai pupuk kandangnya. Pupuk kandang diberikan setelah lahan dibajak pertama kali (diluku). Ciri kompos yang siap untuk digunakan adalah berwarna kehitaman dan remah seperti tanah. Banyaknya kompos yang dibutuhkan tanaman tergantung kesuburan tanah, kondisi agroklimat, dan jenis tanaman.

Pupuk yang digunakan untuk pertanian konvensional merupakan pupuk kimia berupa urea, Ponskha, SP 36, dan Za. Pengaplikasian pupuk dengan cara mencampur beberapa jenis pupuk yang digunakan kemudian disebar pada saat tanaman sudah mencapai usia 10-14 hari setelah tanaman diwatun. Hal tersebut dilakukan agar pupuk yang disebar di sekitar tanaman mampu diserap dengan sempurna. Meskipun pada kenyataannya pupuk yang disebar akan menguap, mengalir bersama aliran air, dan mengendap yang pada akhirnya akan membuat tanah menjadi keras dan sulit diolah karena tekstur pupuk kimia rapat dan tidak bercelah.

3. Pengolahan Tanah

Persiapan lahan untuk bertani organik dimulai dengan mengolah lahan sebelum tanam menggunakan traktor. Traktor yang digunakan umumnya merupakan traktor milik perkumpulan, meskipun sebenarnya setiap petani memiliki traktor masing-masing. Hal ini dikarenakan penggunaan traktor sudah termasuk tenaga kerja khusus untuk membajak sawah organik. Biaya yang dikenakan untuk membajak sawah hingga selesai yaitu Rp100.000,00 per iring (2000 m2). Sesudah itu disebar pupuk kandang.

Untuk pertanian konvensional, kegiatan membajak sawah dilakukan dengan cara yang sama. Harga traktor secara umum Rp150.000,00 per iring. Pada pertanian konvensional pupuk diberikan pada saat tanaman sudah ditanam. Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa perilaku usahatani pada umumnya lebih tertuju pada cara memupuk tanaman, bukan cara memupuk tanah agar tanah menjadi subur, sehingga dapat menyediakan sekaligus memberikan banyak nutrisi pada tanaman. 4. Persiapan Benih

Benih yang dibutuhkan untuk pertanian organik persemaian adalah 1-2 kg per iring. Sebenarnya pada saat proses penanaman benih yang dibutuhkan hanya 7-8 ons. Akan tetapi, kelebihan benih yang ada digunakan untuk kegiatan penyulaman tanaman yang mati karena tertiup angin, terinjak, atau dimakan keong. Hal ini dikarenakan benih yang dipindah dari lahan persemaian ke lahan sawah masih sangat muda (10-14

hari) dan belum kokoh, sehingga sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Penggunaan bibit muda dimaksudkan untuk membantu tanaman dalam mempermudah menyerap makanan, sehingga mampu menghasilkan banyak anakan.

Pada pertanian konvensional, bibit yang ditanam relatif tua, yakni sekitar 25-30 hari. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa bibit tua akan menghasilkan tanaman yang tahan terhadap hama dan mudah dalam pencabutan bibit. Kenyataannya, penggunaan bibit berumur tua berakibat pada produksi jumlah anakan padi yang tidak maksimal. Selain itu, umumnya pertumbuhan tanaman mengalami keterlambatan. Karena pada saat pemindahan tanaman, terjadi kondisi stagnasi dan adaptasi sehingga daya jelajah akar dalam mencari makanan terbatas.

Dalam menyeleksi benih yang akan disemai, petani organik menggunakan metode larutan garam. Benih yang mengapung adalah benih yang kurang baik kualitasnya, sedangkan benih yang tenggelam adalah benih yang baik. Benih-benih yang baik kemudian diambil dan dicuci untuk menghilangkan larutan garam yang menempel pada benih. Setelah benih berkualitas baik telah dicuci, benih harus diperam dulu selama satu hari satu malam. Ini dilakukan agar benih tumbuh seragam. Setelah diperam, akan terlihat adanya bintik pada lembaga atau embrio benih (tetapi belum tumbuh akar) yang merupakan tanda benih yang baik dan siap disemai. Tempat untuk menyemai benih ada yang dilakukan di sawah persemaian atau di besek.

5. Penanaman

Bibit pertanian organik siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 10-14 hari setelah semai. Bibit yang akan di tanam dalam keadaan utuh (akar tidak putus) dan rentang waktu antara pencabutan dan penanaman tidak terlalu lama (maksimal 30 menit) agar bibit tidak stres.

Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” yaitu kondisi tanah

yang basah tetapi bukan tergenang. Bibit yang ditanam setiap lubangnya berisi satu benih dan ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Jarak tanam yang digunakan bervariasi, yaitu 25 cm x 25 cm dan 30 cm x30 cm. Pembuatan jarak tanam menggunakan penggaris yang dibuat oleh petani. Penanaman jarak tanam yang lebar yaitu 25 cm x 25 cm sampai 30 cm x 30 cm dalam pertanian organik mendorong pertumbuhan akar secara optimal serta memaksimalkan sinar matahari yang cukup secara optimal.

Sedangkan perlakuan terhadap benih yang ingin ditanam pada pertanian konvensional yaitu a) daun dipotong karena benih yang digunakan sudah tua, b) batang diikat untuk memudahkan pembagian saat tanam, (c) benih dilempar, d) benih ditanam banyak, e) benih ditanam dalam dan akhirnya di petakan sawah direndam. Penanaman dengan metode konvensional menggunakan gathak. Gathak merupakan alat tanam terbuat dari kayu dengan sepanjang kayu tersebut diberi lengkungan kecil. Jarak antar lengkungan disesuaikan dengan jarak tanam yang biasa digunakan untuk menanam padi konvensional yaitu 15 cm x 15 cm dan 20

cm x 20 cm. Pada pertanian konvensional, biasanya menanam padi dengan jarak tanam yang rapat, yaitu 20 cm x 20 cm atau bahkan 15 cm x 15 cm. Kebiasaan ini didasarkan oleh bermacam-macam alasan diantaranya adalah kepemilikan lahan yang sempit.

6. Panen dan Pasca Panen

Umur panen dipengaruhi oleh varietas yang ditanam, umumnya berkisar antara 100-120 hari sejak masa tanam. Kegiatan panen yang dilakukan untuk pertanian organik biasanya dengan dipekerjakannya tenaga kerja luar keluarga yang terbentuk dalam suatu tim dengan jumlah 10 orang atau lebih. Sistem pengupahannya disebut dengan sistem bawon, yaitu memberikan upah dalam bentuk gabah dengan proporsi yang biasanya digunakan yaitu 1 : 8. Jadi apabila hasil panen mencapai 1000 kg per iring, maka 875 kg menjadi bagian pemilik hasil panen sedangkan sisanya yaitu 125 kg menjadi upah bagi tenaga kerja yang memanen.

Untuk pertanian dengan cara konvensional, cara panen terbagi menjadi dua yaitu dengan sistem bawon dan tebasan. Tebasan atau tebas di sawah merupakan salah satu cara panen yang beresiko. Sebab kegiatan tawar menawar harga dilakukan sebelum padi mulai siap panen. Dengan cara tebasan, jumlah hasil panen yang akan dihasilkan dikira-kira apabila dikonversi ke nilai uang yang akan diterima. Kebaikan sistem tebasan ini yaitu apabila terjadi kegagalan panen atau harga gabah turun, maka penebas menanggung risiko atas kegagalan tersebut. Akan tetapi, bila saat

panen terjadi lonjakan harga, petani tidak dapat menikmatinya karena sudah tidak menjadi milik petani lagi.

Hasil panen tanaman padi yaitu berupa gabah dan jerami. Gabah yang sudah dikeringkan dan digiling menyisakan kulit gabah dan dedak. Kulit gabah yang dibakar dapat digunakan sebagai pupuk yang disebut dengan merang, sedangkan dedak dapat digunakan sebagai pakan ternak seperti ayam, bebek, sapi, dan lain-lain. Untuk jerami dalam pertanian organik harus dikembalikan kembali ke lahan untuk dijadikan sebagai kompos. Sebab, dalam satu kilogram jerami terdapat unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti Nitrogen (N), Phosfor (P), Kalium

(K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), serta Silikat (Si) yang berfungsi sebagai imun bagi tanaman padi.

B. Analisis Data Penelitian

Dokumen terkait