• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebijakan pemerintah di bidang perikanan sebaga

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Perencanaan Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan

5.2.1 Analisis kebijakan pemerintah di bidang perikanan sebaga

Beberapa kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan dan himbauan telah dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang berkaitan dengan ikan hasil tangkapan sampingan dari kapal pukat udang. Namun demikian pelaksanaan peraturan perundangan dan himbauan tersebut dirasakan belum efektif dan disinyalir banyak terjadi pelanggaran. Berdasarkan penelitian penulis, dari sekian banyak peraturan perundangan yang mengatur tentang pengelolaan perikanan, diantaranya ada 4 (empat) peraturan dalam bentuk Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri dan Surat Keputusan Direktur Jenderal yang berkaitan langsung dengan ikan hasil tangkapan sampingan. Demikian pula hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua (Bapak Ir. Astiler Maharaja) pada tanggal 10 Desember 24, diperoleh keterangan bahwa, peraturan dan perundangan dalam bentuk Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri dan Surat Keputusan Direktur Jenderal yang berhubungan langsung dengan pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan hanya ada empat yaitu:

(1) Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 561/Kpts/Um/11/1973 tentang pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan.

(2) Keputusan Presiden No. 85, tentang penggunaan pukat udang di bagian tertentu perairan Indonesia, tanggal 24 Desember 1982.

(3) Surat Keputusan Menteri Pertanian No.930/Kpts/Um/12/1982, tentang pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85, tahun 1982, tanggal 27 Desember 1982,

(4) Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor: IK.010/S3.8063/82K tentang pelaksanaan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dari pukat udang. Surat keputusan ini mengatur tentang jumlah ikan hasil sampingan yang harus dimanfaatkan, teknis pemanfaatannya dan pengawasan atau

60

pemeriksaan atas kebenaran pemanfaatan yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan pukat udang.

Setelah Surat Keputusan Presiden dan Surat Keputusan Menteri serta Surat Keputusan Direktur Jenderal tersebut di atas, untuk mengatur penggunaan pukat udang di perairan Indonesia, pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor. 85, tahun 1982 tentang penggunaan pukat udang. Dalam Keputusan Presiden ini ditentukan bahwa pukat udang hanya dapat dioperasikan di Perairan Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan Laut Arafura pada koordinat 1300 BT ke timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing kepulauan tersebut dibatasi oleh isobath 10 (sepuluh) meter.

Dasar pertimbangan dikeluarkan Keputusan Presiden tersebut adalah karena telah tersedianya pukat udang yang dilengkapi dengan alat pemisah ikan (API) karena alat pemisah ikan akan dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan, serta keadaan geografi yang khusus daerah penangkapan. Keadaan geografi daerah penangkapan tersebut di atas memiliki potensi udang yang besar dan belum dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan tradisional setempat, sehingga pemanfaatan potensi yang tersedia tidak akan menyebabkan gangguan terhadap kegiatan nelayan tradisional.

Pelaksanaan Surat Keputusan Presiden Nomor 85 tahun 1982 ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 930/Kpts/Um/12/1982 yang mengatur tentang penggunaan pukat udang. Selanjutnya, Direktur Jenderal Perikanan mengeluarkan dua suarat keputusan tentang bentuk dan konstruksi serta penyerahan ikan hasil tangkapan sampingan kepada perusahaan- perusahaan milik negara yaitu; Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor: IK.010/S3.8075/82K tentang konstruksi pukat udang, dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor: IK.010/S3.8063/82K tentang pelaksanaan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dari pukat udang.

Merasa belum cukup dan kepentingan daerah belum terakomodir dalam peraturan dan perundangan yang dibuat oleh pemerintah pusat, pemerintah Kota Sorong di Provinsi Papua juga membuat aturan khusus daerah berupa :

(1) Surat Pemberitahuan Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Sorong, tanggal 25 Mei 2004, tentang surat keputusan Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Sorong tahun 2004, tentang ketentuan pembongkaran ikan hasil tangkapan sampingan kapal pukat udang untuk konsumsi masyarakat di Kota Sorong.

(2) Surat Himbauan Walikota Sorong, No. 523/1320/2004, tahun 2004, tentang himbauan untuk membawa ikan hasil tangkapan samping kapal pukat udang.

Hasil identifikasi penulis, peraturan dan perundangan yang mendukung kebijakan pengelolaan ikan hasil tangkapan sampingan serta hasil analisis keterkaitan dan efektifitas peraturan dan perundang undangan tersebut dengan pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis peraturan dan perundang undangan di bidang perikanan pendukung kebijakan pemerintah tentang pengelolaan hasil tangkapan sampingan pukat udang

No. Peraturan Perundangan Tentang Hasil Analisis 1 Surat Keputusan Menteri

Pertanian No.561/Kpts/Um/11/1973 Pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan

- Mewajibkan kepada setiap pengusaha penangkapan udang untuk memanfaat- kan ikan hasil tangkapan sampingan guna peme- nuhan kebutuhan bahan pangan.

- Ketentuan-ketentuan yang ada dalam SK ini merupa- kan persyaratan peleng- kap dari surat izin usaha Perikanan.

- Dalam Surat Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan No. 45, Tahun 2000 tentang perizinan usaha perikanan tidak mencantumkan pe- manfaatan ikan hasil tang- kapan sampingan sebagai kelengkapan wajib dalam permohonan Izin Usaha Perikanan.

- SK Menteri Pertanian No.561/Kpts/Um/11/1973 tidak sinkron dengan SK Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan No. 45, Tahun 2000, akibatnya kewajiban setiap pengu- saha penangkapan udang untuk memanfaatkan ikan hasil tangkapan sam- pingan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

62

No. Peraturan Perundangan Tentang Hasil Analisis

2 Keputusan Presiden No. 39, tahun 1980 Penghapusan jaring trawl yang berlaku diseluruh Perairan Indonesia. - Pembinaan kelestarian sumberdaya ikan

- Perbaikan usaha penang- kapan nelayan tradisionil. - Menghindari terjadinya ke-

tegangan sosial di masya- rakat, khususnya nelayan. - Tidak menyinggung ten- tang pemanfaatan ikan hasil tangkapan sam- pingan 3 Instrukusi Presiden No. 11, tahun 1982 Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 39, tahun 80.

- Sebagai tindak lanjut Kepres No. 39, tahun 80 agar jaring trawl tidak digunakan lagi di perairan Indonesia

- Pembinaan kelestarian sumberdaya ikan

- Perbaikan usaha penang- kapan nelayan tradisionil 4 Keputusan Presiden No.

85, tahun 1982, Tanggal 24 Desember 1982 Penggunaan pukat udang di bagian tertentu perairan Indonesia. - Pemanfaatan potensi udang secara optimal di bagian tertentu perairan Indonesia

- Kewajiban pengusaha pukat udang untuk men- daratkan dan menyerah- kan ikan hasil tangkapan sampingan.

- Memanfaatkan ikan hasil tangkapan sampingan untuk kepentingan masyarakat.

- Tidak menjelaskan meka- nisme pendaratan dan pemanfaatan ikan hasil tangkapan tersebut 5 Surat Keputusan Menteri Pertanian No.930/Kpts/Um/12/1982, Tanggal 27 Desember 1982 Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1982

- Sebagai tindak lanjut Kepres No. 85, tahun 1982, dan bersifat lebih operasional

- Penentuan lokasi penggu- naan pukat udang

- Mewajibkan perusahaan penangkapan yang meng- gunakan pukat udang untuk menye-rahkan hasil tangkapan sampingan kepada perusahaan yang telah ditentukan.

No. Peraturan Perundangan Tentang Hasil Analisis

5 (lanjutan) - Menjelaskan bentuk hasil

tangkapan yang dapat di- serahkan (segar, beku atau kering).

- Menugaskan kepada Dirjen Perikanan untuk mengatur, mengawasi dan membimbing pemanfaatan ikan HTS

- Tidak menjelaskan sistem pengawasan pemanfaatan ikan HTS yang dapat membuat pengusaha pe- nangkapan yang meng- gunakan pukat udang terdorong untuk melak- sanakan

- Saat ini keputusan tersebut yang mewajibkab mendaratkan dan me- manfaatkan ikan HTS tidak dilaksanakan seba- gaimana tercantum. 6 Surat Keputusan Dirjen Perikanan No.IK.010/S3.8063/82K, Tanggal 31 Desember 1982 Pelaksanaan pemanfaatan hasil tangkapan sampingan pukat udang

- Sebagai tindak lanjut dan melengkapi SK Menteri Pertanian No. 930/Kpts/- Um/12/82

- Mengulang dan menekan- kan kepada perusahaan yang telah diberi izin penangkapan untuk me- nyerahkan ikan HTS secara maksimal kepada perusahaan pengolahan yang telah ditentukan. - Mengatur tentang jumlah

ikan hasil tangkapan sampingan yang harus diserahkan oleh perusa- haan penangkapan kepa- da perusahaan yang ditunjuk (secara bertahap) dan mewajibkan kepada perusahaan yang ditunjuk untuk menerima ikan hasil tangkapan sampingan dalam bentuk segar, telah diolah taupun berupa tepung ikan.

64

No. Peraturan Perundangan Tentang Hasil Analisis

6 (lanjutan) - Perintah kepada Kadinas

Perikanan di Provinsi (Maluku dan Irian Jaya), untuk mengawasi pelak- sanaannya dan melapor- kan hasil-hasil pelak- sanaannya kepada Dirjen Perikanan

- Tidak menjelaskan meka- nisme (teknis) peman- faatan ikan hasil tang- kapan sampingan ter- sebut.

- Tidak menjelaskan sistem pengawasannya, seperti cara kontrol dan cara monitoring untuk men- dorong pengusaha pe- nangkapan yang meng- gunakan pukat udang melaksanakan keputusan pemanfatan ikan hasil tangkapan sampingan. - Saat ini keputusan

tersebut tidak dilaksana- kan sebagaimana ter- cantum. 7 Surat Keputusan Dirjen Perikanan No. IK.010/S3.8075/82K, Tanggal 31 Desember 1982 Konstruksi pukat udang

- Tindak lanjut SK Menteri Pertanian No. 930/Kpts/- Um/12/82.

- Lebih khusus, menentukan konstruksi pukat udang dan wajibkan mengguna- kan API.

- Dimaksudkan untuk me- ngurangi jumlah hasil tangkapan sampingan -Karena sistem pengawas-

an dilapangan tidak me- madai, maka kewajiban penggunaan API tidak dipatuhi dan aturan ini menjadi tidak efektif.

No. Peraturan Perundangan Tentang Hasil Analisis 8 Keputusan Menteri No. 996/1999 Petunjuk implementasi mengenai pengawasan dalam aktivitas penangkapan ikan

- Mengatur tugas dan fungsi aparat pengawasan dan pelaksanaan pengawasan terhadap tracking kapal, daerah penang-kapan dan wilayah yang dilindungi. - Mewajibkan bagi kapal

penangkap, kapal peng- angkut dan kapal pengumpul menggunakan tanda identifikasi.

- Karena fasilitas penga- wasan yang tersedia tidak memadai, menyebabkan pengawasan tidak ber- jalan sesuai harapan. 9 Peraturan Pemerintah

No. 62/2002

Tarif atau jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di DKP

- Mengatur kewajiban kapal penangkap ikan mem- bayar PNBP

- Tarif dihitung berdasarkan ukuran, jenis dan banyaknya kapal serta jenis alat tangkap.

- Menghitung tarif sebagai kompensasi terhadap ikan HTS yang dihasilkan oleh kapal penangkap meng- gunakan pukat udang. 10 Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan, No. KEP.38/MEN/2003, Tanggal 23 Oktober 2003 Produktivitas kapal penangkap ikan

- Sebagai aturan pelak- sanaan atas Peraturan Pemerintah No. 62 Tahun 2002 tentang Tarif atau jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di DKP

- Perhitungan produktivitas kapal dan komposisi ikan hasil tangkapan untuk menghitung PHP ter- masuk kapal pukat udang yang beroperasi di Laut Arafura.

- Tidak jarang aparat peng- awasan menangkap kapal pukat udang yang men- daratkan ikan HTS karena danggap tidak sesuai dengan SIUP, karena tidak memahami peraturan yang berlaku.

66

No. Peraturan Perundangan Tentang Hasil Analisis 11 Surat Pemberitahuan

Kepala Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Sorong, tanggal 25 Mei 2004 Ketentuan pembongkaran ikan sampingan kapal pukat udang untuk konsumsi masyarakat di Kota Sorong

- Kebutuhan ikan bagi masyarakat di kota Sorong - Mengurangi penangkapan ikan dengan cara meng- gunakan bom (illegal fishing)

- Kontribusi sektor perikan- an bagi PAD Pemerintah Kota Sorong

- Mekanisme perdagangan ikan HTS di Kota Sorong - Surat tersebut tidak

memiliki kekuatan hukum dan tidak menjelaskan tentang low enforcement- nya.

12 Surat Himbauan Walikota Sorong, No. 523/1320/2004, tahun 2004 Himbauan untuk membawa ikan samping kapal pukat udang.

- Kebutuhan ikan bagi masyarakat di kota Sorong - Himbauan mendaratkan jumlah tertentu ikan hasil tangkapan sampingan - Surat tersebut tidak

memiliki kekuatan hukum dan tidak wajib untuk dipatuhi.

- Hanya mengharapkan tanggung jawab secara moral (moral obligation) dari pengusaha atau ABK kapal pukat udang.

Berdasarkan hasil analisis di atas (Tabel 16) diketahui bahwa cukup banyak peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan ikan hasil tangkapan sampingan, akan tetapi tidak ditemukan pasal atau klausal yang tegas dan rinci tentang pengelolaan hasil tangkapan sampingan serta sanksi hukum yang dapat dijadikan dasar hukum untuk pengelolaan maupun pemberian sanksi terhadap pelanggaran peraturan pengelolaan ikan hasil tangkapan sampingan tersebut. Peraturan perundangan pada Tabel 16 di atas, seluruhnya memuat dan menyinggung pengelolaan dan pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan, akan tetapi hanya memuat dan menjelaskan tentang mendaratkan dan memanfaatkan ikan hasil tangkapan sampingan, di dalamnya tidak secara rinci mengatur dan menjelaskan bagaimana mekanisme penerapan atau penyelenggaraannya baik bagi pemerintah sebagai regulator maupun bagi pengusaha dan anak buah kapal penangkapan udang.

Dengan status dan kondisi peraturan perundangan yang ada saat ini menyebabkan terjadinya kendala pengeloaan karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari instansi terkait sehinga banyaknya terjadi pembuangan ikan hasil tangkapan sampingan di tengah laut.

Memperhatikan permasalahan di atas, dengan hasil tangkap sampingan di perairan Laut Arafura yang diperkirakan mencapai 332.186,40 ton/tahun, agar potensi ikan hasil tangkapan sampingan yang demikian besar dapat dimanfaatkan maka memerlukan pengelolaan secara optimal. Guna mencapai pengelolaan yang optimal yang berarti dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan, diperlukan membuat suatu kebijakan dan perencanaan pemanfaatan yang memungkinkan untuk dilaksanakan di Provinsi Papua. Dalam merencanakan dan me mbuat kebijakan, beberapa hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian dalam upaya pengelolaan hasil tangkapan sampingan di Laut Arafura diantaranya :

(1) Kebijakan tentang perikanan pukat udang yang jelas dan pasti, meliputi tugas pokok dan fungsi pihak-pihak terkait. Hal ini sangat penting karena dalam kegiatan perikanan pukat udang melibatkan berbagai pihak yang terkait langsung seperti pengusaha penangkapan, anak buah kapal, instansi pengawas dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat. (2) Peraturan pemanfataan hasil tangkapan sampingan yang mengatur

tentang spesies dan jumlah (berapa persen) ikan hasil tangkapan sampingan yang harus didaratkan serta mekanisme (aspek teknis) pendaratannya.

(3) Data dan informasi (perkiraan) yang akurat tentang potensi hasil tangkapan sampingan yang dihasilkan oleh perikanan pukat udang pada waktu atau satuan waktu tertentu. Hal ini sangat penting untuk diketahui, khususnya bagi investor yang ingin memanfaatkan ikan hasil tangkapan sampingan, serta untuk mengitung suplai dan kebutuhan (daya serap) pasar terhadap produksi ikan hasil tangkapan sampingan.

68

5.3 Pola dan Model Pemanfaatan Ikan Hasil Tangkapan Sampingan

Dokumen terkait