• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis keragaman genetik Pyricularia dari Digitaria ciliaris dan mikroevolusinya akibat pergantian inang

RUANG LINGKUP PENELITIAN

II. Analisis keragaman genetik Pyricularia dari Digitaria ciliaris dan mikroevolusinya akibat pergantian inang

Program yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP*) version 4.0b10 for 32- bit Microsoft Windows (Swofford 2002) dan NTSYS Spc version 2 (Rohlf 1998). PAUP* digunakan untuk menganalisis pengelompokan keragaman penanda SCAR dari beberapa spesies rumput melalui distance dengan UPGMA. Program ini juga digunakan untuk menganalisis data AFLP dari hasil pergantian inang, yaitu mengkonstruksi filogram melalui distance (Robinson & Harris 1999) dengan heuristic. Pada analisis tersebut, tingkat perubahan pola AFLP dari Pyricularia d4 setelah berada pada inang pengganti ditunjukkan oleh jarak genetiknya. Data AFLP juga dianalisis dengan pengelompokan (clustering) dalam bentuk dendrogram pada program NTSYS Spc version 2 (Rohlf 1998). Selain itu, PAUP* juga digunakan untuk mengkonsruksi filogram dalam menganalisis hubungan filogenetik cendawan blas asal rumput dan padi dari lokasi dan waktu yang sama berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA. Filogram dikonstruksi melalui distance dengan neighbour joining.

BAB III

KERAGAMAN Pyricularia ASAL RUMPUT BERDASARKAN PENANDA SCAR DAN MAG

Abstrak

Karakterisasi penanda sequence characterized amplified region (SCAR), magB, dan magC pada populasi Pyricularia dari rumput yang tumbuh liar disekitar tanaman padi belum dilaporkan. Oleh karena itu dilakukan karakterisasi tiga penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2), dan dua penanda lainnya berupa magB dan magC pada Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh berdekatan dengan padi untuk menduga tingkat variasi Pyricularia di Jawa Barat. Sebanyak 41 isolat Pyricularia dari Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, dan Panicum repens menunjukkan semuanya memiliki kesamaan ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi kelima penanda. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, dan Erg2 berturut-turut ± 1700 pb, 900 pb dan 1400 pb. Sedangkan ukuran fragmen magB dan magC masing-masing ± 1330 pb dan 1550 pb. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, Erg2, magB, dan magC tersebut juga sama dengan ukuran fragmen 22 isolat Pyricularia dari padi. Sampel Pyricularia dari empat spesies rumput memiliki lima fenotipe SCAR yang dikonstruksi berdasarkan hasil amplifikasi dengan urutan Cut1, PWL2, dan Erg2. Kelima pola fenotipe ini menunjukkan frekuensi yang berbeda, yaitu 19.5% berfenotipe 011 (A), 41.5% berfenotipe 101 (B), 31.7% berfenotipe 111 (C), 2.5% berfenotipe 001 (D), dan 4.9% berfenotipe 010 (E). Fenotipe SCAR Pyricularia dari satu bercak blas rumput kebanyakan terdiri atas dua fenotipe SCAR, dengan variasi fenotipe terutama pada Cut1 dan PWL2. Frekuensi gen penanda SCAR juga bervariasi, yaitu sebanyak 78.1% Pyricularia dari rumput memiliki Cut1, hanya 54.1% yang memiliki PWL2, dan 95.1% memiliki Erg2. Hanya satu isolat Pyricularia yang tidak menghasilkan amplikon magC, sehingga magB dan magC tidak dapat menunjukkan keragaman genetik Pyricularia darirumput.

Kata kunci: Pyricularia, Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, Panicum repens, padi, SCAR, magB, magC

Pendahuluan

Beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar pertanaman padi telah dilaporkan sebagai inang Pyricularia. Di Indonesia, rumput seperti Echinochloa crusgalli (Cikampek), Leersia hexandra (Cilacap), Panicum repens (Subang), dan Panicum maximum (Bali) sebagai inang cendawan blas (Deptan DBPT 1992). Leersia hexandra dan P. repens juga menjadi inang cendawan blas di Filipina, selain itu bercak blas juga ditemukan pada Brachiaria distachya, Brachiaria mutica, Dactyloctenium aegyptium, Digitaria ciliaris, Echinochloa colona, Eleusine indica, Pennisetum purpureum, dan Rottboellia exaltata (Mackill & Bonman 1986). Di India, cendawan blas pada L. hexandra, Cyperus compressus,

Cyperus iria, dan Cyperus rotundus (Singh & Singh 1988), serta Pennisetum purpureum di Ghana (Nutsugah et al. 2008).

Pada penelitian pendahuluan tampak bahwa cendawan blas yang berasal dari rumput memiliki warna koloni yang cepat berubah dari gelap menjadi putih selama disubkultur berulang-ulang di laboratorium. Selain itu, jumlah konidium cendawan blas yang berasal dari rumput sejak awal hasil isolasi lebih sedikit dibandingkan dengan cendawan blas yang diperoleh dari padi. Sporulasi Pyricularia dari rumput budidaya lebih baik daripada isolat dari rumput liar, kemungkinan karena perbedaan genetik sporulasinya (Rao et al. 1972). Pyricularia dari padi yang mengalami gangguan magB menghasilkan mutan dengan efek pleotropi, yaitu mereduksi pertumbuhan somatik, konidiasi, pembentukan apresorium, dan patogenisitas. Isolat-isolat cendawan blas padi dilaporkan cenderung tidak stabil dalam penampakan koloni, fertilitas, dan patogenisitasnya selama disubkultur di laboratorium (Valent & Chumley 1991).

Pembentukan apresorium pada mutan nul magB dapat dipulihkan melalui penambahan cAMP (Liu & Dean 1997). Mutasi dominan magB menyebabkan autolisis koloni yang telah tua, pembentukan melanin tertunda, reduksi reproduksi seksual dan aseksual. Selanjutnya, mutan dominan magB mampu menghasilkan apresorium pada permukaan hidrofobik dan hidrofilik, meskipun perkembangan pada permukaan hidrofilik tertunda. Mutan dari tipe mutasi magB lainnya adalah tidak menyebabkan perubahan fenotipe yang drastis, hanya meningkatkan sensitivitas terhadap penghambatan konidiasi melalui tekanan osmotik (Fang & Dean 2000). Sedangkan delesi pada magC menyebabkan mutannya mengalami reduksi konidiasi, tetapi tidak mempunyai efek pada pertumbuhan miselium atau pembentukan apresorium. Sebaliknya delesi magA tidak memiliki efek pada pertumbuhan somatik, konidiasi, ataupun pembentukan apresorium (Liu & Dean 1997). Gen magB dan magC beserta magA berada pada kromosom yang terpisah dan hanya satu salinan (copy) dalam genom Pyricularia dari padi(Dean 1997).

Pyricularia dari berbagai inang bervariasi fertilitasnya, yaitu kemampuannya sebagai jantan fertil untuk menginduksi pembentukan peritesium, dan sebagai betina fertil untuk menghasilkan pembentukan peritesium (Zeigler

1998). Sebagai contoh, 78 sampel dari populasi Pyricularia dari Stenotaphrum secundatum didominasi oleh gen kawin tipe Mat1-1 dan bersifat steril, hanya satu sampel yang jantan fertil dengan gen kawin tipe Mat1-2, tidak ditemukan betina yang fertil, meskipun ditemukan dua macam gen tipe kawin. Contoh lainnya 87 sampel populasi Pyricularia dari inang Festuca arundinaceae juga memiliki gen kawin tipe Mat1-1, dengan betina fertilnya berjumlah 47. Sebanyak 47 sampel betina fertil tersebut yang meghasilkan peritesium kosong ialah 19 sampel. Frekuensi gen tipe kawin lawan jenisnya dari populasi Pyricularia pada kedua inang sangat rendah (0-5.7%) (Tredway et al. 2003). Hal tersebut di atas mungkin berhubungan dengan subunit α dari protein G yang disandikan oleh tiga gen, yaitu magA, magB, dan magC (Dean 1997). Gen subunit α dari protein G mengontrol pertumbuhan, perkembangan, patogenisitas, dan diperlukan untuk perkawinan Pyricularia dari padi (Liu & Dean 1997). Oleh karena itu penanda magB dan magC dapat digunakan sebagai dasar keragaman pada Pyricularia untuk mendapatkan informasi keberadaan kedua penanda tersebut sehubungan dengan pemisahan spesies dan aliran genetik antara Pyricularia pada inang rumput dan padi.

Isolat yang tidak berasal dari padi umumnya tidak patogen terhadap padi, ataupun hanya memberikan reaksi patogen lemah (Singh dan Singh 1988, Couch et al. 2005). Demikian halnya di Indonesia, semua isolat Pyricularia dari Leersia hexandra, Panicum maximum, Panicum repens, dan Echinochloa crusgalli hanya patogen terhadap padi var. Kencana bali. Sedangkan isolat dari L. hexandra hanya patogen terhadap P. repens, tidak terjadi saling infeksi silang dari isolat lainnya (DBPT Deptan 1992). Sebaliknya, Pyricularia NBG-A8401 dari padi mampu menginfeksi lima spesies gulma yang berupa rumput (Brachiaria distachya, Echinochloa colona, L. hexandra, Leptochloa chinensis, dan Rottboellia exaltata), dan dua strain lainnya dari Pyricularia asal padi (2017 dan 43) hanya mampu menginfeksi L. chinensis (Mackill & Bonman 1986).

Berbagai metode molekuler telah digunakan untuk mengetahui keragaman cendawan. Haplotipe Pyricularia dengan inang padi (68 strain) dari benua Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, dan Eropa membentuk lima grup berdasarkan hasil amplifikasi 14 pasang primer sequence characterized

amplified region marker (SCAR). Haplotipe Pyricularia padi dari Asia memiliki keragaman tinggi, sehingga berada di semua grup. Sebaliknya haplotipe Pyricularia padi dari Eropa tidak menyebar, berada dalam satu grup dengan Pyricularia padi dari Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Asia (Soubabere et al. 2000). Sebanyak 16 jenis primer penanda SCAR yang dikembangkan oleh Soubabere et al. (2001) untuk memonitor rekombinasi dan migrasi populasi Pyricularia padi. Sebanyak tiga jenis (Cut1, PWL2, dan Erg2) penanda SCAR dari ke 16 jenis tersebut dapat menunjukkan keragaman genetik (haplotipe) Pyricularia dari padi daerah endemik blas, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Sukabumi, dan Bogor (Reflinur et al. 2005).

Sampai saat ini belum diperoleh informasi keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia penginfeksi rumput yang tumbuh liar di sekitar tanaman padi. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar tanaman padi berdasarkan lima macam penanda molekuler, yaitu tiga penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2), dan dua penanda lainnya berupa magB, dan magC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menduga tingkat variasi Pyricularia di Jawa Barat.

Bahan dan Metode

Tempat. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Cendawan dan Biorin di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.

Bahan. Bercak blas pada helaian daun spesies rumput dari tiga lokasi berbeda, yaitu dari empat spesies rumput di sekitar pertanaman padi pada sawah di Sukabumi dengan waktu pengambilan berbeda, satu spesies rumput di sekitar pertanaman padi pada ladang di Jasinga Bogor, dan satu spesies rumput di rumah kaca PPSHB IPB, Kampus Dermaga (Tabel 1). Sebagai pembanding, bercak blas dari helaian daun padi diambil dari lokasi dan waktu yang sama dengan pengambilan sampel dari rumput. Selain itu, sebagai kontrol digunakan Pyricularia dari beberapa varietas padi hasil koleksi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi Bogor). Spesies rumput diidentifikasi oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.

Tabel 1 Isolat Pyricularia dari satu bercak blas pada beberapa rumput dari tiga lokasi di Jawa Barat, dan dari padi di Lampung dan pada empat lokasi di Jawa Barat

Jenis inang pembawa bercak blas

Asal lokasi (pengambilan ke)

Jumlah isolat

Kode isolat pada setiap bercak

Cynodon dactylon Sawah Sukabumi (I) 3 cd7.S1, cd9.S1, cd13.S1 C. dactylon

Sawah Sukabumi (II)

6 cd2.S2, cd3.S2, cd6.S2, cd7.S2, cd9.S2, cd10.S2

Eleusine indica 5 ei2.S2, ei4.S2, ei5.S2,

ei8.S2, ei9.S2

Digitaria ciliaris Sawah Sukabumi (III) 5 dc1.S3, dc2.S3, dc3.S3, dc4.S3, dc6.S3

Panicum repens -1*

Sawah Sukabumi (IV)

4 pr3.a.S4, pr6.a.S4, pr8.a.S4, pr10.a.S4 Panicum repens-2* 10 pr2.b.S4, pr3.b.S4, pr4.b.S4, pr5.b.S4, pr7.b.S4, pr8.b.S4, pr9.b.S4, pr12.b.S4, pr14.b.S4, pr15.b.S4 D. ciliaris Ladang Jasinga Bogor 5 d2, d4, d10, d15, d16

D. ciliaris Rumah kaca PPSHB

IPB, Darmaga 3

dc7.G, dc10.G, dc11.G

Padi**

Sawah Sukabumi (I)

3 ou3.a.S1, ou4.a.S1, ou9.a.S1

Padi ** 4 ou2.b.S1, ou3.b.S1,

ou4.b.S1, ou8.b.S1

Padi var. IR64 1 oir64.S1

Padi ** Sawah Sukabumi (IV) 4 ou3.S4, ou4.S4, ou5.S4, ou6.S4

Padi var. Kencana bali Ladang Jasinga Bogor 5 ok1, ok3, ok6, ok10, ok16 Padi*** Lampung 1 o173 Indramayu 1 oir64.041.I Indramayu 1 oir64.073.I Kuningan 1 oir64.001.K Sukabumi 1 ocr.033.S

*: bercak blas berdampingan berada pada satu daun, **: varietas tidak diketahui ***: koleksi Kebun Percobaan Muara, BB Padi Bogor

Isolasi Konidium Tunggal dan Identifikasi Cendawan. Satu bercak blas (Gambar 2) dicuci dengan air mengalir dan dilembapkan semalam, kemudian sejumlah konidium tunggal diisolasi dengan bantuan mikroskop (modifikasi dari Bonman et al. 1987). Konidium tunggal dikecambahkan pada medium agar-agar (Bacto) air 4% (w/v) yang mengandung antibiotik kloramfenikol (250 mg L-1).

Isolat hasil perkecambahan ditumbuhkan pada medium cawan Potato Dextrose Agar (PDA, Difco) dan disimpan pada agar-agar miring PDA.

Kultur cendawan dari konidium tunggal yang diperoleh dari hasil isolasi diidentifikasi dengan bantuan mikroskop dan menggunakan buku acuan Ou (1985). Kultur cendawan terlebih dahulu ditumbuhkan pada medium sporulasi, yaitu medium oatmeal (30 g oatmeal L-1, 20 g agar-agar L-1, 5 g sukrosa L-1, modifikasi Tsurushima et al. 2005). Hifa aerial kultur cendawan berumur 7-8 hari dihilangkan secara aseptik dengan bantuan kaca objek dan akuades steril. Selanjutnya kultur ditutup dengan plastik transparan dan diberi lubang untuk aerasi serta disinari n-UV terus menerus selama 4-5 hari untuk menginduksi pembentukan konidium.

Isolasi dan Amplifikasi DNA. DNA genom cendawan diisolasi dari miselium yang ditumbuhkan pada 25 mL medium cair (5 g L-1 sukrosa, 2 g L-1 ekstrak khamir, dan 2 g L-1 pepton, modifikasi Crawford et al. 1986) selama enam hari pada mesin pengocok. Miselium dipanen dan diisolasi genomnya menurut prosedur yang dijelaskan oleh Raeder dan Broda (1985) dengan volume lebih besar dan sedikit modifikasi. Miselium digerus dalam mortar steril sampai terbentuk pasta. Pasta disuspensikan dalam 4 mL larutan penyangga ekstrak (200 mM Tris HCl pH 8.5; 250 mM NaCl; 25 mM EDTA; 0.5% SDS). Sebanyak 2.8 mL fenol dan 1.2 mL campuran kloroform dan isoamil alkohol (CIA=24:1) ditambahkan ke dalam suspensi dan suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi disentrifugasi selama 30 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Fase cairan bagian atas segera dipindahkan ke tabung baru dan dipresipitasi dengan menambahkan 1x volume isopropanol dingin. Hasil presipitasi disentrifugasi

Gambar 2 Fenotipe bercak blas pada daun rumput dan padi: a. Digitaria ciliaris, dan b. padi.

a

b

bercak blas

selama 20 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Endapan dibilas dengan etanol dingin konsentrasi 70% dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Endapan dikeringkan dengan pompa vakum selama 15 menit, dan dilarutkan dalam 100 uL TE 1x (10 mm Tris HCl pH 8, 1 mmol EDTA), serta ditambahkan 0.2x volume RNAse 20 mg mL-1. Larutan diinkubasi semalam pada 37 °C, kemudian ditambahkan 900 uL TE 1x dan larutan diekstrak kembali dengan menambahkan 1xvolume CIA, dan disentrifugasi selama 10 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Cairan bagian atas dipresipitasikan kembali dengan menambahkan isopropanol dingin seperti tahapan sebelumnya sampai diperoleh endapan yang dilarutkan dalam 100 uL TE 1x. DNA yang dianalisis memiliki tingkat kemurnian (A260/A280) 1.6-1.9.

DNA cendawan hasil isolasi diamplifikasi melalui PCR dengan menggunakan lima penanda molekuler. Kelima penanda tersebut terdiri atas tiga jenis penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2) yang merupakan bagian dari 16 penanda SCAR yang dihasilkan oleh Soubabere et al. (2001). Sedangkan dua penanda lainnya, yaitu magB, dan magC masing-masing dikonstruksi berdasarkan sekuen nomor akses AF011341 dan AF011342 (Liu & Dean 1997). Primer forward dan reverse magB masing-masing terletak pada nukleotida nomor 841- 861 dan 2154- 2174. Sedangkan primer forward dan reverse magC masing- masing terletak pada nukleotida nomor 808-828 dan 2334-2354. Susunan nukleotida (primer) kelima penanda sebagai berikut:

Cut1 (F:5’TATAGCGTTGACCTTGTGGA-3’), Cut1 (R:5-TATAGCATCTCAGACCGAACC-3’) PWL2 (F:5’-TCCGCCACTTTTCTCATTCC-3’) PWL2 (R: 5’-GCCCTCTTCTCGCTGTTCAC-3’) Erg2 (F:5’-GCAGGGCTCATTCTTTTCTA-3’) Erg2 (R:5’-CCGACTGGAAGGTTTCTTTA-3’) magB (F:5’CAATCGGCCACAATGGGTTGC-3”) magB (R:5’TAGCGGGCACTGATTTTAGAT-3”) magC (F:5’CCCTCTGGCAAGATGTGCTTC-3”) magC (R:5’ACCGCCGGAGTAGCACTCACA-3”)

Total reaksi PCR sebanyak 20 μL, mengandung sekitar 100 ng DNA genom cetakan; 10 μL 2x PCR master mix (0.05 unit μL-1 Taq DNA polymerase, 4 mM MgCl, 0.4 mM masing-masing dNTP), dan 0.6 ρmol masing-masing primer. Program PCR meliputi pradenaturasi pada suhu 95 °C selama 15 menit, dilanjutkan 35 siklus pada suhu 94 °C selama 1 menit, suhu pelekatan (annealing) primer Cut1, PWL2, dan Erg2 adalah 60 °C selama 45 detik, sedangkan suhu pelekatan primer magB dan magC adalah 56 °C, juga selama 45 detik. Program selanjutnya adalah pemanjangan (elongation) pada suhu 72 °C selama 2 menit. Tahap akhir proses PCR pada suhu 72 °C selama 15 menit. Produk PCR di visualisasi melalui elektroforesis pada gel agarosa 1% (w/v) dalam TAE 1x (0.04 M Tris-asetat dan 0.001 M EDTA), dan perendaman gel dalam 0.5 μg mL-1 etidium bromida. Pengamatan dilakukan terhadap keberadaan pita DNA pada gel agarosa yang diletakkan pada UV transluminator (Labquip) yang dilengkapi kamera digital (Olymphus). Data molekuler diperoleh melalui dua kali ulangan.

Analisis data. Amplikon pada isolat dari rumput dinyatakan ada (=1) bila terdapat fragmen DNA hasil amplifikasi. Sebaliknya jika tidak tampak fragmen DNA hasil amplifikasi dari suatu penanda diberi nilai 0. Analisis terhadap keragaman fenotipe penanda SCAR, magB, dan magC hanya dilakukan pada isolat-isolat dalam satu klon. Fenotipe SCAR berdasarkan kombinasi keberadaan Cut1, PWL2, dan Erg2 seperti yang dilakukan oleh Reflinur et al. (2005), tetapi dimodifikasi urutannya (Tabel 2). Fenotipe SCAR Pyricularia dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui tipe pengelompokannya. Pada analisis ini juga dilakukan penggabungan fenotipe SCAR Pyricularia dari rumput dan padi Dendogram dikonstruksi melalui distance dengan UPGMA pada program Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP), version 4.0b10 for 32-bit Microsoft Windows (Swofford 2002).

Tabel 2 Ragam fenotipe berdasarkan tiga penanda SCAR

Penanda SCAR

Fenotipe Cut1 Pwl2 Erg2

A 0 1 1

B 1 0 1

C 1 1 1

D 0 0 1

Hasil

Isolasi Konidium Tunggal dan Identifikasi Cendawan. Identifikasi hanya dilakukan terhadap beberapa isolat dari rumput D. ciliaris (d) dan padi Kencana bali (ok). Kultur lainnya tidak diidentifikasi, melainkan diamati morfologinya melalui bentuk konidium. Cendawan memiliki basal konidiofor membesar (Gambar 3a) dan konidiofor gelap (Gambar 3b), pertumbuhan konidiofor simpodial (Gambar 3c), dan satu konidiofor menghasilkan lebih dari satu konidium dengan letak sendiri-sendiri, konidium tidak tersusun menggerombol (Gambar 4).

Konidium piriform sampai obklavate, hialin sampai agak gelap, memiliki dua sekat (terdiri atas tiga sel), bagian basal konidium lebih menggelembung dan terdapat embelan kecil, dan bagian atas konidium agak mengecil dan sekat atasnya sering menggenting (Gambar 5). Ukuran konidium-konidium dari bercak blas daun pada rumput D. ciliaris ialah (19.3-25.9) μm x (8.4-9.6) μm, sedangkan dari daun padi (15.1-23.7) μm x (8.1-9.6) μm, serta rataan ukuran konidium Pyricularia asal padi ras fisiologi 173 ialah 36.7 μm x 8.9 μm (Pandia 2008).

Gambar 3 Konidiofor cendawan blas pada rumput D. ciliaris: a. basal membesar, b. basal gelap, c. simpodial.

b

20µm basal konidiofor

a

10 µ

m

c

10 µm

Gambar 4 Susunan konidium pada konidiofor cendawan dari bercak blas pada rumput D. ciliaris.

Tabung kecambah spora telah tampak pada tiga jam setelah diletakkan pada kaca objek. Pada umumnya, tabung kecambah dapat tumbuh dari sel bagian ujung, sel bagian basal, ataupun dari keduanya (Gambar 6), tidak diketemukan tabung kecambah yang tumbuh dari sel bagian tengah spora. Apresorium dibentuk pada bagian sel ujung maupun sel basal dari tabung kecambah (Gambar 6).

Pada penelitian ini, isolat yang dianalisis adalah Pyricularia yang diperoleh dari bercak blas pada rumput yang tumbuh liar di sekitar pertanaman padi. Isolat dari padi hanya digunakan sebagai pembanding. Oleh karena itu Gambar 5 Konidium cendawan dari bercak blas pada daun rumput D.

ciliaris: a. sekat, b. embelan pada basal, c. bagian menggenting. b a c 10 µm a b c 20 µm

Gambar 6 Tabung kecambah dan apresorium cendawan dari bercak blas pada rumput D. ciliaris: a. tabung kecambah pada ujung konidium, b. tabung kecambah pada basal konidium, c. tabung kecambah pada ujung dan basal konidium, d. apresorium pada tabung kecambah basal konidium.

c 20 µm

d

a

jumlah isolat dari padi yang dianalisis lebih sedikit dari jumlah isolat dari bercak blas pada rumput. Sebagai kontrol digunakan Pyricularia dari padi yang telah diketahui tipe ras fisiologinya (patotipe), koleksi BB Padi Bogor.

Amplikon Penanda Molekuler. Ukuran amplikon ketiga penanda SCAR pada 41 Pyricularia dari rumput sama dengan amplikon 22 Pyricularia dari padi. Ukuran amplikon ketiga penanda SCAR tersebut, yaitu Cut1, PWL2, dan Erg2 berturut-turut ± 1700 pb (Gambar 7), ± 900 pb (Gambar 8), dan ± 1400 pb (Gambar 9). Keberadaan amplikon ini sangat bervariasi bergantung asal inang dan lokasi asal bercak (Tabel 1). Ukuran amplikon penanda magB dan magC pada Pyricularia dari rumput sama seperti amplikon Pyricularia dari padi, yaitu berurut-turut ± 1330 pb (Gambar 10a) dan 1550 bp (Gambar 10b).

Gambar 9 Penanda Erg2 pada Pyricularia dari rumput dan padi: M. DNA standar, 1. cd9.S2, 2. dc2.S3, 3. d2, 4. ei2.S2, k. kontrol negatif, 5. pr3.a.S4, 6. pr2.b.S4, 7. ou3.a.S1, 8. ouir64.S1, 9. ok1, 10. ocr.033; (ket. nama isolat mengacu pada Tabel 1).

2000 pb 1650 pb 1000 pb 850 pb ±1400 pb M 1 2 3 4 k 5 6 7 8 9 10

Gambar 7 Penanda Cut1 pada Pyricularia dari rumput dan padi: M. DNA standar, 1. cd9.S2, 2. dc2.S3, 3. d4, k. kontrol negatif, 4. ei2.S2, 5. pr3.a.S4, 6. ouir64.S1; (ket. nama isolat mengacu pada Tabel 1).

M 1 2 3 k 4 5 6

±1700 pb 2000 pb

1000 pb

Gambar 8 Penanda PWL2 pada Pyricularia dari rumput dan padi: M. DNA standar, 1. cd9.S2, k. kontrol negatif, 2. dc2.S3, 3. ei2.S2, 4. pr3.a.S4, 5. ou3.a.S1, 6. ouir64.S1; (ket. nama isolat mengacu pada Tabel 1).

M 1 k 2 3 4 5 6

± 900 pb 650 pb

850 pb 1000 pb

Keberadaan penanda Cut1, PWL2, dan Erg2 sangat bervariasi. Berdasarkan keragaman tersebut, Pyricularia dari rumput terdiri atas lima fenotipe SCAR, yaitu A, B, C, D, dan E (Tabel 3). Pada satu bercak Pyricularia umumnya ditemukan dua fenotipe SCAR, kecuali Pyricularia dari P. repens memiliki tiga fenotipe SCAR dan Pyricularia pada D. ciliaris dari rumah kaca PPSHB IPB hanya memiliki satu fenotipe SCAR, yaitu A (Tabel 3), sebaliknya, fenotipe SCAR Pyricularia dari padi lebih homogen. Hampir semua Pyricularia dari padi ber fenotipe SCAR tipe A, kecuali Pyricularia dari padi IR64 berfenotipe berbeda (C).

Tabel 3 Keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia dari beberapa rumput dan padi

Kode Isolat Cut1 PWL2 Erg2 Fenotipe B C SCAR Mag Rumput cd7.S1 0 1 1 A 1 1 cd9.S1 1 0 1 B 1 1 cd13.S1 1 0 1 B 1 1 cd2.S2 1 0 1 B 1 1 cd3.S2 1 0 1 B 1 1 cd6. S2 1 0 1 B 1 1 cd7.S2 1 0 1 B 1 1 cd9.S2 1 1 1 C 1 1 cd10.S2 1 1 1 C 1 1 dc1.S3 0 1 1 A 1 1 dc2.S3 1 1 1 C 1 1 dc3.S3 0 1 1 A 1 1

Gambar 10 Penanda magB (a) dan magC (b) pada Pyricularia dari rumput dan padi: M. DNA standar, 1. cd9.S2, 2. dc2.S3, 3. d2, 4. ei2.S2, 5. pr3.a.S4, 6. pr2.b.S4, 7. ou3.a.S1, 8. ouir64.S1, 9. ok1, 10. ocr.033; k. kontrol negatif (ket. nama isolat mengacu pada Tabel 1).

b

k 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M 2000 pb 1650 pb 1000 pb ±1550 pb

a

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 k ±1330 bp 2000 bp 1650 bp 1000 bp

Tabel 3 Keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia dari beberapa rumput dan padi (Lanjutan)

Kode Isolat Cut1 PWL2 Erg2 Fenotipe B C SCAR Mag

dc4.S3 0 1 1 A 1 1 dc6.S3 0 1 1 A 1 1 d2 1 0 1 B 1 1 d4 1 0 1 B 1 1 d10 1 0 1 B 1 1 d15 0 0 1 D 1 0 d16 1 0 1 B 1 1 dc7.G 0 1 1 A 1 1 dc10.G 0 1 1 A 1 1 dc11.G 0 1 1 A 1 1 ei2.S2 1 1 1 C 1 1 ei4.S2 1 1 1 C 1 1 ei5.S2 1 1 1 C 1 1 ei8.S2 1 0 1 B 1 1 ei9.S2 1 1 1 C 1 1 pr3.a.S4 1 1 1 C tk tk pr6.a.S4 1 0 1 B tk tk pr8.a.S4 1 1 1 C tk tk pr10.a.S4 1 1 1 C tk tk pr2.b.S4 1 0 1 B tk tk pr3.b.S4 1 0 1 B tk tk pr4.b.S4 1 0 1 B tk tk pr5.b.S4 1 1 0 E tk tk pr7.b.S4 1 1 1 C tk tk pr8.b.S4 1 0 1 B tk tk pr9.b.S4 1 1 1 C tk tk pr12.b.S4 1 0 1 B tk tk pr14.b.S4 1 1 0 E tk tk pr15.b.S4 1 1 1 C tk tk Padi ou3.a.S1 0 1 1 A 1 1 ou4.a.S1 0 1 1 A 1 1 ou9.a.S1 0 1 1 A 1 1 ou2.b.S1 0 1 1 A 1 1 ou3.b.S1 0 1 1 A 1 1 ou4.b.S1 0 1 1 A 1 1 ou8.b.S1 0 1 1 A 1 1 oir64.S1 1 1 1 C 1 1 ou3.S4 0 1 1 A tk tk ou4.S4 0 1 1 A tk tk ou5.S4 0 1 1 A tk tk

Tabel 3 Keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia dari beberapa rumput dan padi (Lanjutan)

Kode Isolat SCAR Mag

Cut1 PWL2 Erg2 Fenotipe B C

ou6.S4 0 1 1 A tk tk ok1 0 1 1 A 1 1 ok3 0 1 1 A 1 1 ok6 0 1 1 A 1 0 ok10 0 1 1 A 1 0 ok16 0 1 1 A 1 1 oir64.001.K 0 1 1 A 1 1 ocr.033.S 0 1 1 A 1 1 oir64.041.I 0 1 1 A 1 1 oir64.073.I 0 1 1 A 1 1 o173 0 1 1 A 1 1

1= ada, 0= tidak ada, tk = tidak dikarakterisasi; (ket. nama isolat merujuk pada Tabel 1)

Jenis rumput menentukan variasi fenotipe SCAR. Pada bercak-bercak blas di C. dactylon terdapat tiga fenotipe yaitu A, B, dan C, dengan B sebagai fenotipe dominan. Sedangkan pada D. ciliaris terdapat empat fenotipe yaitu A, B, C, dan D dengan fenotipe A yang dominan. Pada E. indica terdapat dua fenotipe yaitu C dan B, C sebagai fenotipe dominan. Pada P. repens terdapat tiga fenotipe, yaitu C, B, dan E, dengan fenotipe E paling jarang ditemukan.

Pada lokasi berbeda, fenotipe SCAR Pyricularia rumput juga berbeda, tetapi tidak demikian dengan fenotipe SCAR Pyricularia padi. Pyricularia pada D. ciliaris dari Sukabumi memiliki fenotipe SCAR A dan C, sedangkan Pyricularia pada D. ciliaris dari Jasinga memiliki fenotipe SCAR B dan D, serta fenotipe SCAR Pyricularia pada D. ciliaris dari rumah kaca hanya memiliki tipe A. Fenotipe SCAR Pyricularia dari Sukabumi didominasi oleh fenotipe B dan C, keduanya bernilai sama. Hanya fenotipe SCAR B yang dominan di Jasinga, dan di Jasinga tidak memiliki fenotipe SCAR C. Sebaliknya, fenotipe SCAR Pyricularia padi tidak beragam, semua berfenotipe SCAR A, kecuali Pyricularia daripadi var. IR64 berfenotipe SCAR C, seperti kebanyakan Pyricularia dari E. indica. Di antara kelima fenotipe SCAR Pyricularia dari rumput, frekuensi

Dokumen terkait