• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI

3.4 Teknik Analisis

3.4.1 Analisis Modifikasi Rapid Appraisal Fisheries

Dimensi dalam Rapfish yang digunakan dalam kajian ini menyangkut aspek keberlanjutan dari dimensi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan etik. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan sustainability, sebagaimana diisyaratkan oleh FAO- Code of Conduct .

Metode Rapfish yang digunakan dalam menganalisis status keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali melalui beberapa tahapan yakni (Kavanagh dan Pitcher 2004):

1. Analisis terhadap data perikanan Kabupaten Banyuwangi melalui data statistik, studi literatur, observasi lapang, dan wawancara.

2. Melakukan skoring terhadap aspek ekologi, sosial, ekonomi, teknologi dan etik yang mengacu pada publikasi FAO berbasis Microsoft Excell. Rentang skor yang ditawarkan bervariasi tergantung jenis atribut yang ditanyakan dalam kuesioner. Misalnya tingkat eksploitasi diberi skor baik (0) dan buruk (3). Apabila expert menilai bahwa telah terjadi over eksploitasi terhadap sumberdaya ikan di Selat Bali, maka dapat memberikan nilai kecenderungan 3 (skor buruk). Lain halnya dengan pertanyaan jumlah Daerah Perlindungan Laut diberi skor baik (3) dan buruk (1). Kenyataan di lapangan di Muncar telah ada DPL di perairan Kayu Aking maka expert dapat memberikan skor (2) kalau ada dua tempat diberi skor (3). Berdasarkan rentang nilai tersebut, pihak responden/expert diharapkan mampu menilai kondisi eksisting Selat Bali pada saat penelitian ini dilaksanakan. Di dalam kuesioner telah dijelaskan secara detail panduan cara menilai dari masing-masing atribut.

3. Melakukan Multi Dimension Scaling (MDS) untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinansi good dan bad. MDS dapat menentukan ordonansi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. Pemilihan MDS dilakukan mengingat metode multi-variate analysis lainnya seperti factor

analysis dan Multi Attribute Utility Theory (MAUT), terbukti tidak melahirkan

hasil yang stabil (Pitcher dan Preikshot 2001). Teknik ordonansi (penentuan jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam ruang

34 berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut (Karson 1982; Everitt dan Dunn 1991; Johnson danWichern 1992) :

2 2 1 2 2 1 2 2 1

x

y

y

z

z

x

d

=

+

+

(3.1)

Dalam penelitian ini menggunakan kriteria keberlanjutan pembangunan perikanan (KP2) dalam 3 kategori seperti dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kriteria keberlanjutan pembangunan perikanan

Skor Kriteria 0-33 Kurang 34-66 Sedang/Cukup 67-100 Baik Konfigurasi ordonansi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (dij) dari titik I ke titik j dengan titik asal (δij) sebagai persamaan berikut:

ε

βδ

α+

+

=

ij ij

d

(3.2) Analisis ordonansi juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi pembangunan (aspek pembangunan) dengan memasukkan semua atributnya. Hasil analisis akan mencerminkan seberapa jauh tingkat keberlanjutan dari dimensi tersebut, misalnya dimensi ekologi. Jika analisis setiap dimensi ini telah dilakukan maka analisis perbandingan keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang (kite

diagram). Untuk meregresikan persamaan di atas menggunakan Algoritma

ALSCAL merupakan metode yang paling sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir semua software statistika (SPSS dan SAS) (Alder et al. 2000). Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance= dijk) terhadap data kuadrat (titik asal= Oijk) yang dalam tiga dimensi (i,j,k) ditulis

dalam formula yang disebut S-stress sebagai berikut :

∑ ∑∑ ∑

= ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = m k i j ijk i j ijk ijk o o d m S 1 4 2 2 2 ) ( 1 (3.3)

35 dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang dibobot, yakni :

=

=

r n ja ia ka ijk

w

x

x

d

1 2 2

)

(

(3.4) pada setiap pengukuran yang bersifat mengukur (metric) kondisi fit (goodness

of fit), jika jarak pendugaan dengan titik asal, menjadi sangat penting.

Goodness of fit dalam MDS tidak lain adalah mengukur seberapa tepat (how

well) konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Goodness

of fit dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress yang dihitung

berdasarkan nilai S di atas. Nilai stress yang rendah menunjukkan good of fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Di dalam Rapfish, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0.25 (S<0.25),

4. Melakukan “rotasi” untuk menentukan posisi perikanan pada ordonansi bad

dan good dengan menggunakan Excel dan Visual Basic.

5. Melakukan sensitivity analysis (Leverage analysis). Analisis sensitivitas ini berguna untuk melihat perubahan dari hasil analisis MDS. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS), khususnya pada sumbu x terutama pada skala keberlanjutan pembangunan perikanan dan perubahan sumbu y tidak diperhitungkan. Leverage analysis hanya digunakan untuk melihat perubahan RMS. Semakin besar perubahan nilai RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai KP2 pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif atribut tersebut di dalam pembangunan perikanan di Selat Bali. Rumus RMS tersebut adalah :

}

{

⎪ ⎪ ⎭ ⎪⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪⎪ ⎨ ⎧ =

= n j Vf i Vf RMS n i 1 ) 1 , ( ) 1 , ( (3.5) dimama:

Vf(i,1) = Nilai hasil MDS (setelah rotasi dan flifing) Vf(j,1) = Nilai tengah hasil MDS pada kolom ke 1

36 Analisis leverage dilakukan dengan melihat perubahan ordonansi apabila atribut tertentu dihilangkan dalam analisis. Seluruh atribut secara berturut- turut, satu per satu dihilangkan dari analisis Rapfish. Analisis seperti ini di dalam ilmu statistik dikenal sebagai analisis "JackKnife".

Secara singkat proses aplikasi Rapfish dalam evaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali seperti dalam Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Proses aplikasi Rapfish untuk evalusi pembangunan perikanan (Alder et al. 2000)

Start

Review Attribute

(meliputi berbagai kategori dari scoring kriteria)

Analisis Leverage

(Analisis Anomali)

Simulasi Monte Carlo

(Analisis Ketidakpastian)

Multidimensional Scaling Ordination

(untuk setiap atribut)

Skoring

(mengkonstruksi reference point untuk good dan bad serta anchor)

Identifikasi dan Pendefinisian

(Didasarkan Kriteria Yang Konsisten)

Analisis Keberlanjutan

37 6. Analisis Monte Carlo

Analisis ini dilakukan dalam rangka mengevaluasi pengaruh dari galat (error) dengan menduga suatu nilai statistik tertentu. Penilaian dalam penelitian ini adalah hasil nilai MDS keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali. Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004) bahwa analisis Monte Carlo berguna untuk mempelajari:

a. Pengaruh kesalahan dalam skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman yang kurang terhadap pemasalahan.

b. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian. c. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi) dan juga

melihat kualitas stabilitas titik-titik acuan metode yang dilakukan. d. Kesalahan memasukkan data atau data yang hilang.

e. Tingginya nilai stress hasil analisis.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 secara eksplisit dinyatakan tentang desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, maka dalam penelitian ini dimodifikasi dengan aplikasi The Code of Conduct for

Responsible Fisheries/CCRF (FAO 2001). Dimana pendekatan tersebut sangat

relevan guna mengukur sejauhmana pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki wilayah perikanan dan laut. Teknik analisis yang akan digunakan dengan juga menggunakan bantuan software Rapfish. Dimensi yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai dari implementasi article 7 CCRF yang terdiri dari 6 dimensi dan 43 atribut yakni :

a. Sasaran manajemen (SM) sebanyak 9 atribut. b. Kerangka kerja (KK) sebanyak 7 atribut.

c. Pendekatan pencegahan (PP) sebanyak 9 atribut.

d. Stok ikan, armada dan alat tangkap (SIATA) sebanyak 7 atribut. e. Sosial ekonomi (SOSEK) sebanyak 6 atribut.

f. Monitoring, control dan surveillance/MCS sebanyak 5 atribut.

Dalam penelitian ini dimensi-dimensi CCRF yang digunakan mengadopsi dari pemnikiran Pitcher (1999). Dimana 6 dimensi tersebut diatas ada keterkaitan

38 langsung dan tidak langsung dengan article 7 dari CCRF (Fisheries Management) (FAO 2001) seperti Gambar 3.3.

Keterangan : garis tebal menunjukkan main linkages dan garis tipis minor linkages

Gambar 3.3 Diagram ilustrasi hubungan antara article 7 CCRF yang dipetakan dalam Rapfish Fields.

Mengingat output dari analisis Rapfish di atas berupa indeks atau skor yang cenderung mekanistik/statis (top down approach), maka dalam penelitian akan memodifikasi dengan mengkombinasinya pendekatan bottom up approach. Dimana pendekatan ini melibatkan seluruh stakeholder lokal yang dikategorikan sebagai seorang ahli (expert system) yang mampu melakukan penilaian lokal

(assesing local) atas keberlanjutan sistem perikanan di Kabupaten Banyuwangi.

Setelah dilakukan analisis Rapfish, maka dilanjutkan dengan pendekatan multi

criteria analysis (MCA) dan analisis keterkaitan indikator (analysis of indicator

linkages), pendekatan ini lebih ”local accepted” maka dalam penelitian ini

dinamakan Modifikasi Rapfish (MODRAPF).

1. General 2. Objectives 3. Framework

4. Data,Advice, & Gear 5. Precaution&Economic 6. Measures 7. Implementation 8. Financial Objectives Framework Precaution Stock,Fleets, & Gear

Social & Economic MCS

Article 7 of CCRF Rapfish fields

Intent ions Ef fe ct s

39

B. Multi Criteria Analysis (MCA)

Menurut Mendoza dan Prabhu (2002), bahwa MCA adalah pendekatan umum yang dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang kompleks yang disertai mutiple criteria, dan juga memiliki keunggulan ketika diaplikasikan pada sistem perikanan yang kompleks dan stokastik. Sedikitnya ada tiga keuntungan dalam menilai sustainability perikanan. Pertama, metode ini dapat menggabungkan sejumlah data kuantitatif atau kualitatif yang dinyatakan dalam pendapat stakeholder. Perikanan merupakan suatu sistem yang kompleks dan stokastik dan terbatasnya informasi dan pemahaman kondisi nyata. Dalam kasus ini, informasi kualitatif dari stakeholder yang dikelompok dalam expert group, yang memiliki keunggulan yang lebih dalam pengetahuan lapang untuk menilai indikator sustainability sistem perikanan. Kedua, pendekatan MCA dapat juga disusun struktur yang baik untuk mengkolaborasi antara perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan lingkungan. Ketiga, metodologi MCA merupakan metode yang sederhana, intuitif, dan transparan.

Dalam studi ini, pendekatan MCA digunakan untuk: (a) menghasilkan sejumlah indikator sustainability perikanan yang berbasis pendekatan beberapa referensi, dan (b) untuk menilai dan mengevaluasi terminologi indikator sesuai dengan tingkat kepentingannya dan kondisi yang dinginkan di masa yang akan datang. Untuk bagian pertama indikator-indikator sustainability menggunakan data komponen dan atribut yang digunakan dalam analisis Rapfish sebelumnya. Dalam bagian kedua analisis MCA, dengan melakukan penilaian tingkat kepentingan masing-masing atribut dengan menggunakan skala Saaty (Saaty 1999; Vreeker, Nijkamp, dan Welle 2002 diacu dalam Adrianto et al. 2005 ) yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Berdasarkan ranking tersebut, maka dapat ditentukan bobot relatif (relative

weight) yang memodifikasi dari Mendoza dan Macoun (2000) diacu dalam

Adrianto et al. (2005). Kemudian dilakukan penilaian terhadap masing-masing atribut dengan acuan nilai sebagai berikut: nilai 1 berarti dalam kondisi sangat lemah; nilai-2 berarti kondisi kurang; nilai 3 berarti dapat diterima, atau diatas garis normal dalam suatu wilayah; nilai 4 berarti kondisi baik; nilai 5 berarti

40 dalam kondisi yang sempurna/sangat baik. Selanjutnya, nilai sustainability

indicator criteria (SIC) dapat dihitung dengan dengan menggunakan formula:

=

j j

j

S

W

SIC

(3.6)

dimana :

SICj : indek sustainability dari atribut ke-j

Sj : skor indikator atribut ke-j

Wj : bobot relatif atribut ke-j

C. Analisis Keterkaitan Indikator (Analysis of Indicator Linkages)

Seperti dijelaskan di depan, bahwa dalam sistem perikanan yang kompleks dan dinamis, maka antar indikator saling berkaitan dan berhubungan dengan yang konsekuensi akan mempengaruhi titik sustainability baik secara langsung maupun tak langsung. Dampak dari kompleksnya jaring keterhubungan dan keterkaitan, maka sulit untuk memisahkan kedalam sejumlah basis indikator (Mendoza dan Prabhu 2002). Lebih jauh, Prabhu et al. (1996) diacu dalam Adrianto et al. (2005), juga menyebutkan bahwa sustainability dari sistem alam dapat disepakati dalam cross-criterion atau cross indicator interaction. Dengan kata lain, analisis ini dapat dikembangkan dengan melakukan penilaian perilaku antara indikator yang digunakan dalam pendekatan sistem.

Mendoza dan Prabhu (2002), menyatakan bahwa cross indicator

interaction dapat menganalisis perbedaan level yang tergantung pada sejumlah

informasi dan pengetahuan tentang interaksi antar indikator. Ini dapat digunakan untuk analisis sistem dinamik secara kuantitatif jika informasi cukup dari masing- masing indikator yang digunakan. Sisi lain, analisis kualitatif dan penilaian keterkaitan indikator dapat digunakan khususnya untuk kasus dimana hubungan fungsional antar indikator sangat terbatas. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif ini karena dianggap sesuai untuk menganalisis keterkaitan indikator atau yang dikenal dengan peta kognitif (cognitive mapping)

Cognitive mapping dikategorikan sebagai soft methodology dan berbeda

dengan metodologi formal tradisional yang terdiri dari beberapa tipe analisis dan hasilnya masih bersifat general. Umumnya, soft methodology menghasilkan

41 deskripsi yang lebih menentukan. Cognitive mapping menggunakan basis teknik peta yang mampu merepresentasikan elemen-elemen dari permasalahan yang kompleks, yang diorganisir dan disusun menggunakan diagram panah. Arah panah menunjukkan connection dan relationship antar indikator.

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel utama dalam cognitive

mapping yakni domain dan centrality. Domain adalah faktor penting dalam peta

kognitif sebab menggambarkan kepadatan atau jumlah indikator yang berkaitan langsung dengan indikator tertentu dengan mengabaikan arahnya. Makin tinggi nilai domain suatu indikator menunjukkan besarnya jumlah indikator yang mempengaruhi/dipengaruhi indikator tersebut (lihat Gambar 3.4).

Centrality adalah konsep penting lainnya dalam cognitive mapping. Ini

menunjukkan efek indikator downstream, bukan hanya yang berhubungan langsung dengan indikator lainnya tetapi juga yang tidak berhubungan langsung. Makna dari centrality menunjukkan arti strategik sebab menggambarkan dampak komulatif sejumlah indikator diluar pengaruh langsung. Makin tinggi skor

centrality, makin signifikan seluruh indikator sustainability sebuah sistem (lihat

Gambar 3.5). Indikator Domain Indikator-2 Indikator-1 Indikator-3 Indikator-4 Indikator-5 Indikator-6

42

Domain dan centrality adalah gagasan pemikiran dari Eden dan Akerman

(1998), dimana keduanya perangkat utama dalam menyusun cognitive mapping. Untuk menghitung skor sentral menggunakan formula (Mendoza dan Prabhu 2002):

,

n

S

m

S

C

m n j

=

+⋅

⋅⋅+

j= 1, 2, 3 ...n (3.7) dimana :

Cj : skor sentral indikator ke-j level ke-m

Sj : jumlah indikator level ke-m

Skor sentral dapat menunjukkan nilai strategik dari sebuah indikator/atribut sebab merefleksikan bukan hanya jumlah indikator yang berdampak langsung tetapi juga seluruh pengaruh hubungan tak langsung dengan indikator lainnya.

3.4.2 Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Lemuru

Dokumen terkait