• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Para Pihak dalam Pengendalian Kebijakan Lingkungan di KPB Batam KPB Batam

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.2. Jenis Data dan Sumber Data

3.3.3. Analisis Para Pihak dalam Pengendalian Kebijakan Lingkungan di KPB Batam KPB Batam

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan para pihak (stakeholder) dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam.

3.3.3. 1.Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner melalui wawancara terstruktur dengan stakeholders yang berkaitan dengan perencanaan, perumusan, penetapan, dan implementasi kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam, yaitu : pemerintah, otorita Batam, pemerintah daerah (dinas/instansi daerah yang mengurus SDA), DPRD Provinsi Kepulauan Riau, partai politik, akademisi, tokoh masyrakat, serta LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang selama ini menaruh perhatian terhadap pengendalian lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Riau, dengan jumlah responden adalah 26 orang. Kuesioner dalam penelitian ini memuat informasi tentang : identitas umum responden, pendapat responden terhadap sistem pengendalian lingkungan hidup di KPB Batam, serta hak-hak, tanggung-jawab, manfaat yang akan didapatkan, dan intensitas keterkaitan antar

stakeholders dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelusuran data dan informasi yang telah ada sebelumnya dan dipublikasikan. Sumber data sekunder diperoleh dari beberapa instansi/lembaga yang berkaitan langsung dengan pengendalian lingkungan di KPB Batam, seperti Badan Perencanaan Daerah Provinsi Kepulauan Riau, pengelola kawasan, Pemda Kota Batam, Dinas/instansi di Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam yang mengurus pengelolaan lingkungan, perguruan tinggi, LSM dan sebagainya.

3.3.3.2. Analisis Data

Peranan para pihak pemangku kebijakan (stakeholders) dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam dianalisis dengan menggunakan kerangka 4R (4Rs

51

Framework). Kerangka 4R dikembangkan oleh IIED (International Institute for Environment and Development) sebagai alat untuk menilai peranan dan kekuatan

stakeholders untuk meningkatkan kolaborasi komunitas dalam pengelolaan SDA (Dubois, 1998). Kerangka 4R bertujuan untuk mendefinisikan peranan stakeholders

yang berkaitan dengan rights (hak-hak yang dimiliki stakeholders), responsibilities

(tanggung-jawab yang dimiliki stakeholders), revenue/returns (hasil/manfaat yang didapatkan stakeholders), dan relationship (hubungan antar stakeholders) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka 4R untuk mendefinisikan peranan stakeholders

(Dubois, 1998).

Kerangka 4R ini membantu dalam menunjukkan permasalahan (issues) kritis terkait keterlibatan stakeholders dan juga mengidentifikasi butir-butir pengaruhnya terhadap suatu program atau kebijakan (Dubois, 1998). Tabel 3 menunjukkan struktur dasar dari Kerangka 4R. Khusus untuk relationship antar

stakeholder dibuat dalam tabel tersendiri sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 3 mendeskripsikan tanggung-jawab, hak-hak, serta hasil/manfaat dari masing-masing stakeholder dalam merencanakan, merumuskan, menetapkan, dan mengimplementasikan pengendalian lingkungan di KPB Batam sebagai hasil analisis dari data dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, kuesioner, dan penelusuran data sekunder. Tabel 4 mendeskripsikan derajat Relationship

diantara Stakeholders yang terlibat dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam yang terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu Baik, Cukup Baik, dan Buruk.

STAKEHOLDERS ROLES RESPONSIBILITIES REVENUES RIGHTS RELATIONSHIP

52 Penilaian relationship dilakukan dengan menganalisis bentuk hubungan (formal/informal), frekuensi kontak, dan tingkat konvergensi (convergence) atau pertemuan dari pendapat stakeholders. Relationship antar stakeholder juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti services (pelayanan/jasa), legal/contractual (hukum/kontraktual), market (dinyatakan dengan demand and supply dari barang dan jasa), information exchange (pertukaran informasi),

interpersonal (hubungan antar pribadi) dan power. Tabel 3. Kerangka dasar pendekatan 4R

Stakeholders Responsibilities Rights Revenues Relationship

1 2 3 4 5 6 7 8

Tabel 4. Relationshipstakeholders dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam Stakeholder 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

53 3.3.4. Penentuan Alternatif Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB

Batam

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif dan prioritas kebijakan pengendalian lingkungan di kawasan KPB Batam.

3.3.4.1.Metode Pengumpulan Data

Disain kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam harus sesuai dengan karakteristik wilayahnya, termasuk di dalamnya karakteristik sosial, ekonomi, dan politik masyarakat. Prioritas disain sistem pengendalian lingkungan dianalisis melalui pendekatan AHP (analytical hierarchy process) yang berbasiskan pada expertise judgement, sehingga pemilihan responden ditujukan pada responden yang benar-benar memahami permasalahan lingkungan di KPB Batam. Responden dipilih dari kalangan birokrasi pemerintah provinsi, DPRD, pengelola kawasan KPB Batam, akademisi, tokoh masyarakat, dan LSM dengan jumlah responden 26 (dua puluh enam) orang.

3.3.4.2. Analisis Data

Hirarki disain kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam ditunjukkan pada Gambar 6. Hirarki disusun mulai dari tingkatan (level) paling tinggi sampai paling rendah dalam hirarki. Tingkatan tertinggi merupakan fokus, disusul oleh faktor, pelaku (aktor), dan alternatif kebijakan.

Prinsip penilaian dalam AHP adalah membandingkan secara berpasangan (pairwise comparisons) tingkat kepentingan atau tingkat pengaruh satu elemen dengan elemen lainnya yang berada dalam satu tingkatan (level) berdasarkan pertimbangan tertentu. Nilai yang diberikan berada dalam skala pendapat yang dikeluarkan oleh Saaty (2001) sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Nilai rata-rata geometrik dari semua responden dari setiap nilai pendapat yang dibandingkan diolah menggunakan perangkat lunak Criterium Plus Versi 3. Analisis ini digunakan untuk menginterpretasi prioritas dari faktor, aktor, dan sifat kebijakan yang mempengaruhi kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam.

54 Adapun tahapan analisis AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 2001) :

a. Penyusunan struktur keputusan

Penyusunan struktur keputusan dalam penentuan prioritas pada suatu permasalahan dilakukan dengan melakukan dekomposisi dari permasalahan yang ada sehingga akan tergambar faktor-faktor yang mempengaruhi serta alternatif keputusan yang ditentukan dalam bentuk hirarki dari semua elemen yang ada dalam struktur keputusan.

b. Penyusunan matriks pendapat

Penyusunan matriks pendapat untuk menentukan nilai kepentingan dari setiap elemen pada struktur keputusan. Dalam menentukan skala kepentingan mengacu pada skala komparasi dari Saaty. Skala prioritas dilakukan guna mempermudah pemahaman penggunaan metode analisis jenjang keputusan. Matriks pendapat dibuat berdasarkan tingkatan level dari masing-masing faktor.

c. Prioritas elemen setiap level

Penentuan prioritas elemen pada setiap level dapat diketahui dengan mencari nilai komparasi berpasangan. Nilai ini dapat diperoleh dengan melakukan normalisasi dari bobot skala prioritas dari matriks pendapat. Bobot normal dari matriks komparasi berpasangan dari masing-masing level dalam struktur keputusan adalah rata-rata terhadap nilai masing-masing baris. Pembobotan normal menunjukkan prioritas dari masing-masing elemen dalam suatu level struktur keputusan. Berdasarkan bobot normal akan didapatkan nilai eigen vector dan indeks konsistensi. Ketiga langkah ini diulang untuk mendapatkan bobot dari masing-masing elemen pada setiap levelnya.

55 Pengendalian Lingkungan di KPB Batam

Daya Tarik Investasi Perlindungan Ekosistem Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Konflik Masyarakat dan KPB

Pemerintah Pemerintah Legislatif

Daerah Pelaku Usaha Masyarakat Perlindungan Ekosistem KPB Batam Peningkatan Daya Tarik Investasi KPB Batam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah secara Berkelanjutan FOKUS FAKTOR AKTOR TUJUAN

Gambar 6. Hirarki kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam.

d. Matriks pendapat gabungan

Untuk mendapatkan matriks pendapat gabungan maka pertama-tama dilakukan penentuan skala kepentingan relatif serta bobot dua elemen pada suatu tingkat (level II) dalam kaitannya dengan elemen pada tingkat diatasnya (level I). Penentuan skala kepentingan diulang pada semua elemen pada suatu level terhadap masing-masing elemen pada level diatasnya.

e. Prioritas pengambilan keputusan

Penentuan prioritas keputusan yang akan diambil untuk dikembangkan di suatu daerah ditentukan dengan melakukan sintesis dari bobot prioritas dari semua variabel yang ada pada tiap-tiap level pada struktur keputusan. Jika konsistensi keseluruhan dari matriks gabungan < 10% maka prioritas tersebut sudah konsisten. Pendekatan AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu (Saaty, 2001):

1. Dekomposisi

Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan tujuan ,kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif

56 mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail ,mencakup lebih banyak kriteria yang lain.Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru.