• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menganalisis pertimbangan hakim yang menolak kuasa hukum kuasa Tergugat, penulis menganalisis menggunakan dasar hukum, yaitu:

1. KUH Perdata

Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam Bab keenam Belas, Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1792 s/d Pasal 1819, sedang aturan khususnya diatur dan tunduk pada ketentuan hukum acara yang digariskan Het Herziene Inlandsch/Indonesich Reglement (“HIR”) dan Reglement Buitengewesten (“RBG”).

Untuk memahami pengertian kuasa secara umum, dapat dirujuk Pasal 1792 KUH Perdata, yang berbunyi:“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”

Menurut Pasal 1792 KUH Perdata, pemberian Kuasa adalah:

 Persetujuan antara pemberi kuasa, dengan penerima kuasa;

 Dengan pemberian kuasa itu, penerima kuasa sah bertindak untuk dan atas nama

62

 Dalam bertindak melakukan perbuatan hukum, penerima kuasa tidak atau bukan

atas namanya sendiri, tetapi atas nama pemberi kuasa.

Selanjutnya, di atur di dalam Pasal 1795 KUH Perdata yang berbunyi:“Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.“ Menurut pasal ini, kuasa umum bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu:

 Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;

 Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan

pemberi kuasa kuasa atas harta kekayaannya;

 Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan

pengurusan kepentingan pemberi kuasa.

Dengan demikian, dari segi hukum, kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan, yang disebut beherder atau manajer untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Sedangkan kuasa secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. Namun, agar agar bentuk kuasa yang disebut dalam Pasal 1795 KUH Perdata ini dapat sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebut dalam Pasal 123 HIR yaitu kuasa secara lisan oleh penggugat di hadapan ketua Pengadilan Negeri (PN), kuasa yang ditunjuk secara lisan di persidangan, dan kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang disebut surat kuasa khusus.

63

Lebih lanjut, yang dapat bertindak sebagai kuasa/wakil dalam perkara perdata pada umumnya adalah: advokat sesuai Pasal 32 UU No. 18 Tahun 2003; Jaksa dengan kuasa khusus sebagai kuasa/wakil negara/pemerintah/TNI/Kejaksaan RI; Direksi/pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu badan hukum; mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan oleh ketua pengadilan (misalnya, LBH, hubungan keluarga, biro hukum TNI/Polri) untuk perkara-perkara yang menyangkut anggota/keluarga TNI/Polri; dan kuasa insidentil dengan alasan hubungan keluarga sedarah atau semenda dapat diterima sampai dengan derajat ketiga yang dibuktikan dengan surat keterangan kepa desa/lurah.

2. Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Undang-Undang No. 2 Tahun 2004tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan merupakan lex spesialist yang merupakan hukum secara formal untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, ketentuan mengenai kuasa hukum harus tunduk pada ketentuan Undang-undang tersebut. Pengaturan kuasa hukum diatur di dalam Pasal 87 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi: “Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya.”

Ketentuan Pasal 87 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselsihan Hubungan Industrial yang nyata-nyata memberikan ruang gerak bagi oraganisasi pengusaha untuk beracara dipersidangan mewakili anggotanya atas dasar surat kuasa khusus, hampir tidak pernah dipergunakan.

Ketentuan Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur bahwa yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berpendidikan tinggi hukum dan setelah

64

mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh organisasi Advokat. Bahkan, ketentuan UU tentang Advokat tersebut mengancam dengan pidana, bagi siapa saja yang bukan Advokat tetapi menjalankan pekerjaan sebagai Advokat, namun pada saat ini Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha yang hendak bertindak sebagai kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) tidak perlu lagi kwatir akan dikenakan sanksi pidana atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Advokat. Karena Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-II/2004 tahun 2004 telah menyatakan bahwa, Pasal 31 UU Advokat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Lebih lanjut dinyatakan dalam Putusan MK tersebut bahwa Pasal 31 UU Advokat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan telah dianggap menutup akses untuk mendapatkan keadilan. Jadi, sejak dibatalkannya” Pasal 31 UU Advokat oleh Mahkamah konstitusi, maka saat ini tidak ada lagi pertentangan antara pengaturan dalam UU Advokat dengan peraturan yang menjadi dasar hukum bagi Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha untuk bertindak sebagai kuasa hukum di dalam PHI. Selain itu, kewenangan serikat pekerja/serikat buruh untuk mewakili anggotanya di PHI telah lama dijamin oleh UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU Serikat Buruh). Pasal 25 ayat 1 menyatakan bahwa, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak untuk mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial. Pendampingan pekerja oleh Wakil Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang bukan Advokat sebagai kuasa hukum di PHI dalam praktinya sudah banyak dilakukan.

Hal yang sama juga ditegaskan Dr. H. Mohammad Saleh, SH., MH., Ketua Muda Perdata Khusus Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dalam makalah yang berjudul Temuan

65

Permasalahan Hukum pada Perdata Khusus yang disampaikan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Mahkamah Agung Tahun 2009, Mohammad Saleh menyatakan bahwa

“Manajer Personalia boleh mewakili pihak perusahaan di persidangan PHI bilamana mendapat kuasa dari Direksi.”

Jadi, Manajer HRD/Personalia dapat mewakili pihak perusahaan dipersidangan PHI jika mendapat kuasa dari Direksi, dan orang yang bersangkutan tidak harus seorang sarjana hukum.

3. Undang-Undang Perseroan Terbatas

Direksi sebagai salah satu Organ atau alat perlengkapan Perseroan, selain mempunyai kedudukan dan kewenangan mengurus Perseroan, juga diberi wewenang untuk “mewakili” Perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk dan atas nama Perseroan. Kapasitas atau kewenangan yang dimiliki Direksi mewakili Perseroan karena Undang-undang. Artinya, undang-undang sendiri dalam hal ini Pasal 1 angka 5 dan Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 yang memberi kewenangan itu kepada Direksi untuk mewakili Perseroan di dalam maupun di luar Pengadilan. Oleh karena itu, kapasitas mewakili yang dimilikinya, adalah kuasa atau perwakilian karena undang-undang (wettelijke vertegenwoordig, legal or statutory representative). Dengan demikian, untuk bertindak mewakili Perseroan, tidak memerlukan kuasa dari Perseroan. Sebab kuasa yang dimilikinya atas nama Perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan Direksi berdasar undang-undang.

Sehubungan dengan itu, sesuai dengan kapasitasnya sebagai kuasa mewakili Perseroan berdasar undang-undang, Direksi berwenang memberi kuasa kepada orang yang ditunjuknya untuk bertindak mewakili Perseroan. Tindakan pemberian kuasa yang demikian dapat dilakukan

66

Direksi tanpa memerlukan persetujuan dari Organ Perseroan yang lain. Tidak memerlukan persetujuan dari RUPS maupun dari Dewan Komisaris.

Pemberian Kuasa diatur di dalam Pasal 103 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mengatur mengenai hak Direksi memberi kuasa kepada orang lain. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.”

Orang lain yang dimaksud di dalam UUPT tersebut adalah Advokat, sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 1 angka 1 dan 2 yang berbunyi: Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.

4. Metode Interpretasi Menurut Bahasa (Gramatikal)

Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) adalah suatu cara penafsiran undang-undang menurut arti kata-kata (istilah) yang terdapat pada undang-undang-undang-undang. Hukum wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum.

Sebagai contoh: Pasal 87 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi, “Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya.” Kata “dapat bertindak” di dalam pasal tersebut dapat ditafsirkan menurut

67

bahasa sehari-hari adalah “dibutuhkan” apabila kuasa dari buruh atau pengusaha tidak memiliki wakil sebagi kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, maka Organisasi Pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili pengusaha.

Sehingga, menurut analisis Penulis: Kuasa hukum dari Pengusaha yaitu General Manager sudah tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, tanpa harus diwakili oleh Organisasi Pengusaha.

Dokumen terkait