• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Jernang yang Dihasilkan dari Cara Alternatif (Perebusan)

5.4.2 Analisis sifat fisiko-kimia jernang 1. Kadar air

Kadar air yang diperoleh pada perlakuan 1, 2 dan 3 jam berturut-turut sebesar 3,64 %, 3,34 % dan 3,48 %, sedangkan cara masyarakat menghasilkan kadar air sebesar 3,48 % (Tabel 8).

Tabel 8 Rata-rata kadar air jernang

Perlakuan Rata-rata Kadar air

Masyarakat 3,48

Perebusan 1 jam 3,64

Perebusan 2 jam 3,34

Perebusan 3 jam 3,48

Hasil analisis ragam (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) tidak mempengaruhi secara nyata kadar air jernang yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang menunjukkan F hit (0,27) < F tabel (4,76) yang berarti H0 diterima yaitu perlakuan cara masyarakat dan perebusan tidak mempengaruhi secara nyata kadar air jernang sehingga H1 ditolak.

Tabel 9 Analisis ragam kadar air jernang

Sumber ragam db KT JK F hitung F (5%)

Perlakuan 3 0,13 0,04 0,27tn 4,76

Galat 6 0,99 0,17

Total 11 1,44

Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf α 5%

Kadar air yang dihasilkan dari cara masyarakat dan cara perebusan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Waktu perebusan 1, 2 dan 3 jam tidak menunjukkan kecenderungan makin meningkat atau menurun. Namun, secara keseluruhan kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan kadar air jernang hasil penelitian Waluyo (2008) dengan cara masyarakat yaitu melalui penumbukan buah rotan jernang yaitu sebesar 4,4%. Berdasarkan standar SNI jernang (2010), kadar air maksimal untuk mutu super adalah 6% (Tabel 2). Kadar air kedua perlakuan termasuk mutu super. Rendahnya Kadar air menunjukkan bahan jernang tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu lama.

2. Kadar resin

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) mempengaruhi secara nyata kadar resin jernang

yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang menunjukkan F hit (317,409) > F tabel (4,76) yang berarti H1 diterima yaitu perlakuan cara masyarakat dan perebusan mempengaruhi secara nyata kadar resin jernang sehingga H0 ditolak.

Tabel 10 Analisis ragam kadar resin jernang

Sumber ragam db KT JK F hitung F (5%)

Perlakuan 3 731,58 243,86 317,41*) 4,76

Galat 6 4,61 0,77

Total 11 736,88

Keterangan: *) = nyata pada taraf α 5%

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa cara masyarakat menghasilkan kadar resin yang berbeda nyata dengan cara perebusan, namun lama waktu perebusan tidak mempengaruhi kadar resinnya, dimana perebusan 1, 2 dan 3 jam tidak menghasilkan kadar resin yang berbeda nyata (Tabel 11). Perebusan 1, 2 dan 3 jam berturut-turut menghasilkan kadar resin sebesar 81,83%, 81,21% dan 80,91%, sedangan cara masyarakat menghasilkan kadar resin sebesar 63,30%.

Tabel 11 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar resin jernang

Perlakuan Rata-rata Kadar resin

Masyarakat 63,30 b

Perebusan 1 jam 81,83 a

Perebusan 2 jam 81,21 a

Perebusan 3 jam 80,91 a

Keterangan: Huruf a dan a berarti tidak berbeda nyata, huruf a dan b berarti berbeda nyata terhadap kadar kotoran pada taraf nyata α 5%.

Waktu perebusan tidak menghasilkan kadar resin yang berbeda nyata. Namun, terdapat kecenderungan perebusan 1 jam menghasilkan kadar resin terbesar sedangkan 2 dan 3 jam menghasilkan kadar resin yang semakin rendah. Hal ini diduga karena lamanya waktu perebusan menyebabkan hancunya partikel padat baik yang terlihat oleh mata maupun tidak ikut naik kepermukaan air rebusan sehingga resin yang terkandung dalam jernang akan lebih sedikit pada waktu 2 dan 3 jam.

Cara masyarakat menghasilkan kadar resin yang lebih rendah dibandingkan cara perebusan. Hal ini diduga karena cara masyarakat banyak mengandung pengotor (kulit), sedangkan cara perebusan menghasilkan jernang tanpa kulit. Menurut Waluyo (2008), resin cara masyarakat merupakan hasil pencampuran dengan kulit buah. Berdasarkan standar SNI jernang (2010), kadar resin cara masyarakat termasuk mutu A dan cara perebusan baik 1, 2 dan 3 jam termasuk mutu super.

3. Kadar kotoran

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) mempengaruhi secara nyata kadar kotoran jernang yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang menunjukkan F hit (532,54) > F tabel (4,76) yang berarti H1 diterima yaitu perlakuan cara masyarakat dan perebusan mempengaruhi secara nyata kadar kotoran jernang sehingga H0 ditolak.

Tabel 12 Analisis ragam kadar kotoran jernang

Sumber ragam Db KT JK F hitung F (5%)

Perlakuan 3 938,17 312,72 532,54 *) 4,76

Galat 6 3,52 0,59

Total 11 942,55

Keterangan : *) = nyata pada taraf α 5%

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa cara masyarakat menghasilkan kadar kotoran yang berbeda nyata dengan cara perebusan, namun lama waktu perebusan tidak mempengaruhi kadar kotorannya, dimana perebusan 1, 2 dan 3 jam tidak menghasilkan kadar kotoran yang berbeda nyata (Tabel 13). Perebusan 1, 2 dan 3 jam berturut-turut menghasilkan kadar kotoran sebesar 11,57%, 11,63% dan 12,03%, sedangan cara masyarakat menghasilkan kadar kotoran sebesar 32,16%. Berdasarkan standar SNI jernang (2010), kadar kotoran untuk cara masyarakat termasuk ke dalam mutu A, sedangkan cara perebusan baik 1, 2 dan 3 jam termasuk ke dalam mutu super.

Tabel 13 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap kadar kotoran jernang Perlakuan Rata-rata Kadar kotoran

Masyarakat 32,16 b

Perebusan 1 jam 11,57 a

Perebusan 2 jam 11,63 a

Perebusan 3 jam 12,03 a

Keterangan: Huruf a dan a berarti tidak berbeda nyata, huruf a dan b berarti berbeda nyata terhadap kadar kotoran pada taraf nyata α 5%.

Tingginya kadar kotoran yang dihasilkan masyarakat diduga karena cara masyarakat terdapat campuran antara kulit dan jernang, sedangkan cara perebusan menghindari tercampurnya jernang dengan kulit buah. Jernang cara masyarakat merupakan hasil pencampuran dengan kulit buah yaitu ekstraksi yang dilakukan dengan cara menumbuk buah rotan jernang dan kemungkinan besar bagian kulit ikut serta, bahkan bila terlalu kuat menumbuk buah rotan jernang akan pecah sehingga jernang bercampur dengan buah rotan jernang yang hancur (Waluyo 2008).

Waktu perebusan tidak menghasilkan kadar kotoran yang berbeda nyata. Namun, terdapat kecenderungan perebusan 1 jam menghasilkan kadar kotoran terendah sedangkan 2 dan 3 jam menghasilkan kadar kotoran yang semakin tinggi. Hal ini diduga karena lama perebusan akan menghancurkan partikel-partikel padat yang bercampur dalam jernang baik berupa debu atau kotoran lainnya baik yang terlihat maupun tidak terlihat oleh mata. Kotoran yang tidak terlihat oleh mata dapat berasal dari buah rotan jernang, air dan alat yang digunakan. Diduga pada saat jernang naik kepermukaan air rebusan, kotoran yang hancur pun ikut naik. Cara perebusan menghasilkan kadar kotoran paling rendah pada waktu 1 jam sehingga waktu yang paling optimum dalam menghasilkan kadar kotoran jernang adalah 1 jam.

4. Kadar abu

Kadar abu yang diperoleh pada perlakuan 1, 2 dan 3 jam berturut-turut sebesar 1,12%, 1,52% dan 1,59%, sedangkan hasil masyarakat sebesar 1,83% (Tabel 14).

Tabel 14 Rata-rata kadar abu jernang

Perlakuan Rata-rata Kadar abu

Masyarakat 1,83

Perebusan 1 jam 1,12

Perebusan 2 jam 1,52

Perebusan 3 jam 1,59

Hasil analisis ragam (Tabel 15) menunjukkan bahwa perbedaan ekstraksi jernang dengan cara masyarakat dan cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) tidak mempengaruhi secara nyata kadar abu jernang yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang menunjukkan F hit (3,08) < F tabel (4,76) yang berarti H0 diterima yaitu perlakuan cara masyarakat dan perebusan tidak mempengaruhi secara nyata kadar abu jernang sehingga H1 ditolak.

Tabel 15 Analisis ragam kadar abu jernang

Sumber ragam Db KT JK F hitung F (5%)

Perlakuan 3 0,80 0,27 3,08 tn 4,76

Galat 6 0,52 0,86

Total 11 1,32

Keterangan: tn = tidak nyata pada taraf α 5%

Meskipun secara statistika, kadar abu jernang yang diekstrak dengan cara masyarakat tidak berbeda nyata dengan cara perebusan, namun kadar abu jernang yang dihasilkan dengan cara masyarakat lebih tinggi. Hal ini diduga karena cara

masyarakat terdapat campuran kulit, sedangkan cara perebusan menghindari tercampurnya jernang dengan kulit buah. Menurut Waluyo (2008), Kadar abu berkorelasi positif dengan kadar kotoran, dimana semakin tinggi kadar kotoran maka semakin tinggi pula kadar abunya. Hal ini dapat dilihat dari persentase kadar abu dan kadar kotoran dari cara masyarakat yang lebih tinggi dibandingkan cara perebusan. Begitu pula dengan lama waktu perebusan, dapat terlihat bahwa perebusan 1 jam menghasilkan kadar abu yang paling rendah.

Menurut Waluyo (2008), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka jernang tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu masih mengandung kulit. Kadar abu masyarakat yang dikerjakan dengan cara penumbukan menghasilkan kadar abu sebesar 2,8%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian maka kadar abu hasil masyarakat yang diteliti lebih rendah (Tabel 15). Berdasarkan standar SNI jernang (2010), kadar abu perlakuan cara masyarakat dan cara perebusan termasuk ke dalam mutu super. 5. Titik leleh

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cara masyarakat dan cara perebusan (1, 2 dan 3 jam) mempengaruhi secara nyata titik leleh jernang yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam yang menunjukkan F hit (20,06) > F tabel (4,76) yang berarti H1 diterima yaitu perlakuan cara masyarakat dan perebusan mempengaruhi secara nyata titik leleh jernang sehingga H1 ditolak.

Tabel 16 Analisis ragam titik leleh jernang

Sumber ragam Db KT JK F hitung F (5%)

Perlakuan 3 396,25 132,08 20,06 *) 4,76

Galat 6 39,50 6,58

Total 11 452,92

Keterangan: *) = nyata pada taraf α 5%

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa cara masyarakat menghasilkan titik leleh yang berbeda nyata dengan cara perebusan, namun lama waktu perebusan tidak mempengaruhi titik lelehnya, dimana perebusan 1, 2 dan 3 jam tidak menghasilkan titik leleh yang berbeda nyata (Tabel 13). Perebusan 1, 2 dan 3 jam berturut-turut menghasilkan titik leleh sebesar 11,57%, 11,63% dan 12,03%,

sedangkan jernang hasil masyarakat sebesar 96°C. Berdasarkan standar SNI jernang (2010), secara umum kedua perlakuan termasuk ke dalam mutu super. Tabel 17 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap titik leleh jernang

Perlakuan Rata-rata titik leleh

Masyarakat 96,00 b

Perebusan 1 jam 82,00 a

Perebusan 2 jam 83,00 a

Perebusan 3 jam 83,33 a

Keterangan: Huruf a dan a berarti tidak berbeda nyata, sedangkan huruf a dan b berarti berbeda nyata terhadap titik leleh pada taraf nyata α 5%.

Cara masyarakat menghasilkan kadar kotoran lebih besar dibandingkan dengan cara perebusan, sehingga titik leleh yang dihasilkan juga lebih besar. Hal ini terjadi karena kulit banyak yang bercampur dengan jernang hasil cara masyarakat. Hasil penelitian Waluyo (2008), titik leleh jernang yang dihasilkan dari proses penumbukkan sebesar 105°C, sedangkan jernang yang dihasilkan dari proses pengguncangan sebesar 80°C. Apabila dilihat dari titik leleh jernang yang dihasilkan dari proses penumbukan hasil penelitian Waluyo (2008) sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil peneliti yaitu 96 °C. Selain itu, titik leleh jernang berkorelasi positif dengan kadar kotoran.

6. Penentuan warna

Penentuan warna ditentukan dengan cara meletakkan serbuk jernang yang telah dilarutkan dengan etanol di atas kertas putih. Secara visual warna jernang tidak ada perbedaan antara hasil cara perebusan dan cara masyarakat, seluruhnya menunjukkan warna merah tua. Kedua perlakuan tidak mempengaruhi pembentukan warna dari jernang tersebut. Berdasarkan SNI jernang (2010), jernang yang berwarna mereah tua termasuk ke dalam mutu super, sehingga jernang dari kedua perlakuan tersebut termasuk mutu super. Merah tua adalah warna yang paling baik, sedangkan warna yang pudar menurunkan mutu jernang. Dengan demikian jernang merupakan bahan yang cocok untuk dijadikan pewarna alami, karena perbedaan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan warna yang dihasilkan.

Menurut Winarni et al. (2005), jernang dengan mutu yang baik harus jernih dan bila ditumbuk akan memperoleh bubuk berwarna merah tembaga yang larut dalam spirtus dengan warna yang terang. Menurut Risna (2006), resin dari

mewarnai biola, selain digunakan untuk pewarna digunakan pula untuk obat seperti obat luka dan bahan campuran cairan antiseptik (obat merah). Dibawah ini merupakan data rekapitulasi pengujian mutu jernang.

Tabel 18 Rekapitulasi rata-rata pengujian mutu sifat fisiko-kimia jernang No Jenis uji Persyaratan Masyarakat Perebusan Mutu super Mutu A Mutu

B 1 jam 2 jam 3 jam

1 Kadar resin (%)

Min 80 Min 60 Min 25 63,30(A) 81,83 (MS) 81,21 (MS) 80,91(MS) 2 Kadar air

(%)

Maks 6 Maks 8 Maks 10 3,48 (MS) 3,64 (MS) 3,34 (MS) 3,48 (MS) 3 Kadar

kotoran (%)

Maks.14 Maks 39 Maks 50 32,16 (A) 11,57 (MS) 11,63(MS) 12,03(MS)

4 Kadar abu (%)

Maks 4 Maks 8 Maks 20 1,83(MS) 1,12 (MS) 1,52 (MS) 1,59 (MS) 5 Titik

leleh (°C)

Min 80 Min 80 - 96,00 (MS) 82,00 (MS) 83,00 (MS) 83,33 (MS)

6 Warna Merah tua Merah

muda Merah pudar Merah tua (MS) Merah tua (MS) Merah tua (MS) Merah tua (MS)

Sumber: SNI jernang 2010

Pengujian sifat fisiko-kimia jernang bertujuan untuk mengetahui mutu jernang. Berdasarkan standar SNI jernang (2010), dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa dari enam komponen yang diuji empat diantaranya jernang hasil masyarakat termasuk ke dalam mutu super kecuali kadar kotoran dan kadar resin termasuk mutu A. Secara keseluruhan jernang hasil cara perebusan termasuk mutu super yaitu pada kadar resin, kadar kotoran, kadar air, kadar abu, titik leleh dan warna. Apabila dilihat dari Tabel 18, terlihat bahwa waktu optimum yang dihasilkan adalah perebusan 1 jam karena kadar kotoran yang dihasilkan paling sedikit, sedangkan kadar resin dan rendemen (Tabel 5) yang dihasilkan pada waktu 1 jam paling besar dibandingkan 2 dan 3 jam. Pada umumnya dalam dunia perdagangan, karakteristik jernang yang ditekankan dalam penentuan mutu jernang adalah pada kadar kotoran dan kadar resin.

BAB VI

Dokumen terkait