Secara umum teknik analisis dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif. Penilaian dilakukan terhadap aspek fisik kawasan dan aspek masyarakat. Untuk masing-masing aspek, dibuat kriteria untuk masing-masing faktor, dan dinilai berdasarkan skala dengan sistim peringkat (Smith, 1989). Metode pembobotan dilakukan dengan expert judgment dan modifikasi. Setelah itu dilakukan sintesis dengan teknik overlay.
A. Identifikasi dan analisis aspek fisik kawasan
Identifikasi dan analisis aspek fisik kawasan dilakukan untuk mengetahui potensi pengembangan wisata budaya. Penilaian dilakukan terhadap tiga aspek kualitas budaya kawasan, kelayakan kawasan wisata serta kualitas estetika- visual lingkungan.
A.1. Analisis Kualitas Budaya Kawasan
Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas budaya kawasan berdasarkan obyek dan atraksi wisata eksisting dengan menilai faktor fisik dan
signifikansi budaya dari masing-masing obyek dan atraksi wisata eksisting. Analisis yang dilakukan terhadap obyek dan atraksi wisata eksisting ini akan menentukan kualitas budaya kawasan yang mengandung titik-titik obyek dan atraksi wisata di dalamnya.
A.1. 1. Data
Data yang diperlukan untuk menganalisis kualitas budaya kawasan adalah keadaan fisik dan cultural significance ( signifikansi budaya) dari obyek dan atraksi wisata. Obyek dan atraksi yang dimaksud adalah obyek dan atraksi budaya, yang dapat digolongkan dalam material dan immaterial culture terbagi dalam:
a. Material culture, terdiri dari:
- Seni budaya yaitu kerajinan tangan, kegiatan perekonomian, pesta rakyat dan produk-produk lokal, seperti batik dan proses membatik.
- Seni bangunan yaitu arsitektur rumah, arsitektur tempat peribadatan, arsitektur makam, arsitektur panggung, monument, dan sebagainya. - Festival, yaitu berbagai festival budaya yang ada seperti festival batik,
fashion show, dll.
- Pentas dan pagelaran yaitu seni tari, seni musik, dan sebagainya. b. Immaterial culture, terdiri dari:
- Nilai perilaku dan kebiasaan masyarakat di kawasan studi
- Nilai kepercayaan yaitu kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap pencipta dan alam semesta
- Nilai adat istiadat yaitu nilai adat dan keyakinan masyarakat dahulu yang masih diyakini.
A.1. 2. Metode Analisis
Penilaian terhadap objek dan atraksi wisata budaya eksisting dilakukan untuk mengidentifikasi potensi obyek dan atraksi wisata eksisting dengan membuat 6 kriteria sebagai parameter penilaian, yang diambil dari Burra Charter (1999) dari faktor historical value dan sosial value untuk melihat cultural significance dari obyek dan atraksi, dan kriteria dari Avenzora (2008), dari faktor harmoni, keunikan, daya tarik dan kelangkaan, untuk melihat potensi fisik obyek dan atraksi (Tabel 21). Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan melakukan teknik penskalaan melalui metode peringkat
(ranking) , dan teknik pembobotan dengan metode pembobotan (penentuan bobot) secara langsung melalui expert judgement.
Perhitungan nilai obyek dan atraksi =
……(1)
Keterangan:
Fhv = faktor historical value = titik pengamatan ke-1 hingga ke-8
Fsv = faktor social value Fkl = faktor kelangkaan Fhr = faktor harmoni
Fkn = faktor keunikan Fdt = faktor daya tarik
Tabel 21. Peubah , indikator, dan kategori untuk penilaian potensi obyek atraksi wisata eksisting
Peubah Indikator Kategori Nilai
I. Kesejarahan (historical value) Chronogical value/age, historical events, substantially complete and intact (keaslian dan keutuhan) (Burra Charter,1999) • Sangat signifikan
(usia lebih dari 100 th, even sejarah berskala internasional, tingkat keutuhan dan keaslian 80- 100%)
4
• Cukup signifikan
(usia 50-100 th, even sejarah berskala nasional, tingkat keutuhan dan keaslian 50-79%)
3
• Kurang signifikan
(usia < 50 th, even sejarah berskala lokal, tingkat keutuhan dan keaslian 10-49%)
2
• Tidak signifikan
(usia < 50 th, even sejarah
berskala lola, tingkat keutuhan dan keaslian < 10%) 1 II. Fungsi sosial (sovial value) Seberapa besar pengaruh objek wisata tersebut sebagai fokus politik atau budaya (Burra Charter,1999) • Sangat signifikan (sangat berarti secara internasional)
4
• Cukup signifikan
(berarti secara nasional) 3 • Kurang signifikan
(berarti secara lokal
2
• Tidak signifikan
(hanya dimanfaatkan oleh satu kelompok atau keluarga dan kadang tidak dimanfaatkan sama sekali)
Lanjutan Tabel 21.
Peubah Indikator Kategori Nilai
III. Harmoni Hubungan dengan lingkungan sekitarnya (Avenzora, 2008)
• Sangat harmoni dengan lingkungan
4
• Cukup harmoni dengan lingkungan 3 • Kurang harmoni dengan
lingkungan
2
• Tidak harmoni dengan lingkungan 1 IV. Keunikan kelebihan dari
unsur-unsur dari material culture/immaterial culture dibandingkan di tempat lain (Avenzora, 2008)
• Ada kekhususan, istimewa, menjadi ciri khas lokasi tersebut
4
• Bersifat khusus, cukup istimewa, tidak menjadi ciri khas kawasan
3
• Kurang bersifat khusus dan kurang istimewa
2
• Tidak khusus dan tidak istimewa 1 V. Daya tarik akses yang
mudah, arsitektur yang menarik, tata kehidupan masyarakat, dan keramahan lingkungan (Avenzora, 2008)
• sangat menarik untuk dinikmati • cukup menarik untuk dinikmati • Kurang menarik untuk dinikmati • Tidak menarik untuk dinikmati
4 3 2 1
VI.Kelangkaan jumlah objek yang sama di tempat tertentu dan tingkat pemeliharaan (Avenzora, 2008)
• hanya ada di lokasi tersebut dan sangat terawat
• hanya ada di lokasi tersebut dan cukup terawat
• ada 2-5 di lokasi tersebut dan cukup terawat
• ada 5-10 di lokasi tersebut dan kurang terawat
4
3
2
1
Sumber: ICOMOS (The Burra Charter (1999)) dan Avenzora (2008)
Dari perhitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan (Tabel 22) dan dikategorikan dalam klasifikasi potensi yaitu sangat baik, baik, cukup, dan buruk. Penentuan klasifikasi tingkat potensi objek dan atraksi wisata sebagai berikut:
Tabel 22. Skala penilaian potensi obyek dan atraksi wisata eksisting
Faktor Bobot (%) Skala nilai
4 3 2 1 Historical value 15 12-15 8-11 4-7 0-3 Social value 10 8-10 5-7 2-4 0-1 Keunikan 15 12-15 8-11 4-7 0-3 Harmoni 10 8-10 5-7 2-4 0-1 Daya tarik 25 20-25 13-19 6-12 0-5 Kelangkaan 25 20-25 13-19 6-12 0-5 100
Sumber: Burra Charter (1999) , Avenzora (2008), modifikasi
Setelah diketahui potensi obyek dan atraksi wisata eksisting, lalu dibuat zonasi kualitas budaya kawasan berdasarkan tingkat potensi obyek dan atraksi wisata yang dimiliki kawasan tersebut. Kawasan yang rata-rata potensi obyek wisata yang dimiliki tinggi, maka memiliki kualitas budaya yang tinggi.
A.1.3. Produk yang dihasilkan
Analisis untuk mengidentifikasi potensi objek dan atraksi wisata eksisting akan menghasilkan 4 klasifikasi potensi yaitu :
Sangat baik. Artinya , sangat sesuai untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata. Perlakuan yang dilakukan hanya untuk menjaga kualitas obyek dan atraksi wisata tersebut.
Baik. Artinya, sesuai untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata, Perlu perlakukan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat sesuai.
Cukup. Artinya, dapat dijadikan obyek dan atraksi wisata , namun perlu perlakuan lebih banyak untuk meningkatkan kualitas menjadi sesuai atau sangat sesuai.
Buruk. Artinya, bahwa tidak sesuai untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata. Perlu perlakuan yang khusus dan mahal untuk meningkatkan kualitasnya menjadi sesuai atau sangat sesuai.
Di samping itu akan dihasilkan peta tematik yang menggambarkan tentang letak obyek dan atraksi wisata eksisting beserta tingkat potensi budayanya, beserta zonasi kualitas budaya kawasan berdasarkan rata-rata tingkat potensi obyek dan atraksi wisata yang dimiliki masing-masing kawasan.
A.2 Analisis kelayakan kawasan wisata
Analisis ini untuk mengetahui kelayakan kawasan wisata berdasarkan kriteria-kriteria dari Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2000).
A.2.1. Data
Data yang diperlukan untuk analisis ini adalah obyek dan atraksi wisata yang terdapat di kawasan, fasilitas wisata yang ada di kawasan, serta sarana dan prasarana yang terdapat di kawasan.
A.2.2. Metode Analisis
Penilaian kelayakan kawasan dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan kawasan dengan membuat 4 kriteria sebagai parameter penilaian, yang diambil dari Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2000) (Tabel 23). Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan melakukan teknik penskalaan melalui metode peringkat (ranking) , dan teknik pembobotan dengan metode pembobotan (penentuan bobot) secara langsung melalui expert judgement. Perhitungan nilai kelayakan kawasan diperoleh dari:
Keterangan:
Foda = faktor obyek & atraksi Faks = faktor aksesibilitas Flju = faktor letak dari jalan utama Ffw = faktor fasilitas wisata yang tersedia
= titik pengamatan ke-1 hingga ke-8
Penentuan klasifikasi tingkat kelayakan kawasan untuk wisata adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Tingkat Potensi = N Skor maksimal – N Skor minimal N Tingkat Klasifikasi
…………. ( 5)
Dari perhitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan (Tabel 24) dan dikategorikan dalam kategori kelayakan Sangat Potensial (SP), Potensial (P), dan tidak Potensial (TP).
Tabel 23. Penilaian kelayakan kawasan wisata
Peubah Kategori Nilai
Objek dan atraksi wisata
• Semua atraksi bernilai tinggi (T)
• Atraksi yang ada bernilai sedang (S) sampai Tinggi (T)
• Atraksi yang ada bernilai rendah (R) sampai sedang (S)
• Tidak terdapat objek dan atraksi
4 3
2
1
Aksesibilitas • Jalan primer dekat, mudah dicapai, kondisi jalan baik,
• Jalan gang besar, kondisi sedang, mudah dicapai • Jalan gang kecil, kondisi sedang, agak mudah
dicapai
• Tidak ada akses, kondisi sangat buruk
4
3
2
1 Letak dari jalan utama • Dekat (<500 meter)
• Sedang (500 m – 1 km) • Cukup jauh (1-2 km) • Jauh (> 2 km) 4 3 2 1 Fasilitas wisata yang
tersedia
• Tersedia, lengkap, kualitas baik & terawat • Ada beberapa, cukup terawat
• Ada beberapa, kurang terawat • Tidak tersedia
4
3 2 1
Sumber: Direktorat Jenderal Pengembangan Produk Pariwisata (2000)
Tabel 24. Skala penilaian kelayakan kawasan Faktor Bobot (B) (%) Skala nilai 4 3 2 1
Obyek dan atraksi wisata (Foda) 30 23-30 15-22 7-14 0-6 Aksesibilitas(Faks) 30 23-30 15-22 7-14 0-6 Letak dari jalan utama (Flju) 20 15-20 10-14 5-9 0-4 Fasilitas wisata yang tersedia (Ffw) 20 15-20 10-14 5-9 0-4
100
Sumber: Dirjen Pengembangan Produk Pariwisata (2002), modifikasi.
A.2.3. Produk yang dihasilkan
Hasil akhir analisis kelayakan kawasan ini adalah sebuah peta tematik tentang tingkat potensi kelayakan kawasan di Kampung Laweyan.
A.3. Analisis Kualitas Estetika-Visual Lingkungan
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas estetika-visual lingkungan berdasarkan kriteria-kriteria yang diambil Nasar (1998), Burra Charter (1999), dan Carmona (2006).
A.3.1. Data
Data yang diperlukan untuk analisis ini adalah seluruh lingkungan yang ada di tapak, terutama jalur sirkulasi.
A3.2. Metode Analisis
Analisis estetika-visual terhadap kawasan yang dimaksud adalah analisis terhadap nilai estetika-visual terhadap lingkungan di kawasan. Analisis kualitas estetika-visual didasarkan pada penilaian berdasarkan 5 kriteria yang diambil dari Nasar (1998), Burra Charter (1999), dan Carmona (2006) yaitu 1) Architectural rhytm, 2) Upkeep/civilities/Perawatan, 3) Openness/ Keterbukaan ,4) Historical significance, 5) Order/ Keteraturan (Tabel 26).
Perhitungan nilai kualitas estetika-visual lingkungan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Far = faktor Architectural rhytm Fci = faktor upkeep/civilities Fop = faktor openness
Fhs = faktor historical significance For = faktor order
=
titik pengamatan ke-1 hingga ke-8Dari perhitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan (Tabel 25) dan dikategorikan dalam kategori tingkat potensi estetika-visual lingkungan Sangat Potensial (SP), Potensial (P), dan tidak Potensial (TP) berdasarkan perhitungan Rumus (3).
Tabel 25. Skala penilaian kualitas estetika-visual lingkungan Faktor Bobot
(B) (%)
Skala nilai
4 3 2 1
Architectural rhytm (Far) 20 15-20 10-14 5-9 0-4
Upkeep/civilities/perawatan (Fci) 20 15-20 10-14 5-9 0-4
Openness/keterbukaan (Fop) 15 12-15 8-11 4-7 0-3
Historical significance (Fhs) 25 20-25 13-19 6-12 0-5
Order/keteraturan (For) 20 20-25 13-19 6-12 0-5
100
Sumber: Nasar (1999), Burra Charter (1981), modifikasi.
Tabel 26. Penilaian kualitas etetika-visual lingkungan
Peubah Indikator Kategori Nilai
Architectural rhytm Continuity of architectural atau street wall • Kontinyu
• Ada sedikit yang terputus • Terputus-putus
• Sama sekali terputus
4 3 2 1 Perawatan Penjagaan lingkungan agar tampak terpelihara
• Lingkungan terpelihara dengan sangat baik
• Lingkungan terpelihara cukup baik • Lingkungan kurang terpelihara • Lingkungan tidak terpelihara
4 3 2 1 Keterbukaan Gabungan ruang terbuka dengan vista
• Ruang terbuka menciptakan vista yang sempurna
• Ruang terbuka menciptakan vista cukup bagus
• Ruang terbuka menciptakan vista yang kurang bagus
• Ruang terbuka tidak menciptakan vista yang bagus 4 3 2 1 Historical significance/ content Tingkat representatif terhadap citra kawasan (sosial, budaya, dan sejarah)
• Lingkungan sangat mencerminkan keadaan sosial budaya dan kawasan • Lingkungan cukup mencerminkan
keadaan sosial budaya kawasan • Lingkungan kurang mencerminkan
keadaan sosial budaya kawasan • Lingkungan tidak mencerminkan sama
sekali 4 3 2 1 Keteraturan Koheren, kongruen, legibilitas, dan kejelasan
• Lingkungan terlihat koheren (pas), kongruen (sesuai), legible (terbaca) dan jelas
• Lingkungan koheren, tapi kurang legible • Lingkungan tidak koheren, kurang legible • Lingkungan tidak teratur dan tidak jelas
4
3
2
1 Sumber: Nasar (1998), Burra Charter (1981), dan Carmona ( 2006)
A.3.3. Produk yang dihasilkan
Hasil akhir analisis kualitas estetika-visual lingkungan ini adalah sebuah peta tematik tentang tingkat potensi kualitas estetika-visual lingkungan di Kampung Batik Laweyan.
A.4.Penentuan zona wisata budaya potensial
Zona wisata budaya potensial ditentukan dengan teknik overlay yang mengintegrasikan kualitas budaya kawasan (Kbk) , nilai kelayakan kawasan (Kkws) dan kualitas estetika-visual lingkungan (Pevl). Bobot (B) untuk kualitas budaya kawasan (Kbk) 40%, kelayakan kawasan 35%, sedangkan estetika lingkungan 25% (Gunn, 1972 dalam Smith 1989, modifikasi). Setelah itu zona
wisata budaya potensial diklasifikasi menjadi sangat potensial, potensial, tidak potensial, melalui perhitungan Rumus (3).
Nilai potensi wisata budaya =
Dimana,
B= bobot Kkw= nilai kelayakan kawasan
Kbk= nilai kualitas budaya kawasan Kevl= kualitas estetika-visual lingkungan
B. Identifikasi dan Analisis Tingkat Akseptibilitas Masyarakat Lokal B.1 Data
Data yang digunakan dalam analisis masyarakat lokal ini adalah data kesediaan masyarakat lokal tentang pengembangan wisata interpretasi budaya melalui penyebaran kuisioner dengan metode pengambilan contohnya menggunakan metode random sampling.
B.2 Metode Analisis
Tahap penentuan zona akseptibilitas masyarakat lokal ditunjukkan dengan dengan melakukan analisis terhadap tingkat kesediaan masyarakat dalam menerima pengembangan kawasan wisata (Tabel 27) dengan menggunakan metode Koentjaraningrat dalam Yusiana (2007). Penilaian dilakukan oleh responden, masing-masing kampung diambil n=12, sehingga jumlah dari responden seluruh kampung yang diteliti adalah 90 responden.
Tabel 27. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat
No Faktor Peringkat 4 (Bersedia) 3 (Kurang Bersedia) 2 (Tidak Bersedia) 1 (Tidak tahu) 1. Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata
setuju Kurang setuju
Tidak Setuju Tidak Tahu
2. Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Setuju Kurang setuju
Tidak Setuju Tidak Tahu 3. Peran aktif masyarakat
dalam pariwisata
Ya Kurang Tidak Tidak Tahu 4. Keuntungan kegiatan wisata Ya Kurang Tidak Tidak Tahu 5. Keberadaan wisatawan Bersedia Kurang
Bersedia
Tidak Bersedia
Tidak Tahu Sumber : Koentjaraningrat dalam Yusiana (2007)
Penilaian akseptibilitas masyarakat untuk faktor tertentu di tiap kampung didasarkan pada penghitungan :
Fx kampung ke-p = (4 x n)+(3 x n)+(2 x n)+(1 x n) ……….……….... (8 ) Dimana,
Fx = total nilai faktor tertentu p = kampung tertentu
n = jumlah orang yang memilih
Akseptibilitas Masyarakat =
Keterangan :
Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat
Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariwisata Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata
Pkw = Keberadaan wisatawan
Setelah dihitung skor masing-masing parameter, maka dilakukan pengkategorian ke dalam kategori Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R).
B.3 Produk yang dihasilkan
Hasil akhir analisis akseptibilitas masyarakat ini adalah sebuah peta tematik tentang tingkat akseptibilitas masyarakat di kawasan Kampung Laweyan.
C. Penentuan zona integratif untuk pengembangan kawasan wisata budaya
Zona integratif diperoleh pada tahap sintesis dengan tehnik overlay yang mengintegrasikan zona wisata budaya potensial (Pwb) dan potensi masyarakat lokal (Pml). Setelah peta-peta tematik tersebut dioverlay, diperoleh zona potensial kawasan untuk pengembangan wisata budaya dengan Rumus (10). Setelah itu dibuat klasifikasi potensi sesuai Rumus (11) yaitu kawasan sangat potensial, potensial dan tidak potensial. Bobot untuk aspek potensi wisata budaya (67%) dan aspek masyarakat (33%) ditentukan melalui proses pengambilan keputusan dari beberapa ahli dengan expert judgement.
Zona Potensial Wisata Budaya = ………....(10) Keterangan :
Pwb = Potensi wisata budaya Pml = Potensi masyarakat Lokal B = Bobot
Klasifikasi potensi zona diperoleh dengan perhitungan rumus : Zona Integratif = Skor total tertinggi – Skor total terendah
Kriteria
……... (11)
Proses tumpang susun (overlay) peta komposit dari peta potensiwisata dan peta akseptibilitas masyarakat menghasilkan tiga zona potensial kawasan untuk pengembangan wisata budaya , yaitu:
SP : Zona sangat potensial, sangat sesuai untuk pengembangan wisata budaya.
P : Zona potensial, cukup sesuai untuk pengembangan wisata budaya
TP : Zona tidak potensial, tidak sesuai untuk pengembangan wisata Budaya