• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

5. Analisis Statistik Deskriptif

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program IBM SPSS

Statistics 22. Hasil pengujian statistik deskriptif variabel kinerja keuangan,

pengungkapan sustainability report, dan reaksi pasar dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Statistik Deskriptif Kinerja Keuangan 1. Statistik Deskriptif Current Ratio

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari current ratio. Tabel 5.6 Statistik Deskriptif Current Ratio

Current Ratio N Valid 60 Missing 0 Mean 1.8249 Range 5.45 Minimum .34 Maximum 5.79

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.6 terdapat 60 data valid dan tidak ada data

missing. Data missing 0 menjelaskan bahwa tidak ada data yang

bernilai nol atau terlewat (hilang). Range adalah perbedaan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar 5,45 yang menunjukkan sebaran data current ratio.

a) Current Ratio Terendah

Berdasarkan tabel 5.6 nilai current ratio terendah adalah 0,34. Nilai current ratio tersebut diperoleh dari PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk pada tahun 2014. Current ratio menjelaskan seberapa besar ketersediaan aktiva lancar dapat menjamin pembayaran hutang lancar pada saat jatuh tempo. Nilai current

ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 0,34 atau kurang dari

200% mempunyai arti bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo karena hutang lancar yang dimiliki perusahaan jumlahnya melebihi aktiva lancar.

Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan current ratio PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk yang terendah terjadi pada periode 2014 dimana pada periode tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2010 current ratio yang dimiliki perusahaan tersebut adalah 0,53, pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 0,40, pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 1,26, kemudian pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 0,54, dan pada tahun 2014 mengalami penurunan kembali menjadi 0,34.

b) Current Ratio Tertinggi

Berdasarkan tabel 5.6 nilai current ratio tertinggi adalah 5,79. Nilai current ratio tersebut diperoleh dari PT. Bukit Asam

(Persero) Tbk pada tahun 2010. Current ratio menjelaskan seberapa besar aktiva lancar dapat menutupi kewajiban- kewajiban lancar. Nilai current ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 5,79 atau diatas 200% mempunyai arti bahwa perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar karena aktiva lancar yang dimiliki perusahaan jumlahnya melebihi hutang lancar.

Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan nilai current

ratio PT. Bukit Asam (Persero) Tbk selama tahun 2010-2014

mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2010

current ratio yang dimiliki perusahaan tersebut adalah 5,79,

pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 4,62, pada tahun 2012 menjadi 4,87, dan pada tahun 2013 mengalami penurunan kembali menjadi 2,87, kemudian pada tahun 2014 menjadi 2,08.

Secara umum, perkembangan current ratio perusahaan non- keuangan selama periode 2010-2014 mengalami fluktuasi. Perusahaan yang memiliki nilai current ratio rendah mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki aktiva lancar yang kecil untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki current ratio rendah biasanya terindikasi mempunyai masalah likuidasi yang belum terselesaikan. Sebaliknya, semakin tinggi current ratio

perusahaan berarti bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, namun tidak semua perusahaan dengan current ratio tinggi selalu baik karena menunjukkan perusahaan akan lebih cenderung memanfaatkan kelebihan uang kas (aktiva lancar) yang menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan perusahaan menghasilkan laba.

c) Klasifikasi Current Ratio

Menurut Hery (2016:153) standar rasio lancar yang baik untuk perbandingan antara total aset lancar dengan total kewajiban lancar adalah 200% atau 2:1. Artinya, dengan hasil perhitungan rasio sebesar itu, perusahaan sudah dapat dikatakan berada dalam posisi aman. Secara historis, perusahaan yang memiliki

current ratio di bawah 2,0 menggambarkan bahwa perusahaan

tersebut kemungkinan memiliki masalah likuiditas. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka klasifikasinya terbagi menjadi 2 kategori yaitu:

Baik ( ≥2,0) : 1 Buruk (<2,0) : 2

Berikut adalah tabel current ratio setelah diklasifikasikan.

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.7 di atas terdapat 17 perusahaan atau 28,3% yang memiliki nilai current ratio baik dan sebanyak 43 perusahaan atau 71,7% memiliki nilai current ratio buruk.

2. Statistik Deskriptif Debt to Equity Ratio

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari debt to equity

ratio.

Tabel 5.8 Statistik Debt to Equity Ratio Debt to Equity Ratio

N Valid 60 Missing 0 Mean 1.1438 Range 2.92 Minimum .27 Maximum 3.20

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.8 terdapat 60 data valid dan tidak ada data

missing. Data missing 0 menjelaskan bahwa tidak ada data yang

bernilai nol atau data yang terlewat (hilang). Range adalah perbedaan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar 2,92 yang menunjukkan sebaran data debt to equity ratio.

Tabel 5.7 Tabel Frekuensi Current Ratio

Frequency Percent

Baik 17 28,3

Buruk 43 71,7

a) Debt to Equity Ratio Terendah

Berdasarkan tabel 5.8 nilai debt to equity ratio (DER) terendah adalah 0,27. Nilai DER tersebut diperoleh dari PT. Aneka Tambang Tbk pada tahun 2010. DER menjelaskan bahwa kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal pemilik sebagai jaminan kepada pihak luar. Nilai DER yang diperoleh perusahaan sebesar 0,27 mempunyai arti bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal pemilik sebagai jaminan kepada pihak luar, dengan begitu akan lebih aman bagi kreditor apabila memberikan pinjaman karena perusahaan memiliki nilai DER yang rendah yang berarti akan semakin besar jumlah modal pemilik yang dapat dijadikan sebagai jaminan utang.

Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan nilai DER PT. Aneka Tambang Tbk selama tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2010 nilai debt to

equity ratio yang dimiliki perusahaan adalah 0,27, pada tahun

2011 mengalami peningkatan menjadi 0,41, pada tahun 2012 mengalami peningkatan kembali menjadi 0,54, kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 0,71, dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan kembali menjadi 0,85.

b) Debt to Equity Ratio Tertinggi

Berdasarkan tabel 5.8 nilai debt to equity ratio (DER) yang tertinggi adalah 3,20. Nilai DER tersebut diperoleh dari PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk pada tahun 2014. DER menjelaskan bahwa kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal pemilik sebagai jaminan kepada pihak luar. Nilai DER yang dimiliki perusahaan sebesar 3,20 mempunyai arti bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal pemilik sebagai jaminan kepada pihak luar, dengan begitu akan lebih aman bagi kreditor apabila memberikan pinjaman karena perusahaan memiliki nilai DER yang rendah yang berarti akan semakin besar jumlah modal pemilik yang dapat dijadikan sebagai jaminan utang.

Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan nilai DER PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk selama tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2010 DER yang dimiliki perusahaan tersebut adalah 1,17, sedangkan tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 1,06, sedangkan tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 1,40, kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 2,70, dan tahun 2014 mengalami peningkatan kembali menjadi 3,20.

Secara umum, DER perusahaan non-keuangan selama periode tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Perusahaan yang mempunyai nilai DER rendah menunjukkan perusahaan mampu untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal pemilik sebagai jaminan akan mengurangi risiko kreditor saat perusahaan mengalami kegagalan keuangan. Sebaliknya, jika perusahaan memiliki nilai DER yang tinggi akan menimbulkan konsekuensi bagi kreditor untuk menanggung risiko yang lebih besar pada saat debitor mengalami kegagalan keuangan.

c) Klasifikasi Debt to Equity Ratio

Menurut Hery (2016:169) semakin tinggi debt to equity ratio (DER) maka berarti semakin kecil jumlah modal pemilik yang dapat dijadikan sebagai jaminan utang. Ketentuan umumnya adalah bahwa debitor seharusnya memiliki DER kurang dari 0,5. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka klasifikasinya terbagi menjadi 2 kategori, yaitu:

Baik (≤0,5) : 1 Buruk (>0,5) : 2

Berikut adalah tabel debt to equity ratio setelah diklasifikasikan.

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.9 di atas terdapat 12 perusahaan atau 20,0% yang memiliki nilai debt to equity ratio baik dan sebanyak 48 perusahaan atau 80,0% memiliki nilai debt to equity ratio buruk.

3. Statistik Deskriptif Return on Assets

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari return on asset. Tabel 5.10 Analisis Statistik Deskriptif Return on Assets

Return on Asset N Valid 60 Missing 0 Mean .1001 Range .41 Minimum -.14 Maximum .27

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.10 terdapat 60 data valid dan tidak ada data

missing. Data missing 0 menjelaskan bahwa tidak ada data yang

bernilai nol atau data yang terlewat (hilang). Range adalah perbedaan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar 0,41 yang menunjukkan sebaran data return on assets.

Tabel 5.9 Tabel Frekuensi Debt to Equity Ratio

Frequency Percent

Baik 12 20,0

Buruk 48 80,0

a) Return on Asset Terendah

Berdasarkan tabel 5.10 nilai return on asset (ROA) terendah adalah -0,14. Nilai return on asset tersebut diperoleh oleh PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk pada tahun 2013 yang berarti setiap Rp1,- dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan tidak mendapatkan keuntungan/rugi. Return on asset mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan. ROA yang negatif disebabkan karena laba perusahaan berada dalam kondisi negatif (rugi).

Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan nilai return on

asset PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk yang terendah terjadi

pada tahun 2013 dimana pada tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Hal tersebut terlihat dari nilai ROA yang dimiliki perusahaan pada tahun 2010 return on asset yang dimiliki perusahaan tersebut adalah 0,04, pada tahun 2011

return on asset tidak mengalami perkembangan dan tetap 0,04,

pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi -6,00, kemudian pada tahun 2013 mengalami penurunan kembali menjadi -0,14, dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi -0,04.

b) Return on Asset Tertinggi

Berdasarkan tabel 5.10 nilai return on asset (ROA) tertinggi adalah 0,27. ROA mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi pula jumlah laba bersih yang dihasilkan perusahaan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aktiva.

Berdasarkan data yang diperoleh, nilai ROA PT. Bukit Asam Tbk mengalami perkembangan yang fluktuatif. Hal tersebut terlihat dari nilai ROA yang dimiliki oleh perusahaan pada tahun 2010 sebesar 0,23, pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 0,27, kemudian pada tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 0,23 dan pada tahun 2013 mengalami penurunan kembali menjadi 0,16 dan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 0,14. Secara umum, ROA perusahaan non-keuangan selama periode tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Semakin tinggi ROA, maka semakin efisien operasional perusahaan. Perusahaan yang mempunyai nilai ROA tinggi berarti perusahaan dianggap mampu menghasilkan laba perusahaan yang tinggi. Sebaliknya, jika perusahaan memiliki nilai ROA yang rendah hal tersebut dapat disebabkan perusahaan sedang melakukan restrukturisasi keuangan seperti restrukturisasi

hutang untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau investasi yang berdampak pada kelangsungan kinerja perusahaan jangka panjang.

c) Klasifikasi Return on Asset

Menurut Hery (2016:193) standar rasio profitabilitas adalah sebesar 20% atau 0,2 dimana semakin tinggi rasio ini maka semakin baik pula kinerja perusahaan terutama dalam pengembalian investasi yang diperoleh. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka klasifikasinya terbagi menjadi 2 kategori:

Baik (≥0,2) : 1 Buruk (<0,2) : 2

Berikut adalah tabel return on asset setelah diklasifikasikan.

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.11 di atas terdapat 7 perusahaan atau 11,7% yang memiliki nilai return on asset baik dan sebanyak 53 perusahaan atau 88,3% memiliki nilai return on asset buruk.

Tabel 5.11 Tabel Frekuensi Return on Asset

Frequency Percent

Baik 7 11,7

Buruk 53 88,3

4. Statistik Deskriptif Sustainability Report Disclosure Index Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari SRDI. Tabel 5.12 Statistik Deskriptif SRDI

SRDI N Valid 60 Missing 0 Mean .6835 Range .8901 Minimum .1099 Maximum 1.0000

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.12 terdapat 60 data valid dan tidak ada data yang missing. Data missing 0 menjelaskan bahwa tidak ada data yang bernilai nol atau terlewat (hilang). Range adalah perbedaan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar 0,89 yang menunjukkan sebaran data pengungkapan sustainability report.

Pengungkapan sustainabiliy report diukur dengan Sustainability

Reporting Disclosure Index (SRDI). Semakin besar SRDI pada suatu

perusahaan berarti semakin luas tingkat pengungkapan sustainability

report yang dilakukan perusahaan tersebut. Angka SRDI berkisar dari

0 sampai dengan 1. Pengklasifikasian SRDI dapat dilakukan dengan melihat dsitribusi frekuensi variabel pengungkapan sustainability

report.

Secara visual, pengungkapan sustainability report dapat dijelaskan dengan gambar histogram berikut.

Gambar 5.1: Histogram SRDI

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan gambar 5.1, distribusi frekuensi variabel pengungkapan

sustainability report (SR) menunjukkan bahwa cukup banyak

perusahaan yang telah mengungkapkan SR dengan SRDI sebesar 1 atau mendekati 1. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak perusahaan yang sudah mengungkapkan SR secara lengkap. Dari distribusi frekuensi variabel pengungkapan SR tersebut kemudian Pattiasina (2016) mengklasifikasikan kedalam 3 kategori, yaitu:

a) Pengungkapan SR dengan SRDI 0,000 - 0,399

Berdasarkan distribusi frekuensi variabel pengungkapan SR, perusahaan yang memiliki tingkat pengungkapan SR dengan

SRDI sebesar 0,000 – 0,399 berjumlah 12 perusahaan (20% dari populasi sasaran).

b) Pengungkapan SR dengan SRDI sebesar 0,400 – 0,799

Berdasarkan distribusi frekuensi variabel pengungkapan SR, perusahaan yang memiliki tingkat pengungkapan SR dengan SRDI sebesar 0,400 – 0,799 berjumlah 24 perusahaan (40% dari populasi sasaran).

c) Pengungkapan SR dengan SRDI sebesar 0,800 – 1,0000

Berdasarkan distribusi frekuensi variabel pengungkapan SR, perusahaan yang memiliki tingkat pengungkapan SR dengan SRDI sebesar 0,800 – 1,0000 berjumlah 24 perusahaan (40% dari populasi sasaran).

Berikut adalah tabel SRDI setelah diklasifikasikan.

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.13 di atas terdapat sejumlah 12 perusahaan (20,0%) memiliki tingkat pengungkapan SR yang rendah, sedangkan sebanyak 24 perusahaan (40,0%) memiliki tingkat pengungkapan SR sedang dan sebanyak 24 perusahaan memiliki tingkat SR tinggi.

Tabel 5.13 Tabel Frekuensi SRDI

Frequency Percent

0,000-0,399 12 20,0

0,400-0,799 24 40,0

0,800-1,000 24 40,0

5. Statistik Deskriptif Return Saham

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari return saham. Tabel 5.14 Statistik Deskriptif Return Saham

Return Saham N Valid 60 Missing 0 Mean 7.6347% Range 263.22% Minimum -74.33% Maximum 188.89%

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.14, terdapat 60 data valid dan tidak ada data yang missing. Data missing 0 menjelaskan bahwa idak ada data yang bernilai nol atau terlewat (hilang). Range adalah perbedaan jarak antara nilai maksimum dan minimum sebesar 263,22% yang menunjukkan sebaran data return saham.

a) Return Saham Terendah

Berdasarkan tabel 5.14 return saham terendah adalah -74,33%. Nilai return saham tersebut diperoleh oleh perusahaan PT. Telkom Indonesia Tbk pada tahun 2012. Return saham adalah tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana yang diinvestasikan. Nilai return saham sebesar -74,33% menunjukkan bahwa secara umum harga saham PT. Telkom Indonesia Tbk mengalami penurunan di tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan

tahun 2012 dimana pada periode 2010-2014 perusahaan mengalami tren yang fluktuatif. Pada tahun 2010 return saham yang diperoleh perusahaan tersebut adalah -15,87%, sedangkan tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi -11,32%, dan tahun 2012 mengalami penurunan harga saham drastis yang mengakibatkan return menjadi menurun drastis menjadi - 74,33%, kemudian di tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 18,78%, dan mengalami peningkatan kembali tahun 2014 menjadi 33,26%.

b) Return Saham Tertinggi

Berdasarkan tabel 5.14 return saham tertinggi adalah 188,89%. Nilai return saham tersebut diperoleh oleh perusahaan PT. Petrosea Tbk tahun 2010. Return saham adalah tingkat pengembalian hasil yang diperoleh investor dari sejumlah dana yang diinvestasikan. Nilai return saham sebesar 188,89% memiliki arti bahwa investor memperoleh keuntungan dalam investasinya (capital gain).

Berdasarkan data yang diperoleh, perkembangan nilai return saham PT. Petrosea Tbk selama tahun 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2010 return saham yang diperoleh perusahaan tersebut adalah 188,89%, di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 27,69%, dan tahun 2012 mengalami penurunan drastis menjadi -60,24%, sedangkan tahun

2013 mengalami peningkatan menjadi -12,88%, dan tahun 2014 mengalami penurunan kembali menjadi -19,57%.

Secara umum, return saham pada populasi sasaran perusahaan non-keuangan selama periode 2010-2014 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Perusahaan yang mempunyai

return saham rendah berarti investor tersebut mengalami

kerugian atas dana yang diinvestasikan pada perusahaan tersebut karena harga saham yang cenderung menurun. Sebaliknya, return saham yang tinggi menandakan investor mendapatkan keuntungan atas dana yang diinvestasikan pada perusahaan tersebut.

c) Klasifikasi Return Saham

Terdapat kesepakatan tidak tertulis yang menyatakan bahwa prediksi return saham biasanya 20% (Rudiyanto.blog.kontan.co.id/Berapa_asumsi_return_saham_ya ng_wajar). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka klasifikasinya terbagi menjadi 2 kategori:

Rendah (<20%): 1 Tinggi (≥20%): 2

Berikut adalah tabel return saham setelah diklasifikasikan.

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.15 di atas terdapat sejumlah 41 perusahaan (68,3%) memiliki reaksi pasar yang rendah, sedangkan sebanyak 19 perusahaan (31,7%) memiliki reaksi pasar tinggi.

Dokumen terkait