• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan 1a dan 1b menggunakan percobaan acak lengkap dengan dua faktor, sedangkan percobaan 1c dan 1d menggunakan percobaan acak lengkap dengan satu faktor. Data dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Perlakuan yang berpengaruh nyata kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan’s multiple range test (DMRT) dengan tingat kepercayaan 5%. Data skoring diuji menggunakan uji peringkat Kruskal Wallis (Walpole 1995).

Model statistik percobaan acak lengkap dengan dua faktor (percobaan 1a dan 1b) menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), yaitu:

Yijk= μ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk Dimana,

29

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor pertama taraf ke-1 faktor kedua taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama Faktor pertama

βj = Pengaruh utama Faktor kedua

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor pertama ke-i dan faktor kedua ke-j

εijk = Pengaruh galat untuk pengamatan taraf ke (i,j,k)

Model statistik percobaan acak lengkap dengan satu faktor (percobaan 1c dan 1d) menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), yaitu:

Yij= μ + τi + εij Dimana,

i = 1,2…,r dan j=1,2…,r

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor pertama taraf ke-1 dan ulangan ke-j

μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

31

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Induksi Embrio Somatik

a). Induksi embrio somatik dari berbagai jenis eksplan J. curcas komposit IP3-P

Penambahan picloram ke dalam media perlakuan belum mampu menginduksi embrio somatik namun hanya mampu menginduksi pembentukan kalus non embriogenik pada keempat jenis eksplan dengan persentase jumlah eksplan membentuk kalus mencapai 100% pada 4 MST, sedangkan pada media tanpa picloram, kalus yang terbentuk berkisar antara 0-85%. Persentase pembentukan kalus tertinggi pada media tanpa picloram terjadi pada eksplan hipokotil mencapai 85% pada 7 MST, sedangkan terendah pada eksplan aksis embrio. Pada media ini, semua eksplan aksis embrio tidak membentuk kalus (Tabel 2). Eksplan aksis embrio pada media tanpa picloram cenderung membentuk tunas dan akar, ini disebabkan aksis tersusun dari calon batang dan akar yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman dewasa apabila ditanam pada media yang sesuai.

Kalus non embriogenik mulai terbentuk pada eksplan daun, hipokotil, aksis embrio tua, dan kotiledon pada 1 MST. Pada media MS yang mengandung 2.0 mgL-1 picloram, jumlah persentase eksplan yang membentuk kalus dari eksplan hipokotil mencapai 100%, sedangkan eksplan daun mencapai 65%, aksis 25% dan kotiledon 0%. Eksplan hipokotil dan daun lebih responsif dalam pembentukan kalus karena eksplan hipokotil mempunyai jaringan yang lebih muda dan merismatik karena berasal dari eksplan yang diambil dari kecambah berumur 1 minggu, sedangkan eksplan aksis embrio tua dan kotiledon berasal dari biji yang sudah tua. Jaringan merismatik terdiri dari sel-sel yang selalu membelah dengan dindingnya yang tipis dan mudah tumbuh membentuk jaringan atau organ baru.

32

Tabel 2. Pengaruh picloram terhadap persentase eksplan membentuk kalus dari berbagai eksplan J. curcas komposit IP3-P

Jenis Eksplan

Konsentrasi Picloram

(mg/l)

Persentase pertumbuhan kalus (%)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Daun 0 0 0 10 10 10 10 10 10 0.5 20 65 75 100 100 100 100 100 1.0 35 95 100 100 100 100 100 100 1.5 70 100 100 100 100 100 100 100 2.0 65 95 100 100 100 100 100 100 2.5 55 95 100 100 100 100 100 100 Hipokotil 0 0 0 50 55 60 60 85 85 0.5 20 70 100 100 100 100 100 100 1.0 65 100 100 100 100 100 100 100 1.5 75 100 100 100 100 100 100 100 2.0 100 100 100 100 100 100 100 100 2.5 70 100 100 100 100 100 100 100 Aksis embrio tua 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.5 0 65 100 100 100 100 100 100 1.0 10 100 100 100 100 100 100 100 1.5 20 100 100 100 100 100 100 100 2.0 25 100 100 100 100 100 100 100 2.5 30 100 100 100 100 100 100 100 Kotiledon 0 0 10 20 30 30 30 30 30 0.5 0 75 100 100 100 100 100 100 1.0 0 90 100 100 100 100 100 100 1.5 5 95 100 100 100 100 100 100 2.0 0 100 100 100 100 100 100 100 2.5 0 100 100 100 100 100 100 100 32

33

Persentase eksplan yang dapat membentuk kalus pada 1 MST bervariasi tergantung pada jenis eksplan dan konsentrasi picloram yang digunakan, yaitu berkisar 0-100%. Jenis eksplan dan konsentrasi picloram yang ditambahkan pada media MS sangat mempengaruhi kecepatan terjadinya induksi kalus. Zat pengatur tumbuh dalam media kultur merupakan faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan induksi kalus dari jaringan eksplan yang dikulturkan. Zat pengatur tumbuh picloram merupakan golongan auksin mempunyai peran penting dalam induksi pembentukan kalus.

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata antara taraf konsentrasi picloram dan jenis eksplan terhadap skor pertumbuhan kalus pada 1-8 MST. Pertumbuhan kalus pada 3 MST dapat mencapai skor 4 (51-75% kalus menutupi eksplan) pada eksplan hipokotil, sedangkan eksplan daun, aksis embrio tua dan kotiledon hanya mencapai skor 3 (26-50% kalus menutupi eksplan). Pada 6 MST pertumbuhan kalus untuk setiap jenis eksplan mencapai lebih dari 50% kalus menutupi eksplan. Skor kalus rata-rata tertinggi ditunjukkan pada eksplan hipokotil yang dapat mencapai skor 5 (76-100% kalus menutupi eksplan) pada semua media yang mengandung picloram pada 5 MST (Tabel 3). Ini menunjukkan bahwa picloram dengan konsentrasi 0.5-2.5 mgL-1 pada 5 MST dapat menginduksi pertumbuhan kalus dari eksplan hipokotil mencapai maksimum, walaupun skor pertumbuhan kalus di media yang mengandung picloram pada eksplan tersebut tidak berbeda nyata. Skor pertumbuhan kalus dari eksplan hipokotil mencapai pertumbuhan yang maksimum pada 5.MST.

31

Tabel 3. Pengaruh picoram terhadap skor pertumbuhan kalus dari berbagai eksplan J. curcas komposit IP3-P

Keterangan: Hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis, berbeda nyata pada 0.01<P<0.05, berbeda sangat nyata pada P<0.01 Jenis

Eksplan

Konsentrasi Picloram

(mg/l)

Skor pertumbuhan kalus

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Daun 0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 0.5 1.0 2.0 2.0 3.0 3.5 4.0 5.0 5.0 1.0 1.0 2.0 3.0 3.0 3.5 4.0 5.0 5.0 1.5 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 2.0 2.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 2.5 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 P-value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Hipokotil 0 1.0 1.0 1.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 0.5 1.0 2.0 2.0 3.0 5.0 5.0 5.0 5.0 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 1.5 2.0 3.0 3.5 4.5 5.0 5.0 5.0 5.0 2.0 2.0 3.0 4.0 4.5 5.0 5.0 5.0 5.0 2.5 2.0 3.0 4.0 4.5 5.0 5.0 5.0 5.0 P-value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Aksis embrio tua 0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 0.5 1.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 1.0 1.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 1.5 1.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 2.0 1.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 2.5 1.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 P-value 0.430 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Kotiledon 0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 0.5 1.0 2.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 1.0 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 5.0 5.0 5.0 1.5 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 2.0 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 2.5 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 5.0 5.0 5.0 P-value 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 34

35

Kalus yang dihasilkan pada media yang mengandung picloram pada 1 MST adalah kalus non embriogenik yang remah, sedangkan kalus pada media tanpa zpt merupakan kalus kompak (Tabel 4). Pembentukan kalus pada jaringan yang dilukai umum terjadi pada tumbuhan. Ini menunjukkan bahwa hormon endogen berperan dalam induksi kalus. Terbentuknya kalus terjadi pada bagian bekas pelukaan (Gambar 7a), kemudian berlanjut dengan pertumbuhan kalus sebagai akibat dari proliferasi sel-sel penyusun kalus, sehingga menutup sebagian permukaan bekas pelukaan (Gambar 7b). Hal ini sesuai dengan pendapat Utami et al. (2007) yang menyatakan bahwa terjadinya kalus di tempat pelukaan bertujuan untuk menutup luka. George dan Sherington (1984) menyatakan bahwa pemotongan atau pelukaan pada sel tumbuhan akan merangsang pembelahan sel, selanjutnya pembelahan ini akan menginisiasi kalus. Terbentuknya kalus remah disebabkan karena penggunaan picloram yang merupakan zat pengatur tumbuh golongan auksin yang menyebabkan proliferasi sel secara cepat, sedangkan kalus kompak terbentuk karena mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras.

Gambar 7. Pertumbuhan kalus dari eksplan daun J. curcas komposit IP3-P a) pertumbuhan kalus (panah) pada bagian luka 2 MST dan b) pertumbuhan kalus 5 MST.

Pertumbuhan kalus mulai menurun pada 6 MST, hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kalus yang melambat dengan tidak bertambahnya volume kalus dan mulai terjadinya perubahan warna menjadi putih kekuningan sampai menjadi coklat serta hitam. Kalus yang terbentuk di media yang mengandung picloram merupakan kalus remah dan tidak membentuk kalus embriogenik (Gambar 8).

a b

36

Tabel 4. Pengaruh picloram terhadap morfologi kalus yang terbentuk dari berbagai eksplan J. curcas komposit IP3-P

Jenis Eksplan

Konsentrasi

Picloram (mg/l) Morfologi kalus

Eksplan membentuk Embrio Somatik (%) Daun 0 Kompak, putih 0 0.5 Remah, putih 0 1.0 Remah, putih 0

1.5 Remah, putih kekuningan 0

2.0 Remah, putih kecoklatan 0

2.5 Remah, putih kecoklatan 0

Hipokotil

0 Kompak, putih 0

0.5 Remah, putih 0

1.0 Remah, putih 0

1.5 Remah, putih 0

2.0 Remah, putih kekuningan 0

2.5 Remah, putih kecoklatan, 0

Aksis

0 Tidak membentuk kalus 0

0.5 Remah, putih 0

1.0 Remah, putih 0

1.5 Remah, putih 0

2.0 Remah, putih 0

2.5 Remah, putih kehitaman 0

Daun kotiledon

0 Kompak, putih 0

0.5 Remah, putih kekuningan 0

1.0 Remah, putih kekuningan 0

1.5 Remah, putih kecoklatan 0

2.0 Remah, putih kecoklatan 0

2.5 Remah, putih kecoklatan 0

Gambar 8. Kalus remah J. curcas komposit IP3-P yang terbentuk pada media MS yang mengandung 1.5 mg/L-1 picloram pada 6 MST. a) kalus dari daun, b) kalus dari hipokotil, c) kalus dari aksis dan d) kalus dari kotiledon.

Eksplan daun, hipokotil, aksis embrio dewasa dan kotiledon yang diinduksi di media MS dengan penambahan picloram tidak dapat membentuk embrio somatik sampai dengan 8 MST. Eksplan tersebut merupakan eksplan yang

37

bersifat merismatik, karena daun dan hipokotil berasal dari kecambah yang berumur 1 MST, sedangkan aksis embrio dewasa dan kotiledon tersusun dari jaringan muda calon pembentukan akar, batang dan daun. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah golongan auksin yaitu picloram dengan konsentrasi 0-2.5 mg/L-1 yang dapat mendorong pembentukan embrio somatik. Tidak terbentuknya embrio somatik pada keempat jenis eksplan tersebut, diduga disebabkan oleh keseimbangan zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen di dalam media yang dapat mempengaruhi ekspresi gen, sehingga gen-gen yang berperan dalam embriogenesis tidak dapat menginduksi embrio somatik. Hasil penelitian ini berbeda dengan Nindita (2010) yang menunjukkan bahwa aksis embrio tua dan kotiledon pada media MS yang mengandung 1.0 mgL-1 picloram dapat membentuk embrio somatik. Pembentukan embrio somatik dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya aksesi, jaringan dan tahap perkembangan eksplan, serta hormon endogen yang dapat mempengaruhi respon tanaman yang bergantung pada kondisi kultur seperti konsentrasi hormon eksogen, kondisi osmotik, perubahan pH, asam amino dan konsentrasi unsur hara makro dan mikro (Namasivayam 2007).

b). Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio muda dan embrio muda J. curcas aksesi Dompu

Semua media MS dengan penambahan picloram atau 2.4-D mampu menginduksi kalus non embriogenik pada 2 MST. Eksplan aksis embrio muda mulai membentuk kalus 1 MST pada media yang mengandung picloram dan 2.4- D, sedangkan eksplan embrio muda 1 MST membentuk kalus pada media yang mengandung picloram. Respon pembentukan kalus dari eksplan embrio muda lebih cepat terjadi pada media yang mengandung picloram dibandingkan dengan media yang mengandung 2.4-D, ini menunjukkan bahwa picloram mampu menginduksi dan memproliferasi sel dengan cepat dibanding 2.4-D (Tabel 5). Kecepatan pembentukan dan proliferasi setiap eksplan akan berbeda tergantung pada zat pengatur tumbuh dan jenis eksplan yang digunakan.

Pada eksplan aksis embrio muda, persentase pembentukan kalus dapat mencapai 100% pada 3 MST, sedangkan dengan eksplan embrio muda pada 5 MST. Pembentukan kalus pada aksis embrio muda dipengaruhi oleh stres yang

38

diakibatkan dari irisan pada eksplan dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan dalam media, sedangkan pada embrio muda dipengaruhi oleh umur eksplan atau tahap perkembangan embrio. Hal ini sesuai dengan penelitian Varshney dan Johnson (2010) yang menyatakan bahwa persentase pembentukan kalus dari eksplan embrio muda J. curcas yang berukuran 0.2-0.9 cm pada media MS yang mengandung 0.5 mgL-1 IBA dan 1.0 mgL-1 BAP dapat mencapai 10-30%, sedangkan pada eksplan embrio muda yang berukuran 1.1-1.5 cm dapat mencapai 100% pada 4 MST.

39

Tabel 5. Pengaruh auksin terhadap pesentase eksplan membentuk kalus dari eksplan aksis embrio muda dan embrio muda J. curcas aksesi Dompu

Jenis Eksplan

Konsentrasi Auksin (mg/l)

Persentase pertumbuhan kalus (%)

1 MST 2 MST 3 MST 4MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Aksis embrio muda 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Picloram 0.5 25 75 100 100 100 100 100 100 Picloram 1.0 37.5 87.5 100 100 100 100 100 100 Picloram 1.5 62.5 100 100 100 100 100 100 100 Picloram 2.0 75 100 100 100 100 100 100 100 Picloram 2.5 87.5 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 0.5 75 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 1.0 62.5 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 1.5 37.5 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 2.0 12.5 87.5 100 100 100 100 100 100 2.4-D 2.5 75 100 100 100 100 100 100 100 Embrio muda 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Picloram 0.5 0 75 100 100 100 100 100 100 Picloram 1.0 12.5 75 100 100 100 100 100 100 Picloram 1.5 12.5 75 100 100 100 100 100 100 Picloram 2.0 25 50 75 100 100 100 100 100 Picloram 2.5 75 87.5 100 100 100 100 100 100 2.4-D 0.5 0 50 75 87.5 100 100 100 100 2.4-D 1.0 0 62.5 87.5 87.5 100 100 100 100 2.4-D 1.5 0 50 100 100 100 100 100 100 2.4-D 2.0 0 50 75 87.5 100 100 100 100 2.4-D 2.5 0 62.5 87.5 87.5 100 100 100 100 39

40

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata antara taraf konsentrasi zat pengatur tumbuh dan jenis eksplan terhadap skor pertumbuhan kalus berbeda nyata pada 1-8 MST. Secara umum pertumbuhan kalus dari eksplan aksis embrio muda menunjukkan hasil tertinggi yaitu dengan skor pertumbuhan kalus mencapai 5.0 dan terrendah 4.0, sedangkan pada eksplan embrio muda skor pertumbuhan kalus tertinggi mencapai 4.5 dan terendah 3.0 pada 8 MST (Tabel 6).

Pertumbuhan kalus dari aksis embrio muda lebih tinggi dibandingkan embrio muda dan berbeda nyata pada 1-8 MST. Pertumbuhan kalus dari eksplan embrio muda lebih rendah disebabkan eksplan embrio muda lebih lambat dalam merespon perubahan lingkungan karena tidak mengalami pelukaan. Eksplan yang mengalami pelukaan lebih cepat dalam merespon perubahan lingkungan, karena stres dan respon terhadap zat pengatur tumbuh tertentu. Respon terhadap lingkungan tersebut mengakibatkan perubahan inter dan intraseluler dalam suatu jaringan, sehingga sel-sel tersebut menjadi aktif mengadakan pertumbuhan secara tidak terorganisir membentuk jaringan kalus, untuk beradaptasi terhadap lingkungan baru (Sopory dan Munshi 1998).

41

Tabel 6. Pengaruh auksin terhadap skor pertumbuhan kalus dari eksplan aksis embrio muda dan embrio muda J. curcas aksesi Dompu

Jenis Eksplan

Konsentrasi ZPT(mg/l)

Skor pertumbuhan kalus

1 MST 2 MST 3 MST 4MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Aksis embrio muda 0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 Picloram 0.5 1.0 2.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Picloram 1.0 1.0 2.0 2.5 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Picloram 1.5 2.0 2.5 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Picloram 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Picloram 2.5 2.0 3.0 3.0 3.5 4.5 5.0 5.0 5.0 2.4-D 0.5 2.0 2.0 3.0 4.0 5.0 5.0 5.0 5.0 2.4-D 1.0 2.0 3.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 2.4-D 1.5 1.0 2.0 3.0 3.0 3.0 3.0 4.0 4.0 2.4-D 2.0 1.0 2.0 2.0 3.0 3.0 3.0 4.0 4.0 2.4-D 2.5 2.0 3.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 P-value 0.029 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.001 0.001 Embrio muda 0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 Picloram 0.5 1.0 2.0 2.0 2.0 2.0 3.0 4.0 4.0 Picloram 1.0 1.0 2.0 2.0 3.0 3.0 3.5 4.0 4.0 Picloram 1.5 1.0 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.5 4.5 Picloram 2.0 1.0 1.0 2.0 2.0 3.0 3.0 3.5 3.5 Picloram 2.5 2.0 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 4.5 2.4-D 0.5 1.0 1.5 2.0 2.0 2.5 2.5 3.0 3.0 2.4-D 1.0 1.0 2.0 2.0 2.0 3.0 3.0 3.0 3.0 2.4-D 1.5 1.0 1.5 2.0 2.0 3.0 3.0 3.0 3.0 2.4-D 2.0 1.0 1.5 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 2.4-D 2.5 1.0 2.0 2.0 2.0 2.5 2.5 3.0 3.0 P-value 0.555 0.069 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

42

Tabel 7. Pengaruh picloram terhadap morfologi kalus yang terbentuk dari eksplan aksis embrio muda dan embrio muda J. curcas aksesi Dompu

Jenis Eksplan

Konsentrasi

Auksin (mg/l) Morfologi kalus

Jumlah eksplan membentuk Embrio Somatik (%) Aksis embrio muda

0 Tidak membentuk kalus 0

Picloram 0.5 Kompak, putih kecoklatan 0 Picloram 1.0 Kompak, putih kecoklatan 0 Picloram 1.5 Kompak putih kecoklatan 0

Picloram 2.0 Kompak, putih 0

Picloram 2.5 Kompak, putih 0

2.4-D 0.5 Kompak, putih 0

2.4-D 1.0 Kompak, putih 0

2.4-D 1.5 Kompak, putih kecoklatan 0 2.4-D 2.0 Kompak, putih kecoklatan 0 2.4-D 2.5 Kompak, putih kecoklatan 0

Embrio muda

0 Tidak membentuk kalus 0

Picloram 0.5 Kompak, putih kecoklatan 0 Picloram 1.0 Kompak, putih kecoklatan 0 Picloram 1.5 Kompak, putih kecoklatan 0 Picloram 2.0 Kompak, putih kecoklatan 0

Picloram 2.5 Kompak, putih 0

2.4-D 0.5 Kompak, putih kecoklatan 0 2.4-D 1.0 Kompak, putih kecoklatan 0

2.4-D 1.5 Remah, putih kecoklatan 0

2.4-D 2.0 Remah, putih kecoklatan 0

2.4-D 2.5 Remah, putih kecoklatan 0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan embrio muda dan aksis embrio muda pada media yang mengandung 0-2.5 mgL-1 picloram dan 2.4-D tidak dapat membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik (Tabel 7). Kalus yang dihasilkan merupakan kalus yang remah dan kompak. Pertumbuhan kalus yang tinggi dapat menghambat pembentukan kalus embriogenik dan embrio somatik (Oktavia et al. 2003). Embrio somatik tidak terbentuk dapat disebabkan oleh zat pengatur tumbuh yaitu picloram maupun 2.4-D yang digunakan belum optimal dan faktor lain seperti sumber eksplan, tahap perkembangan embrio zigotik, kondisi kultur dan hormon endogen (Jimenez 2001). Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum dalam pembentukan embrio somatik setiap aksesi dan jenis eksplan berbeda-beda. Pada eksplan aksis embrio tua dan kotiledon J. curcas komposit IP3-P, zat pengatur tumbuh yang optimum adalah picloram 1 mgL-1

43

(Nindita 2010), jahe gajah dengan picloram 10.0 dan 20.0 mgL-1 (Bakti et al. 2009), Manihot esculenta dengan picloram 12 mgL-1 dan 2.4-D 12 mgL-1 (Ihemere 2003).

c). Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J.

curcas aksesi Dompu dengan picloram dan 2.4-D

Semua eksplan aksis embrio buah masak pada 1 MST mulai membentuk kalus non embriogenik pada media MS yang mengandung picloram atau 2.4-D, sedangkan pada media tanpa ZPT eksplan tidak membentuk kalus. Zat pengatur tumbuh picloram dan 2.4-D berperan dalam proses pembelahan sel dalam pembentukan kalus, sedangkan media MS berperan dalam proses pertumbuhan, sehingga aksis embrio buah masak tumbuh membentuk akar dan batang. Persentase pembentukan kalus mencapai 100% pada 2 MST (Tabel 8).

Tabel 8. Pengaruh ZPT terhadap persentase pertumbuhan kalus dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu

Konsentrasi ZPT (mg/l)

Persentase pertumbuhan kalus (%)

1 MST 2 MST 3MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pic 0.5 30 100 100 100 100 100 100 100 Pic 1.0 70 100 100 100 100 100 100 100 Pic 1.5 80 100 100 100 100 100 100 100 Pic 2.0 100 100 100 100 100 100 100 100 Pic 2.5 100 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 0.5 80 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 1.0 100 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 1.5 100 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 2.0 100 100 100 100 100 100 100 100 2.4-D 2.5 100 100 100 100 100 100 100 100

Respon pembentukan kalus bermula dari bekas irisan eksplan aksis embrio buah masak yang berinteraksi dengan media yang mengandung ZPT dan mulai berubah bentuk menjadi massa kalus sejalan dengan bertambahnya umur kultur. Pertumbuhan kalus pada semua media yang mengandung zat pengatur tumbuh picloram dan 2.4-D tidak berbeda nyata pada 7 sampai 8 MST. Skor pertumbuhan kalus menunjukkan pada media yang mengandung picloram 1.5 dan 2.5 mgL-1 pada 6 MST dapat mencapai skor 5, sedangkan pada semua media yang mengandung 2.4-D mencapai skor 4 (Tabel 9). Hal ini sejalan dengan hasil

44

penelitian Nindita (2010) yang menunjukkan bahwa skor pertumbuhan kalus dengan menggunakan picloram lebih tinggi dari pada menggunakan 2.4-D pada eksplan aksis embrio dan kotiledon J. curcas. Berbeda dengan penelitian Fitch dan Moore (1990), bahwa pertumbuhan kalus Saccharum lebih cepat pada media yang mengandung 2.4-D dibandingkan pada media yang mengandung picloram. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh genotipe tanaman, jenis eksplan, zat pengatur tumbuh dan interaksi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh yang diproduksi oleh sel secara endogen.

Tabel 9. Pengaruh ZPT terhadap skor pertumbuhan kalus dari eksplan aksis buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu

Konsentrasi ZPT (mg/l)

Skor pertumbuhan kalus

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 Pic 0.5 1.0 2.0 2.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Pic 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Pic 1.5 2.0 3.0 3.0 3.5 4.0 5.0 5.0 5.0 Pic 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 Pic 2.5 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 5.0 2.4-D 0.5 2.0 2.0 2.0 3.0 3.0 4.0 5.0 5.0 2.4-D 1.0 2.0 3.0 3.0 4.0 4.0 4.0 5.0 5.0 2.4-D 1.5 2.0 3.0 3.0 3.5 4.0 4.0 5.0 5.0 2.4-D 2.0 2.0 3.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 2.4-D 2.5 2.0 3.0 3.0 3.0 4.0 4.0 5.0 5.0 P-value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.002 0.003

Keterangan: Hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis, berbeda sangat nyata pada P<0.01

Penggunaan picloram atau 2.4-D secara tunggal pada semua konsentrasi yang diaplikasikan menghasilkan kalus non embriogenik dengan struktur sebagian kompak dan sebagian remah (Tabel 10). Menurut Manuhara (2001), kalus remah merupakan kalus yang tersusun atas sel-sel yang panjang berbentuk tubular dimana struktur sel-selnya renggang, tidak teratur dan mudah lepas. Kalus meremah apabila disubkultur ke media yang sesuai dapat menginduksi pembentukan sel embriogenik. Kalus kompak merupakan kalus yang tersusun atas sel-sel berbentuk nodular, dengan struktur yang padat dan sulit dipisahkan serta mengandung banyak air. Menurut Steeves dan Sussex (1994) kalus remah tersusun dari sel-sel yang cenderung berbentuk tidak teratur, relatif kecil-kecil

45

ukurannya, inti selnya besar, dan sitoplasma yang masih kental. Kalus kompak disebabkan oleh sel-sel yang semula membelah mengalami penurunan aktivitas proliferasinya. Aktivitas ini dipengaruhi oleh auksin alami dari eksplan asal (Santosa dan Nursandi, 2002).

Tabel 10. Pengaruh ZPT terhadap morfologi kalus dan jumlah embrio somatik yang terbentuk dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu. Konsentrasi ZPT (mg/l) Morfologi kalus Jumlah eksplan membentuk embrio Somatik (%)

0 Tidak membentuk kalus 0

Picloram 0.5 Kompak, remah, putih kecoklatan 0 Picloram 1.0 Kompak, remah, putih kecoklatan 0 Picloram 1.5 Kompak, remah, putih kecoklatan 0 Picloram 2.0 Kompak, remah, putih kecoklatan 0 Picloram 2.5 Kompak, remah, putih kecoklatan

dan embriogenik 10

2.4-D 0.5 Kompak, remah, putih kecoklatan 0

2.4-D 1.0 Kompak, remah, putih kecoklatan 0

2.4-D 1.5 Kompak, remah, putih kecoklatan 0

2.4-D 2.0 Kompak, remah, putih kecoklatan 0

2.4-D 2.5 Kompak, remah, putih kecoklatan 0

Embrio somatik terbentuk pada media MS yang mengandung 2.5 mgL-1 picloram dengan persentase jumlah eksplan membentuk embrio somatik sebesar 10% dan terbentuk di 6 MST. Pada 8 MST terdapat 2 embrio somatik fase globular dan 5 fase kotiledon (Gambar 9). Pada media MS yang mengandung 2.4- D, eksplan tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Pembentukan embrio somatik tidak hanya ditentukan oleh auksin dan kandungan nutrisi yang diberikan ke media kultur, tetapi juga faktor endogen yang mempengaruhi pengaturan embryogenesis seperti hormon, protein dan gen transkripsi (Umehara 2007).

46

Gambar 9. Embrio somatik J. curcas aksesi Dompu yang terbentuk pada 8 MST dari eksplan aksis embrio buah masak (a. fase globular, b. fase kotiledon).

Pembentukan embrio somatik pada media MS yang mengandung 2.5 mgL-1 picloram menunjukkan bahwa picloram dengan konsentrasi tersebut mampu menginduksi sel-sel yang mempunyai kemampuan membentuk embrio somatik. Sumber eksplan yang sama maupun berbeda mempunyai kapasitas embriogenik yang berbeda pula. Kemampuan sel-sel membentuk embrio somatik berhubungan erat dengan aktivitas gen yang spesifik yang mempengaruhi embriogenesis somatik (Canhoto et al. 1996). Faktor lain yang mempengaruhi embriogenesis adalah faktor endogen. Menurut Umehara et al. (2007), faktor endogen yang mempengaruhi embriogenesis tanaman yang utama adalah gen transkripsi seperti LEC1, LEC2, FUS3, ABI3/VP1. Faktor endogen lain yang juga mempunyai peran dalam embriogenesis adalah hormon dan senyawa kimia dengan berat molekul yang rendah seperti auksin, giberellin (GA), asam absisik (ABA), phytosulfokine yang dapat mendorong embriogenesis somatik dan senyawa fenolik yang dapat menghambat embriogenesis somatik.

Pembentukan embrio somatik J. curcas dari berbagai jenis eksplan dan zat pengatur tumbuh sudah banyak dilaporkan. Keberhasilan pembentukan embrio somatik berhubungan erat dengan faktor eksogen dan endogen. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jha et al. 2007 menunjukkan bahwa eksplan daun J. curcas pada media MS yang mengandung 0.5-1.0 mgL-1 kinetin dan 0.1-1.0 mg/L-1 IBA dan Sardana et al. 2000 pada media MS yang mengandung 3.0 mgL-1 BAP dan 1.0 mgL-1 IAA mampu menginduksi embrio somatik. Kalimuthu (2007) dengan eksplan kotiledon pada media MS yang mengandung 1.5 mgL-1 BAP dan Nindita

a

47

(2010) dengan eksplan aksis embrio tua dan kotiledon pada media MS yang mengandung 1.0 mgL-1 picloram dapat menginduksi embrio somatik J.curcas.

Induksi embrio somatik dipengaruhi oleh faktor eksplan, jenis dan konsentrasi auksin. Dalam hal ini terdapat hubungan sensitivitas sel atau jaringan terhadap auksin (picloram atau 2.4-D) yang mengakibatkan perbedaan potensial sel-sel eksplan aksis embrio buah masak dalam merespon picloram atau 2.4-D untuk menginduksi embrio somatik. Penggunaan picloram mampu mengaktivasi sinyal transduksi sehingga sel dapat mengadakan pengaturan kembali ekspresi gen dan menginduksi pembelahan sel menuju pertumbuhan kalus atau embriogenesis somatik. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen akan menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin pada medium akan mengubah nisbah zat pengatur tumbuh endogen yang kemudian menjadi faktor penentu untuk proses pertumbuhan dan morfogenesis dari eksplan (Oktavia et al. 2003). Penelitian ini menunjukkan bahwa induksi embrio somatik J. curcas memerlukan auksin (picloram) dengan konsentrasi 2.5 mgL-1 dan picloram berperan penting dalam embriogenesis somatik.

d). Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J.

curcas aksesi Dompu dengan picloram

Penelitian ini merupakan lanjutan dari induksi embrio somatik dengan perlakuan ZPT picloram menggunakan eksplan aksis embrio buah masak hijau (Percobaan 1c). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa eksplan aksis embrio buah masak dapat membentuk embrio somatik dengan persentase yang kecil yaitu 10% pada media MS yang mengandung picloram 2.5 mgL-1. Hasil yang kurang maksimal mendorong penelitian ini dilanjutkan dengan meningkatkan konsentrasi picloram menjadi 2.5-5.0 mgL-1. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi picloram yang optimal dalam embriogenesis somatik J. curcas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa embrio somatik dapat terbentuk pada media MS yang mengandung 2.5-5.0 mgL-1 picloram. Pembentukan embrio somatik dapat terjadi tanpa fase kalus (embriogenesis langsung) maupun melalui fase kalus (embriogenesis tidak langsung). Pada embriogenesis tidak langsung, sel-sel kalus dapat berkembang membentuk embrio somatik, tetapi tidak semua sel-sel kalus tersebut mampu berkembang menjadi embrio somatik. Hal ini

48

disebabkan karena adanya kompetisi diantara sel-sel embriogenik untuk

Dokumen terkait