• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

C. Saran

3) Bagi Peneliti Lain

Pada penelitian kali ini, peneliti hanya menggunakan 4 informan.

Bagi peneliti lain yang ke depannya ingin melakukan penelitian

mengenai labeling, diharapkan untuk menggunakan lebih banyak informan supaya dapat memberikan gambaran pengalaman labeling secara lebih beragam.

106

DAFTAR PUSTAKA

Bisono, Tika. (2009). Meet Tika on The Book : We Have a Problem, But I’m on

Your Side. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

Creswell, John W. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches 2nd edition. United State of America : Sage Publications, Inc.

Creswell, John W. (2012). Research Design: Pendekatan Kualitati, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR.

Erikson, Erik. (1989). Identitas dan Siklus Hidup Manusia: Bunga Rampai I. Jakarta : PT. Gramedia.

Gergen, Kenneth J. & Gergen, Mary M. (1997). Narratives of The Self. Diakses dari http://www.pasadena.edu/library/reserves/tfkeeler/engl1c/gergennarrativessel

f.pdf pada tanggal 15 Desember 2014.

Herlina. (2007). Dampak Labeling Terhadap Anak. Diakses dari

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122

HERLINA/LABELING_DAN_PERKEMBANGAN_ANAK-salman.pdf

pada tanggal 2 September 2013.

Istiqomah. (2012). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Perubahan

Fisik Pada Masa Pubertas dengan Gambaran Diri Remaja Putra di SLTP

Negeri 29 Semarang. Skripsi.

Matsueda, Ross L. (1992). Reflected Appraisals, Parental Labeling, and

Delinquency: Specifying a Symbolic Interactionist Theory. American Journal of Sociology, volume 97 number 6, 1577-1611.

107

Moleong, L.J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset.

Monks, F.J., et al. (2002). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Moses, Tally. (2009). Self-Labeling and Its Effects Among Adolescents Diagnosed

with Mental Disorders. Social Science & Medicine Journal. 68, 570-578. Mulyati, Sri. (2010). Hubungan Labeling dengan Prestasi Belajar Siswa di SMA

Muhammadiyah Gubug. Skripsi.

Narwoko, Dwi. & Suyanto, Bagong. (2006). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Papalia, Diane E., et al. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Papalia, Diane E. & Feldman, Ruth D. (2012). Experience Human Development : Menyelami Perkembangan Manusia Edisi 12 buku 2. Jakarta : Salemba Humanika.

Rachmawati, Ika. (2011). Dampak Labeling Pada Remaja di SMP Islam Raudlatul

Falah Bermi Gembong Pati. Skripsi.

Riberu. (1985). Kemelut Anak, Remaja, dan Problema Kekeluargaannya. Jakarta : MEGA MEDIA.

Rosiana, Diana. (2011). Hubungan Labeling dengan Konsep Diri Pada Remaja di

SMA Negeri 1 Geyer Grobogan. Skripsi.

Santrock, John W. (1995). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

108

Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja Edisi 6. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2007). Remaja Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2012). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (1994). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Scheff, Thomas. (2010). Normalizing Symptoms: Neither Labeling nor Enabling.

Ethical Human Psychology and Psychiatry Journal, volume 12 number 3, 232-237.

Smith, Jonathan A. & Osborn, Mike. (2007). Interpretative Phenomenological Analysis. Diakses dari http://www.sagepub.com/upm-data/17418_04_Smith_2e_Ch_04.pdf pada tanggal 18 Januari 2014.

Smith, Jonathan A. (2009). Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Smith, Jonathan A. (2013). Interpretative Phenomenological Analysis: Theory, Method, and Researh. United Kingdom : MPG Printgroup.

Soekanto, Soerjono. (1989). Remaja dan Pola Rekreasinya Cetakan 1. Jakarta : Gunung Mulia.

Surakhmad, Winarno. (1980). Psikologi Pemuda: Sebuah Pengantar Dalam Perkembangan Pribadi dan Interaksi Sosialnya. Bandung : Jemmars.

109

Thomson, Margareta Maria. (2012). Labelling and Self-esteem: Does Labelling

Exceptional Students Impact Their Self-esteem?. British Journal of Learning Support, volume 27 number 4, 158-165.

Yusuf, Syamsu. (2010). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

110

111

FORMULIR PERMOHONAN IJIN PENELITIAN

Studi Fenomenologi : Makna Pengalaman Remaja Pertengahan yang Diberi Label Negatif oleh Orang Lain

 Saya memahami tujuan dan meyakini kebenaran informasi yang saya terima dalam penelitian ini.

 Saya memiliki hak untuk bertanya dan mendapat jawaban yang jelas sehubungan dengan penelitian ini.

 Saya tidak mendapat paksaan dari pihak manapun terkait keterlibatan saya dalam penelitian ini.

 Saya telah diberitahu bahwa saya memiliki hak untuk berhenti berpartisipasi dalam penelitian ini.

 Saya tidak keberatan apabila hasil wawancara direkam dalam digital recorder.

Saya memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan saya akan berpartisipasi di dalamnya.

______________________________ Informan Penelitian

__________________ _____

Saya menyatakan bahwa saya telah mendapatkan ijin dari pihak di atas untuk melakukan penelitian. Saya telah menginformasikan kepada pihak yang bertanda tangan di atas mengenai penelitian yang akan saya lakukan, baik secara lisan dan tertulis. Selain itu, saya juga menyatakan bahwa pihak di atas memiliki hak untuk berhenti berpartisipasi dalam penelitian ini.

______________________________ Peneliti,

112 KUESIONER PENELITIAN Identitas Diri Nama : Usia : Kelas : Nama Sekolah : Pekerjaan Ortu :

1. Apakah Anda mendapat suatu julukan atau cap yang sifatnya negatif dari orang lain ? (contoh : pemalas, pemarah, nakal, tidak patuh, lemot, dan sebagainya) a) Iya (Jika jawaban Anda iya, silahkan melanjutkan menjawab pertanyaan

nomor dua dan seterusnya)

b) Tidak (Jika jawaban Anda tidak, maka Anda tidak perlu menjawab pertanyaan nomor dua dan seterusnya)

2. Jika iya, julukan atau cap negatif apa yang biasa diberikan kepada Anda ? (Jawaban boleh lebih dari satu)

... ... 3. Siapa yang biasanya memberikan Anda julukan atau cap negatif tersebut ?

(Jawaban boleh lebih dari satu) a) Orang tua

b) Kakak atau adik

c) Teman

d) Guru e) Pacar

f) Lainnya(sebutkan)... 4. Di mana saja Anda biasanya mendapat julukan atau cap negatif tersebut ?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

a) Rumah

113 c) Tempat nongkrong

d) Komunitas atau organisasi

e) Lainnya(sebutkan)... 5. Seberapa sering orang lain memanggil Anda dengan julukan atau cap negatif

tersebut ?

a) Setiap hari atau sering (sebutkan frekuensi atau durasinya(berapa kali/hari))... b) Sesekali atau jarang (sebutkan frekuensi atau durasinya(berapa

kali/hari))... c) Hanya ketika Anda melakukan suatu kesalahan tertentu

d) Hanya ketika Anda melakukan suatu perilaku tertentu di luar perilaku Anda sehari-hari

e) Lainnya(sebutkan)... 6. Apakah saat ini orang-orang di sekitar Anda menjadi sering memanggil Anda

dengan julukan atau cap negatif atau bahkan Anda menjadi lebih dikenal dengan julukan atau cap negatif tersebut ?

a) Iya b) Tidak

7. Bagaimana perasaan Anda ketika mendapat julukan atau cap negatif dari orang lain ? a) Senang b) Marah c) Gelisah d) Terbebani e) Tidak nyaman f) Lainnya(sebutkan)... 8. Menurut Anda apa yang menyebabkan orang lain memberikan suatu julukan

atau cap negatif pada Anda ?

... ...

114

9. Apa makna dari julukan atau cap negatif yang orang lain berikan kepada Anda atau bagimana Anda melihat julukan tersebut ?

... ... 10. Apakah Anda merasakan ada perubahan yang terjadi dalam diri Anda setelah orang lain memberikan julukan atau cap negatif dan kemudian sering memanggil Anda dengan julukan atau cap negatif tersebut ?

a) Iya (Jika iya, silahkan sebutkan perubahan yang Anda rasakan dalam diri Anda)

... ... b) Tidak

115

No Verbatim Ringkasan Koding

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

D pernah mendapatkan suatu julukan atau cap yang bersifat negatif gitu gak sih dari orang lain?

“Ya, ya pernah..kayak..misalnya kayak ceroboh, malas, terus

gimana ya..bodoh kayak gitu pernah juga. Ehm tapi aku juga gak ini banget sih, harus tahu diri kenapa aku bisa dikatain bodoh atau ceroboh itu”.

Yang biasa memberi julukan-julukan ke kamu itu siapa sih? “Kebanyakan orang tua.”

Oke, orang tua. Jadi kebanyakan di rumah gitu ya? “He em”.

Kalau di sekolah mendapat julukan negatif serupa yang tadi juga gak?

“Pernah sih, tapi biasanya teman-teman bercandaan..tapi kadang

juga serius gitu loh, buat sakit hati”.

Mendapat LN dari orang tua dan teman, seperti ceroboh, bodoh, dan malas (3-6).

Berusaha berkaca pada diri supaya mengetahui alasan yang membuat orang lain memberi LN (5-6)

Menganggap LN dari teman sebagai bahan bercandaan (13).

Pemberi label negatif (LN): orang tua (OT) dan teman (T) (3-6). Isi LN OT: ceroboh dan malas (21).

Isi LN T: ceroboh dan bodoh (19). Tempat: rumah (9-10) dan sekolah (13-14).

Makna LN: sebagai cara untuk berefleksi melihat kesalahan atau kekurangan diri (5-6).

Makna LN T: bahan bercandaan (13).

Dampak negatif LN dari T: sakit hati (SH) (13-14).

116 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Nah itu tadi yang ceroboh atau bodoh yang memberikan julukan itu ke kamu siapa?

“Biasanya teman-teman”.

Lalu kalau dari orang tua kamu mendapat julukan apa? “Ceroboh, malas..itulah paling”.

Kalau dari teman kamu mendapat julukan apa? “Biasanya sih bodoh..ceroboh juga sih tapi jarang”

Seberapa sering sih teman memberikan julukan-julukan negatif itu ke kamu?

“Sering..gak sering-sering juga sih, tapi kalau melakukan hal

serupa lagi seperti bodoh, ceroboh gitu pasti akan dikatakan seperti itu lagi”.

Pas apa sih atau kegiatan apa yang bikin kamu diberi julukan ceroboh dll?

“Ehm..ketika saya melakukan hal bodoh itu seperti apa ya..me..ahh ceroboh aja deh, kalau ceroboh tu HP..HP-nya ditinggal di meja, nanti kalau udah ditinggal-tinggal gitu ilang

Merasa sakit hati dengan LN yang diberikan teman-teman (13-14).

Informan cukup sering diberi LN saat melakukan hal-hal atau perilaku yang berkaitan dengan label secara berulang (26-28).

Menyadari mengapa dan kapan diberi LN oleh orang tua dan teman (32-43).

Penyebab LN: melakukan hal-hal atau perilaku (PL) yang berkaitan dengan label secara berulang (26-28).

Frekuensi: cukup sering dan berulang (26-28).

Penyebab LN ceroboh:

meninggalkan dan/atau

meletakkan barang di sembarang tempat (33-36).

117 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54

gak tau kemana, ternyata cuma dipinjam teman. Nah dibilang kamu nih ceroboh, gini gini gini..nah, kayak gitu”.

Hemm, kalau terkait julukan-julukan lain tadi?

“Pemalas..pemalas tu, di rumah kebanyakan males. Ehm, gak ngerjain tugas malah tiduran atau nonton film, terus harusnya nyuci baju malah nonton tv”.

Oh okey, kalau julukan lainnya tadi?

“Apa ya, bodoh..kalau bodoh itu kayak apa ya, ngerjain soal, tapi akunya tu ngerjain beda cara gitulah. Teman-teman ada yang bilang bodoh, gak kayak gini. Apa ya, bilang bodohnya itu bikin sakit hati gitu loh”.

Oh kayak sakit hati gitu ya? Nah kalau di sekolah tadi seberapa sering kamu dikatain bodoh atau ceroboh sama teman-teman?

“Ehm gak sering-sering juga, tapi kalau..kalau gimana ya..kalau

benar-benar sayanya yang membuat apa..gimana ya, misalnya kalau kegiatan tersebut atau perilaku gak baik, mereka juga bakal nge-labeling saya”.

He em, kalau di rumah itu seberapa sering?

Merasa sakit hati dengan label bodoh yang diberikan oleh teman-teman (44-45).

Teman-teman memberi LN saat informan melakukan perilaku yang mencerminkan label atau tidak baik (49-52).

Mengaku sering mendapat LN di rumah dari ibu (54-58).

Penyebab LN pemalas:

meninggalkan tugas atau

tanggung jawab untuk bersantai (38-40).

Penyebab LN bodoh:

mengerjakan soal dengan cara berbeda (42-43).

Dampak negatif LN dari T: SH (44-45).

Penyebab LN dari T: PL yang mencerminkan label atau PL tidak baik (49-52).

Frekuensi: cukup sering (49).

Pemberi LN: ibu (I) (58).

118 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73

“Malah sering, sering di rumah daripada di sekolah..hehehe

kayak dibilang pemalas, bodoh gitu sama ibu”.

Oh sering ya di rumah. Itu tadi yang memberikan julukan itu siapa? “Orang tua sih” (Itu kedua orang tua atau salah satu saja?) “Salah satu aja sih, biasanya ibu. Kalau bapak engga, kadang-kadang doang.”

Lalu hubunganmu sama ibu seperti apa kalau kamu sering diberi julukan-julukan negatif sama ibumu?

“Hubungannya..biasa aja sih, tapi daripada ke bapak, lebih dekat

ke ibu malahan. Tapi kan saya harus tahu, kalau di-labeling kayak gitu berarti harus membenahi diri kita gitu kan.”

Ehm oke, jadi kamu melihat label negatif itu sebagai... “Sebagai hal positif kayak gitu lah, malah memberi motivasi kalau buat saya. Terus misalnya bodoh..bodoh itu kalau buat saya, saya bodoh, saya merasa saya bodoh. Ya tapi, saya juga harus tahu kenapa saya bodoh, terus harus mengurangi labeling

-nya gimana, cara-nya belajar dengan baik, dengan benar”. (Oke,

Mengaku memiliki hubungan yang dekat dengan ibu yang memberi LN (62-63).

LN dari ibu membuat informan berpikir atau sadar untuk membenahi diri (63-64).

Melihat LN sebagai hal positif untuk memotivasi diri dan memperbaiki diri (69 & 71-73).

Tempat: rumah (54). Frekuensi: sering (54).

Relasi dengan pemberi LN (I): baik atau dekat (62-63).

Makna LN dari I: tanda untuk membenahi diri (63-64).

Makna LN: suatu hal yang positif

untuk memotivasi diri dan

119 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92

jadi maksudmu seperti untuk berefleksi dan memperbaiki diri gitu kah ?) “Iya, kayak gitu”.

Nah kalau itu tadi kan sisi positifnya, kalau sisi negatif atau dampak negatifnya ada gak sih?

“Iya, rasanya ada negatifnya juga, rasanya sakit hati..yang kayak teman tadi langsung bilang bodoh..kan bikin sakit hatilah, langsung bikin bad moodgitu lah.”

Soal bad mood itu tadi cuma sama orang yang memberimu label atau gimana?

“Ehm ya kadang-kadang seharian bisa kacau, padahal cuma

dikatain bodoh. Kayaknya semua orang tuh bilang bodoh gitu, terus aku ngerasa jadi minder atau gak PD”.

He em, lalu perasaan atau pikiran apa lagi sih yang kamu rasakan selain sakit hati pada saat orang lain memberi julukan negatif ke kamu?

“Ehm, pikiran jadi gak fokus, kalau belajar itu gak konsentrasi

tuh loh. Stress, kenapa kok dibilang bodoh, mikir terus tuh loh..kok dibilang bodoh, malas..jadi mikir terus bagaimana kita tuh mau berubah gitu loh, gak di-labelingkayak gitu”.

Melihat diri seperti apa yang dilabelkan orang di sekitarnya (70-71).

LN dari teman membuat sakit hati dan bad mood (78-80).

Saat diberi LN oleh teman informan merasa dilihat sebagai orang bodoh, minder, dan tidak PD (83-85).

LN membuat tidak fokus atau konsentrasi belajar menurun dan berpikir terlalu keras untuk merubah label (89-92).

Konsep diri: seperti yang

dilabelkan atau sesuai LN, yaitu bodoh(70-71).

Dampak negatif LN dari T: SH dan bad mood (78-80).

Dampak negatif LN: informan merasa dilihat sebagai orang bodoh, minder, dan tidak PD (83-85).

Dampak negatif LN: tidak fokus atau konsentrasi belajar menurun dan berpikir terlalu keras untuk merubah label (89-92).

120 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111

Okey, lalu terkait dengan dampak dari labeling kan kamu menyebutkan kalau kamu jadi mikir terus kok dibilang bodoh, malas, terus mikir bagaimana mau berubah. Nah pada saat itu apa sih yang kamu rasakan?

“Persaannya campur aduk..campur aduknya tu ya sedih juga, kesal juga..tapi kalau dibilang, di-labeling kayak gitu juga kan ya jadi..jadi ngerasa kayak kok aku buruk gitu, gak baik. Terus nanti kesal sendiri, mikir kok cuma aku yang di-labeling, kayak gak adil gitu”. (Terbebani kah?) “Iya jadi terbebani, terus stress gitu karna mikir terus, jadi gak nyaman”.

Nah kamu bilang jadi mikir gimana cara berubah supaya gak di-labeling lagi, emang apa yang setelanjutnya kamu lakukan?

“Ehm, kalau dibilang bodoh gitu aku..biasanya aku diam aja. Nanti kalau udah sehari atau dua hari gitu baru nyadarlah, aku harus gini..harus lebih rajin belajar, gak malas-malasan kayak

gitu”. (He em..dan itu kamu lakukan?) “He em”.

Okey, nah tadi itu kan D mengatakan kalau setelah diberi label satu atau dua hari baru sadar. Itu peristiwa apa sih

Merasa sedih, kesal, diri buruk atau tidak baik, dunia tidak adil, terbebani, stress, dan tidak nyaman karena adanya LN (97-102).

Menanggapi LN dengan diam (106).

Baru sadar untuk memperbaiki diri satu atau dua hari setelah diberi LN (107-109).

Dampak negatif LN: sedih, kesal, merasa diri buruk atau tidak baik, mengeluh, dunia tidak adil, terbebani, stress, dan tidak nyaman (97-102).

Cara merespon LN: diam (106).

Tanggapan pada LN:

membutuhkan waktu berpikir dan

merenungkan LN sebelum

121 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129

yang biasanya bisa bikin kamu yang tadinya ga sadar terus jadi sadar?

“Apa ya..malas..Peristiwanya apa ya, ya kayak gitu juga, misalnya malas, terus nanti adikku malas juga, terus aku ngasih tahu. Terus kayak oh aku malas juga, kenapa aku malah nge-labeling orang lain kayak gitu..ya aku juga jadi sadar, loh kok aku dilabel tapi kok aku juga malah ngelabel orang lain..ya kayak gitu, itu secara gak sadar”.

Terus kenapa sih D kayak ada delay atau penundaan kesadaran gitu loh, kamu kenapa sadarnya baru satu atau dua hari setelahnya gitu?

“Mikir tuh loh, gimana ya..kenapa kok dilabel kayak gitu, terus aku harus gimana supaya gak dilabel terus gitu loh..mesti kan ya mikir, ya Allah kenapa kok aku bisa dilabel kayak gitu, aku harus gimana. Gak mungkin kan sehari..sehari mau ngapain. Biasanya satu hari itu dikasih labeling malas, terus di satu hari itu aku mikir terus..terus di hari kedua atau ketiganya itu aku sadar atau tahu harus gimana gitu”.

Pengalaman mendapat LN dari orang lain membuat informan memberi LN pada adik (114-118).

Berpikir secara terus menerus tentang LN dan cara untuk berubah supaya tidak terus-terusan diberi LN (123-125).

Dampak negatif LN: memberi LN juga pada adik (114-118).

Dampak negatif LN: berpikir terus menerus tentang LN (123-126).

Dampak positif LN: memikirkan cara untuk berubah (124-125). Penyebab informan ingin berubah: keinginan untuk berhenti diberi LN oleh orang sekitarnya (124).

122 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148

Nah, kalau reaksimu pas diberi label atau julukan negatif gitu gimana sih?

“Reaksinya..sebenarnya ya pernah sih..ya marahlah, ngurung

diri di kamar..tapi, pas di kamar itu ya aku sadar diri, mengkoreksi diri sendiri. Ya kalau diri sendiri harus lebih baik, minta maaf atau apalah”.

He em, kalau teman-teman memberimu julukan negatif biasanya kamu akan bereaksi dengan...

“Bereaksi dengan apa ya..biasa aja kayaknya. Kalau aku sih biasanya diam aja, tapi kalau kita melakukan perilaku yang

kitanya bersalah ya minta maaf”.

Kalau ke ibu?

“Ya diam aja biasanya atau marah, terus kayak mengurung diri

di kamar. Tapi ya terus saya kan juga mikir, perbuatan ibu salah atau engga. Kalau kita yang salah ya kita yang minta maaf lah sama ibu”.

Nah, pada saat diberi label kamu mengatakan bahwa kamu cenderung diam. Ehm, diam itu dalam arti seperti apa? Kenapa kamu diam atau diam itu menunjukkan apa?

Menanggapi pemberian LN dari teman-teman dengan diam dan meminta maaf apabila melakukan kesalahan (139-141).

Menanggapi pemberian LN dari

ibu dengan diam, marah,

mengurung diri di kamar, dan meminta maaf apabila melakukan kesalahan (143-146).

Respon pada LN dari T: diam dan meminta maaf apabila melakukan kesalahan (139-141).

Respon pada LN dari I: diam, marah, mengurung diri di kamar,

dan meminta maaf apabila

123 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167

“Ehm, kalau yang soal reaksi diam itu sebenarnya saya tuh

pengen gimana ya..dengan diam itu saya pengen menunjukkan rasa kesal, marah..kok kayak gini, kok jadi kayak gini, terus juga mikir..mikir kenapa juga bisa apa..jadi kayak gitu tu kenapa”. Jadi diammu itu sebagai caramu untuk apa?

“Menunjukkan kekesalan, marah”.

Kalau kamu sampai ngurung diri di kamar gitu biasanya ibu gimana?

“Ya biasanya apa..ndeketin gitu lah, yo gak usah gitu, wong kamu salah..ya aku kan salah, jadi harus minta maaf. Pertamanya ya minta maaf dulu, terus aku harus lebih baik lagi, gak kayak gini”.

Oke, kalau perubahan gitu gimana? Kamu merasakan ada perubahan gitu gak sih sebelum dan setelah kamu diberi label negatif?

“Ada, ada..di-labeling pemalas itu..ahh D kan pemalas, gak usah

diajak atau gimana-gimana. Ehm, aku ya harus lebih rajin, kalau ngerjain tugas ga boleh males-malesan gitu. Kerjain bareng, ya kerjain bareng, sekelompok gitu. Biar temen-temen itu juga

Menunjukkan rasa kesal dan marah dengan diam (151).

Diberi nasihat oleh ibu terkait LN yang melekat pada informan (158-159).

Merasa dihindari oleh teman-teman karena LN yang melekat (165-166).

Makna respon diam:

menunjukkan rasa kesal dan marah (151).

Dampak negatif LN : dihindari oleh T (165-166).

124 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186

engga terus mikir kalau aku itu pemalas atau ga mau kerja gitu mbak”.

Oh, jadi kamu mau menunjukkan bahwa kamu itu tidak seperti yang mereka bilang?

“Ahh iya, gitu..ya pokoknya menunjukkan hal yang lebih positif,

lebih baiknya gitu”.

Ada bedanya gak sih kalau kamu diberi label negatif sama ibu atau teman-temanmu? Kalau ada bedanya seperti apa sih?

“Menurutku bedanya itu, kalau sama teman kayak cuma bercanda gitu loh, gak serius. Ehm tapi kalau sama ibu itu labeling-nya pasti udah serius gitu, ga mungkin main-main, becandaan gitu..jadi aku nganggepnya juga harus serius”.

Lalu kalau boleh tahu, sejak kapan sih D diberi label-label seperti itu sama orang tua atau teman-teman?

LN dari teman membuat

informan memperbaiki diri (166-168).

Memiliki keinginan untuk

menunjukkan hal yang lebih positif dan lebih baik (173-174).

Dokumen terkait