• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian lapang dilakukan mulai 16 Juli 2004 sampai 27 Mei 2005, berlokasi di daerah aliran sungai (DAS) Nopu Hulu seluas 234,2 hektar, yang secara administrasi terletak di Desa Bulili, Kecamatan Palolo, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Hutan merupakan penggunaan lahan dominan di bagian hulu DAS. Penggunaan lahan campuran antara hutan dan perladangan terdapat di wilayah tengah, dan kebun kakao rakyat merupakan penggunaan lahan dominan di bagian hilir.

Analisis sifat fisik yang meliputi bobot isi tanah, tekstur dan distribusi ukuran pori dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Karakteristik kimia tanah dan sedimen (pH, C-organik, Aldd, kapasitas tukar katio n, P-tersedia, Cadd, Kdd, Mgdd, Nadd, nitrogen total, Fe dan Mn), serta kandungan unsur hara dalam serasah tanaman (c- organik, nitrogen total, P-total, Ca-total, Mg-total, K-total dan Na-total) dianalisis di Laboratorium STORMA-UNTAD, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari peta tanah, peta topografi (skala 1: 50.000), peta penggunaan lahan, seng, drum, kayu, paku dan bahan-bahan lain untuk pembuatan plot erosi, penampung aliran permukaan dan sedimen pada plot erosi, plot intersepsi hujan, penangkap serasah tanaman, botol, serta bahan kimia untuk menetapkan sifat-sifat tanah yang digunakan sebagai parameter masukan model ANSWERS. Peralatan yang digunakan meliputi bor tanah, munsell soil color chart, guelph permeameter, sediment sampler, tensiometer, current meter, GPS, kamera digital, komputer PC, ANSW ERS, PCRaster, NutShel, ArcView, Surfer 8.0,

Panavue, adobe photoshop, mircosoft office, dan peralatan laboratorium untuk

Faktor Pengelolaan Tanaman

Nilai faktor pengelolaan tanaman (faktor C) ditentukan dengan membandingkan jumlah erosi dari plot erosi dengan penggunaan lahan tertentu terhadap jumlah erosi dari plot erosi yang diolah bersih searah lereng dan tidak ditanami secara terus menerus. Plot erosi berukuran 5 m x 4 m dib uat pada penggunaan lahan hutan, sedangkan pada penggunaan lahan ladang, kebun kakao dan lahan terbuka plot erosi dibuat dengan ukuran 8 m x 2 m. Plot erosi lainnya yang berukuran lebih sempit 4 m x 2 m dibuat untuk mengakomodasikan variabilitas tutupan dan kemiringan lahan. Plot erosi kontrol pada lahan terbuka dan diolah menurut lereng dibuat dengan ukuran yang sama sesuai dengan variabilitas penggunaan laha n dan kemiringan lereng (Tabel 1).

Erosi dan aliran permukaan diukur setiap hari hujan dengan menggunakan bak penampung yang diletakan di ujung bawah plot erosi (Gambar 2). Untuk melihat fluktuasi aliran permukaan dan sedimen yang keluar dari plot erosi akibat kegiatan perladangan yang dilakukan masyarakat, plot erosi no 11 dan 12 dilengkapi dengan pencatat volume aliran permukaan secara otomatis dengan menggunakan tipping bucket dan data logger.

Pada tanaman semusim nilai faktor C-USLE dianalisis dengan mempertim-bangkan fase pengolahan tanah (F), penanaman (SB), pertumbuhan awal (fase 1), pertumbuhan mencapai maksimal (fase 2), periode pematangan (fase 3), dan periode setelah panen hingga pengolahan tanah berikutnya (fase 4). Nilai faktor C-ANSWERS ditentukan setiap hari hujan baik pada tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan hutan.

Gambar 2. Desain plot pengukuran erosi 8 m

2 m

Penampung aliran permukaan dan sedimen

Tabel 1. Deskripsi plot erosi

Nomor Deskripsi

1,5,6 Plot erosi berukuran 8 m x 2 m, penggunaan lahan kakao dewasa, kemiringan lereng 9% (plot 1 dan 5) dan 40% (plot 6) dengan tutupan tajuk* ±72-83% dan tutupan basal ± 84-91%.

2 Plot erosi pada lahan terbuka (plot kontrol) berukuran 8 m x 2 m dengan kemiringan lereng 9%.

3,4 Plot erosi berukuran 8 m x 2 m, penggunaan lahan vanili, kemiringan lereng + 9% dengan tutupan tajuk* ± 62.5-68.9% dan tutupan basal ±81.6-87.4%

7, 14 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m (plot 7) dan 8 m x 2 m (plot 14), penggunaan lahan kakao sedang, kemiringan lereng + 40%, tutupan tajuk* ±68.2-78% dan tutupan basal ±78.6-84.7%.

8 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m, penggunaan lahan kakao muda, kemiringan lereng + 40% , tutupan tajuk* ±43% dan tutupan basal ±90.4%.

9 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m, tumpang sari kakao muda, jagung lokal dan ketela pohon, kemiringan lereng ± 40%, tutupan tajuk*± 51.2% dan tutupan basal 74.5- 81.2%

10 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m, panggunaan lahan kakao muda + pisang, kemiringan lereng ± 40%, tutupan tajuk* ±44.2%, dan tutupan basal 82.4-95%. 11 Plot erosi berukuran 8 m x 2 m, penggunaan lahan ladang (jagung hibrida),

kemiringan lereng ± 40%, tutpan tajuk 0-87.0% dan tutpan basal 1.2-65%.

12 Plot erosi berukuran 8 m x 2 m, penggunaan lahan ladang (jagung hibrida-kacang tanah), kemiringan lereng ± 40%, tutupan tajuk 0-89.2% dan tutupan basal 1.5- 68.4%

13 Plot erosi pada lahan terbuka (plot kontrol) berukuran 4 m x 2 m dengan kemiringan lereng ± 40%.

15 Plot erosi pada lahan terbuka (plot kontrol) berukuran 8m x 2 m dengan kemiringan lereng ± 40%.

16 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m, penggunaan lahan kakao berumur kurang 1 tahun + ketela pohon, kemiringan lereng 40%, tutupan tajuk* ±38.5% , dan tutupan basal 68.4-85.1%

17 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m, penggunaan lahan kakao berumur kurang 1 tahun + ketela pohon+ jagung lokal, kemiringan lereng 40%, tutupan tajuk* ± 34.6%, dan tutupan basal 69.5-83.6%

18,19 Plot erosi berukuran 4 m x 2 m, penggunaan lahan semak belukar dengan kemiringan lereng ± 40%, tutupan tajuk 71.0% .

20 Plot erosi berukuran 5 m x 4 m, penggunaan lahan hutan, kemiringan lereng 35%, tutupan tajuk ±85.4%, tutpan basal ± 94.1% .

21,23 Plot erosi berukuran 5 m x 4 m, penggunaan lahan hutan, kemiringan lereng 85% , . tutupan tajuk ±82.7%, tutpan basal ± 93.8% .

22 Plot erosi pada lahan terbuka (plot kontrol) berukuran 5 m x 4 m, berlokasi disekitar hutan, dengan kemiringan lereng 85%.

Parameter M asukan M odel ANSW ERS Intersepsi A ir Hujan

Pengukuran volume intersepsi pada setiap jenis penggunaan lahan dilakukan setiap hari hujan dengan menggunakan plot pengukuran intersepsi yang ditempatkan secara acak terpilih (purposive random sampling), 3 kali ulangan. Intersepsi hujan pada setiap jenis vegetasi dihitung berdasarkan selisih antara curah hujan yang jatuh pada lahan terbuka (Pg), aliran batang (Sf) dan lolosan tajuk (Tf) atau I = Pg –(Sf +Tf).

Aliran batang diukur dengan cara melilitkan selang plastik yang sudah dibelah dari atas ke bawah bagian batang yang kemudian dimasukan kedalam jerigen penampung air dan ditutup rapat (Gambar 3). Air lolosan tajuk diukur dengan menempatkan penampung plastik ukuran 0.25 m2 dibawah tutupan tajuk vegetasi hutan atau menempatkan kolektor air hujan sederhana dibawah vegetasi semak dan tanaman pertanian (Van Dijk, 2001). Jumlah air aliran batang dan lolosan tajuk diukur dalam satuan volume (cm3) kemudian dikonversi ke satuan tinggi kolom air (mm). Kolektor air hujan juga diletakan pada tempat terbuka yang representatif dengan jarak yang berdekatan dengan plot pengukuran intersepsi untuk mendapatkan jumlah air hujan yang jatuh pada tempat terbuka. Pengukuran volume intersepsi dilakukan secara manual, sehingga intersepsi hujan (intersepsi kumulatif) untuk pemodelan ANSWERS-PCRaster dihitung dengan menggunakan persamaan Aston (1979) dengan kapasitas canopy storage (PIT) diprediksi menggunakan persamaan Von Hoyningen-Huene (1981) sebagai berikut :

S = Cp. Smax*[1-e-kPCum/Smax] Smax = 0.935+0.498*LAI-0.00575*LAI2 dimana S : intersepsi kumulatif (mm)

Cp : fraksi tutupan tajuk vegetasi

k : faktor koreksi untuk kerapatan vegetasi (=0.046 LAI) Pcum : curah hujan kumulatif

Smax : kapasitas canopy storage (mm) LAI : leaf area index (m2/m2)

Gambar 3. Desain alat ukur lolosan tajuk dan aliran batang (diadopsi dari Van Dijk, 2001)

Kekasaran Permukaan Lahan

Keragaman bentuk dan kekasaran permukaan lahan diidentifikasi menggunakan pendekatan metoda profilometer yang mendeskripsikan mikro- topografi permukaan lahan dengan interval tertentu (Gambar 4), yang kemudian disajikan dalam bentuk digital elevation model (Gambar 5). Koefisien kekasaran permukaan lahan (RC) diidentifikasi menggunakan persamaan Almaras (1966,

dalam Ferreiro et al., 2008) dengan memper-timbangkan tinggi dan rataan tinggi

relief mikro pada suatu permukaan lahan. Tinggi kekasaran maksimum merupakan nilai tertinggi mikro topografi yang pada suatu penggunaan lahan yang mempengaruhi simpanan depresi mikro pada setiap penggunaan lahan.

Plot pengukuran kekasaran permukaan lahan (1 m2) dibuat pada setiap jenis pengolahan tanah dan penggunaan lahan dengan membentuk permukaan mikrotopografi lahan pada plat seng yang ditancapkan kedalam tanah. Teknik pengolahan tanah yang dijumpai adalah pengolahan tanah sederhana dengan sistem tugal, sedangkan jenis penggunaan lahan diklasifikasikan menjadi ladang, kebun kakao, semak belukar dan hutan.

Tutupan Tajuk Vegetasi

Tutupan tajuk vegetasi diidentifikasi melalui analisis citra digital terhadap citra hasil pemotretan tutupan tajuk vegetasi secara vertikal. Metoda penajaman

50 cm

20-30 lt

50 cm Batang tanaman

Pengarah aliran batang (selang plastik 5- 25 mm dibelah dan dililitkan menempel pada permukaan batang)

Penangkap aliran batang (botol plastik 2-5 lt pada tanaman jagung- jerigen 20-30 lt pada batang pohon/hutan)

citra dan thresholding pada adobe photoshop digunakan untuk mendefinisikan pixel obyek (tutupan tajuk vegetasi) dan pixel latar belakang (background) (Gambar 6). Analisis citra digital demikian diadopsi dari metoda yang dikembangkan oleh Martius et al. (2004) dengan menggunakan PaintshopPro 7.0.

Gambar 4. Pengukuran mikro topografi dengan pendekatan metoda profilometer

Gambar 5. Mikro topografi pada penggunaan lahan hutan (a), jagung (b) dan kakao dewasa(c)

(a) (b)

Gambar 6. Thresholding citra grayscale tutupan tajuk vegetasi menggunakan adobe photoshop 8.0

Topografi

Parameter topografi dikonstruksi berdasarkan peta topografi skala 1: 50.000 dengan interval kontur 25 m. Untuk mengakomodasikan variabilitas parameter topografi dalam setiap sel, interval kontur diinterpolasi menjadi 5 m dengan pendekatan kriging pada program Surfer 8.0. Parameter topografi selanjutnya disajikan dalam bentuk digital elev ation model (DEM).

Tanah

Parameter tanah diamati pada setiap satuan lahan yang dibuat mengguna- kan peta topografi skala 1 : 50.000, peta tanah dan peta penggunaan lahan. Metoda pengamatan tanah di lapang (PPT, 1983) digunakan sebagai acuan dalam pengecekan jenis tanah yang dilakukan melalui pemboran dan pembuatan profil tanah (Gambar Lampiran 1). Pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan untuk analisis tekstur, C-organik, pH, aluminium dapat ditukar, kapasitas tukar kation, jumlah basa dapat ditukar (Ca, Mg, K, Na), P-tersedia (P-Bray), serta Fe dan Mn dapat ditukar. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan untuk menganalisis bobot isi tanah dan distribusi ukuran pori. Permeabilitas tanah diukur di lapangan pada setiap land unit dengan menggunakan guelp permeameter

(Gambar Lampiran 2). Keragaman kelembaban tanah (AMC) diidentifikasi melalui pengukuran kadar air tanah sampel setelah dilakukan penjenuhan (Gambar Lampiran 3).

Hidrologi

Penakar hujan otomatis tipe tipping bucket dengan interval pencatatan (time

step) 10 menit dipasang di areal perladangan, lahan terbuka, hutan sekunder dan di

areal hutan primer (Gambar 12). Data curah hujan time series digunakan sebagai masukan model ANSWERS-PCRaster. Distribusi hujan dalam areal DAS ditentukan dengan pendekatan polygon Thiessen. Parameter hidrologi lainnya yang diamati adalah jenis saluran, kemiringan saluran, dimensi saluran, dan koefisien kekasaran manning (Gambar Lampiran 4).

Pengukuran Erosi dan Aliran Permukaan Skala DAS

Pengukuran tinggi aliran permukaan dilakukan di outlet sub DAS Nopu bagian hulu dengan vegetasi hutan alami (stasiun pengamat aliran/weir 3), sub DAS Nopu bagian tengah dengan vegetasi hutan sekunder dan perladangan (stasiun pengamat aliran/weir 2), dan DAS Nopu Hulu secara keseluruhan dengan penggunaan hutan alami, hutan sekunder, perladangan dan kebun kakao rakyat (stasiun pengamat aliran/weir 1). Tinggi muka air aliran permukaan pada ketiga lokasi pengukuran tersebut dicatat menggunakan automathic water level recorder

(AWLR) dengan sistem data logger.

Pengukuran kecepatan aliran menggunakan current meter pada berbagai tinggi muka aliran dan pengambilan contoh bahan sedimen tersuspensi (suspended load) secara manual pada beberapa kejadian hujan terpilih dilakukan untuk membuat kurva lengkung debit aliran (discharge rating curve) dan kurva lengkung debit sedimen (sediment rating curve). Kurva lengkung debit aliran yang diperoleh pada stasiun pengamat aliran 1 dan 2 (weir 1 dan 2) disajikan pada Gambar 7, sedangkan hubungan ant ara debit aliran dengan konsentrasi sedimen dan kurva lengkung debit sedimen dapat dilihat pada Gambar 8. Debit aliran permukaan dan debit sedimen pada beberapa kejadian hujan dihitung secara langsung berdasarkan data hasil pengukuran. Debit aliran dan debit sedimen secara kontinyu selama penelitian pada stasiun pengamat aliran 1 dan 2 dihitung menggunakan kurva lengkung debit aliran permukaan dan lengkung debit sedimen yang dikontruksi selama kegiatan penelitian. Pada stasiun pengamat aliran 3 (weir 3), debit aliran

permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan W endehorst (1991, dalam

Kleinhans, 2003).

Gambar 7. Kurva lengkung debit aliran pada weir 1 (a) dan weir 2 (b)

Meskipun sudah dibangun weir pada stasiun pengamat aliran 1 dan 2 (weir

1 dan 2), formula weir (Wendehorst, 1991; dalam Kleinhans, 2003) tidak digunakan untuk menghitung debit aliran permukaan dan sedimen yang keluar dari outlet 1 dan 2. Debit aliran dan debit sedimen kontinyu selama kegiatan penelitian dihitung dengan menggunakan persamaan kurva lengkung debit aliran dan lengkung debit sedimen yang dikontruksi selama kegiatan penelitian (Gambar 7 dan 8). Hal tersebut disebabkan karena pada debit aliran yang cukup tinggi (dengan kecepatan aliran air yang berasal dari wilayah hulu cukup tinggi) kolam penstabil aliran tidak mampu menciptakan aliran yang laminar dan uniform

(Gambar 9), sehingga kondisi aliran dalam kolam penstabil aliran tersebut relatif bergejolak (non uniform) dengan kondisi aliran yang turbulen (Gambar 10). Selain itu ketika terjadi hujan lebat kolam penstabil aliran pada weir 1 dan 2 dalam waktu singkat langsung terisi penuh dengan sedimen (pasir dan kerikil) yang terbawa aliran air dari wilayah hulu. Pada kondisi aliran tersebut debit aliran hasil perhitungan dengan formula weir menjadi lebih tinggi dibandingkan menggunakan persamaan kurva lengkung debit aliran (Tabel 2). Karena daerah tangkapannya masih merupakan lahan hutan kolam penstabil aliran pada stasiun pengamat aliran 3 (weir 3) masih berfungsi dengan baik, sehingga persamaan W endehorst (1991,

dalam Kleinhans, 2003) digunakan untuk menghitung debit aliran pada weir

tersebut

Gambar 8. Hubungan debit aliran dan konsentrasi sedimen pada weir 1 (a) dan weir 2 (b), kurva lengkung debit sedimen pada weir 1 (c) dan weir 2 (d), dan kurva lengkung debit sedimen pada intensitas hujan rendah pada weir 1 (e) dan weir 2 (f)

Gambar 9. Keragaan aliran uniform dan laminar pada kolam penstabil pada weir 3 (a) dan weir 2 (b), weir 1 (c, Kleinhans, 2003) pada curah hujan rendah, dan kondisi aliran dalam weir pada penelitian lain (d)

(a) (c) (b) (a) (c) (b) (d) (e) (d) (f)

Gambar 10. Keragaan aliran yang mulai bergejolak dan non uniform (a dan b) dan aliran bergejolak (c dan d) pada beberapa curah hujan tinggi pada weir 2

Analisis Tanah, Sedimen dan Aliran Permukaan

Analisis sifat fisik dan kimia tanah, sedimen dan aliran permukaan selain ditujukan untuk mengidentifikasi dampak perambahan hutan terhadap karakteristik tanah dan aliran permukaan juga digunakan untuk menentukan nilai parameter masukan model. Analisis sifat fisik tanah meliputi tekstur (4 fraksi), bobot isi dan distribusi ruang pori tanah. Sifat kimia tanah dan sedimen yang dianalisis meliputi karbon organik, nitrogen total, fosfor tersedia, kalsium, magnesium, kalium dan natrium dapat ditukar. Analisis kandungan hara dalam aliran permukaan dilakukan terhadap total nitrogen bound (TNb), nitrat, kadar fosfor dan kation basa (Tabel 3).

Penyusunan Script M odel A NSW ERS-PCRaster

Penyusunan model ANSWERS-PCRaster dilakukan dengan tujuan utama mempermudah pengolahan data masukan model, modifikasi perhitungan, penyajian keluaran dan pensimulasian teknik konservasi tanah dan air yang biasa diterapkan di daerah tropika basah. Sebagian besar algoritma model dipertahankan sesuai dengan model ANSWERS-Fortran. Beberapa perubahan dilakukan sesuai

(a)

(c)

(b)

dengan kemampuan model PCRaster serta penggantian dan atau penambahan komponen model yang diperlukan. Proses utama yang dipertimbangkan adalah hujan, intersepsi, simpanan permukaan dalam depresi mikro, infiltrasi, perkolasi (pergerakan air dalam tanah secara vertikal), perubahan kelembaban tanah, overland flow, chanel flow, detachment oleh air hujan, transportasi aliran dan sedimen, erosi dan deposisi sedimen dalam sistem lahan.

Tabel 2. Debit aliran hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan weir dan kurva lengkung debit aliran

Tanggal Waktu TMA

Debit Aliran (m3/dt)

Tanggal Waktu TMA

Debit Aliran (m3/dt) Weir RTC Weir RTC 1 April 05 17:05:03 0.19 0.18 0.10 10 Mei 05 16:40:00 0.25 0.26 0.17 17:15:03 0.20 0.19 0.11 16:50:00 0.26 0.29 0.20 17:25:03 0.21 0.21 0.12 17:00:00 0.32 0.39 0.29 17:35:03 0.24 0.25 0.16 17:10:00 0.42 0.63 0.52 17:45:03 0.27 0.30 0.21 17:20:00 0.58 1.24 1.00 17:55:03 0.31 0.37 0.27 17:30:00 0.71 1.94 1.54 18:05:03 0.43 0.66 0.54 17:40:00 0.71 1.93 1.53 18:15:03 0.58 1.24 1.00 17:50:00 0.66 1.62 1.30 18:25:03 0.61 1.38 1.11 18:00:00 0.63 1.49 1.20 18:35:03 0.60 1.33 1.07 18:10:00 0.58 1.26 1.02 18:45:03 0.59 1.29 1.04 18:20:00 0.56 1.14 0.92 18:55:03 0.56 1.15 0.93 18:30:00 0.55 1.09 0.88 19:05:03 0.54 1.06 0.86 18:40:00 0.54 1.08 0.87 19:15:03 0.52 0.98 0.80 18:50:00 0.54 1.04 0.85 19:25:03 0.50 0.91 0.74 19:00:00 0.53 1.04 0.84 19:35:03 0.48 0.83 0.68 19:10:00 0.52 0.97 0.79 19:45:03 0.47 0.80 0.65 19:20:00 0.50 0.92 0.75 19:55:03 0.46 0.76 0.62 19:30:00 0.49 0.88 0.71 20:05:03 0.45 0.73 0.59 19:40:00 0.48 0.83 0.68 20:15:03 0.43 0.66 0.54 19:50:00 0.47 0.80 0.65 20:25:03 0.42 0.63 0.51 20:00:00 0.46 0.76 0.62 20:35:03 0.41 0.60 0.49 20:10:00 0.45 0.72 0.59 20:45:03 0.40 0.57 0.46 20:20:00 0.43 0.67 0.55 20:55:03 0.40 0.57 0.46 20:30:00 0.43 0.66 0.54 21:05:03 0.39 0.54 0.44 20:40:00 0.42 0.63 0.51 21:15:03 0.38 0.52 0.42 20:50:00 0.41 0.60 0.49 21:25:03 0.37 0.49 0.40 21:00:00 0.40 0.57 0.46 21:35:03 0.37 0.49 0.40 21:10:00 0.40 0.56 0.46 21:45:03 0.36 0.47 0.37 21:20:00 0.39 0.54 0.44 21:55:03 0.36 0.47 0.37 21:30:00 0.38 0.53 0.43 22:05:03 0.36 0.47 0.37 21:40:00 0.38 0.51 0.42 M orfologi Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai dibagi menjadi raster sel bujur sangkar dengan karakteristik unik. Karakteristik topografi, tanah, vegetasi, jaringan sungai dan outlet DAS diinput menggunakan ArcView, dikonversi kedalam format surfer dan diinput ke dalam PCRaster dalam bentuk ASCII file. Deliniasi daerah aliran

sungai, kemiringan lereng, jaringan drainase artificial (local drain direction, ldd) dikonstruksi dengan menggu-nakan peta digital elevation model (DEM) dan outlet DAS.

Tabel 3. Jenis dan metoda analisis tanah, sedimen dan aliran permukaan Jenis Sample Jenis Analisis Prosedure Ekstraksi Metoda Analisis Tanah

Bobot isi - Gravimetri

Tekstur - Pipet

Distribusi ruang pori - pF

Tanah dan Sedimen

Karbon organik Walkley-Black Titrasi Nitrogen total Kjeldahl Titrasi

P-tersedia Bray-1 Spectrofotometer Ca, Mg, K dan Na dapat ditukar N NH4OAc pH 7.0 Atomic Absoprtion Spectrofotometer Aliran Permukaan

Ca, Mg, K, Na dan P - ICP

NO3, NH4 - Continous Flow Analysis

Total nitrogen bound - Dima-TOC

Curah Hujan

Curah hujan yang jatuh di atas wilayah DAS dikelompokkan dengan menggunakan pendekatan polygon Thiessen. Intensitas hujan pada masing- masing stasiun diinput dalam bentuk ascii file yang kemudian diintegrasikan kedalam zo- nasi hujan yang telah dibuat untuk menentukan intensitas hujan yang jatuh pada setiap sel penyusun DAS. Pada setiap time step ditentukan curah hujan kumulatif, intersepsi, throughfall, dan curah hujan neto yang jatuh di atas permukaan tanah.

Infiltrasi

Infiltrasi air ke dalam tanah disimulasikan menggunakan persamaan Holtan’s (1961) yang dimodifikasi Huggins dan Monke (1968). Infiltrasi dihitung berdasarkan 6 parameter fisik tanah yang meliputi porositas total, kadar air kapasitas lapang, zona kontrol infiltrasi, koefisien A dan P. Infiltrasi air kedalam tanah terjadi sesaat setelah hujan dimulai, selama hujan berlangsung dan beberapa saat setelah kejadian hujan ketika genangan air masih berada di permukaan tanah.

Simpanan Depresi M ikro

Simpanan depresi mikro potensial dihitung menggunakan persmaan Huggins dan Monke (1966). Simpanan depresi mikro merupakan fungsi kekasaran permukaan yang nilainya ditentukan dengan mempertimbangkan rataan tinggi dan

tinggi maksimum relief mikro. Simpanan depresi mikro mempengaruhi jumlah air yang diinfiltrasikan dan aliran permukaan yang dihasilkan.

Kelembaban Tanah

Air yang diinfiltrasikan kedalam tanah menyebabkan peningkatan kelembaban tanah dan setelah mencapai kapasitas lapang sebagian air tersebut diperkolasikan ke lapisan tanah yang lebih dalam yang kemudian mengisi cadangan air bawah tanah. Storage interflow tersimpan dalam tanah lapisan atas merupakan selisih antara infiltrasi kumulatif dan perkolasi kumulatif.

Aliran Permukaan

Overland flow diasumsikan terjadi apabila proses intersepsi, infiltrasi dan simpanan depresi mikro telah terjadi. Oleh karena itu diperlukan sejumlah air tertentu yang harus terpenuhi (surface retention) sebelum terjadinya aliran permukaan. Overland flow yang mengalir dari satu sel ke sel dibawahnya dalam sistem lahan dan saluran/jaringan sungai dirouting dengan menggunakan pendekatan kinematik. Routing kinematik juga dilakukan terhadap interflow sehingga diperole h aliran permukaan langsung (direct runoff) yang keluar dari outlet DAS.

Erosi Tanah

Erosi tanah disimulasikan dalam 2 tahapan proses yaitu proses penghancuran partikel tanah oleh pukulan butir hujan dan aliran permukaan serta transportasi sedimen oleh aliran air yang mengalir di permukaan tanah. Penghancuran partikel tanah akibat pukulan butir hujan dan aliran permukaan disimulasikan menggunakan persamaan Meyer dan Wischmeier (1969), sedangkan kapasitas transportasi aliran dimodelkan berdasarkan persamaan Yalin’s (1963) yang dimodifikasi Foster dan Meyer (1977).

Validasi M odel Uji Korelasi

Keeratan antara data hasil prediksi model dengan data hasil pengukuran dianalisis melalui regresi linier sederhana dengan menggunakan program

Microsoft Excel. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menunjukkan keeratan antara data hasil prediksi model dan data hasil pengukuran.

Efisiensi M odel

Efisiensi model dianalisis dengan menggunakan persamaan Nash-Sutcliffe (1973, dalam Byne, 2000) : E =1 -

∑∑

− − − 2 t ave t 2 t t ) Y Y ) P Y ( dimana : E : efisiensi model

Yt : data hasil pengukuran pada kejadian t

Pt : data hasil prediksi pada kejadian t

Yave-t : rata-rata hasil pengukuran

Efisiensi model hampir sama dengan koefisien determinasi hanya saja variasi sisaan dihitung dari hasil prediksi aktual bukan berdasarkan hasil pengepasan garis antara nilai- nilai hasil pengukuran dan hasil prediksi (Risse, 1999, dalam Byne, 2000). Jika hasil prediksi model berkorelasi tinggi dengan hasil pengukuran tapi bias, nilai efisiensi model akan lebih rendah dari koefisien determinasi. Nilai efisiensi model yang lebih rendah dari nol (negatif) menunjukkan bahwa rata-rata hasil pengukuran merupakan dugaan yang lebih baik dibandingkan dengan hasil prediksi model.

Simulasi Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air dan Perubahan Penggunaan Lahan

Model ANSWERS-PCRaster digunakan untuk mensimulasikan dampak perambahan hutan taman nasional Lore-Lindu (DAS Nopu Hulu) terhadap perubahan fungsi hidrologi DAS dan besaran erosi yang dihasilkan. Simulasi dilakukan dengan menggunakan skenario penerapan teknik konservasi tanah dan air dan perubahan penggunaan lahan secara umum yang dimungkinkan sehingga diperoleh alternatif penggunaan lahan optimal untuk mempertahankan kelestarian DAS.

Dokumen terkait