• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sub DAS Jenneberang Hulu, Desa Saluttoa, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan sekitar 75 km sebelah timur Kotamadya Makassar (Gambar Lampiran 3, 4 dan 5) dan terletak 2.830 m di atas permukaan laut dan memiliki suhu, kelembaban dan curah hujan kisaran rata-rata tahunan (1972-2003) berturut-turut 21oC-24oC, 79-88%, dan 4.284 mm/tahun (JICA, 2005). Penelitian di lapang dilakukan mulai Desember 2006 sampai dengan Maret 2007.

Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer meliputi parameter biofisik DAS berupa : jenis tanaman penyusun tipe penggunaan lahan, sifat tanah (fisik, kimia dan biologi), sekuestrasi karbon, erosi dan aliran permukaan serta kapasitas tanah memegang air (water holding capacity). Untuk data sekunder antara lain: peta penggunaan lahan, topografi dan jenis tanah, data iklim (curah hujan).

Metode Penelitian

Tipe penggunaan lahan (TPL) yang digunakan sebagai satuan lahan pengamatan (SLP) ditentukan berdasarkan peta penggunaan lahan Sub DAS Jenneberang Hulu. Berdasarkan hasil pengamatan yang ada di lapang maka ditentukan empat tipe penggunaan lahan yang dijadikan sebagai perlakuan sebagai berikut:

1. Hutan alam selanjutnya disingkat HA.

2. Tipe agroforestri yang didominasi pohon gamal (60%) dan buah- buahan selanjutnya disingkat AF1

3. Tipe agroforestri yang didominasi pohon kopi (70%) selanjutnya disingkat AF2

4. Tipe penggunaan lahan monokultur jagung selanjutnya disingkat J.

Selanjutnya dari hasil identifikasi ditetapkan komposisi komponen penyusun masing-masing tipe penggunaan lahan seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi dan jenis komoditas penyusun empat tipe penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu, tahun 2007

Tipe penggunaan lahan

Komposisi jenis komoditas

Hutan alam (HA) Langsat hutan (Aglaia argentia Blume),kayu paradeang (Baccaurea

sp), kayu ambas (Mangifera sp), kayu lambiri (Melochia umbellata stapf), kayu baku-baku (Ponteria firma Bachni), kayu parang (Wendlondia sp), kayu hutan, tobo-tobo, karoti, rita (Alstonia scholaris R. Br), ka’ne (Alseodaphne sp), pucak (Barringtonia racemosa Blume), karunrung, karamasa (Garcinia dulcis Kurz), bilalang, perdu, semak, rumput

Agroforestry 1 (AF1)

(18 tahun)

Gamal (Gliricidia sepium), kapuk (Randu ceiba pentandra), kayu ambas (Mangifera sp), nangka (Artocarpus heterophyllus), vanili (Vanilla planifolia), jambu biji (Psidium guajava), jambu mete (Anacardium occidentale), sukun(Artocarpus altilis), petai/pete (Parkia speciosa),, kecapi (Sandoricum koetjape), pisang (Musa paradisiacal) , rambutan (Nephelium lappaceum), mangga (Mangifera indica), bambu(Bambusoideae spp), jati putih (Gmelina arbonea), nanas (Ananas comosus), sereh (Andropogon nardus var Hock), rumput, semak.

Agroforestry 2 (AF2)

(10 tahun)

Kopi (Coffea spp), ka’ne, paradeang, coklat (Theobroma cacao), jeruk (Citrus sinensis), mangga (Mangifera indica L), rumput, semak.

Jagung (J) (2 tahun)

Monokultur

Susunan plot pengamatan berdasarkan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK). Semua perlakuan terletak pada ketinggian, iklim, jenis tanah (Latosol Coklat) dan kemiringan (26%) yang sama.

Cara Pengambilan Sampel

Plot pengamatan dibuat pada setiap perlakuan yaitu tipe hutan alam, agroforestri yang dominan pohon gamal, agroforestry dominan pohon kopi, dan monokultur jagung seluas 300 m2 ukuran 30 m x 10 m.

Di dalam plot tersebut dibuat 3 jalur dengan luas jalur berukuran 10 m x 10 m. Pada jalur-jalur tersebut dilakukan pengambilan data sebagai berikut: (1) petak berukuran 10 m x 10 m sebanyak 3 petak untuk pengamatan dan pengukuran pohon yang berdiameter batang ≥ 10 cm, (2) sub petak berukuran 5 m x 5 m sebanyak 3 petak untuk pengamatan dan pengukuran pohon yang berdiameter batang <10 cm dengan tinggi ≥ 1.5 m, (3) sub-sub petak berukuran 2.5 m x 2.5 m sebanyak 3 petak untuk pengamatan dan pengukuran tumbuhan bawah dan tingkat semai dengan tinggi <1.5 m. Tata letak petak dan sub-sub petak tercantum pada Gambar Lampiran 1. Data yang diambil pada plot

pengamatan ini adalah untuk sistem hutan alami dan agroforestry yaitu jenis tanaman penyusun agroforestry, diameter batang pohon, jumlah individu, tinggi tanaman, produksi dan laju dekomposisi serasah sedangkan pada sistem usahatani tanaman pangan (populasi tanaman, tinggi tanaman dan produksi tanaman).

Sifat Fisik Tanah:

Sifat fisik tanah yang diamati sampai kedalaman 60 cm meliputi indeks stabilitas agregat, bobot isi, porositas, dan permeabilitas tanah (Tabel Lampiran 1).

a. Indeks stabilitas agregat, ditetapkan dengan cara pengambilan sampel tanah bongkahan dilakukan dengan metode pengayakan kering dan basah (Sitorus et al.1980).

b. Bobot isi dan porositas, ditetapkan dengan mengambil contoh tanah utuh dari lapisan atas menggunakan ring sampler berdiameter 8 cm dan tinggi 4 cm ditetapkan dengan metode gravimetri. Dari nilai bobot isi selanjutnya dihitung porositas total, dengan rumus:

bobot isi

Porositas total = (1 - --- ) x 100 Bobot jenis partikel

Distribusi ukuran pori ditetapkan dengan alat pressure plate apparatus pada hisapan setara nilai pF 1, 2, 2.54 dan pressure membrane pada hisapan setara pF 4.25.

c. Permeabilitas tanah diukur dengan metode penjenuhan.

Laju Infiltrasi

Pengukuran laju infiltrasi dilakukan dengan cara penggenangan, menggunakan infiltrometer silinder ganda (double ring infiltrometer).

Pengukuran Curah Hujan, Aliran Permukaan dan Erosi

Data Curah Hujan. Selain data curah hujan yang didapat dari stasiun pengamatan klimatologi terdekat dengan lokasi penelitian, juga dilakukan pemasangan penakar curah hujan tipe ombrometer untuk mengukur hujan pada plot-plot pengamatan.

Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi. Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan selama penelitian dengan metode multislot divisor pada petak kecil dengan ukuran petak 5m (panjang) x 4m (lebar) masing-masing 3 ulangan tiap tipe perlakuan. Tata letak petak erosi tertera pada Gambar Lampiran 2.

Alat yang digunakan untuk mengukur jumlah aliran permukaan adalah penggaris. Pengukuran dilakukan pada pukul 07.00 pagi, apabila hari sebelumnya terjadi hujan dan menimbulkan aliran permukaan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur volume air yang ada di dalam drum berukuran besar (diameter 60 cm dengan tinggi 70 cm) dan kecil ( diameter 60 cm dengan tinggi 35 cm) yaitu dengan mengukur tinggi air yang ada dalam drum dikalikan dengan diameter drum. Hasil pengukuran dinyatakan dalam tinggi air (mm) dan dinyatakan dalam persen curah hujan.

Untuk mengetahui besarnya tanah yang tererosi, dilakukan pengambilan contoh sedimen pada setiap kejadian hujan untuk masing-masing petak.

Caranya yaitu sedimen di dalam drum penampung diambil kemudian

dikeringkan dalam oven (105oC) hingga beratnya konstan, lalu ditimbang untuk mengetahui berat contoh sedimen.

Pengukuran berat sedimen dalam aliran permukaan setiap kali terjadi aliran permukaan dilakukan di laboratorium Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Total Biomassa dan Karbon (C) Vegetasi

Pengukuran biomassa di atas permukaan tanah (vegetasi) dilakukan pada sistem hutan alam dan agroforestri yaitu dengan metode pendugaan yang menggunakan persamaan allometri. Persamaan allometri dapat menduga kemampuan hutan dalam menyerap CO2 tanpa harus menebang pohon

(nondestruktif

)

. Semua pohon yang masuk dalam petak pengamatan diukur dbh- nya (diameter at breast height atau diameter batang setinggi 1.3 m dari permukaan tanah). Persamaam tersebut menurut Brown (1997) untuk pohon yang berdiameter > 5 cm sebagai berikut:

Y = 0.118 D2.53 pada D: 5-148 cm C = 0.46 x Y

dimana: Y : total biomassa pohon (kg/pohon) D : diameter batang setinggi dada (130 cm) C : kadar karbon (kg/pohon)

Pengukuran biomassa untuk tanaman jagung masing-masing diambil dengan bobot yang sama (± 200 gram), lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam kemudian ditimbang untuk menentukan biomassa kering oven (Hairiah, et al. 1999).

Untuk menghitung biomassa akar, semua akar dikumpulkan, dibersihkan selanjutnya dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam, kemudian ditimbang untuk menentukan biomassa akar.

Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Produksi Serasah

Pengukuran produksi serasah dikumpulkan dengan cara memasang jaring (trap) dengan ukuran panjang 1 m, lebar 1m dan tinggi 0.5 m di bawah setiap jenis tegakan. Dalam setiap plot diletakkan secara teratur 3 buah trap. Pengukuran dilakukan setiap minggu, dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam dan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui beratnya dalam satuan gram/m2/minggu.

Rata-rata produksi serasah per plot setiap pengamatan ditentukan dengan rumus: n ∑ xi _ i = 1 x j =  g/m2/minggu n Dimana: _

xj = rata-rata produksi serasah per plot setiap periode (minggu)

xi = produksi serasah per plot setiap periode (1,2,3….,16) n = 3 (trap)

Rata-rata produksi serasah tiap jenis tegakan setiap pengamatan ditentukan dengan rumus: n ∑ xj _ i = 1 x =  g/m2/minggu n

Dimana:

_

x = rata-rata produksi serasah tiap jenis

xj = rata-rata produksi serasah per plot setiap periode (minggu)

n = 2 (plot)

Laju Dekomposisi Serasah

Laju dekomposisi serasah yang diukur adalah penghancuran serasah secara fisik. Pengukuran dilakukan setiap dua minggu selama 4 bulan. Cara mengukur yaitu dengan memasukkan serasah segar yang sebelumnya sudah diketahui berat keringnya ke dalam jaring plastik (3 ulangan), kemudian diletakkan di atas permukaan tanah di setiap plot. Setiap dua minggu serasah tersebut diambil. Serasah yang diperoleh dicuci dalam air mengalir supaya bebas dari partikel tanah dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 24 jam untuk ditimbang berat keringnya. Perbedaan berat permulaan dan terakhir menunjukkan tingkat pelapukan yang terjadi pada jangka waktu tersebut.

Rata-rata penghancuran serasah secara fisik tiap pengamatan (2 minggu), dalam persen ditentukan dengan rumus:

n Wo - Wt ∑  x 100 i = 1 Wo z =  %/2 minggu n Dimana:

Z = rata-rata dekomposisi serasah tiap periode Wo = berat awal (40 gram serasah, pada suhu kamar)

Wt = berat kering serasah pada pengamatan ke-t (t= 1, 2,……8) n = jumlah periode(per 2 minggu) dekomposisi (8)

Pengamatan C-Organik Tanah dan Respirasi Tanah

Kandungan C-organik tanah ditetapkan dalam persen dengan metode Walkley dan Black masing-masing pada kedalaman 0 - 30 cm, 30 – 60 cm dan 60 – 90 cm. Emisi karbon tanah dapat ditentukan dengan pengukuran respirasi tanah mengikuti metode titrimetri. Tahap awal yaitu dengan memasang dua buah pipa paralon masing-masing berdiameter 8 cm dan panjang 20 cm, yang dibenamkan sedalam 10 cm. Untuk menangkap CO2, botol film berisi KOH 0.2

N sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam pipa tersebut, kemudian pipa paralon ditutup plastik, sehingga botol film menangkap CO2 udara. Inkubasi dilakukan

dua hari, selanjutnya botol film berisi KOH 0.2 N diambil dan pipa ditutup untuk mencegah masuknya air hujan. Botol film dimasukkan kembali untuk inkubasi berikutnya. Gas CO2 yang tertangkap oleh KOH ditetapkan dengan metode

titrimetri dengan menggunakan HCl 0.1 N.

Kegiatan mikroorganisme tanah yang ditunjukkan pada tingkat respirasi tanah diukur melalui pengamatan hasil respirasi yaitu jumlah CO2 yang

dibebaskan dalam proses dekomposisi bahan organik. Gas CO2 hasil respirasi

ditampung dengan cara mendorong udara tanah pada tiap perlakuan dalam botol inkubasi. Untuk itu digunakan metode Stotzky yang telah dimodifikasi oleh Anderson (1982).

Larutan alkali yang telah mengikat CO2 tersebut selanjutnya dititrasi

dengan larutan 0,1 N HCl. Untuk menghitung hasil titrasi digunakan persamaan Stotzky sebagai berikut:

C atau CO2 (mg/kg) = ( B - V ) * N * E

di mana:

B = volume (ml) asam yang digunakan untuk menitrasi alkali dari penampung pada kontrol

V = volume (ml) asam yang digunakan untuk menitrasi alkali penampung pada perlakuan tertentu

N = normalitas asam (0,1)

E = bobot setara:

- jika data dinyatakan sebagai C maka E = 6 - jika data dinyatakan sebagai CO2 maka E = 22

Selanjutnya untuk menghitung total C- organik tanah kedalam ton per hektar yaitu berat isi tanah pada setiap perlakuan dikalikan 2.000.000 kg/ha (asumsi berat tanah pada kedalaman 20 cm dengan BD tanah = 1,0 g/cm3 ) kemudian dikalikan dengan persen C- organik tanah.

Kapasitas Simpan Air (water holding capacity) dalam Tanah

Untuk menghitung kapasitas simpan air dalam tanah yaitu berdasarkan total porositas (%) dan kadar air (%v) dalam pF1 (setelah mengalami air gravitasi) dikalikan dengan kedalaman tanah dan luas sub DAS.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Analisis keragaman atau uji F untuk mengetahui:

(a). pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap respon yang diamati, model aditif linier rancangan percobaan yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) terhadap variabel yang diamati sebagai berikut:

Yij = µ + γi + βj + εij

Dimana :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai tengah umum

γi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j (j= 1, 2, dan 3)

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

(b). pengaruh jenis tegakan dan waktu pengamatan terhadap besarnya dekomposisi serasah dilakukan dengan menggunakan persamaan:

Yij = µ + Ai + Bj + Eij

Dimana:

Yij = nilai pengamatan respon, karena pengaruh bersama taraf I

dari faktor A, taraf j dari faktor B

µ = nilai tengah harapan

Ai = faktor jenis vegetasi/tegakan

Bj = faktor waktu pengamatan (j = 1,2…….11)

Eij = kesalahan penelitian karena pengaruh kombinasi perlakuan taraf i dan j.

Bila hasil uji F menunjukkan terjadinya pengaruh yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil/LSD (Least Significant Difference) untuk melihat perbedaan antar perlakuan.

2. Analisis korelasi dan regresi untuk mengkaji hubungan antara sifat fisik tanah, erosi tanah, kandungan bahan organik tanah, sequestrasi C tanah, kapasitas tanah memegang air. Untuk mengestimasi model digunakan program SAS (Statistical Analytic system).

3. Persamaan allometrik untuk menduga penyerapan dan pelepasan C oleh vegetasi pada sistem hutan alam dan agroforestri.

Dokumen terkait