• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Bahan dan Alat

3.1.1. Pengumpulan Data/Bahan

Pelaksanakan penelitian ini dilakukan dengan mengumpukan data sebagai berikut :

1. Data hidrologi berpasangan yaitu data curah hujan dan data debit aliran sungai pada tahun-tahun terpilih

2. Data digital dan hard copy peta rupabumi Bakosurtanal skala 1 : 25000 meliputi :

a. Lembar 1209-141 Ciawi b. Lembar 1209-144 Gunung Hambalang

c. Lembar 1209-142 Cisarua d. Lembar 1209-231 Cipanas e. Lembar 1209-143 Bogor f. Lembar 1209-124 Salabintana dan peta topografi 1 : 50.000 daerah Bogor dan sekitarnya yang meliputi : a. Lembar 4322-I Tjitjurug b. Lembar 4323-II Bogor

3.1.2. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak yang Digunakan

Personal komputer, meja digitasi, plotter, dan GPS (Global Positioning System). Sedangkan perangkat lunak yang dipergunakan adalah : Surfer 7.0, ArcInfo 3.5.1, Arcview 3.2 + modul tambahan (extension), Digem versi 2.0 tahun 2001, R2V dan Microsoft Office 2003 serta AutoCAD 2000.

3.2. Metode dan Tahapan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam bentuk identifikasi dan karakterisasi yang penekanannya melalui analisis data dan simulasi dengan tehnik dan tahapan pelaksanaannnya seperti terlihat pada Gambar 16.

3.2.1. Metode Penentuan Morfologi DAS

Morfologi DAS merupakan representasi bentuk DAS maupun jaringan sungainya yang yang merupakan dimensi spasial (fraktal) yang harus dihitung besarannya. Kegiatan pekerjaan analisis spasial disajikan pada Gambar 17.

Simulasi debit dengan persamaan konvolusi

[

() ( )

]

)

(t S PN t t

Q = ⊗ρ

Sehingga diperoleh hidrograf aliran simulasi Persiapan

Pengumpulan Data Hujan , Debit sungai dan posisi georeferensi serta peta-peta

Analisis hujan

ƒ Analisis peluang hujan

harian maksimum dengan metode Gumbel pada beberapa periode ulang berdasarkan data curah hujan harian 20 tahunan

ƒ Pemilihan 40 kejadian hujan

terbesar di dua stasiun ARR, dan kemudian dipilih 7 pasang kejadian hujan dan debit dengan puncak tunggal serta menghasilkan tinggi muka air pada AWRL >1,1 m

ƒ Penyetaraan kedalaman

hujan pada selang pengamatan yang sama (intensitas 30 menit) dari kedua stasiun ARR.

ƒ Analisis hujan wilayah 30

menit-an menggunakan metode thiessen

Analisis debit sungai/ hidrograf pengamatan dan volume aliran permukaan

• Konversi data tinggi

muka air menjadi data debit melalui rating curve

Q = 28,984 (H - 0,14)1,911

Q=debit H=tinggi muka air

• Pemisahan aliran

dasar & aliran permukaan dengan straight line method

ƒ Penentuan volume

aliran permukaan (DRO)

Analisis kedalaman hujan efektif

(Pn) dengan metode koefisien

Run-off

Uji statistik Coefficient of Efficiency / CE

Analisis Morfometri DAS pada berbagai skala & grid

Dimensi fraktal yakni :

ƒ Penentuan batas DAS

ƒ Luas DAS

ƒ Ordo sungai

ƒ Panjang sungai rata-rata

setiap ordo

ƒ Ratio panjang sungai

ƒ Ratio percabangan

sungai

ƒ Kerapatan drainase

Analisis fungsi alihan/transfer melalui fungsi kerapatan peluang (Pdf) pada berbagai skala peta (1 : 25.000 & 1 : 50.000) dengan menggunakan :

¾ Model klasik (pdf isokron)

¾ Model H2U

Gunakan Data digital kontur & titik tinggi format DXF (AutoCAD) skala 1:25000 BAKOSURTANAL, dari sheet terpilih

Lembar peta skala 1:50000 terpilih di-scan dalam format JPEG & didigitasi

melalui AutoCAD/ARCVIEW kontur

dan titik tingginya.

Konversi ke format Arcinfo dan di

koreksi geometri mengacu pada sistim koordinat skala 1:25000

Konversi ke format ASCII (XYZ) sejumlah data digital terpilih

tersebut menggunakan DXF2XYZ

Mosaik secara manual peta skala 1:25000 maupun 1:50000 untuk memperoleh bayangan wilayah DAS sementara (realatif > dari DAS sebenarnya), dan identifikasi nomor sheet peta yang terpilih

Interpolasi data XYZ kontur & titik tinggi tersebut melalui Surfer dengan ukuran

grid 25x25 m, 50x50 m dan 100x100 m yang kemudian menghasilkan 6 (enam) file

grid surfer (.GRD) pada berbagai skala dan ukuran grid

Analisis masing-masing ke enam file diatas untuk memperoleh

batas DAS dan jaringan aliran artificial melalui DIGEM

Konversi data analisis DIGEM tersebut ke ARCVIEW, selanjutnya dilakukan penggabungan jaringan sungai sebenarnya dengan jaringan sungai artificial untuk memperoleh jaringan sungai yang lebih detil pada masing-masing skala dan grid

Layout peta (tampilan) dengan menambahkan tema yang diang-gap perlu (batas DAS, jalan, posisi AWLR dsb) melalui ARCVIEW

Konversi data jaringan ke ARCINFO, & selanjut-nya dilakukan koreksi (editing) arah aliran sehingga dapat ditentukan ordo sungai melalui extension STRAHLER di ARCVIEW.

Analisis network melalui modul ROUTE ARCINFO untuyk memperoleh panjang sungai setiap orde dalam format ASCII

Konversi data panjang sungai tersebut ke EXCEL untuk analisis hidrograf (pdf)

a. Koreksi Geometri

Masukan utama untuk menentukan morfometri DAS adalah peta topografi 1 : 50.000 yang dicetak oleh U.S. Army Services pada tahun 1943 dan peta rupabumi 1 : 25.000 yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL pada tahun 1990. Kedua peta dasar ini tidak mempunyai sistim koordinat (georeference) yang sama. Oleh karena itu untuk membuat keduanya mempunyai sistim koordinat yang sama perlu dilakukan analisis koreksi geometri dengan menggunakan perangkat lunak ARCINFO.

b. Pembuatan data DEM

Data DEM diperoleh dari garis kontur yang terdapat pada peta topografi/rupa bumi. Interpolasinya dilakukan dengan perangkat lunak Surfer dengan menggunakan metode Inverse distance to a power (Gambar 18).

Gambar 18. Ilustrasi Proses Interpolasi Data Ketinggian

Interpolasi data DEM dilakukan berdasarkan masukan data peta topografi skala 1 : 25.000 dan 1 : 50.000 dengan ukuran grid 25 x 25 m, 50 x 50 m dan 100 x 100 m.

c. Penentuan batas DAS

Delineasi batas DAS dapat dilakukan secara manual (interpretasi melalui peta topografi/rupabumi yang tersedia) berdasarkan bentuk topografinya atau secara digital melalui data DEM dengan bantuan perangkat lunak Digem. Delineasi DAS dilakukan pada setiap skala peta (1: 50.000 dan 1: 25.000) dengan berbagai grid (25 x 25, 50 x 50 dan 100 x 100 m).

+ = titik titik hasil interpolasi = garis kontur

d. Penentuan jaringan aliran/sungai

Jaringan sungai yang ada pada peta didigitasi dan ditambahkan dengan jaringan aliran buatan yang dibangun melalui data DEM dengan bantuan perangkat lunak Digem. Selanjutnya ditentukan orde sungai /jaringan aliran berdasarkan kaidah Strahler yang dapat dilakukan secara otomatisasi dengan bantuan program interface (AVX) pada perangkat lunak ARCVIEW.

e. Perhitungan panjang sungai tiap ordo

Perhitungan panjang sungai dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ARCINFO yaitu melalui proses analisis jaringan (network analysis) yang terdapat pada modul PC-network.

3.2.2. Metode Penentuan Parameter Hidrologi a. Penetapan frekuensi peluang hujan

Penentuan peluang hujan yang dimaksud adalah besaran hujan harian terpilih diperkirakan akan terjadi pada priode ulang tertentu berdasarkan data curah hujan harian beberapa tahun sebelumnya. Untuk penentuan ini digunakan data curah hujan harian selama minimal 20 tahun pada beberapa stasiun curah hujan manual yang ada di dalam DAS yaitu stasiun Gunung Mas, Citeko, Ciawi dan Katulampa yang telah diwilayahkan berdasarkan metode Thiessen. Metode yang digunakan untuk menentukan peluang hujan adalah metode Gumbel type I yang biasanya untuk analisis curah hujan maksimum (banjir) dengan menggunakan perangkat lunak Rainbow, yang ditetapkan pada beberapa priode ulang yaitu : 2, 5, 10, 15 dan 20 tahun.

b. Pemilihan dan penyetaraan kedalaman curah hujan 30 menit-an Pemilihan curah hujan yang diperoleh dari pencatat hujan otomatis (Automatic rainfall recorder/ARR) yang dterletak di daerah :

1. Stasiun Enerco (Cimel Electronic, Perancis) berlokasi di daerah Tugu-Cisarua milik Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PUSLITTANAK) Departemen Pertanian dengan selang pengamatan 6 menit.

2. Stasiun Gadog (SubDAS Ciesek) milik Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (selang pengamatan 1 jam).

Dari data 2 (dua) stasiun ARR yang ada dipilih 40 (empat puluh) episode hujan terbesar dan bersifat tunggal kurun waktu ± 1,5 tahun (Januari 2001 s/d April 2002) dan juga mempunyai data tinggi muka air (debit) di Automatic Water Level Recorder (AWLR) Katulampa. Berdasarkan 40 data berpasangan tersebut diambil 7 (tujuh) pasang data yang dianggap terbaik. Kedalaman curah hujan terpilih & berpasangan dengan data debit aliran /AWLR yang terpilih disetarakan pada waktu & selang pengamatan yang sama yaitu 30 menit, yang kemudian ditentukan curah hujan wilayahnya dengan menggunakan metode Thiessen.

c. Debit aliran

Debit aliran (Q) dihitung berdasarkan hidrograf aliran pengukuran yang dihasilkan dari data tinggi muka air (H) dan lengkung kalibrasi aliran. Tinggi muka air diperoleh dari data yang terekam pada pencatat otomatis tinggi muka air (AWLR) yang terpasang di Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) Katulampa, Bogor. Model persamaan regresi (Q) terhadap (H) yang menyatakan lengkung kalibrasi aliran pada penampang/pintu air Katulampa adalah :

Q = 28,984 (H - 0,14)1,911 ………. (1) Q = debit aliran (m3/detik) dan H = tinggi muka air (m).

Keempat lokasi stasiun curah hujan manual dan kedua lokasi ARR serta satu AWLR Katulampa diatas koordinat keruangannya ditentukan melalui pengukuran GPS (Global Positioning System).

d. Pemisahan aliran limpasan dengan aliran dasar

Teknik pemisahan hidrograf aliran dilakukan untuk memisahkan aliran limpasan (direct runoff) yang didalamnya termasuk aliran antara (sub surface runoff) dan aliran dasar (Gambar 1) , dilakukan dengan metode penarikan garis lurus (straight line method) yang analisisnya dilakukan beberapa tahap yaitu :

1. Memplot kurva hidrograf aliran selama satu episode banjir (kurva tunggal) 2. Menentukan titik mulai terjadinya aliran limpasan sampai titik berakhirnya

melalui ujung kurva yang menurun (recession curve) yang dijabarkan dalam persamaan exponential depletion di bawah ini (Chow et al., 1988)

kt e q t q = − 0 ……….(2)

dimana q0 = debit dimulainya/ titik awal aliran limpasan qt = debit berakhirnya/titik akhir aliran limpasan

k = konstanta penurunan (recession constant)

3. Menarik garis dari titik awal aliran limpasan sampai titik berakhirnya. Seluruh proses pemisahan ini menggunakan perangkat lunak Excel.

e. Penentuan Curah Hujan Efektif

Metode yang digunakan dalam penentuan curah hujan efektif adalah dengan menggunakan metode koefisien aliran permukaan. Koefisien aliran permukaan (Kr) adalah rasio antara volume aliran permukaan dengan volume presipitasi. Dengan demikian, hujan neto dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

dimana : Ru : aliran permukaan total dari pengamatan berdasarkan analisis pemisahan hidrograf (mm)

Pbm : intensitas hujan bruto untuk interval m (mm)

Nilai Kr dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Chow et al., 1988) :

Kr = (Vr * 1000) / S * h ………...…….(3) dimana :

Kr = koefisien aliran permukaan Vr = volume aliran permukaan (m3) S = luas DAS (m2)

h = kedalaman hujan dalam satu kejadian hujan (mm)

Curah hujan total dengan interval pengamatan dalam Y menit ( 30 menit) dikalikan dengan nilai Kr (koefisien aliran permukaan) sehingga diperoleh hasil seperti diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Proses Perolehan Curah Hujan Netto

Selang pengamatan ( t ) T1 T2 T3 Ty

Curah hujan total (mm) P1 P2 P3 Py

Curah hujan netto (mm) P1*Kr = Pn1 P2*Kr = Pn2 P3*Kr = Pn3 Py * Kr = Pny

Kr Pb Ru M m m. 1

= =

3.2.3. Metode Simulasi Debit

¾ Melalui model klasik (pdf isokron)

Persamaan untuk memperoleh interval isokron Δ(L) adalah

V

. t , dimana

V

= Kecepatan rata-rata aliran (m/dtk) & t = Selang waktu pengamatan (detik) (Llamas, 1993 dalam Kartiwa, 2004) menyatakan bahwa besaran

V

dapat juga diperoleh dari persamaan = 20 Sin 3/5 α, dimana α adalah a/b

DAS mempunyai ordo sungai maksimal = n , maka respon hidrologi (Pdf) berdasarkan nilai panjang sungai ordo 1 diperoleh berdasarkan fungsi :

= = n i Ni Ni i 1 ρ ………...(4)

dimana pi = pdf isokron ke-I,

Ni = jumlah jaringan sungai ordo-1 yang terdapat pada isokron ke-i. Sehingga diperoleh nilai pdf dari setiap isokron. Selanjutnya dilakukan proses ‘convolution’ sehingga diperoleh debit tertinggi (peak discharge) dan kapan terjadinya (time to peak), seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Metode Convolution Debit Aliran Permukaan

Debit pada t ke-n Convolution (8) Qt1 Pn1 ρ1 A Qt2 Pn2 ρ1 A + Pn1 ρ2 A Qt3 Pn3 ρ1 A + Pn2 ρ2 A + Pn1 ρ3 A Qtn Pny ρn A

Kemudian hasil analisis debit aliran permukaan hasil simulasi maupun debit aliran permukaan hasil pengamatan diplotkan membentuk suatu hidrograf aliran permukaan

a α

b = jarak terpanjang sungai ordo1 sampai outlet

c = beda tinggi antara titik ujung sungai ordo 1 yang terpanjang dengan outlet c

¾ Melalui Model H2U

Model H2U menghitung kurva pdf butir hujan berdasarkan dua parameter yang terdapat peta jaringan sungai yaitu n, order sungai maksimum dan L rataan, yaitu panjang rata-rata jalur aliran air, seperti persamaan berikut ini.

Selanjutnya dilakukan proses ‘convolution’ sehingga diperoleh debit aliran permukaan. Seluruh perhitungan pdf H2U ini dilakukan melalui program Excell.

3.2.4. Pengujian Hasil Debit Simulasi dengan Debit Pengukuran

Debit hasil simulasi model akan dibandingkan dengan debit hasil pengukuran menggunakan Uji statistik Coefficient of Efficiency / CE dari Nash dan Sutcliffe (1970) dalam Kartiwa (2004), yaitu :

= = − − − = n i n i Qp Qpi Qsi Qpi CE 1 2 11 2 ) ( ) ( 1 ……… ………….(5)

dimana

Qp

adalah debit rata-rata pengukuran,

Qs

adalah debit simulasi model dan

Qp

adalah debit pengukuran. Besarnya nilai CE berkisar antara -∞ hingga 1. Jika nilai F = 1 maka hasil simulasinya sempurna.

Pdf-sungai (t) : pdf panjang alur jaringan hidraulik/sungai sbg fungsi waktu V : Kec. Aliran pada Sungai

n : order sungai

L : panjang rata-rata alur hidraulik

Γ : fungsi gamma

T : interval waktu pengamatan

( )

α β α

α

β

β

α

x

e

x

x

f

Γ

= 1 . .

)

,

,

(

1 Distribusi Gamma dengan parameter

a = n/2 b = 2 L/n

= = n i i l L 1 L t V n n n Sungai Sungai Sungai

e

t

n

L

V

n

t

pdf

2. . . 1 2 2

.

.

2

1

.

.

2

.

)

(

Γ

=

Dokumen terkait