• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Lapangan Kandang A, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Industri Makanan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, serta Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai dari 11 Januari sampai dengan 10 November 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan sebagai penyusun ransum pada penelitian ini meliputi, limbah hijauan jagung manis jenis Haway berumur sekitar 65 hari, dedak padi, onggok, tepung jagung kuning, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak ikan, mineral Zn SO4, Na2CO3, K2CO3, CaCL2, dan CaSO4. Bahan-bahan lain yang diperlukan, yaitu obat pencegah cacing Alben 10% oral suspension buatan Nova Laboratories Sdn. Bhd. Sungai Pelek Sepang, Malaysia, Vita vet Injectable solution buatan Nova Laboratories Sdn. Bhd. Sungai Pelek Sepang, Malaysia, EAZI-BREED™ control internal drugs release (CIDR®) yang mengandung 0.3 g Progesteron buatan Pharmacia & Upjohn Pty Limited, kapas, alkohol, jelly (campuran 30.0 g carboxymetilcelulosenatrium, 100.0 g gliserol 85.0%, dan 1000 ml renset vand metilparahydroxybenzoat 0.1%), gliserol, air milique, aquades, semen cair berasal dari domba pejantan yang terdapat di Laboratorium URR, 15 ekor domba garut betina yang berasal dari Garut dengan bobot badan sekitar 22−36 kg. Induk domba yang digunakan dengan kriteria

1. Domba betina berumur sekitar 2−3 tahun dengan memperhatikan gigi. Ciri domba berumur 2 tahun apabila 4 buah gigi seri susu berganti menjadi gigi tetap, sedangkan berumur 3 tahun apabila 4 buah gigi seri susu dan 2 buah gigi tengah dalam susu berganti menjadi gigi tetap (Sudarmono dan Sugeng 2005).

2. Domba betina pada nomor 1 tersebut di atas sedang mempunyai anak berumur 2 bulan (Partodihardjo et al. 1983).

3. Domba betina tersebut pernah beranak kembar betina semua, jantan semua, dan campuran betina dan jantan.

Kriteria domba jantan yang telah digunakan sebagai pemacek, yaitu pejantan yang berumur 2−4 tahun, agresif, dan bobot badan sekitar 25–35 kg. Evaluai semen yang diambil dari domba garut jantan yang terdapat di Laboratorium URR terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil evaluasi semen domba garut jantan yang digunakan sebagai semen cair Parameter Makroskopis Volume (ml) 0.5 Konsistensi Kental pH 7.5 Warna Krem Mikroskopis Gerakan massa +++ Sperma motil (%) 80 Konsentrasi: Neubauer (juta/ml) 2860

Keterangan : Hasil analisis di Laboratorium URR FKH IPB 2007

Peralatan yang diperlukan meliputi tempat makanan dan minuman berupa ember, timbangan analitik dengan ketelitian 0.001 g, timbangan duduk Ohaus kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0.1 g, timbangan duduk kapasitas 10 kg dengan ketelitian 0.1 kg, timbangan gantung kapasitas 100 kg dengan tingkat ketelitian 0.1 kg, peralatan untuk mengaduk ransum, syrink, venolject, vacuum tube lithium heparin 7 ml, ependorf berkapasitas 1.5 dan 2.0 ml, pipet, termos, plastik, apron, speculum, aplikator pemasangan CIDR, alat untuk inseminasi, vagina buatan dan peralatan untuk menampung sperma, soxhlet, botol-botol berkapasitas 5 ml, oven 60oC, oven 105oC , tanur 600oC, cortex, sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm, Radiometer ABL 700 Series, pocket-sized pH-meter HANNA HI98103, buret, mikroskop, spectrophotometer, Automatic Absorb Spectrophotometer (AAS), dan Ultrasonography (USG) Aloka SSD 500 Japan.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini telah dilakukan penyusunan ransum basal dengan memperhatikan kebutuhan kandungan protein kasar sebesar 15.00% berdasarkan Wodzicka-Tomaszewska et al. (1993), sedangkan kebutuhan mineral Na sebesar 0.09−0.18%, K sebesar 0.50−0.80% (maksimum 3.00%), dan S sebesar 0.14−0.26% (maksimum 0.40%), sedangkan kebutuhan Cl tidak ada ketentuan (berdasarkan NRC 1985).

Setiap pakan dianalisis proksimat berdasarkan Metode Weende (Fathul, 1999); analisis Na, K, Ca, dan Mg berdasarkan Metode Reitz et al. (1960) dengan menggunakan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS); analisis P berdasarkan Metode Taussky dan Shorr (1953) dengan menggunakan alat spektrofotometer; analisis Cl berdasarkan Metode Argentometri (Balai penelitian Tanah, 2005) dengan menggunakan alat buret; analisis S berdasarkan Metode Turbidimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Kemudian, dilakukan perhitungan nilai perbedaan kation-anion ransum (PKAR) berdasarkan kandungan Na, K, Cl, dan S total ransum basal dengan menggunakan rumus persamaan Tucker et al. 1992 berikut ini.

PKAR (meq)= (Na+K) – (Cl+S) (meq/100 g BK ransum)

Perhitungan di atas menghasilkan nilai PKAR sebesar +14 meq/100 g bahan kering ransum.

Ransum Perlakuan

Hasil perhitungan perbedaan kation-anion ransum basal tersebut di atas menunjukkan bahwa ransum perlu ditambah kation atau anion untuk dijadikan sebagai ransum perlakuan, agar perbedaannya menjadi sebesar -28, -18, 0, dan +32 meq. Komposisi pakan, banyaknya garam yang ditambahkan, dan kandungan zat-zat makanan ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Penambahan Na2CO3 dan K2CO3 (sumber kation Na dan K) dilakukan agar perbedaan kation-anionnya menjadi +32 meq. Sebaliknya, penambahan CaCL2

dan CaSO4 (sumber anion Cl dan S) dilakukan agar perbedaan kation-anionnya menjadi -28, -18, dan 0 meq.

Tabel 6 Komposisi pakan, garam-garam, dan kandungan zat makanan ransum dengan berbagai nilai perbedaan kation-anion pada penelitian ini

Kriteria PKAR ransum perlakuan (meq/100 g bahan kering ransum)

-28 -18 0 +14 +32

Komposisi pakan (% BK ransum basal)

Hijauan jagung 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 Dedak 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Onggok 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 Jagung kuning 18.500 18.500 18.500 18.500 18.500 Bungkil kelapa 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 Bungkil kedelai 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 Minyak ikan 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 Garam-garam (g/kg BK ransum basal)

Zn SO4 0.124 0.124 0.124 0.124 0.124 CaSO4 9.881 9.881 9.700 - - CaCl2 6.974 4.965 - - - Na2CO3 - - - - 4.015 K2CO3 - - - - 5.202 Kandungan nutrien (% BK) Bahan kering*/** 89.300 89.300 89.300 89.300 89.300 Abu** 8.118 8.118 8.118 8.118 8.118 Protein kasar** 15.003 15.003 15.003 15.003 15.003 Lemak kasar** 5.118 5.118 5.118 5.118 5.118 Serat kasar** 14.733 14.733 14.733 14.733 14.733 BETn ** 57.028 57.028 57.028 57.028 57.028 Natrium*** 0.04 0.04 0.04 0.04 0.27 Kalium*** 1.08 1.08 1.08 1.08 1.37 Klorida# 1.18 0.82 0.19 0.19 0.19 Sulfur# 0.39 0.39 0.18 0.16 0.16 Kalsium*** 0.84 0.64 0.49 0.20 0.20 Fosfor*** 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 Magnesium*** 0.42 0.42 0.42 0.42 0.42 Seng*** 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 Keterangan: BK = bahan kering

BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen * = berdasarkan kering udara

** = hasil analisis di Laboratorium PAU IPB 2007

*** = hasil analisis di Laboratorium Ilmu Nutisi Ternak Perah Fapet IPB 2007 # = Hasil analisis di Laboratorium Puslitan Bogor 2007

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Lapangan Kandang A, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Industri Makanan Ternak Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, serta Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai dari 11 Januari sampai dengan 10 November 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan sebagai penyusun ransum pada penelitian ini meliputi, limbah hijauan jagung manis jenis Haway berumur sekitar 65 hari, dedak padi, onggok, tepung jagung kuning, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak ikan, mineral Zn SO4, Na2CO3, K2CO3, CaCL2, dan CaSO4. Bahan-bahan lain yang diperlukan, yaitu obat pencegah cacing Alben 10% oral suspension buatan Nova Laboratories Sdn. Bhd. Sungai Pelek Sepang, Malaysia, Vita vet Injectable solution buatan Nova Laboratories Sdn. Bhd. Sungai Pelek Sepang, Malaysia, EAZI-BREED™ control internal drugs release (CIDR®) yang mengandung 0.3 g Progesteron buatan Pharmacia & Upjohn Pty Limited, kapas, alkohol, jelly (campuran 30.0 g carboxymetilcelulosenatrium, 100.0 g gliserol 85.0%, dan 1000 ml renset vand metilparahydroxybenzoat 0.1%), gliserol, air milique, aquades, semen cair berasal dari domba pejantan yang terdapat di Laboratorium URR, 15 ekor domba garut betina yang berasal dari Garut dengan bobot badan sekitar 22−36 kg. Induk domba yang digunakan dengan kriteria

1. Domba betina berumur sekitar 2−3 tahun dengan memperhatikan gigi. Ciri domba berumur 2 tahun apabila 4 buah gigi seri susu berganti menjadi gigi tetap, sedangkan berumur 3 tahun apabila 4 buah gigi seri susu dan 2 buah gigi tengah dalam susu berganti menjadi gigi tetap (Sudarmono dan Sugeng 2005).

2. Domba betina pada nomor 1 tersebut di atas sedang mempunyai anak berumur 2 bulan (Partodihardjo et al. 1983).

3. Domba betina tersebut pernah beranak kembar betina semua, jantan semua, dan campuran betina dan jantan.

Kriteria domba jantan yang telah digunakan sebagai pemacek, yaitu pejantan yang berumur 2−4 tahun, agresif, dan bobot badan sekitar 25–35 kg. Evaluai semen yang diambil dari domba garut jantan yang terdapat di Laboratorium URR terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil evaluasi semen domba garut jantan yang digunakan sebagai semen cair Parameter Makroskopis Volume (ml) 0.5 Konsistensi Kental pH 7.5 Warna Krem Mikroskopis Gerakan massa +++ Sperma motil (%) 80 Konsentrasi: Neubauer (juta/ml) 2860

Keterangan : Hasil analisis di Laboratorium URR FKH IPB 2007

Peralatan yang diperlukan meliputi tempat makanan dan minuman berupa ember, timbangan analitik dengan ketelitian 0.001 g, timbangan duduk Ohaus kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0.1 g, timbangan duduk kapasitas 10 kg dengan ketelitian 0.1 kg, timbangan gantung kapasitas 100 kg dengan tingkat ketelitian 0.1 kg, peralatan untuk mengaduk ransum, syrink, venolject, vacuum tube lithium heparin 7 ml, ependorf berkapasitas 1.5 dan 2.0 ml, pipet, termos, plastik, apron, speculum, aplikator pemasangan CIDR, alat untuk inseminasi, vagina buatan dan peralatan untuk menampung sperma, soxhlet, botol-botol berkapasitas 5 ml, oven 60oC, oven 105oC , tanur 600oC, cortex, sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm, Radiometer ABL 700 Series, pocket-sized pH-meter HANNA HI98103, buret, mikroskop, spectrophotometer, Automatic Absorb Spectrophotometer (AAS), dan Ultrasonography (USG) Aloka SSD 500 Japan.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini telah dilakukan penyusunan ransum basal dengan memperhatikan kebutuhan kandungan protein kasar sebesar 15.00% berdasarkan Wodzicka-Tomaszewska et al. (1993), sedangkan kebutuhan mineral Na sebesar 0.09−0.18%, K sebesar 0.50−0.80% (maksimum 3.00%), dan S sebesar 0.14−0.26% (maksimum 0.40%), sedangkan kebutuhan Cl tidak ada ketentuan (berdasarkan NRC 1985).

Setiap pakan dianalisis proksimat berdasarkan Metode Weende (Fathul, 1999); analisis Na, K, Ca, dan Mg berdasarkan Metode Reitz et al. (1960) dengan menggunakan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS); analisis P berdasarkan Metode Taussky dan Shorr (1953) dengan menggunakan alat spektrofotometer; analisis Cl berdasarkan Metode Argentometri (Balai penelitian Tanah, 2005) dengan menggunakan alat buret; analisis S berdasarkan Metode Turbidimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005) dengan menggunakan alat spektrofotometer. Kemudian, dilakukan perhitungan nilai perbedaan kation-anion ransum (PKAR) berdasarkan kandungan Na, K, Cl, dan S total ransum basal dengan menggunakan rumus persamaan Tucker et al. 1992 berikut ini.

PKAR (meq)= (Na+K) – (Cl+S) (meq/100 g BK ransum)

Perhitungan di atas menghasilkan nilai PKAR sebesar +14 meq/100 g bahan kering ransum.

Ransum Perlakuan

Hasil perhitungan perbedaan kation-anion ransum basal tersebut di atas menunjukkan bahwa ransum perlu ditambah kation atau anion untuk dijadikan sebagai ransum perlakuan, agar perbedaannya menjadi sebesar -28, -18, 0, dan +32 meq. Komposisi pakan, banyaknya garam yang ditambahkan, dan kandungan zat-zat makanan ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Penambahan Na2CO3 dan K2CO3 (sumber kation Na dan K) dilakukan agar perbedaan kation-anionnya menjadi +32 meq. Sebaliknya, penambahan CaCL2

dan CaSO4 (sumber anion Cl dan S) dilakukan agar perbedaan kation-anionnya menjadi -28, -18, dan 0 meq.

Tabel 6 Komposisi pakan, garam-garam, dan kandungan zat makanan ransum dengan berbagai nilai perbedaan kation-anion pada penelitian ini

Kriteria PKAR ransum perlakuan (meq/100 g bahan kering ransum)

-28 -18 0 +14 +32

Komposisi pakan (% BK ransum basal)

Hijauan jagung 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 Dedak 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 Onggok 9.500 9.500 9.500 9.500 9.500 Jagung kuning 18.500 18.500 18.500 18.500 18.500 Bungkil kelapa 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 Bungkil kedelai 22.000 22.000 22.000 22.000 22.000 Minyak ikan 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 Garam-garam (g/kg BK ransum basal)

Zn SO4 0.124 0.124 0.124 0.124 0.124 CaSO4 9.881 9.881 9.700 - - CaCl2 6.974 4.965 - - - Na2CO3 - - - - 4.015 K2CO3 - - - - 5.202 Kandungan nutrien (% BK) Bahan kering*/** 89.300 89.300 89.300 89.300 89.300 Abu** 8.118 8.118 8.118 8.118 8.118 Protein kasar** 15.003 15.003 15.003 15.003 15.003 Lemak kasar** 5.118 5.118 5.118 5.118 5.118 Serat kasar** 14.733 14.733 14.733 14.733 14.733 BETn ** 57.028 57.028 57.028 57.028 57.028 Natrium*** 0.04 0.04 0.04 0.04 0.27 Kalium*** 1.08 1.08 1.08 1.08 1.37 Klorida# 1.18 0.82 0.19 0.19 0.19 Sulfur# 0.39 0.39 0.18 0.16 0.16 Kalsium*** 0.84 0.64 0.49 0.20 0.20 Fosfor*** 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 Magnesium*** 0.42 0.42 0.42 0.42 0.42 Seng*** 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 Keterangan: BK = bahan kering

BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen * = berdasarkan kering udara

** = hasil analisis di Laboratorium PAU IPB 2007

*** = hasil analisis di Laboratorium Ilmu Nutisi Ternak Perah Fapet IPB 2007 # = Hasil analisis di Laboratorium Puslitan Bogor 2007

Ransum perlakuan yang telah dicobakan pada penelitian ini terdapat lima macam yaitu

1. A (-28 meq) = ransum basal ditambah 14.375 meq (0.2300g S) dan 27.884 meq (0.4461g Cl)

2. B (-18 meq) = ransum basal ditambah 14.375 meq (0.2300g S) dan 17.884 meq (0.286g Cl)

3. C (0 meq) = ransum basal ditambah 14.259 meq (0.2281g S) 4. D (+14 meq) = ransum basal

5. E (+32 meq) = ransum basal ditambah 10.21 meq (0.235g Na) dan 7.531 meq (0.5232g K)

Rancangan Percobaan

Penelitian ini telah dilaksanakan dengan rancangan acak kelompok (RAK). Tata letak satuan percobaan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 9.

III I E D C B A D A B C E II E A D C B

Gambar 9 Tata letak satuan percobaan pada penelitian.

Kelompok yang telah digunakan, yaitu kelompok I adalah induk-induk domba garut yang sudah beranak kembar betina semua; II adalah induk-induk domba garut yang sudah beranak kembar jantan semua; dan III adalah induk-induk domba garut yang sudah beranak kembar jantan dan betina. Jumlah satuan percobaan pada penelitian ini sebanyak 15 berupa induk-induk domba garut.

Setiap ransum perlakuan secara acak dicobakan ke dalam masing-masing adalah induk-induk domba garut pada kelompok yang sama.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan percobaan

1. Pengadaan hijauan jagung. Hijauan jagung dipotong-potong, dilanjutkan dijemur di bawah sinar matahari selama 6 hari agar kering. Kemudian, digiling di Laboratorium Industri Makanan Fakultas Peternakan.

2. Dedak, onggok, tepung jagung kuning, bungkil kelapa, dan bungkil kedelai berasal dari pabrik makanan ternak Jalan Baru Bogor, sedangkan minyak ikan berasal dari Muncar Jawa Timur.

3. Analisis proksimat dan mineral pada masing-masing pakan, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan ransum basal dengan kandungan protein sebesar 15% berdasarkan Wodzicka-Tomaszewska et al. (1993).

4. Perhitungan PKAR berdasarkan Tucker et al. (1992) dan penyusunan ransum perlakuan sebanyak lima macam sesuai dengan yang direncanakan dalam ransum perlakuan.

5. Pembersihan kandang metabolik dan gedung kandang; serta perbaikan aliran air dan aliran listrik di kandang.

6. Pengadaan 15 ekor domba betina yang didatangkan dari Garut. Setibanya domba-domba betina tersebut di kandang, setiap domba ditimbang dan disuntik vitamin Vita vet dengan dosis 2 ml per ekor.

7. Pengelompokan domba betina berdasarkan pernah beranak kembar betina semua sebagai kelompok I, jantan semua sebagai kelompok II, dan jantan dan betina sebagai kelompok III masing-masing sebanyak 5 ekor.

8. Setiap ekor dari sebanyak 5 ekor domba betina dalam satu kelompok secara acak dikandangkan masing-masing ke dalam kandang metabolik.

9. Pemberian ransum basal 2 kali per hari (pagi dan sore) dan air minum diberikan secara ad libitum. Pemberian ransum basal dilakukan selama sekitar 2 bulan untuk penyesuaian perubahan dari kebiasaan makan ransum rumput segar ke ransum komplit.

10.Satu minggu setelah induk domba dikandangkan, setiap domba betina diberi obat pencegah penyakit cacing Alben 10% oral suspension dengan dosis 2 ml per ekor.

11.Dua minggu setelah induk domba dikandangkan, dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan menggunakan USG untuk memastikan domba betina apakah bunting atau tidak. Semua domba dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan cara mengumpulkan 15 ekor induk dan 1 ekor pejantan domba garut sebagai pengusik (menggunakan apron) dalam satu areal dari pk 07.00 – 16.00 selama dua hari berturut-turut. Kemudian, memperhatikan tingkah laku semua induk domba garut tersebut. Apabila induk domba tidak mau didekati atau dinaiki oleh pejantan, berarti induk domba tersebut tidak estrus, kemungkinan pada masa metestrus, diestrus, proestrus, atau sedang bunting. Sebaliknya, jika induk domba mau dinaiki oleh pejantan, berarti domba tersebut sedang estrus. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan kebuntingan dengan menggunakan ultrasonography (USG) dan hasilnya terdapat pada Gambar 10 dan 11. Pada Gambar 10 tampak terdapat fetus (arah tanda panah), berarti uterus induk domba mengandung fetus. Sebaliknya, apabila tidak ada fetus di dalam eterusnya, uterus akan kosong seperti pada Gambar 11.

Gambar 11 Uterus domba tanpa fetus di dalamnya.

kebuntingan kembali sehingga semua domba yang akan digunakan merupakan induk-induk yang tidak bunting. Induk domba yang tidak bunting dimasukkan ke dalam kandang metabolik secara acak sesuai kelompok masing-masing.

12.Berdasarkan hasil USG, apabila terdapat domba betina yang bunting, maka domba tersebut ditukar dengan domba betina yang tidak bunting.

Pelaksanaan Percobaan dan Pengambilan Data

Setelah diketahui domba-domba betina tidak bunting, dilanjutkan penimbangan domba betina sebagai bobot awal. Induk domba garut tersebut dilakukan adaptasi dengan keadaan lingkungan kandang selama dua bulan. Hal ini perlu dilakukan karena induk domba garut berasal dari Garut yang bercuaca lebih sejuk daripada di kandang A Fakultas Peternakan IPB.

1. Kemudian dilakukan pemasangan control internal drugs release (CIDR) agar diperoleh siklus berahi yang sama.

2. Kemudian dilakukan pemberian ransum perlakuan secara acak pada setiap domba betina pada masing-masing kelompok. Ransum perlakuan diberikan 2 kali sehari pada pk 07.00 pagi dan 14.00 sore. Air minum disediakan secara ad libitum. Dilakukan penimbangan pada ransum perlakuan yang diberikan dan sisa ransum keesokan harinya

3. Pada hari ke 7 dari awal pemberian ransum perlakuan, dilakukan sinkronisasi estrus kembali dengan menggunakan EAZI-BREED™ CIDR® (di implantasi ke dalam vagina selama 13 hari) agar diperoleh waktu estrus yang bersamaan.

4. Pada hari ke-13 dari awal pemberian ransum perlakuan dilakukan pengambilan sampel selama 7 hari meliputi jumlah konsumsi ransum, feses, dan urin. Sampel-sampel tersebut dianalisis sebagai berikut.

¾ Urin. Pengukuran pH urin setiap pagi sekitar pk 07.00−07.30 selama 7 hari. Campuran urin selama 7 hari, dihomogenkan kemudian dilanjutkan untuk analisis mineral Na, K, Cl, dan S.

¾ Feses. Setiap pagi sekitar pk 07.30 dilakukan penimbangan feses segar per ekor dan diambil sekitar 10% untuk dikeringkan ke dalam oven 60ºC selama 5 hari. Setiap feses yang sudah kering ditimbang, kemudian feses selama 7 hari per ekor dicampur untuk digiling dengan lolos saring 40 mash. Tepung feses akan dilanjutkan analisis kadar air, kadar abu, mineral Na, K, Cl, dan S.

5. Pada hari ke 13 dari awal pemasangan CIDR, dilakukan pelepasan CIDR dari vagina pada setiap domba betina.

6. Pada hari ke 1 dan 2 setelah pelepasan CIDR, dilakukan pengamatan estrus pada masing-masing domba, kemudian dilakukan pengambilan sampel cairan vagina domba betina dan darah pada vena jugularis. Sampel-sampel tersebut dianalisis sebagai berikut.

¾ Darah. Setelah darah di ambil dari vena jugularis, darah di bagi 2 bagian. Sebagian besar (sekitar 6−7 ml) disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit untuk diambil plasmanya. Plasma darah tersebut digunakan untuk analisis mineral Na, K, Cl, dan S. Sebagian kecil sisa darah digunakan untuk analisis gas darah meliputi pH, pCO2, pO2, HCO3-, dan kelebihan basa.

¾ Cairan vagina. Dilakukan pengukuran pH pada cairan vagina. Sebagian cairan vagina (sekitar 0.02 gram) dilarutkan ke dalam 7 ml air milique dengan menggunakan vortex agar homogen. Kemudian dianalisis mineral Na+, K+, Cl-, dan S2-.

7. Pada hari ke-2 (di waktu sore) dan hari ke-3 (di waktu pagi) setelah pelepasan CIDR melakukan inseminasi buatan (IB) menggunakan semen cair sebanyak 0.2 ml pada masing-masing domba betina Pelaksanaan IB telah dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada tanggal 10-11 April, 15-16 Mei, dan 23-24 Mei

2007. Pada hari ke 16 dan 23 setelah pelaksanaan IB, dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan menggunakan domba pejantan dan alat ultrasonography (USG). Induk yang tidak ditemukan fetus pada hasil USG pada waktu IB I, dilakukan IB kembali pada IB ke dua dan IB ke III. Pada IB I keberhasilan untuk terjadi pembentukan fetus sebesar 20.00% (3 ekor yang mempunyai fetus dari 15 ekor induk yang di IB) dan keberhasilan kebuntingan sebesar 13.33% (2 ekor beranak dari 15 ekor induk yang di IB). Pada IB II keberhasilan untuk terjadi pembentukan fetus sebesar 100% (7 ekor mempunyai fetus dari 7 ekor induk yang di IB) dan keberhasilan kebuntingan sebesar 85.71% (6 ekor beranak dari 7 ekor yang di IB). Pada IB III keberhasilan untuk terjadi pembentukan fetus sebesar 100% (5 ekor mempunyai fetus dari 5 ekor induk yang di IB) dan keberhasilan kebuntingan sebesar 20.00% (2 ekor beranak dari 5 ekor induk yang di IB). Sampai pada akhir penelitian tanggal 10 November 2007 diperoleh 10 ekor induk yang beranak dan 5 ekor tidak beranak.

8. Sebelum melakukan IB, terlebih dahulu menampung semen dari domba jantan yang berasal dari kandang URR dengan menggunakan vagina buatan. Kemudian, dilakukan pemeriksaan sperma dan dilanjutkan dengan pengenceran. Volume semen diperoleh sebanyak 0.9 ml dengan dua kali ejakulasi dari seekor pejantan. Hasil pemeriksaan sperma sebagai berikut. Konsentrasi 2860 juta/ml dan motilitas 80%. Domba yang akan di inseminasi buatan sebanyak 15 ekor, maka diperlukan volume total semen cair sebanyak 15 x 0.2 ml = 3 ml. Bahan pengencer yang diperlukan = 3.0-0.9 = 2.1 ml. Bahan pengencer terdiri atas 1 bagian kuning telur dan 4 bagian buffer tris. Konsentrasi per dosis 0.2 ml, dengan cara perhitungan sebagai berikut.

Vt = Ve x [semen] x motil x dosis IB [dosis IB]

[dosis IB] = Ve x [semen] x motil x dosis IB Vt

= 0.9 X 2860.106 X 80% X 0.2 3

= 137. 106 dalam 0.2 ml

Keterangan :

Vt = volume semen total setelah pengenceran (ml)

Ve = volume semen pada waktu ejakulasi (ml)

9. Pada hari ke-16 setelah IB, dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan menggunakan USG. Apabila diperoleh hasil tidak bunting, maka akan dilakukan IB ulang sampai terjadi kebuntingan.

10.Setelah kebuntingan hari ke-18, ransum perlakuan diganti kembali dengan ransum basal.

11.Pada hari ke-130 kebuntingan dilakukan persiapan kandang koloni dan bedding untuk persiapan domba-domba betina akan beranak.

12.Pada waktu beranak (sekitar hari ke 149−163 dari IB) dilakukan pemeriksaan dan pencatatan jenis kelamin anak domba yang dilahirkan pada masing- masing domba betina.

Peubah yang Diamati

1. Banyaknya konsumsi ransum harian (g/hr). Jumlah konsumsi ransum sehari diperoleh dengan cara perhitungan di bawah ini

Jumlah konsumsi (g) = Jumlah ransum yang diberikan (g) – jumlah sisa ransum keesokan harinya (g).

2. Banyaknya konsumsi air minum harian (L/hr). Jumlah konsumsi air minum sehari diperoleh dengan cara perhitungan di bawah ini

Jumlah konsumsi (g) = Jumlah air minum yang diberikan (L) – jumlah sisa air minum keesokan harinya (L).

3. Banyaknya feses harian (g/hr). Jumlah feses yang dihasilkan berdasarkan bahan kering dan pengumpulan feses dilakukan secara komposit.

4. Absorpsi BK, Abu, Na+, K+, Cl-, dan S2- (g). Absorpsi BK, Abu, Na+, K+, Cl- , dan S2- diperoleh dengan perhitungan selisih (pada masing-masing nutrien) antara BK/ Abu/ Na+/ K+/ Cl-/ dan S2- yang dikonsumsi (g) dan BK/ Abu/

Na+/ K+/ Cl-/ dan S2- feses (g) yang dihasilkan dua hari kemudian. 5. Analisis pH ransum berdasarkan Metode AOAC 2002 (Balai Peneltian

Tanah 2005) dengan menggunakan alat pH-meter, kadar air dan kadar abu dalam ransum dan feses berdasarkan Metode Weende (Fathul 1999) dengan menggunakan alat oven dan tanur.

6. pH cairan vagina dan urin dengan menggunakan pH-meter; sedangkan pH darah, pCO2, pO2, dan HCO3- dengan menggunakan Radiometer ABL series 700.

7. Mineral Na+ dan K+ pada ransum, cairan vagina, darah, feses, dan urin berdasarkan Metode Reitz et al. (1960) menggunakan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS); sedangkan Cl- berdasarkan Metode argentometri (Balai penelitian Tanah, 2005) dengan menggunakan alat buret dan S Metode turbidimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005) dengan menggunakan alat spektrofotometer.

8. Menghitung jumlah fetus berdasarkan hasil USG. Pada percobaan ini, fetus adalah perkembangan embrio setelah implantasi dan menempel di dinding uterus sehingga dapat direkam dengan menggunakan USG.

9. Menghitung jumlah anak yang dilahirkan per induk.

10. Menghitung rasio kelamin anak dengan cara membagi jumlah anak jantan dengan jumlah total anak sekelahiran pada setiap induk domba.

Skema tata alur pelaksanaan penelitian dapat disajikan pada Gambar 10. Analisis data.

Data-data tersebut di atas dianalisis dengan menggunakan The SAS System for Windows 6.12. dengan menggunakan Anova, kemudian dilanjutkan dengan uji

Dokumen terkait