Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Juli 2011 di Laboratorium Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB.
Koleksi Sampel
Sampel yang digunakan adalah sampel darah sapi madura berasal dari koleksi Laboratorium Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB dan sampel darah sapi aceh berasal dari Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Indrapuri Aceh besar. Jumlah keseluruhan sampel yang digunakan 83 sampel (Tabel 1).
Tabel 1 Sampel sapi yang digunakan pada penelitian
No. Bangsa Sapi Lokasi Kode Sampel Jenis Kelamin Jumlah Sampel Tahun Koleksi
1 Sapi aceh BPTU Indrapuri, Kab. Aceh Besar
Kml_BosA ♀ 23 2010 2 Sapi madura Kab. Sampang &
Kab. Bangkalan
AF ♀ 43 2009
♂ 17 2009
Keterangan ; Kab = Kabupaten, Kml = Kamaliah (Kolektor), AF = Achmad Farajallah (Kolektor), Bos = Genus sapi, A=Aceh.
Ekstraksi Sampel
Ekstraksi yang digunakan untuk amplifikasi gen leptin menggunakan
Kapa Express Extract (Kapabiosystems). Ekstraksi yang digunakan untuk
amplifikasi gen miostatin menggunakan Genomic DNA Mini Kit for Fresh Blood (Geneaid). Sebelum dilakukan tahap ekstraksi, sampel darah di dalam alkohol absolut dicuci dengan air destilata steril dan diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Pencucian sampel darah dilakukan sebanyak dua kali. Sampel darah diambil sebanyak 10 μl untuk proses ekstraksi menggunakan Kapa Express Extract dan 200 μl untuk proses ekstraksi Genomic
Tahapan ekstraksi Kapa Express Extract terdiri atas proses lisis dan inaktivasi enzim protease. Endapan sel darah sebanyak 10 μl dilarutkan dalam 10x buffer Kapa Express Extract dan 1 unit enzim protease Kapa Express Extract. Larutan dilisis pada suhu 75 0C selama 10 menit. Selanjutnya, enzim protease dilakukan inaktivasi pada suhu 95 0C selama 5 menit. Reaksi diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 13000 rpm selama 1 menit. Supernatan merupakan larutan yang diambil untuk tahap amplifikasi.
Ekstraksi Genomic DNA Mini Kit for Fresh Blood (Geneaid) yang digunakan dimodifikasi pada tahap pencucian sampel darah dari alkohol dan tahap resuspensi yang menggunakan air destilata steril. Endapan sel darah sebanyak 200 μl dilisis menggunakan larutan GB buffer sebanyak 200 μl, kemudian diinkubasi pada suhu 35 0C selama 10 menit. Selanjutnya DNA diikat pada matriks di dalam tabung. Tahap pengikatan DNA pada matriks bertujuan untuk memisahkan DNA dari makromolekul sel lainnya. DNA terikat pada matriks, sedangkan makromolekul sel lainnya mengendap pada bagian dasar tabung. DNA pada matriks dicuci menggunakan larutan 400 μl W1 buffer dan 600 μl Wash buffer. Selanjutnya DNA diencerkan menggunakan larutan Elution buffer sebanyak 100 μl.
Amplifikasi Gen Leptin
Gen leptin yang diamplifikasi yaitu ekson 2 hingga ekson 3 menggunakan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) ESCO Swift Maxi Thermal Cycler. Pasangan primer yang digunakan mengapit daerah ekson 2, yaitu primer forward L5 CCATGGCAGACAGCAAATCTCGT-3’) dan primer reverse L6
(5’-TGGTGTCATCCTGGACCTTCC-3’) (Buchanan et al. 2002). Panjang daerah
ekson 2 yang diapit oleh sepasang primer tersebut 234 pb. Volume total reaksi amplifikasi sebanyak 25 μl terdiri atas 12,5 μl 1 unit KAPA2G Robust Hotstart ReadyMix (MgCl2 2mM dan masing-masing dNTP 0,2 mM), masing-masing primer 0,5 μM 1,25 μl, dan genom DNA 10 ng. Kondisi PCR yang digunakan untuk amplifikasi daerah ekson 2 terdiri atas tahap pradenaturasi pada suhu 950C selama 3 menit. Tahap selanjutnya 30 siklus dengan kondisi denaturasi pada suhu 950C selama 15 detik, penempelan primer pada suhu 55 0C selama 15 detik, dan
elongasi pada suhu 720C selama 15 detik. Elongasi akhir pada suhu 72 0C selama 10 menit.
Amplifikasi daerah ekson 3 menggunakan pasangan primer forward L1 (5’-GTCTGGAGGCAAAGGGCAGAGT-3’)dan primer reverse L2 ( 5’-CCACCACCTCTGTGGAGTAG-3’) (Lien et al. 1997). Panjang daerah ekson 3 yang diapit oleh sepasang primer tersebut 522 pb. Reaksi dan kondisi amplifikasi gen leptin daerah ekson 3 sama dengan reaksi dan kondisi amplifikasi pada daerah ekson 2, tetapi amplifikasi daerah ekson 3 menggunakan suhu penempelan primer pada 640C selama 15 detik.
Amplifikasi Gen Miostatin
Gen miostatin pada ruas promotor diamplifikasi menggunakan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) ESCO Swift Maxi Thermal Cycler. Pasangan primer yang digunakan untuk amplifikasi gen miostatin ruas promotor adalah primer
forward AF56 (5’-TTCAGGCTACTGAGTTGCATTTT-3’)dan reverse AF74
(5’-GCTTTCCAGCGGTAAAAGAA-3’). Urutan basa primer yang digunakan disusun menggunakan program Primer3 berdasarkan species Bos taurus (No. akses AF348479.1) dari data GenBank. Sepasang primer tersebut mengapit daerah sekuen target sepanjang 580 pb. Volume reaksi total amplifikasi sebanyak 12 μl terdiri atas 1 unit KapaTaq DNA Polymerase ReadyMix (MgCl2 2mM dan dNTP 0,4 mM), masing-masing primer 0,4 μM, dan genom DNA 10-100 ng. Kondisi amplifikasi yang digunakan terdiri atas tahap pradenaturasi pada suhu 950C selama 3 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus dengan kondisi denaturasi 950C selama 15 detik, penempelan primer pada suhu 580C selama 15 detik, pemanjangan primer pada suhu 720C selama 15 detik, dan pemanjangan primer akhir pada suhu 720C selama 10 menit.
Visualisasi Produk Amplifikasi
Produk amplifikasi gen leptin daerah ekson 2, gen leptin daerah ekson 3, dan gen miostatin pada ruas promotor dimigrasikan menggunakan teknik Elektroforesis Gel Poliakrilamid (PAGE 6%) dengan konsentrasi bufer 1Χ TBE (Tris-HCl 0,5; Asam Borat 0,65; EDTA 0,02 M). Visualisasi DNA menggunakan
pewarnaan perak berdasarkan Byun et al. (2009). Penentuan ukuran pita DNA dilakukan menggunakan rumus Fungsi Regresi Linier.
Pengurutan Nukleotida
Pengurutan nukleotida menggunakan jasa pelayanan perusahaan sekuensing. Primer yang digunakan untuk pengurutan nukleotida pada gen leptin daerah ekson 2 sama dengan primer yang digunakan pada tahap amplifikasi (L5 dan L6). Sedangkan primer yang digunakan untuk gen miostatin pada ruas promotor adalah primer forward (AF56). Gen leptin daerah ekson 3 tidak dapat dilanjutkan ke tahap sekuensing karena produk amplifikasi gen leptin daerah ekson 3 memberikan pita DNA lainnya yang bukan merupakan pita target.
Analisis Data
Data dalam bentuk urutan basa nukleotida diedit menggunakan program BioEdit versi 7.0.9.0 dan Genetyx-Win versi 4.0. Data tersebut disejajarkan menggunakan program Geneious versi 5.4.4. Kemudian data diedit kembali dan dianalisis menggunakan program Mega 5.05.
Urutan nukleotida disejajarkan dengan data dari data GenBank. Gen Leptin disejajarkan dengan Bos indicus haplotipe ATGCT (No. akses FJ626856.1), Bos
indicus haplotipe GCATC (No. akses FJ626855.1), Bos taurus (No. akses
AJ512638.1), Bos frontalis (No. akses EU642566.1), dan Bos taurus Χ Bos
indicus (No. akses EU921637.1). Gen Miostatin disejajarkan dengan Bos taurus
(No. akses AF348479.1).
Persentase komposisi nukleotida pada gen Leptin dan gen Miostatin menggunakan aplikasi yang telah tersedia pada program Mega 5.05. Urutan nukleotida yang telah diedit disejajarkan menggunakan pensejajaran Crustal W. Pada gen Leptin perubahan nukleotida menjadi asam amino menggunakan program Genetyx-Win versi 4.0.
Rekonstruksi pohon filogeni pada gen Leptin dilakukan menggunakan metode Neighbour-Joining (NJ) berdasarkan urutan nukleotida dan asam amino. Filogeni berdasarkan nukleotida menggunakan model Kimura-2-parameter
dengan nilai bootstrap 1000x pengulangan. Filogeni berdasarkan urutan asam amino menggunakan nilai bootstrap 1000x pengulangan.
Rekonstruksi pohon filogeni pada gen Miostatin dilakukan berdasarkan urutan nukleotida menggunakan metode Neighbour-Joining (NJ), model Kimura-2-parameter, dan nilai bootstrap 1000x pengulangan.
HASIL
Produk Amplifikasi dan Perunutan Nukleotida Berdasarkan Gen Leptin dan Gen Miostatin
Hasil amplifikasi gen leptin menggunakan pasangan primer forward L5 dan reverse L6 menunjukkan ukuran 234 pb (Gambar 5a), dan amplifikasi gen miostatin menggunakan pasangan primer forward AF56 dan reverse AF74 menghasilkan produk dengan ukuran 580 pb (Gambar 5b). Sampel yang berhasil teramplifikasi berjumlah sembilan sampel, yaitu tiga sampel berasal dari populasi sapi aceh dan enam sampel berasal dari populasi sapi madura.
(a) (b)
Gambar 5 Produk amplifikasi gen leptin daerah ekson 2 (a) dan gen miostatin (b). M:Penanda, 1:sapi aceh (Kml_BosA11), 2:sapi aceh (Kml_BosA12), 3:sapi aceh (Kml_BosA13), 4:sapi madura (AF14), 5:sapi madura (AF26), 6:sapi madura (AF38), 7:sapi madura (AF32), 8:sapi madura (AF41), 9:sapi madura (AF29).
Perunutan nukleotida gen leptin setelah disejajarkan menunjukkan ukuran sebesar 176 pb. Sisa nukleotida yang tidak berhasil disejajarkan merupakan primer reverse dan nukleotida setelahnya. Nukleotida yang tidak berhasil disejajarkan disebabkan oleh faktor efisiensi bahan kimia yang digunakan pada tahap amplifikasi sehingga menghasilkan duplikasi pada elektroferogram. Primer
reverse merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan amplifikasi.
Pada posisi awal runutan nukleotida ditemukan primer forward sesuai dengan daerah yang ditargetkan. Posisi primer forward berada pada -151 nt dari kodon awal ATG. Posisi kodon awal ATG pada gen leptin terletak pada ekson 2. Posisi
9 8 7 M 1 2 3 4 5 6 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 234 pb 580 pb
kodon awal pada penelitian ini ditemukan sesuai dengan posisi pada urutan referensi dari data GenBank, yaitu B. indicus haplotipe GCATC dengan no asesi FJ626855.1 (Gambar 6). Perunutan nukleotida gen miostatin setelah disejajarkan dengan urutan referensi dari GenBank menunjukkan ukuran sebesar 523 pb. Sisa nukleotida dari hasil amplifikasi merupakan primer forward sebesar 23 pb dan nukleotida setelahnya sebesar 38 pb.
Gambar 6 Posisi kodon awal (ATG) pada daerah ekson 2 gen leptin berdasarkan
B. indicus (No. akses FJ626855.1).
Haplotipe Gen Leptin pada Sapi Aceh dan Sapi Madura
Urutan nukleotida gen leptin sepanjang 176 pb yang disejajarkan dengan urutan referensi dari data GenBank menunjukkan polimorfisme. Polimorfisme tersebut membedakan sapi aceh dan sapi madura dengan B. indicus haplotipe ATGCT, B. indicus haplotipe GCATC, B. taurus, B. frontalis, dan sapi hibridisasi
B. indicus x B. taurus dari data GenBank. Secara umum gen leptin terdiri atas dua
haplotipe, yaitu haplotipe ATGCT dan haplotipe GCATC. Perbedaan haplotipe pada gen leptin didasarkan pada lima titik mutasi. Pada penelitian ini perbedaan haplotipe hanya ditemukan pada tiga titik mutasi, yaitu pada posisi 32 nt, 87 nt, dan 89 nt (Lampiran 1). Perbandingan urutan nukleotida antara sapi aceh dengan
B. indicus haplotipe ATGCT menunjukkan empat perbedaan, tiga perbedaan di
antaranya membedakan antara sapi aceh dengan B. indicus haplotipe ATGCT. Sapi aceh mengikuti pola haplotipe GCATC (Gambar 7a). Pada hasil perunutan nukleotida pada sapi madura menunjukkan perbedaan haplotipe antar sampel. Sapi madura mempunyai dua haplotipe, yaitu haplotipe ATGCT dan haplotipe GCATC. Urutan nukleotida sampel sapi madura (AF14) mengikuti pola haplotipe
ATGCT, sedangkan runutan nukleotida sampel sapi madura lainnya mengikuti pola haplotipe GCATC (Gambar 7b).
(a)
(b)
Gambar 7 Posisi tiga titik mutasi pada penelitian ini menunjukkan perbedaan haplotipe: (a) Haplotipe GCATC pada sapi aceh, (b) Haplotipe ATGCT dan haplotipe GCATC pada sapi madura.
Keragaman Gen Leptin dan Perubahan Asam Amino
Pada gen leptin daerah ekson 2 antara sapi aceh dan sapi madura dengan
B. indicus haplotipe ATGCT, B. indicus haplotipe GCATC, B. taurus, dan sapi
hibridisasi B. indicus x B. taurus dari data GenBank ditemukan 12 varian. Tiga varian membedakan antara sapi aceh, sapi madura, dan runutan referensi dari data
hibridisasi antara B. indicus dengan B. taurus, dan satu polimorfisme ditemukan pada dua sampel sapi aceh dan satu sampel sapi madura (Gambar 8).
Perubahan satu basa nukleotida pada dua sampel sapi aceh dan satu sampel sapi madura ditemukan pada posisi - 91 nt dari kodon awal ATG. Pada posisi tersebut dua sampel sapi aceh dan satu sampel sapi madura mempunyai basa T, sedangkan satu sampel sapi aceh, lima sampel sapi madura, dan populasi lainnya dari data GenBank mempunyai basa C (Gambar 8). Tiga basa nukleotida yang membedakan antara haplotipe ATGCT dengan haplotipe GCATC ditemukan pada posisi -63 nt, -65 nt, dan -120 nt. Pada posisi -63 nt mengalami perubahan basa A menjadi basa G. Pada posisi -65 nt mengalami perubahan basa T menjadi basa C. Pada posisi -120 nt ditemukan perubahan basa G menjadi basa A. Mutasi yang terjadi pada posisi sebelum kodon awal ATG tidak ditranskripsikan ke dalam asam amino.
Gambar 8 Keragaman gen leptin daerah ekson 2 pada sapi aceh dan sapi madura
Keragaman Gen Miostatin pada Sapi Aceh dan Sapi Madura
Keragaman gen miostatin pada ruas promotor setelah diurutkan antara sapi aceh dan sapi madura dengan B. taurus dari data GenBank menunjukkan 10 perbedaan. Tiga perbedaan ditemukan pada sapi aceh dan sapi madura, yaitu perubahan basa T→C pada posisi 494 nt, C→T pada posisi 508 nt, dan A→G pada posisi 575 nt. Tujuh perbedaan ditemukan pada sapi madura, sedangkan urutan nukleotida pada sapi aceh mempunyai kesamaan dengan B. taurus. Mutasi
yang membedakan antara sapi madura dengan sapi aceh dan B. taurus adalah perubahan basa T menjadi basa C pada posisi 499 nt. Selain itu, enam mutasi lainnya tidak hanya membedakan antara sapi madura dengan sapi aceh tetapi juga membedakan antar sampel sapi madura, yaitu perubahan basa C→T pada posisi 350 nt, perubahan basa G→A pada posisi 423 nt, perubahan basa A→G pada posisi 456 nt, perubahan basa C→G pada posisi 459 nt, perubahan basa A→G pada posisi 490 nt, dan satu delesi basa T ditemukan pada sampel sapi madura pada posisi 560 nt (Gambar 9).
Gambar 9 Keragaman gen miostatin daerah promotor pada sapi aceh dan sapi madura
Analisis Filogeni Berdasarkan Gen Leptin
Rekonstruksi pohon filogeni gen leptin berdasarkan persamaan dan perbedaan haplotipe. Gen leptin mempunyai dua kelompok haplotipe secara umum, yaitu haplotipe ATGCT dan haplotipe GCATC. Haplotipe dibedakan berdasarkan lima titik mutasi. Pada penelitian ini perbedaan haplotipe sepanjang nukleotida yang telah diurutkan hanya ditemukan tiga titik mutasi. Pada pohon filogeni sapi aceh berada pada percabangan haplotipe GCATC, sedangkan sapi madura mempunyai dua kelompok percabangan, yaitu percabangan haplotipe AGCAT dan haplotipe ATGCT (Gambar 10). Urutan haplotipe sapi aceh mengikuti pola GCATC sehingga pada pohon filogeni sapi aceh berada pada satu kelompok dengan B. indicus haplotipe GCATC dari data GenBank (No. Asesi FJ626855.1). Sapi madura mempunyai pola haplotipe ATGCT berada pada satu
kelompok dengan B. indicus haplotipe ATGCT (No. Asesi FJ626856.1), sedangkan sapi madura mempunyai pola haplotipe GCATC berada pada kelompok B. indicus haplotipe GCATC (No. Asesi FJ626855.1). Percabangan antara sapi madura dengan B. indicus haplotipe ATGCT menunjukkan nilai bootstrap sebesar 89% berdasarkan nukleotida. Nilai bootstrap di atas (≥50%) menunjukkan kekuatan percabangan (Robust) yang mendukung pengelompokan sapi madura dengan B. indicus haplotipe ATGCT (No. Asesi FJ626856.1). Selain sapi madura, jenis sapi lainnya yang mempunyai kemiripan urutan nukleotida dengan B. indicus haplotipe ATGCT adalah B. frontalis (EU642566.1), tetapi titik mutasi posisi -64 nt pada B. frontalis berbeda dengan B. indicus haplotipe ATGCT, sehingga pada percabangan filogeni B. frontalis menunjukkan
sistergroup dari kelompok sapi madura dan B. indicus haplotipe ATGCT.
Gambar 10 Rekonstruksi pohon filogeni gen leptin berdasarkan nukleotida menggunakan metode Neighbour-Joining (NJ), model Kimura-2-Parameter, dan butsrap pengulangan 1000x.
Topologi pohon filogeni berdasarkan gen leptin tidak menunjukkan percabangan yang berbeda antara kelompok sapi aceh dan sapi madura dengan kelompok Bos taurus. Pola haplotipe B. taurus GCATC berada pada percabangan yang sama dengan sapi aceh dan sapi madura haplotipe GCATC. Sampel sapi
aceh (Kml_BosA11 dan Kml_BosA13) dan sapi madura (AF38) menunjukkan percabangan khusus di dalam kelompok B. indicus haplotipe GCATC pada pohon filogeni. Percabangan tersebut menunjukkan nilai bootstrap sebesar 63%. Pengelompokan tersebut membentuk percabangan tersendiri mempunyai perbedaan pada satu nukleotida.
Pengelompokan sapi aceh dan sapi madura dengan sapi hibridisasi antara
B. indicus dengan B. taurus tidak pada satu percabangan yang sama. Sapi B. indicus X B. taurus mempunyai kesamaan haplotipe dengan B. indicus haplotipe
GCATC (No. Asesi FJ626855.1), tetapi sapi hibridisasi tersebut mengalami mutasi di delapan posisi nukleotida. Perbedaan posisi nukleotida antara sapi hibrid dengan sapi aceh dan sapi madura haplotipe GCATC menyebabkan percabangan pada pohon filogeni terpisah antara kelompok sapi aceh dan sapi madura haplotipe GCATC dengan kelompok sapi B. indicus X B. taurus.
Analisis Filogeni Berdasarkan Gen Miostatin
Topologi pohon filogeni berdasarkan gen miostatin memisahkan sapi aceh dengan sapi madura (Gambar 11). Pemisahan kelompok sapi aceh dengan sapi madura disebabkan oleh tujuh variasi nukleotida. Kelompok sapi aceh berada pada satu percabangan dengan B. taurus dari data GenBank (No. akses AF348479.1). Pada pohon filogeni percabangan sapi madura antar sampel yang digunakan menunjukkan perbedaan pengelompokan. Sampel sapi madura (AF38, AF14, AF26, dan AF41) mengelompok pada percabangan yang sama. Cabang pohon filogeni pada kelompok sapi madura (AF38, AF14, AF26, dan AF41) didukung dengan nilai bootstrap sebesar 94%. Sapi madura (AF29) dan sapi madura (AF32) terpisah dari percabangan pertama. Perbedaan cabang antara sapi madura (AF38, AF14, AF26, dan AF41) dengan sapi madura (AF29) dan sapi madura (AF32) disebabkan tiga variasi nukleotida. Percabangan sapi madura (AF32) terpisah dari kelompok sapi madura lainnya. Perbedaan cabang antara sapi madura (AF32) terpisah dengan sapi madura lainnya disebabkan adanya dua variasi nukleotida. Pengelompokan sapi madura tersebut didukung dengan nilai
Pada penelitian ini Ovis aries (DQ530260.1) digunakan sebagai outgroup untuk membedakan cabang pengelompokan sapi aceh dengan sapi madura. Ovis
aries mempunyai karakter nukleotida gen Leptin yang sangat berbeda dengan sapi
aceh dengan sapi madura, sehingga percabangan O. aries pada pohon filogeni tidak masuk ke dalam ingrup. Percabangan O. aries yang berbeda dari ingroup (Sapi aceh dan sapi madura) disebabkan adanya 40 variasi nukleotida.
Gambar 11 Rekonstruksi pohon filogeni gen miostatin menggunakan metode Neighbour-Joining (NJ) berdasarkan model Kimura-2-Parameter dengan butsrap pengulangan 1000x.
PEMBAHASAN
Keragaman Gen Leptin dan Gen Miostatin Terhadap Pengelompokkan Sapi Aceh dan Sapi Madura
Keragaman gen leptin dikelompokkan berdasarkan haplotipe, sedangkan keragaman gen miostatin tidak dikelompokkan berdasarkan haplotipe. Gen miostatin mempunyai 20 haplotipe (Dunner et al. 2003). Haplotipe pertama berada pada daerah ekson satu. Pada penelitian ini keragaman gen miostatin yang dianalisis adalah pada ruas promotor sehingga haplotipe gen miostatin tidak dapat terdeteksi. Gen leptin mempunyai dua haplotipe, yaitu haplotipe GCATC dan haplotipe ATGCT. Kedua haplotipe tersebut ditemukan pada sapi madura. Fenomena ini kemungkinan disebabkan oleh asal sapi madura dari dua moyang yang berbeda. Penelitian ini memperkuat simpulan Nijman et al. (2003) yang menyatakan bahwa sapi madura diperkirakan berasal dari hasil hibridisasi antara
B. indicus dengan banteng (B. javanicus).
Pengelompokan gen leptin dan gen miostatin berdasarkan analisis filogeni menunjukkan topologi yang berbeda (Gambar 10 & Gambar 11). Perbedaan topologi tersebut terletak pada pemisahan pengelompokan antara sapi aceh dengan sapi madura. Gen miostatin memisahkan kelompok sapi aceh dengan kelompok sapi madura sedangkan topologi berdasarkan gen leptin mengelompokkan sapi aceh dan sapi madura pada satu haplotipe yang sama dan sapi madura lainnya mempunyai haplotipe tersendiri. Keragaman genetik gen miostatin yang tertinggi ditemukan pada sapi madura sehingga menyebabkan pengelompokan sapi madura terpisah dari sapi aceh dan data pembanding dari GenBank. Sapi aceh mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan B. taurus. Hal ini dapat diasumsikan bahwa karakter gen miostatin pada sapi aceh kemungkinan dipengaruhi oleh garis keturunan B. taurus. Pengaruh garis keturunan B. taurus kemungkinan terjadi ketika introduksi Inseminasi Buatan pertama sekali yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda untuk mengembangkan ternak unggul sapi aceh. Semen beku yang digunakan berasal dari jantan B. taurus (Sari 2011). Sapi madura dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pengelompokan sapi madura pada penelitian ini mendukung hasil penelitian Firdhausi (2010) yang melaporkan
bahwa sapi madura dapat dikelompokan menjadi dua kelompok berdasarkan DNA mitokondria, yaitu kelompok B. indicus dan kelompok B. javanicus.
Potensi Keragaman Gen Leptin dan Gen Miostatin Sebagai Marka Genetik
Perubahan basa yang ditemukan pada gen leptin dan gen miostatin tidak menyebabkan terjadinya perubahan asam amino. Perubahan basa pada gen miostatin ditemukan pada ruas promotor. Nukleotida pada ruas promotor tidak ditranskripsikan ke dalam asam amino. Ruas promotor berperan sebagai tempat inisiasi enzim terhadap gen yang akan ditranskripsikan. Pada gen leptin perubahan basa C→T posisi -91 nt terjadi pada posisi sebelum kodon awal (ATG). Basa nukleotida yang diterjemahkan menjadi asam amino merupakan ruas penyandi yang diapit oleh kodon awal (ATG) dan kodon akhir (TAA, TAG, atau TGA) (Brown 2007). Perubahan basa pada daerah penyandi menentukan fenotipe yang dihasilkan. Liefers et al. (2002) mengungkapkan pada daerah penyandi genotipe AB menghasilkan produksi susu dan berat tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AA. Genotipe TT menghasilkan lemak karkas lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe CC (Kononoff et al. 2005). Selain itu, Oprzadek et
al. (2003) melaporkan bahwa genotipe AA merupakan genotipe yang
menghasilkan berat karkas paling tinggi diantara genotipe lainnya. Bagian gen selain daerah penyandi meskipun tidak menyandikan asam amino tetapi juga menentukan fenotipe. Nobari et al. (2010) melaporkan bahwa perubahan basa pada daerah intron berpengaruh terhadap berat tubuh dan produksi susu. Titik mutasi pada gen miostatin meskipun tidak menyebabkan fenomena otot ganda tetapi juga berpengaruh terhadap deposisi lemak intramuskular. Genotipe mutan pada gen miostatin menghasilkan lemak intramuskular lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe liar. Karkas dari genotipe heterozigot menghasilkan lemak intramuskular lebih sedikit daripada karkas genotipe homozigot (Allais et al. 2010).
Keragaman gen leptin tidak hanya berpotensi sebagai marka genetik untuk
Marker-Assisted Selection (MAS) tetapi gen leptin juga berperan sebagai marka
genetik untuk mendeteksi material babi di dalam produk yang halal. Farouk et al. (2006) menemukan fragmen gen leptin babi sepanjang 152 pb di dalam satu
sampel nugget ayam dan dua sampel choklat. Gen leptin merupakan gen yang terlibat di dalam pengaturan lemak tubuh. Setiap species mempunyai lemak tubuh yang berbeda. Lemak babi mempunyai trigliserida lebih tinggi dibandingkan dengan lemak hewan lainnya.
SIMPULAN
Sapi Aceh berdasarkan analisis pada gen leptin dikelompokkan ke dalam haplotipe GCATC yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan Bos taurus. Berdasarkan gen miostatin Sapi Aceh dikelompokkan dengan Bos taurus. Sapi Madura berdasarkan analisis gen leptin dikelompokkan ke dalam dua haplotipe yaitu haplotipe ATGCT yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan sapi liar dan haplotipe GCATC yang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan
Bos taurus. Sapi Madura berdasarkan analisis gen miostatin berbeda kelompok
dengan Bos taurus.
SARAN
Informasi dasar dari penelitian ini perlu dilanjutkan sebagai upaya dasar untuk meningkatkan kualitas daging pada sapi potong lokal Indonesia dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak, memperluas daerah gen, dan membandingkan gen-gen fungsional lainnya sebagai pengontrol kualitas daging sapi.