• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Unsur Fisik Puisi “Seonggok Jagung”

4.2.4 Bahasa figurasi (majas)

Bahasa figurasi adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu

dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan

makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang. Dalam puisi

“Seonggok Jagung” terdapat penggunaan bahasa kias, penggunaan bahas kias

terdapat pada bait kedua, kelima, keenam, dan kedelapan. Pada bait pertama,

a) Metafora

Metafora adalah sebuah kiasan langsung tapi tidak menggunakan kata

pembanding, atau melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain (Becker via

Pradopo, 2009:66). Penggunaan metafora pada puisi “Seonggok Jagung” terdapat

pada bait kedua dan keenam,

Bait ke dua:

Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang ia melihat petani;

ia melihat panen; ...

Bait ke enam:

Ia memandang jagung itu

dan melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor.

Ia melihat nomor-nomor lotre.

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. ...

Penggunaan majas metafora pada kedua bait di atas cukup jelas. Penyair

memberikan kiasan bahwa dengan memandang jagung pemuda itu seolah-alah

melihat petani, panen, dirinya yang terlunta-lunta, dirinya yang ditendang dari

discotique, saingannya naik motor, nomor-nomor lotre, dan melihat dirinya yang

b) Ironi

Ironi adalah penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau

mengkritik (Waluyo, 1987:89). Penggunaan ironi pada puisi “Seonggok Jagung”

terdapat pada bait kelima dan kedelapan. Berikut penjelasannya.

Bait ke lima:

Seonggok jagung di kamar

dan seorang pemuda tammat S.L.A.

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.

Pada bait di atas, penyair melukiskan potret kehidupan seorang pemuda

yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya, karena berasal dari keluarga yang kurang

mampu. Tujuan penyair melukiskan hal tersebut yaitu menyindir adanya

ketidakadilan dalam dunia pendidikan bangsa kita. Secara tak langsung penyair

ingin mengatakan, jika tidak memiliki uang, kita tidak dapat melanjutkan sekolah

dan tidak memiliki pekerjaan. Hal itu dipertegas oleh penyair pada baris ke 3 bait

di atas.

Bait ke delapan:

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota kikuk pulang ke daerahnya ? Apakah gunanya seseorang

belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,

bila pada akhirnya,

ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata: “Di sini aku merasa asing dan sepi !”

Bait di atas menjelaskan bahwa penyair meggambarkan secara sinis

kemunduran dunia pendidikan. Selain itu, penyair secara tak langsung menyindir

pemerintah yang kurang menyediakan lapangan pekerjaan khususnya untuk

masyarakat miskin. Penggunaan kata-kata yang cukup keras oleh penyair dapat di

lihat pada baris yang dipertebal oleh penulis.

4.2.5 Versifikasi (Rima dan Ritma)

4.2.5.1 Rima

Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas

atau orkestrasi (Waluyo, 1987:90). Rima yang terdapat dalam puisi “Seonggok Jagung” yaitu, sebagai berikut.

1) Aliterasi

Aliterasi merupakan persamaan bunyi yang terdapat pada awal kata (konsonan)

pada baris yang sama. Aliterasi pada puisi Seonggok Jagung terdapat pada bait ke

dua, ke lima, ke enam, ke tujuh, dan bait ke delapan, sedangkan pada bait

pertama, ke tiga, dan bait ke empat tidak terdapat aliterasi. Berikut penjelasannya.

Bait ke dua (baris 11-15):

gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena.

Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala.

Pada baris 11 ada persamaan suku kata (konsonan) awal /ga/ pada kata

“gadis”. Pada baris ke tiga konsonan /m/ pada awal kata yang sama adalah

“dalam”, dan “dapur”. Baris ke lima persamaan suku kata (konsonan) awal /tung/ pada kata “tungku”.

Bait ke lima (baris ke 3 dan 4):

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.

Pada baris ke 3 terdapat persamaan bunyi konsonan /t/ dan /m/ pada kata “tak”, “tak”, “menjadi”, dan “mahasiswa”.

Bait ke enam (baris ke 3-6):

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor.

Ia melihat nomor-nomor lotre.

Baris ke 3 terdapat persamaan bunyi konsonan /d/ pada kata “dirinya”, “ditendang”, “dari”, dan “discotique”. Pada baris ke 4 terdapat persamaan konsonan pada suku kata /se/ pada kata “sepasang” dan “sepatu”.

Bait ke tujuh (baris ke 3-6):

yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan.

Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan.

Pada baris ke 3 terdapat persamaan konsonan /b/ pada kata “berasal” dan “buku”. Konsonan /d/ pada kata “dan” dan “dari” di baris ke 4. Pada baris ke 5 terdapat persamaan konsonan /h/ pada kata “hanya” dan “hafalan”.

Bait ke delapan (baris ke 3-7):

... bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing

di tengah kenyataan persoalannya ? Apakah gunanya pendidikan

bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota

Pada baris ke 3 terdapat persamaan bunyi konsonan /m/ pada kata “membuat” dan “menjadi”. Baris ke 7 terdapat persamaan bunyi konsonan /l/ pada kata “layang”

2) Asonansi

Asonansi adalah ulangan bunyi vokal pada kata-kata tanpa selingan persamaan

bunyi konsonan. Berikut analisis asonansi pada tiap-tiap bait puisi Seonggok

Jagung.

Bait pertama

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan

Bunyi-bunyi vokal /a/ sangat dominan dalam keseluruhan bait di atas dan

disusul dengan bunyi /o/ dan /e/. Pada bait di atas terdapat juga asonansi vokal di

tengah kata yaitu/eo/ pada kata “Seonggok” dan “seorang”.

Bait ke dua:

Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang ia melihat petani;

ia melihat panen; dan suatu hari subuh,

para wanita dengan gendongan pergi ke pasar ... Dan ia juga melihat

suatu pagi hari di dekat sumur gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena.

Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala. Di dalam udara murni tercium bau kuwe jagung.

Secara keseluruhan bait di atas didominan oleh vokal /i/ dan diikuti vokal

/a/ dan /u/. Pada bait di atas terdapat juga asonansi vokal di tengah kata yaitu /ia/,

/ua/, /ai/, /iu/ pada kata ia baris 3 dan 4, kata suatu baris 5 dan 9, kata “maisena” baris 13, dan kata “cium” baris terakhir.

Bait ke tiga:

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda. Ia siap menggarap jagung Ia melihat kemungkinan otak dan tangan

siap bekerja.

Pada bait di atas terdapat asonansi vokal di tengah kata yaitu /eo/ dan /ia/ pada

kata “seonggok”, “seorang”, “Ia”, dan kata “siap”.

Bait ke empat:

Tetapi ini:

Pada bait ke empat di atas terjadi pengulangan bunyi vokal /i/ yang mendominan

bait tersebut.

Bait ke lima:

dan seorang pemuda tammat S.L.A.

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. Hanya ada seonggok jagung di kamarnya

Bait ke lima di atas didominan oleh bunyi vokal /a/ dan diikuti oleh vokal

/e/ dan /i/. Terdapat pula asonansi vokal yang berada di tengah kata pada bait

tersebut yaitu, /eo/ dan /ua/ pada kata “seonggok”, “seorang”, dan kata “uang”.

Bait ke enam:

Ia memandang jagung itu

dan melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor.

Ia melihat nomor-nomor lotre.

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. Seonggok jagung di kamar

tidak menyangkut pada akal, tidak akan menolong.

Secara keseluruhan pada bait di atas, penyair menggunakan asonansi /i/,

/e/, dan /a/ berturut-turut. Asonansi vokal yang berada di tengah kata pada bait

tersebut yaitu /ia/, /ai/, dan /eo/ pada kata “ia”, “saingannya”, “naik”, dan kata “seonggok”.

Bait ke tujuh:

Seonggok jagung di kamar

tak akan menolong seorang pemuda

yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan.

Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan. Yang hanya terlatih sebagai pemakai, tetapi kurang latihan bebas berkarya.

Bunyi vokal yang dominan pada bait di atas adalah /a/ dan /i/. Asonansi

vokal yang berada di tengah kata pada bait tersebut yaitu /eo/ pada kata

“seonggok” dan “seorang”. Selain itu terdapat asonansi vokal yang berada diakhir

kata yaitu /ai/ pada kata “sebagai” dan “pemaka”i baris 7.

Bait ke delapan:

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota kikuk pulang ke daerahnya ? Apakah gunanya seseorang

belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,

bila pada akhirnya,

ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata: “Di sini aku merasa asing dan sepi !”

Pada bait di atas terdapat asonansi /a/ yang berturut-turut dan terbuka yaitu

pada baris 11 dan 12 /atau apa saja/ bila pada akhirnya/. Asonansi vokal yang

berada di tengah kata pada bait tersebut yaitu /eo/, /ae/, dan /ia/ pada kata

“seseorang”, “daerahnya”, dan kata “ia”.

3) Persamaan bunyi

Zaidan (1989:41- 42) membedakan persamaan bunyi antara lain, a) rima

awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi, b)

dan c) rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap

bait puisi. Berikut analisis persamaan bunyi pada puisi Seonggok Jagung.

a. Rima awal

Pada puisi Seonggok Jagung terdapat rima awal pada bait ke dua, ke enam, dan

bait ke tujuh, sedangkan pada bait pertama, ke tiga, ke empat, ke lima, dan bait ke

delapan tidak terdapat rima awal. Berikut penjelasannya.

Bait ke dua (baris ke 1-4):

Memandang jagung itu,

sang pemuda melihat ladang ia melihat petani;

ia melihat panen

Bait ke enam:

Ia memandang jagung itu

dan melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor.

Ia melihat nomor-nomor lotre.

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. Seonggok jagung di kamar

tidak menyangkut pada akal, tidak akan menolong.

Bait ke tujuh:

Seonggok jagung di kamar

tak akan menolong seorang pemuda

yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan.

Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan. Yang hanya terlatih sebagai pemakai,

tetapi kurang latihan bebas berkarya.

Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.

Pada bait ke dua di atas, kata-kata yang berirama berada di awal baris 3

dan 4 yaitu kata “ia”. Pada bait ke enam, kata-kata yang berirama berada pada

baris 1, 3, 4, 5, 6, dan 7 yaitu kata “ia” serta baris 9 dan 10 yaitu kata “tidak”.

Pada bait ke tujuh, kata-kata yang berirama berada pada baris 3, 5, dan 7 yaitu

kata “yang”.

b. Rima tengah

Rima tengah pada puisi Seonggok Jagung terdapat pada bait ke dua, ke lima,

ke enam, ke tujuh, bait ke delapan, sedangkan pada bait pertama, ke tiga, dan ke

empat tidak terdapat rima tengah. Berikut penjelasannya.

Bait ke dua (baris ke 1-4):

Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang ia melihat petani;

ia melihat panen ...

Bait ke enam (baris 1-3):

Ia memandang jagung itu

dan melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique.

Bait ke tujuh (baris ke 4-7):

... dan tidak dari kehidupan.

Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan.

Yang hanya terlatih sebagai pemakai,

Bait ke delapan (baris ke 2-7):

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota

Pada bait ke dua di atas, rima tengah terdapat pada baris 3 dan 4 yaitu kata

“melihat”. Bait ke enam rima tengah berada pada baris 2 dan 3 yaitu “melihat dirinya”. Rima tengah pada bait ke tujuh berada pada baris 4 dan 5 yaitu kata “tidak” serta baris 6dan 7 yaitu kata “hanya”. Pada bait ke delapan rima tenganya berada pada baris ke 2 dan 5 yaitu kata “gunanya” serta baris 3 dan 6 yaitu kata “hanya”.

c. Rima akhir

Rima akhir pada puisi Seonggok Jagung terdapat pada bait ke dua, ke tiga, ke

lima, ke enam, dan bait ke delapan, sedangkan pada bait pertama, ke empat, dan

bait ke tujuh tidak terdapat rima akhir. Berikut penjelasannya.

Bait ke dua( baris ke 10-13):

Di dekat sumur gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena.

Bait ke tiga (baris ke 3-6):

Ia melihat kemungkinan otak dan tangan

siap bekerja

Bait ke lima:

Seonggok jagung di kamar

dan seorang pemuda tammat S.L.A.

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. Hanya ada seonggok jagung di kamarnya

Bait ke enam (baris ke 1-4):

Ia memandang jagung itu

dan melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage.

Bait ke delapan (baris ke 1-8):

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota kikuk pulang ke daerahnya?

Pada bait ke dua dia atas, rima akhir terdapat pada baris 11 dan 13 yaitu

bunyi “a” dan berpola abcb. Bait ke tiga rima akhir terdapat pada baris 4 dan 5 yaitu bunyi “an” dan berpola abbc. Bait ke lima rima akhir terdapat pada baris 3 dan 4 yaitu bunyi “a” dan berpola abcc. Bait ke enam rima akhir terdapat pada baris 3 dan 4 yaitu bunyi “e” dan berpola abcc. Pada bait ke delapan terdapat 2

rima, yang pertama pada baris 1-4 yaitu bunyi “nya” dan berpola abca, sedangkan

rima yang kedua pada baris 5-8 yaitu bunyi “a” dan berpola abcc.

4) Pengulangan kata/ungkapan

Pengulangan kata/ungkapan pada puisi Seonggok jagung terdapat pada

bait ke dua, ke tiga, ke lima, ke enam, ke tujuh, dan bait ke delapan, sedangkan

pada bait pertama dan bait ke empat tidak terdapat pengulangan kata/ungkapan.

Berikut penjelasannya.

Bait ke dua (baris ke 1-8):

Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang ia melihat petani;

ia melihat panen; dan suatu hari subuh,

para wanita dengan gendongan pergi ke pasar ... Dan ia juga melihat

...

Pada bait di atas terdapat pengulangan kata yaitu kata “ia” dan kata “melihat”.

Bait ke tiga:

Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda. Ia siap menggarap jagung Ia melihat kemungkinan otak dan tangan

siap bekerja.

Pengulangan kata pada bait di atas yaitu pada kata “jagung”, “ia”, dan kata “siap”.

Bait ke lima:

Seonggok jagung di kamar

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. Hanya ada seonggok jagung di kamarnya

Pengulangan kata pada bait di atas yaitu pada kata “tak” dan kata “ada”. Selain itu terdapat pula pengulangan ungkapan yaitu “seonggok jagung”.

Bait ke enam:

Ia memandang jagung itu

dan melihat dirinya terlunta-lunta.

Ia melihat dirinya ditendang dari discotique. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalage. Ia melihat saingannya naik sepeda motor.

Ia melihat nomor-nomor lotre.

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. Seonggok jagung di kamar

tidak menyangkut pada akal, tidak akan menolong.

Pada bait di atas, pengulangan kata oleh penyair yaitu kata “ia”, kata “jagung”, kata “tidak”, dan kata “dan”. Selain itu terdapat pula pengulangan ungkapan yaitu “ melihat dirinya”, dan “ia melihat”.

Bait ke tujuh:

Seonggok jagung di kamar

tak akan menolong seorang pemuda

yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan.

Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan. Yang hanya terlatih sebagai pemakai, tetapi kurang latihan bebas berkarya.

Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.

Pada bait di atas, penyair banyak melakukan pengulangan kata. Kata-kata

Bait ke delapan:

Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ?

Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibu kota kikuk pulang ke daerahnya ? Apakah gunanya seseorang

belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja,

bila pada akhirnya,

ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata: “Di sini aku merasa asing dan sepi !”

Pengulangan kata oleh penyair pada bait di atas yaitu pada kata “asing”, “seseorang”, dan kata “menjadi”. Selain itu terdapat pula pengulangan ungkapan yaitu “apakah gunanya pendidikan”, “bila hanya”, dan “pulang ke daerahnya”.

Berdasarkan analisis rima dalam puisi Seonggok Jagung di atas, tiap bait

didominasi oleh vokal /a/ dan konsonan /g/. Pola rima pada puisi tersebut tidak

teratur. Selain itu, tidak terdapat onomatope atau tiruan bunyi. Pilihan kata yang

digunakan pada pengulangan bunyi merupakan kata-kata yang digunakan

sehari-hari sehingga memudahkan pembaca memaknai puisi tersebut.

4.2.6 Tipografi (tata wajah)

Dari tipografinya nampak jelas bahwa bentuk karangan Rendra tersebut

adalah puisi. Tema yang diungkapkan juga menunjukkan struktur tematik puisi,

didalam prosa. Dalam hal ini, tipografi puisi tersebut tidak menyimpang dari

tipografi puisi pada umumnya.

Dokumen terkait