• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ramli (2013) mengemukakan bahwa inspeksi K3 adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan atau petugas pihak ketiga yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeteksi potensi bahaya pada sebagian pabrik instalasi peralatan dan atau tempat kerja yang berhubungan dengan aspek K3 sebelum terjadi kecelakaan.

Lingkup kegiatan inspeksi, antara lain: 1. Mengidentifikasi potensi permasalahan 2. Mengidentifikasi peralatan yang tidak baik

3. Mengidentifikasi tindakan pekerja yang tidak aman 4. Mengidentifikasi efek dari suatu perubahan/modifikasi

5. Mengidentifikasi tindakan perbaikan yang tidak memadai

6. Memeberi informasi kepada pimpinan masalah-masalah yang ada

7. Menunjukan kesungguhan manajemen dalam melaksanakan program K3 2.5.3 Jenis inspeksi

1. Inspeksi informal

Inspeksi informal merupakan inspeksi yang tidak direncanakan sebelumnya dan sifatnya cukup sederhana yang dilakukan atas kesadaran orang-orang yang menemukan atau melihat masalah K3 di dalam pekerjaaanya sehari-hari. Inspeksi ini sebenarnya cukup efektif karena masalah-masalah yang muncul langsung dapat dideteksi, diperiksa, dan dapat dilakukan tindakan korektif.

Namun demikian, inspeksi informal ini mempunyai keterbatasan karena memang tidak dilakukan secara sistematik. Adakalanya mereka kehilangan hal-hal penting yang mungkin telah dilihat atau ditemukan karena masalah yang ditemukan hanya disimpan dalam pikirannya. Atau mungkin mereka juga tidak menyadari terhadap apa yang sedang dilihatnya. Atau mereka mungkin mencatat pemaparan tertentu, tetapi tidaklah bisa mencakup gambaran permasalahan secara keseluruhan. atau juga mereka lupa untuk segera menindaklanjuti apa yang telah ditemukan. Tetapi tidaklah jarang bahwa supervisor atau manajer saat keliling ke tempat-tempat kerja bila menemukan suatu masalah, langsung membuat catatan penting dan membuat keputusan untuk segera melakukan tindakan perbaikan.

Merupakan suatu hal yang efektif bila inspeksi informal ini dijadikan kebijakan manajemen. Masalah yang ditemukan di tempat kerja dapat didokumentasikan sesuai prosedur dan dibuat laporan secara sederhana. Dengan

demikian siapapun yang menemukan masalah dapat segera membuat catatan pada kartu temuan masalah. Laporan pada Kartu Catatan Temuan (KCT) masalah ini akan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Menyediakan sistem yang lebih baik untuk menjamin bahwa supervisor dapat segera melakukan tindakan perbaikan seperlunya.

2. Merupakan dokumen K3 di tempat kerja yang dapat digunkan sebagai bahan informasi.

3. Merupakan informasi berharga bagi tenaga kerja, supervisor, staf K3, maupun manajer.

4. Merupakan data penting sebagai bahan analisa masalah.

5. Sebagai barometer terhadap tingkat kesadaran tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja.

Dalam inspeksi informal ini, apabila tenaga kerja dapat mencatat tentang kesalahan prosedur, kondisi yang tidak aman, tindakan yang tidak selamat, atau hal-hal lain sebagai penyebab kecelakan akan merupakan hal yang sangat berharga. Dimana tenaga kerja sering menjadi orang pertama yang dapat melihat dan mengenali suatu masalah yang terjadi di tempat kerja. Dengan demikian, apabila mereka dibekali dengan training untuk pengenalan sumber bahaya, tentunya mereka akan sanagat efektif di dalam mengidentifikasi kerugian-kerugian yang mungkin terjadi. Disamping itu dapat pula dilakukan suatu cara dimana apabila tenaga kerja menemukan masalah K3 di tempat kerjanya cukup melapor kepada supervisor secara lisan. Selanjutnya supervisor menulis apa-apa yang disampaikan tenaga kerja (Tarwaka, 2014).

2. Inspeksi umum/ rutin

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa inspeksi sebaiknya dilakukan bersama-sama antara ahli K3 atau perwakilan tenaga kerja dengan pihak manajemen, sehingga apa yang dihasilkan dari inspeksi lapangan segera dapat ditindaklanjuti secara nyata.

Dalam membuat rencana, baik inpeksi umum maupun inspeksi khusus, harus dikembangkan dan dibuat Standar Prosedur Inspeksi (SPI). Prosedur inspeksi yang telah dibuat harus diketahui oleh tenaga kerja dan salah satu arsipnya ditempatkan pada masing-masing tempat kerja bersama-sama dengan checklist dan informasi-informasi lain yang relevan. Selanjutnya harus pula dibuat Standar Laporan Inspeksi (SLI). Laporan inspeksi harus dibuat dan diselesaikan sesegera mungkin setelah inspeksi lapangan.

Merupakan suatu hal yang sangat penting bahwa setiap permasalahan yang telah diidentifikasi dari hasil survei harus selalu tercatat dan dibukukan. Setiap laporan inspeksi harus di tandatangani oleh penanggung jawab kegiatan inspeksi yang telah ditunjuk. Hal ini peting agar yang bersangkutan dapat segera melakukan tindak lanjut (follow up) dan atau resolusi terhadap masalah-masalah K3 yang telah diidentifikasi selama inspeksi lapangan. Selanjutnya hasil inspeksi yang telah ditulis dalam bentuk laporan harus disampaikan kepada pihak manajemen, sehingga langkah-langkah perbaikan segera dapat dilakukan.

Perbedaan antara inspeksi umum dan khusus adalah bahwa inspeksi umum direncanakan dengan cara walk through survey ke seluruh area kerja dan bersifat

komprehensif. Sedangkan inspeksi khusus direncanakan hanya untuk diarahkan kepada kondisi-kondisi tertentu, seperti: mesin-mesin, alat kerja, dan tempat-tempat khusus yang telah diketahui mempunyai risiko tinggi. Beberapa keuntungan dari dilaksanakannya inspeksi umum, antara lain:

1. Inspektor dapat mencurahkan segala perhatiannya untuk melakukan inspeksi. 2. Inspektor dapat melakukan observasi menyeluruh tentang K3 di tempat kerja. 3. Checklist yang akan digunakan untuk inspeksi telah dipersiapkan dengan baik. 4. Laporan temuan dan rekomendasi segera dapat dibuat untuk meningkatkan

kesadaran tentang adanya bahaya di tempat kerja, serta tindakan korektif yang sesuai dapat segera diimplementasikan dalam upaya mengadakan sarana pencegahan kecelakaan dan kerugian yang lebih besar.

Inspeksi rutin terhadap sumber-sumber bahaya di tempat kerja atau kegiatan identifikasi terhadap tugas-tugas, proses operasional , peralatan dan mesin-mesin yang mempunyai risiko tinggi harus dilakukan secara regular. Tergantung dari keadaan dan kondisi ligkungan kerja masing-masing. Pada tempat kerja yang tidak banyak mengalami perubahan, maka inspeksi dapat dilakukan setiap bulan sekali. Namun demikian sebaliknya, pada tempat-tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi terhadap timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, safety inspection harus lebih sering dilakukan.

Inspeksi secara umum terhadap sumber-sumber bahaya di tempat kerja dapat dilakukan bersama-sama antara perwakilan pihak manajemen dengan perwakilan pekerja (P2K3) dan Ahli K3. Bagi perusahaan yang tidak memiliki Ahli K3 sendiri, dapat menggunakan Ahli K3 dari luar perusahaan yang akan dapat

membantu memberikan saran-saran tentang penanganan masalah-masalah K3 di tempat kerja.

Pada saat inspeksi dilakukan untuk tujuan identifikasi terhadap sumber-sumber bahaya kesehatan yang berhubungan dengan tugas-tugas proses produksi, area khusus dan bahan-bahan berbahaya, sebaiknya dilakukan dengan melibatkan seseorang yang memiliki keahlian teknis khusus (Tarwaka, 2014).

(i) Objek yang Diinspeksi

Untuk membantu menentukan aspek-aspek apa saja yang ada di tempat kerja yang akan diinspeksi, perlu dipertimbangkan dan dipahami hal-hal berikut: 1. Hazard yang berpotensi menyebabkan cedera atau sakit dan

masalah-masalah K3 yang ada di tempat kerja.

2. Peraturan perundang-undangan bidang K3 dan standar yang berkaitan dengan hazard, tugas-tugas, proses produksi tertentu yang diterapkan di masing-masing perusahaan.

3. Masalah-masalah K3 yang terjadi sebelumnya, meskipun risikonya kecil perlu dipertimbangkan.

Dengan demikian setiap kegiatan inspeksi membutuhkan pemahaman dan perangkat peraturan perundangan maupun peraturan perusahaan bidang K3. Inspektor harus selalu mencatat bahwa peraturan perundangan bidang K3 tersebut telah diterapkan di setiap tempat kerja. Demikian juga dengan bahan-bahan atau kondisi kerja yang dapat menyebabkan cedera atau sakit pada kejadian sebelumnya perlu mendapat perhatian dalam kegiatan inspeksi. Diskusi dengan tenaga kerja akan dapat membantu kegiatan inspeksi, apabila tenaga kerja diajak

bicara dengan isu-isu K3 maka mereka akan merasa terlibat dalam penerapan K3 di tempat kerjanya (Participatory Approach).

(ii) Langkah-langkah inspeksi

Meskipun diketahui banyak jenis inspeksi, namun secara umum prosedur inspeksi hampir sama. Dimana langkah-langkah inspeksi meliputi tahap persiapan, pelaksanaan inspeksi, pengembangan upaya perbaikan dan melakukan tindak lanjut perbaikan.

1. Tahap persiapan

Persiapan inspeksi yang harus selalu dimulai dengan sikap perilaku positif untuk keberhasilan tugas inspeksi, merencankan inspeksi dengan baik, menentukan apa yang akan dilihat, mengetahui apa-apa yang akan dicari, membuat checklist yang relevan, mempelajari laporan inspeksi sebelumnya dan menyiapkan alat dan bahan untuk inspeksi. Secara umum, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap persiapan inspeksi adalah:

a. Mulailah dengan sikap perilaku positif. Salah satu konsep modern di dalam teknik inspeksi adalah memberikan perhatian penuh, bahwa segala sesuatu yang ada di tempat kerja telah sesuai dengan standar aturan yang berlaku. Dengan demikian perlu dipersiapkan untuk tidak hanya dapat melihat apa yang salah, tetapi juga apa yang benar. Dengan demikian akan dapat menilai secara tepat mana yang salah dan mana yang sudah baik.

b. Rencana inspeksi. langkah pertama di dalam perencanaan adalah mendefinisikan area yang menjadi tanggung jawab masing-masing, gunakan

peta pabrik untuk petunjuk rute inspeksi dan daftar peralatan kerja yang ada di masing-masing lokasi tempat kerja.

c. Tentukan apa yang akan dilihat. Agar inspeksi dapat berjalan dengan efektif tentukan objek apa saja dan lokasi mana saja yang akan diinspeksi.

d. Pahami apa yang akan dicari. Mencari sesuatu sifatnya lebih dalam dari hanya sekedar melihat. Dengan demikian perlu dipersipakan tentang peraturan perundangan dan standar yang dapat memberikan gambaran tentang apa yang ingin dicari dalam inspeksi. Peraturan perundangan dan standar akan menunjukkan apa yang seharusnya (what should be) sedang faktanya adalah apa yang ada di tempat kerja (what is).

e. Buatlah checklist. Checklist merupakan alat utama untuk inspeksi. Buatlah checklist yang sederhana yang sekiranya dapat membantu dalam inspeksi dan bukan justru sebaliknya membuat bingung pada waktu inspeksi. Untuk keperluan inspeksi umum, penyusunan checklist dapat dimulai dari identifikasi tentang fasilitas, peralatan kerja, bahan dan proses di tempat kerja yang akan diinspeksi. Perlu disadari bahwa tidak mungkin hanya dengan membuat satu macam checklist dapat digunakan untuk semua tempat kerja.

f. Lihat laporan inspeksi sebelumnya. Inspeksi yang akan dilakukan mungkin merupakan suatu kesempatan untuk menindaklanjuti hasil inspeksi sebelumnya. Dalam laporan inspeksi sebelumya mungkin juga terdapat hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian.

g. Siapkan alat dan bahan untuk inspeksi. Alat dan bahan untuk kegiatan inspeksi ini mungkin dapat berupa pakaian pengaman khusus, alat pelindung diri, checklist, alat tulis, alat ukur, kamera, dll.

2. Pelaksanaan inspeksi

Di bawah ini diuraikan beberapa kunci penting yang dapat membantu pelaksanaan inspeksi menjadi lebih efektif:

a. Berpedoman pada peta pabrik (workplace mapping) dan checklist. Hal ini akan dapat membantu inspeksi secara sistematis. Dengan map akan mudah menentukan rute lokasi. Dengan checklist inspeksi akan terfokus pada apa yang telah direncanakan.

b. Carilah sesuatu sesuai poin-poin dalam checklist. Dengan checklist yakinkan bahwa gambaran seluruh area telah lengkap. Lihat dari dekat ruangan dan kabinet-kabinet yang ada di tempat kerja. Cari sesuatu yang mungkin belum terlihat pada waktu supervise rutin dan inspeksi informal.

c. Ambil tindakan perbaikan sementara. Apabila ditemukan adanya risiko yang serius, ambil tindakan yang tepat. Koordinasikan dengan supervisor pabrik langkah-lankah yang perlu diambil segera, sambil menunggu tindakan korektif yang lebih permanen.

d. Jelaskan dan tempatkan setiap hal dengan jelas. Tulislah masalah-masalah yang yang ditemukan secara jelas dan sederhana yang menyangkut lokasi, jenis mesin, operator, dll. Bila ditemukan ambil gambar dengan kamera photo untuk membantu deskripsi masalah.

e. Klasifikasikan hazard. Setiap hazard yang ditemukan harus diklasifikasikan menurut tingkat risiko kekerapan (probability) dan keparahannya (severity). Dengan demikian akan memudahkan di dalam menentukan skala prioritas tindakan perbaikan yang akan dilakukan.

f. Tentukan faktor penyebab utama adanya tindakan dan kondisi yang tidak aman. Hal ini penting karena sebagian besar penyebab kecelakaan atau insiden adalah manusia yang menangani atau kondisi lingkungan/alat/mesin yang tidak memenuhi syarat.

3. Pengembangan upaya perbaikan

Tidaklah cukup hanya dengan menemukan tindakan dan kondisi yang tidak sesuai dengan standar/prosedur, namun perlu melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya kerugian nyata. Pada saat inspeksi dapat langsung melakukan tindakan, seperti; membersihkan ceceran atau tumpahan cairan di lantai, memasang pengaman mesin yang dilepas, memindahkan bahan yang tidak dipakai atau sampah dari lokasi kerja, dll. Tindakan merupakan pengembangan pada saat inspeksi sekaligus memberikan contoh kepada tenaga kerja. Namun demikian, tindakan korektif yang permanen tetap diperlukan untuk mencegah dan pengendalian risiko yang dapat mengakibatkan kecalakaan dan kerugian. Disamping itu, upaya-upaya pengendalian dapat terus dikembangkan dari waktu ke waktu sampai benar-benar ditemukan sistem pengendali yang efektif.

4. Tindakan korektif

Sarana korektif yang dilakukan menjadi kurang bermanfaat jika tidak dapat berfungsi dengan baik atau tidak sesuai dengan baik atau tidak sesuai

dengan apa yang direncanakan. Untuk alasan tersebut, maka setiap apa yang direkomendasikan perlu ditindaklanjuti secara konkrit. Orang yang bertanggungjawab dalam inspeksi juga harus ikut menindaklanjuti dari apa yang telah direncanakan. Upaya tindak lanjut ini dapat berupa tindakan dan pengecekan terhadap hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya penghargaan terhadap perseorangan atau grup kerja yang selalu menjaga tempat kerjanya dengan aman dan selamat.

b. Buat skala prioritas upaya-upaya perbaikan yang harus dikerjakan.

c. Monitoring terhadap program perbaikan dan anggaran biaya sampai implementasi perbaikan selesai.

d. Verifikasi atau pembuktian bahwa tindakan perbaikan dimulai sesuai jadwal yang telah direncanakan, dan dikerjakan oleh orang yang tepat.

e. Monitoring selama pengembangan, konstruksi dan atau modifikasi untuk menjamin bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dimaksud. f. Lakukan uji kelayakan setelah selasai implementasi sarana perbaikan, untuk

memastikan bahwa semuanya dapat berjalan secara efektif.

g. Lakukan review terhadap implementasi sarana perbaikan secara berkala untuk memastikan bahwa tidak ada masalah lain yang ditimbulkan.

Gambar 2.6 Langkah-langkah efektif aktivitas inspeksi 3. Inspeksi Khusus

Inspeksi khusus harus merupakan kegiatan inspeksi yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensial hazard terhadap objek-objek kerja tertentu yang mempunyai risiko tinggi yang hasilnya sebagai dasar untuk pencegahan dan pengendalian risiko di tempat kerja. Objek-objek khusus dimaksud mencakup; mesin-mesin dan komponennya; peralatan kerja, bahan berbahaya dan beracun; dan lokasi tempat kerja tertentu yang membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk peledakan, kebakaran dan pencemaran lingkungan.

Petugas K3, supervisor, dan atau manajer harus selalu melakukan inspeksi secara khusus untuk pencegahan kecelakaan dan kerugian terhadap objek-objek tersebut, termasuk membuat daftar inventarisasi, menyusun jadwal inspeksi khusus dan melakukan audit inspeksi.

(i) Daftar inventarisasi

Inventarisasi objek inspeksi harus dibuat selengkap mungkin yang mencakup; seluruh lokasi tempat kerja, struktur bangunan pabrik, mesin-mesin,

1. Persiapan 2. Inspeksi 3. Pengembangan 4. Tindak Lanjut 5. Laporan 6. Review

peralatan kerja, bahan berbahaya yang ada di perusahaan. Pembuatan daftar inventarisasi objek ini sebaiknya dilakukan oleh tim yang terdiri dari orang-orang yang berpengetahuan di bidangnya. Perlu dipertimbangkan juga hal-hal yang berkaitan dengan riwayat kerugian, potensi kerugian, pengalaman pemeliharaan dan riwayat kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan. Di samping itu, dapat dikembangkan dari sumber-sumber informasi, seperti; laporan insiden, catatan pemeliharaan, buku pedoman kerja pabrik pembuat, buku petunjuk servis, dan juga perlu dilakukan wawancara dengan tenaga kerja berkompeten. Hal ini akan sangat membantu kegiatan inventarisasi. Untuk proses produksi yang sedang berjalan, perlu dipertimbangkan tentang pemaparan akibat proses produksi atau kondisi yang tidak selamat yang menimbulkan stress kerja, vibrasi, tekanan panas, kebisingan, radiasi, pencemaran udara, peledakan, kebakaran, kesalahan prosedur kerja.

(ii) Kartu pencatatan (record keeping)

Kartu Pencatatan (KP) merupakan fungsi penting di dalam sistem inspeksi. Inspeksi perlu dilakukan secara frekuen untuk mendeteksi masalah-masalah K3, tapi juga jangan terlalu sering karena hanya membuang waktu dan biaya.

4. Laporan Inspeksi

Laporan inspeksi merupakan satu bagian penting dari sutu sistem manajemen inspeksi. Laporan inspeksi yang baik akan dapat memberikan manfaat-manfaat seperti:

a. Laporan inspeksi oleh supervisor dapat memberikan feedback kepada pihak manajemen atas dalam ruang lingkup K3. Hal ini akan membantu para manajer

dalam pengambilan keputusan yang lebih baik tentang hal-hal yang berkaitan dengan inspeksi.

b. Laporan inspeksi sebagai sumber informasi penting untuk identifikasi masalah-masalah serupa di tempat lain.

c. Laporan tertulis dengan klasifikasi hazard yang menginformasikan tentang kondisi-kondisi tidak normal maupun tindakan tidak selamat jelas lebih baik daripada laporan secara lisan.

d. Dokumentasi laporan akan memudahkan kegiatan inspeksi berikutnya.

e. Tindakan korektif dapat segera dilakukan atas dasar rekomendasi yang tertulis di dalam laporan inspeksi.

Kriteria Pembuatan Laporan:

Bentuk formulir laporan inspeksi dapat dibuat sesuai kebutuhan organisasi dan jenis inspeksi yang dilakukan. Dan secara umum kriteria laporan inspeksi harus dapat menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Identifikasi objek-objek atau lokasi tempat kerja yang diinspeksi b. Menjelaskan seluruh kegiatan yang mencakup:

(i) Observasi kondisi yang tidak normal dan atau tindakan yang tidak selamat.

(ii) Klasifikasi tingkat bahaya atau risiko.

(iii) Upaya perbaikan sementara dan rekomendasi.

(iv) Penugasan kepada orang yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif.

(vi) Penyelesaian dan verifikasi upaya-upaya perbaikan.

c. Sediakan baris-baris kosong secukupnya untuk membuat catatan-catatan penting yang diperlukan pada setiap item.

d. Kelola laporan secara baik (Tarwaka, 2014) 2.6 Kerangka Pikir

Gambar 2.7 Kerangka pikir penelitian

Safety inspection 1. Jenis Safety

inspection

2. Inspektor/ pelaksana 3. Hal yang diinspeksi 4. Prosedur pelaksanaan

Dokumen terkait