• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suprayitno67 serta Latumenten68, menjelaskan batasan usia dewasa berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu :

67 Suprayitno, ”Perdebatan Tentang Kecakapan Bertindak (Handelingsbekwaam) Ditinjau Dari Sudut Usia Seseorang”, Majalah Renvoi, Nomor : 2.62, Juli, 2008, h. 83-86.

66

a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 47 & Pasal 50

Merupakan undang-undang tentang Perkawinan, mengatur perbuatan hukum seorang anak yang belum dewasa, karena ia dalam setiap perbuatan hukumnya tidak dapat melakukannya sendiri melainkan harus selalu diwakili oleh orang tua maupun walinya. Berarti undang-undang memberikan tanggung jawab kepada orang tua atau wali si anak bagi segala kepentingan hukum si anak. Orang tua maupun wali akan mewakili segala perbuatan hukum si anak didalam maupun diluar pengadilan, sepanjang si anak belum berusia 18 tahun.

b. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979

Undang-undang ini mengatur tentang Kesejahteraan Anak yang lebih menitikberatkan pada pemeliharaan dan perawatan anak untuk mendapatkan pemeliharaan yang lebih baik dari orang tuanya maupun walinya. Batas usia dewasa adalah berusia 21 tahun; berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan anak, asuhan dan kasih sayang agar anak terhindar dari kehidupan yang tidak layak dan terlantar, karena seorang anak berhak mendapatkan perlindungan dan jaminan sosial.

c. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Pasal 39 ayat 1

68

Latumenten, Pieter E., SH, MH, “Problema Kenotariatan : Rekomendasi Kepada Yth. Bapak

Kepala Badan Pertanhan Nasional, Batasan Usia dewasa Bagi Akta Notaris Harus Sama Dengan

67

Merupakan Undang-undang Jabatan Notaris yang mengatur tentang Pejabat Umum dan Bentuk Akta Otentik. Batas usia dewasa untuk semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang dimuat dalam suatu akta otentik adalah 18 tahun.

d. Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4/SE/I/2015

Merupakan surat tentang batasan usia dewasa dalam rangka pelayanan pertanahan yang ditetapkan umur dewasa dalam pengelolaan pertanahan adalah 18 tahun atau sudah menikah.

Anak di bawah umur diartikan anak yang belum dewasa sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Seperti halnya pengertian anak dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yang mengartikan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Karya tulis ini lebih menitikberatkan pada permasalahan anak di bawah umur yang dianggap belum dewasa menurut hukum dalam melakukan perbuatan hukum yang ada sangkut pautnya dengan pertanahan, seperti peralihan hak dan penjaminan tanah warisan dari orang tua.

Menurut Hukum Pertanahan istilah “kedewasaan” menunjuk kepada

keadaan sesudah dewasa, yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan

hukum. Sedangkan istilah “Pendewasaan” menunjuk kepada keadaan belum

68

Hukum membeda-bedakan hal ini karena hukum menganggap dalam lintas masyarakat menghendaki kematangan berfikir dan keseimbangan psikis yang pada orang belum dewasa masih dalam taraf permulaan sedangkan di sisi lain beranggapan bahwa seorang yang belum dewasa dalam perkembangan fisik dan psikisnya memerlukan bimbingan khusus. Karena ketidakmampuannya maka seorang yang belum dewasa harus diwakili oleh orang yang telah dewasa sedangkan perkembangan orang kearah kedewasaan ia harus dibimbing.

Pendewasaan ini ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya telah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh (Pasal 421 dan 426 KUHPerdata).

Akibat hukum adanya pernyataan pendewasaan penuh ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi bila ingin melangsungkan perkawinan, ijin orang tua tetap diperlukan.

Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu.

Hukum perdata memberikan pengecualian-pengecualian tentang usia belum dewasa yaitu, sejak berumur 18 tahun seorang yang belum dewasa,

69

melalui pernyataan dewasa, dapat diberikan wewenang tertentu yang hanya melekat pada orang dewasa. Seorang yang belum dewasa dan telah berumur 18 tahun kini atas permohonan, dapat dinyatakan dewasa harus tidak bertentangan dengan kehendak orang tua.

Dapat disimpulkan bahwa seorang yang telah dewasa dianggap mampu berbuat karena memiliki daya yuridis atas kehendaknya sehingga dapat pula menentukan keadaan hukum bagi dirinya sendiri. Undang-undang menyatakan bahwa orang yang telah dewasa telah dapat memperhitungkan luasnya akibat daripada pernyataan kehendaknya dalam suatu perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian, membuat surat wasiat.

Bila hakim berpendapat bila seseorang dinyatakan dewasa maka ia harus menentukan secara tegas wewenang apa saja yang diberikan itu. Setelah memperoleh pernyataan itu, seorang yang belum dewasa, sehubungan dengan wewenang yang diberikan, dapat bertindak sebagai pihak dalam acara perdata dengan domisilinya. Bila ia menyalahgunakan wewenang yang diberikan maka atas permintaan orang tua atau wali, pernyataan dewasa itu dicabut oleh hakim.

Kedewasaan secara yuridis selalu mengandung pengertian tentang adanya kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa adanya bantuan pihak lain, apakah ia orang tua si anak atau wali si anak. Jadi seseorang adalah dewasa apabila orang itu diakui oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, dengan tanggung jawab sendiri atas apa

70

yang ia lakukan. Jelas disini terdapatnya kewenangan seseorang untuk secara sendiri melakukan suatu perbuatan hukum69.

Batas usia dewasa seseorang di mata hukum, menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum.

Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, menjaminkan tanah yang terdaftar atas namanya sendiri, bertindak selaku pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas, yayasan, firma, perkumpulan, dan lain-lain tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya70.

Setiap subyek hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum adalah pengemban hak dan kewajiban hukum. Untuk terbentuknya suatu hubungan hukum disyaratkan ada atau dilakukannya suatu

tindakan hukum yang “menghidupkan” kewenangan tersebut.

Dokumen terkait