• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Janni et al. (2000), ada beberapa cara metode penanganan yang digunakan untuk mengontrol emisi gas penyebab bau yang meliputi metode fisika, kimia, maupun biologi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Metode pengontrolan langsung dari sumbernya,

2. Penambahan bahan kimia tertentu pada limbah penyebab bau, 3. Menyimpan limbah pada storage (drum-drum penampungan), 4. Penambahan ozon (ozonisasi),

5. Teknologi plasma non thermal, dan 6. Penerapan metode biofiltrasi.

Berdasarkan metode penanganan yang telah disebutkan, metode no. 1 sampai no. 5 termasuk metode fisika kimia. Dahulu metode ini banyak digunakan untuk menangani masalah gas penyebab kebauan, namun karena biaya opersional cukup tinggi, sulit dalam perawatan dan juga menimbulkan limbah sekunder, akhirnya metode ini telah banyak ditinggalkan (Sun et al., 2000).

Metode no. 6 merupakan metode penanganan emisi gas penyebab bau dengan biofiltrasi, metode ini merupakan pengembangan dari metode biologi. Menurut Sun et al. (2000), biofiltrasi adalah teknologi yang digunakan untuk mengolah gas dan bau yang biodegradable (dapat terurai oleh mikroorganisme). Metode biofiltrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu biofilter, bioscrubber, dan biotricling filter (Ottengraf, 1986).

Menurut Chou dan Cheng (1997), biofilter adalah reaktor dengan material padat sebagai bahan pengisi dimana mikroba terjerat secara alami di dalamnya dengan membentuk biokatalik (lapisan tipis). Gas-gas yang melalui biofilter akan larut atau terserap ke dalam lapisan biolayer dan akan diuraikan oleh mikroba yang ada (Ottengraf, 1986). Biofilter didefinisikan sebagai packed tower deodorization apparatus atau alat penghilang bau yang berupa tower dengan bahan pengisi di dalamnya (Devinny et al., 1999).

Kapasitas penghilangan senyawa N maksimum dari beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kapasitas Penghilangan Maksimum dari Beberapa Senyawa Polutan Senyawa Polutan Kapasitas Penghilangan Maksimum Sumber Hidrogen Sulfida Metantiol Dimetil disulfida Dimetil sulfida Ammonia 5.0 g-S/kg-gambut kering/hari 0.90 g/kg-gambut kering/hari 0.68 g/kg-gambut kering/hari 0.38 g/kg-gambut kering/hari 0.16 g-N/kg-gambut kering/hari 2.68 g-N/kg-media kering (tanah,sekam,sludge)/hari

67.03 g-N/kg-media kering (kompos, tanah, sekam, sludge)

/hari

68.53 g-N/kg- media kering (kompos, tanah, kulit kayu, sludge)/hari 1.16 g-N/kg-tanah/hari Cho et al., 1991 Cho et al., 1991 Cho et al., 1991 Cho et al., 1991 Shoda, 1991 Indriasari, 2005 Saputra, 2006 Saputra, 2006 Nurcahyani, 2006

Mekanisme kerja biofilter ini adalah dengan melewatkan gas penyebab bau ke dalam kolom biofilter. Pada awalnya gas-gas tersebut akan diserap oleh material padat bahan pengisi. Penyerapan yang terjadi ini sering disebut dengan penyerapan secara fisik. Setelah material padat jenuh dengan gas maka penyerapan akan dilanjutkan oleh mikroorganisme yang telah membentuk lapisan tipis (biofilm atau biolayer) di dalam biofilter. Target komponen gas akan larut atau terserap ke dalam lapisan biolayer ini, selanjutnya dioksidasi dan diuraikan oleh mikroorganisme yang hidup (Yani, 1999). Menurut Brady (1990) proses transformasi nitrogen yang terjadi pada biofilter (Gambar 2).

Gas NH3 yang masuk dari inlet ke dalam biofilter akan berada dalam kondisi berikut ini : (1) akan digunakan oleh mikroorganisme dalam membentuk bahan organik menjadi biomassa, (2) akan langsung keluar kembali tanpa ada perubahan bentuk, khususnya jika pH media menjadi tinggi/basa, dan (3) dengan kondisi oksigen yang cukup akan dioksidasi menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat melalui proses nitrifikasi.

Gambar 2. Transformasi Nitrogen yang Terjadi dalam Biofilter (Brady, 1990).

1. Bahan Pengisi Biofilter

Bahan pengisi merupakan jantung dari sebuah biofilter karena bahan pengisi atau packing material atau filter beds merupakan inti operational suatu biofilter (Ottengraf, 1986). Pemilihan bahan pengisi biofilter yang tepat sangatlah penting untuk memaksimalkan efisiensi biofilter. Fungsi bahan pengisi selain sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme, juga harus mampu menjamin ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikoorganisme. Pada umumnya, bahan pengisi alami mengandung sejumlah nutrisi yang mencukupi untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga penambahan nutrisi dan mineral tidak diperlukan. Namun pemakaian biofilter dalam waktu relatif lebih lama (3

Amoniak (NH3) dari inlet Emisi Biomassa mikroba Nitrit (NO2-) Emisi : NO N2O N2 Bahan Pengisi Amonium (NH4+) Nitrat (NO3-) Leaching denitrifikasi Nitrifikasi absorpsi mineralisasi konsumsi desorbsi

bulan lebih) perlu ditambahkan sejumlah nutrisi tertentu, untuk mempertahankan kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut.

Menurut Hirai et al. (2001), dalam metode biofilter pemilihan bahan pengisi sebagai media tempat tumbuh bakteri yang digunakan merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung kehidupan bakteri yang digunakan. Beberapa kriteria penentu pemilihan bahan pengisi adalah:

1. Mempunyai kapasitas penyangga air yang tinggi, 2. Mempunyai tingkat porositas yang tinggi,

3. Mempunyai daya memadat (compacting) yang rendah,

4. Tidak mengalami penurunan kinerja walaupun kadar air menurun, 5. Tidak berubah dalam jangka panjang,

6. Murah,

7. Memiliki kemampuan untuk menyerap bau, 8. Mudah diperoleh, dan

9. Mempunyai kapasitas penyangga yang tinggi terhadap produk akhir yang bersifat asam.

Bahan pengisi dalam biofilter tergantung pada kemampuan hidup mikroorganisme dalam bahan tersebut. Bahan pengisi dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan sifat kimiawinya. Bahan pengisi pertama yaitu bahan pengisi yang berasal dari bahan organik, dan yang kedua berupa bahan anorganik.

a. Tanah

Tanah dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada biofilter karena murah, mudah didapat, tersedia dalam jumlah yang melimpah, dan mengandung populasi mikroba yang tinggi. Tanah secara alami bersifat hidrofilik dan memiliki kemampuan untuk menahan air lebih tinggi bila dibandingkan dengan kompos dan gambut walaupun dalam kondisi yang kering. Kekurangan dari bahan pengisi tanah yaitu mempunyai daya penurunan tekanan yang besar dan sering terdapat garis-garis kecil pada media untuk aliran udara. Selain itu tanah juga memiliki permeabilitas yang cukup rendah terhadap gas. Tanah sangat

bagus digunakan untuk open-bed biofilter (Devinny et al. 1999). Menurut Sutedjo et al. (1991), tanah yang normal tersusun dari unsur- unsur padat, cair, dan gas yang secara luas dapat dibagi dalam lima kelompok yaitu :

a. Partikel-pertikel mineral yang dapat berubah-ubah ukuran dan tingkatan hancuran mekanis dan kimiawinya. Partikel-partikel ini meliputi kelompok batu kerikil, pasir halus, lempung, dan lumpur. b. Sisa-sisa tanaman dan binatang yang terdiri dari daun-daunan segar

yang jatuh, tunggul, jerami, dan bagian-bagian tanaman yang tersisa serta berbagai bangkai binatang dan serangga yang membusuk dan hancur menyatu dengan partikel-partikel di atas. Residu atau sisa tanaman dapat berwujud humus atau bahan-bahan humus.

c. Sistem-sistem kehidupan termasuk berbagai kehidupan tanaman, dan sejumlah besar bentuk mahluk/binatang yang hidup dalam tanah seperti serangga, protozoa, cacing tanah, binatang mengerat, termasuk berbagai alga, fungi, aktinomisetes, dan bakteri.

d. Air merupakan bentuk-bentuk cairan yang terdiri dari air bebas dan air higroskopis yang mengandung berbagai konsentrasi larutan garam-garam anorganik dan campuran-campuran berbagai senyawa organik tertentu.

e. Berbagai gas yang terdiri dari karbondioksida, oksigen, nitrogen, dan sejumlah gas lainnya dalam konsentrasi terbatas.

Lapisan tanah bagian atas mengandung bahan organik relatif lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Pada lapisan atas (top soil) terdapat akumulasi bahan organik yang berwarna gelap serta subur, yang sangat penting untuk kehidupan mahluk di dalamnya. Lapisan ini memiliki kedalaman sekitar 20 cm dan lapisan paling subur. Pada lapisan ini terdapat banyak unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang biak. Pada lapisan ini banyak sekali terjadi dekomposisi jasad-jasad mahluk hidup baik tumbuhan maupun binatang yang menghasilkan unsur-unsur hara.

2. Bahan Pengisi Tambahan

Bahan pengisi tambahan dalam media biofilter berfungsi untuk meningkatkan porositas biofilter. Menurut Buckman dan Brady (1982), bahwa bahan tambahan ini bisa menjadi sumber bahan organik bagi mikroorganisme karena jaringan asli seperti sisa akar, bagian atas dari tumbuhan seperti daun dan kulit batang diuraikan organisme tanah. Hasil dari penguraian ini lebih kokoh dan memiliki sifat seperti agar-agar yang dibentuk oleh mikroorganisme dan dirubah dari jaringan tumbuhan asli menjadi humus.

Dokumen terkait