• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Bobot Pengeringan Tetap dan Rendemen Ekstrak Metanol-

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat menggunakan metode maserasi. Digunakan metode maserasi karena peralatan yang digunakan dan cara pengerjaan sederhana. Metode maserasi cocok digunakan untuk menyari simplisia daun M. tanarius karena daun M. tanarius mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, yaitu metanol:air (50:50). Hal ini berdasarkan penelitian Matsunami, et al. (2006) bahwa senyawa antioksidan yang dapat diperoleh dari daun M. tanarius adalah hasil isolasi ekstrak metanol yang bersifat polar.

Maserasi simplisia daun M. tanarius dilakukan selama 3 x 24 jam agar semua senyawa aktif yang terkandung dalam daun M. tanarius dapat tersari sempurna. Ketika proses maserasi telah selesai maka dilakukan penyaringan menggunakan corong Buchner dan kertas penyaring, dengan bantuan pompa vakum. Setelah cairan tersaring, dilakukan pemisahan cairan penyari dengan zat tersari, yaitu menggunakan alat rotary vacuum evaporator. Prinsip kerja rotary

vacuum evaporator adalah destilasi, yaitu memisahkan cairan penyari dan zat

tersari dengan cara penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat sehingga pelarut dapat menguap lebih cepat di bawah titik didih. Zat tersari yang telah terpisah dari cairan penyari selanjutnya dimasukkan ke dalam

cawan porselen dan disimpan dalam oven dengan suhu 50oC hingga didapatkan ekstrak kental dengan bobot pengeringan yang tetap, yaitu susut pengeringan 0%.

Bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan 0% digunakan sebagai parameter non spesifik standarisasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Pengukuran parameter non spesifik bertujuan untuk menghitung berat zat setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 50oC. Ekstrak daun M. tanarius dalam cawan porselen ditimbang setiap 1 jam selama 24 jam hingga diperoleh berat konstan. Seribu gram serbuk daun M. tanarius menghasilkan 237,51 g ekstrak dengan rendemen 23,75%.

D. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida

Hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus (steatosis), ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas serum ALT-AST.

Dosis karbon tetraklorida yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB. Penetapan dosis ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana pada dosis tersebut dengan rute pemberian secara intraperitoneal terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT-AST (Janakat dan Al-Merie, 2002).

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu optimal terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT-AST tertinggi pada tikus setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB diujikan kepada tikus dengan rute pemberian secara intraperitoneal kemudian dilakukan pencuplikan darah dengan selang waktu 24 dan 48 jam. Nilai aktivitas serum ALT-AST darah tikus sebelum pemberian karbon tetraklorida (selang waktu 0 jam) dan setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 24 dan 48 jam tersaji pada Tabel II.

Tabel II. Nilai purata ± SE aktivitas serum ALT-AST darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Selang Waktu (jam)

Purata Nilai Aktivitas ALT serum ± SE (U/L)

Purata Nilai Aktivitas ASTserum ± SE (U/L)

0 73,2 ± 12,9 151,2 ± 14,3

24 246,4 ± 17,0 596,2 ± 25,3

48 102,0 ± 14,6 188,6 ± 3,3

Berdasarkan Tabel II dapat dilihat bahwa nilai aktivitas ALT serum darah tikus sebelum pemberian karbon tetraklorida (selang waktu 0 jam) adalah 73,2 ± 12,9 U/L dan setelah pemberian karbon tetraklorida pada selang waktu 24 dan 48 jam berturut-turut adalah 246,40 ± 17,0 U/L, dan 102,0 ± 14,6 U/L. Nilai aktivitas AST serum darah tikus sebelum pemberian karbon tetraklorida (selang waktu 0 jam) adalah 151,2 ± 14,3 U/L dan setelah pemberian karbon tetraklorida pada selang waktu 24 dan 48 jam berturut-turut adalah 596,2 ± 25,3 U/L, dan

188,6 ± 3,3 U/L. Dari data tersebut dapat diketahui nilai tertinggi aktivitas ALT dan AST serum terjadi setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB dengan selang waktu 24 jam, yakni dengan nilai berturut-turut adalah 246,4 ± 17,0 U/L dan 596,2 ± 25,3 U/L.

Gambar 6. Diagram batang purata ± SE nilai aktivitas ALT serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam

Dari Gambar 6 dan Gambar 7, dapat diketahui bahwa sebelum pemberian karbon tetraklorida, purata nilai aktivitas serum ALT berada dalam batas rentang normal sedangkan purata nilai aktivitas serum AST diatas batas rentang normal. Hastuti (2008) melaporkan nilai normal serum ALT dan serum AST padar tikus normal berturut-turut adalah 29,8-77,0 U/L dan 19,3-68,9 U/L. Meningkatnya aktivitas serum AST yang melebihi batas rentang normal belum tentu

menunjukkan adanya kerusakan hati karena sebagian besar enzim aspartat tidak hanya berada di dalam hati tetapi juga berada dalam otot rangka, jantung, dan tersebar di seluruh jaringan.

Gambar 7. Diagram batang purata ± SEnilai aktivitas AST serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam

Setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB, nilai aktivitas serum ALT-AST darah tikus mencapai nilai aktivitas tertinggi pada selang waktu 24 jam. Empat puluh delapan jam setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB, terjadi penurunan aktivitas serum ALT-AST yang secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan terhadap aktivitas serum ALT-AST pada selang waktu 24 jam.

Tabel III. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam Selang Waktu

(jam) 0 24 48

0 - BB BTB

24 BB - BB

48 BTB BB -

Ket : BB = berbeda bermakna (p<0,05) BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Tabel IV. Hasil uji Mann Whitney aktivitas AST serum darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam Selang Waktu (jam) 0 24 48 0 - BB BB 24 BB - BB 48 BB BB -

Ket : BB = berbeda bermakna (p<0,05) BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Hasil uji statistik aktivitas serum ALT-AST darah tikus pada pencuplikan darah selang waktu 24 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB (Tabel III dan Tabel IV) menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan aktivitas serum ALT-AST darah tikus pada pencuplikan darah selang waktu 0 dan 48 jam. Oleh karena itu, waktu pencuplikan darah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 jam setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB dengan rute pemberian secara intraperitoneal.

E. Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol-Air Daun M. tanarius pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida dengan Pengaruh Praperlakuan

Jangka Waktu 30 Menit

Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dinilai dengan adanya penurunan aktivitas serum ALT-AST. Aktivitas serum ALT dan AST (U/L) tersaji dalam bentuk purata ± SE pada Tabel V.

Tabel V. Purata ± SE nilai aktivitas serum ALT dan AST darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit Kelompok Praperlakuan Purata Nilai Aktivitas ALT serum ± SE (U/L) Purata Nilai Aktivitas AST serum ± SE (U/L) Efek Hepatoprotektif (%) I Kontrol Hepatotoksin Karbon Tetraklorida 2 ml/kgBB 246,4 ± 17,0 596,2 ± 25,3 - II

Kontrol Olive oil 100% 2 mg/kgBB

82,2 ± 2,7 118,6 ± 5,1 -

III Kontrol EMAMT 3840 mg/kgBB 64,6 ± 1,5 152,4 ± 3,4 -

IV EMAMT 3840 mg/kgBB + Karbon Tetraklorida 2 ml/kgBB 95,8 ± 4,2 271,0 ± 35,9 61,1 V EMAMT 1280 mg/kgBB + Karbon Tetraklorida 2 ml/kgBB 87,8 ± 3,9 326,8 ± 22,9 64,4 VI EMAMT 426 mg/kgBB + Karbon Tetraklorida 2 ml/kgBB 115,8 ± 3,5 503,8 ± 19,6 53,0 Keterangan:

Tabel VI. Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit Kelompok I II III IV V VI I - BB BB BB BB BB II BB - BB BB BTB BB III BB BB - BB BB BB IV BB BB BB - BTB BB V BB BTB BB BTB - BB VI BB BB BB BB BB - Keterangan :

I. Kontrol hepatotoksin CCl4 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil BTB = berbeda tidak bermakna

III. Kontrol EMAMT (p>0,05)

IV. EMAMT 3840 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB V. EMAMT 1280 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB VI. EMAMT 426 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

Gambar 8. Diagram batang purata ± SE aktivitas ALT serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2

Tabel VII. Hasil uji Scheffe nilai aktivitas AST serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit Kelompok I II III IV V VI I - BB BB BB BB BTB II BB - BTB BB BB BB III BB BTB - BB BB BB IV BB BB BB - BTB BB V BB BB BB BTB - BB VI BTB BB BB BB BB - Keterangan :

I. Kontrol hepatotoksin CCl4 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil BTB = berbeda tidak bermakna

III. Kontrol EMAMT (p>0,05)

IV. EMAMT 3840 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB V. EMAMT 1280 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB VI. EMAMT 426 mg/kgBB + CCl4 2 ml/kgBB

Gambar 9. Diagram batang purata ± SE aktivitas AST serum darah tikus akibat pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dan induksi karbon tetraklorida 2

1. Kontrol olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB

Kontrol olive oil 100% dosis 2 ml/kgBB berguna untuk memastikan bahwa peningkatan aktivitas serum ALT-AST pada tikus merupakan efek dari pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Uji ini dilakukan dengan memejankan olive oil dosis 2 ml/kgBB pada tikus secara intraperitoneal, kemudian 24 jam setelahnya diambil darah untuk diukur aktivitas serum ALT-AST.

Tabel VIII. Hasil uji statistik perbandingan nilai aktivitas ALT serum darah tikus pada pemberian olive oil 2 ml/kgBB jam ke-0 dan 24

Kelompok Purata ± SE

(U/L) I II

I 90,2 ± 4,9 - BTB

II 82,2 ± 2,7 BTB -

Keterangan :

I. Kontrol olive oil jam ke-0 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil jam ke-24 BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Tabel IX. Hasil uji statistik perbandingan nilai aktivitas AST serum darah tikus pada pemberian olive oil 2 ml/kgBB jam ke-0 dan 24

Kelompok Purata ± SE

(U/L) I II

I 122,8 ± 5,7 - BTB

II 118,6 ± 5,1 BTB -

Keterangan :

I. Kontrol olive oil jam ke-0 BB = berbeda bermakna (p<0,05) II. Kontrol olive oil jam ke-24 BTB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Pada jam ke-0, yaitu sebelum diberi perlakuan olive oil, rentang nilai aktivitas ALT serum darah tikus adalah 79-108 U/L dengan purata 90,2 ± 4,9 U/L (Tabel VIII), sedangkan rentang nilai aktivitas AST serum darah tikus adalah

105-137 U/L dengan purata 122,8 ± 5,7 U/L (Tabel IX). Nilai inilah yang kemudian dijadikan sebagai pembanding nilai aktivitas serum ALT-AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB jam ke-24 sehingga dapat diketahui ada tidaknya pengaruh olive oil terhadap aktivitas serum ALT-AST.

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB jam ke-24 adalah sebesar 82,2 ± 2,7 U/L dan menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap nilai aktivitas serum ALT dalam keadaan normal (jam ke-0) (Tabel VIII). Dari Tabel IX juga dapat diketahui bahwa nilai aktivitas serum AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB jam ke-24 adalah sebesar 118,6 ± 5,1 U/L dan menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap nilai aktivitas serum ALT dalam keadaan normal (jam ke-0).

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa olive oil sebagai pelarut hepatotoksin karbon tetraklorida tidak berperan dalam peningkatan aktivitas serum AST pada tikus. Dengan kata lain, peningkatan aktivitas serum ALT-AST pada tikus adalah benar-benar merupakan efek dari pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Oleh karena itu, dalam penelitian ini nilai aktivitas serum ALT-AST pada kelompok kontrol olive oil dijadikan sebagai dasar nilai normal serum ALT-AST pada tikus (olive oil sebagai kontrol negatif).

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dosis 2 ml/kgBB

Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB berguna untuk mengetahui pengaruh induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB terhadap aktivitas serum ALT-AST. Adanya kenaikan aktivitas serum ALT-AST merupakan

parameter kerusakan hati. Uji ini dilakukan dengan memejankan karbon tetraklorida 2 ml/kgBB pada tikus secara intraperitoneal, kemudian 24 jam setelahnya diambil darah untuk diukur aktivitas serum ALT-AST. Nilai serum ALT dan serum AST padar tikus normal dapat diketahui dari purata nilai aktivitas serum ALT-AST pada perlakuan kontrol olive oil 2 ml/kgBB, yaitu berturut-turut 82,2 ± 2,7 U/L dan 118,6 ± 5,1 U/L (Tabel V).

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB adalah sebesar 246,4 ± 17,0 U/L (Tabel V) atau sekitar 3 kali lipat dari purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Dari Tabel V juga dapat diketahui bahwa purata nilai aktivitas serum AST pada kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB adalah sebesar 596,2 ± 25,3 U/L atau sekitar 5 kali lipat dari purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Peningkatan nilai aktivitas ALT dan AST tersebut mengindikasikan adanya kerusakan hati (steatosis) akibat induksi hepatotoksin karbon tetraklorida.

Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus pada kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (Tabel VI), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok lain. Hasil uji Scheffe aktivitas AST serum darah tikus pada kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (Tabel VII), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok lain kecuali dengan kelompok perlakuan dosis 426 mg/kgBB. Perbedaan yang bermakna tersebut berkaitan dengan tingginya aktivitas serum ALT-AST dari

kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dibanding kelompok lain yang memiliki aktivitas lebih rendah.

Aktivitas serum ALT-AST pada kelompok hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB digunakan sebagai dasar dalam menentukan besarnya efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada kelompok perlakuan.

3. Kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB

Kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB berguna untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun M. tanarius terhadap nilai aktivitas serum ALT-AST pada tikus tanpa adanya penginduksi hepatotoksin karbon tetraklorida. Uji ini dilakukan dengan memejankan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB pada tikus secara per oral, kemudian 30 menit setelahnya diambil darah untuk diukur aktivitas serum ALT-AST.

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB adalah sebesar 64,6 ± 1,5 U/L (Tabel V). Dari Tabel V juga dapat diketahui bahwa purata nilai aktivitas serum AST pada kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB adalah sebesar 152,4 ± 3,4 U/L.

Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus pada kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius (Tabel VI), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Hal ini berkaitan dengan tingginya aktivitas serum ALT-AST pada kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida. Jika dibandingkan

dengan kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB, kelompok kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki perbedaan yang bermakna karena nilai purata aktivitas serumnya lebih kecil dibanding pada kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB.

Hasil uji Scheffe aktivitas AST serum darah tikus pada kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius (Tabel VII), menunjukkan adanya perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dan berbeda tidak bermakna dengan kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Adanya perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan kelompok kontrol olive oil menjelaskan bahwa nilai aktivitas AST serum darah tikus setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M.

tanarius tetap dalam keadaan normal. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

ekstrak metanol-air daun M. tanarius tidak berperan dalam peningkatan aktivitas serum ALT-AST pada tikus.

4. Perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB adalah sebesar 95,8 ± 4,2 U/L (Tabel V).

Purata nilai aktivitas serum AST pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB adalah sebesar 271,0 ± 35,9

U/L. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB adalah sebesar 61,1 % (Tabel V).

Hasil uji Mann Whitney aktivitas serum ALT dan uji Scheffe aktivitas serum AST pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB (Tabel VI dan Tabel VII), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dan berarti ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB memiliki perbedaan yang bermakna. Hal ini berarti ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif namun kerusakan hati akibat hepatotoksin karbon tetraklorida belum dapat terproteksi seperti keadaan normal. Nilai aktivitas serum AST cenderung lebih besar daripada nilai aktivitas serum ALT karena sebagian besar enzim aspartat tidak hanya berada di dalam hati tetapi juga berada dalam otot rangka, jantung, dan tersebar di seluruh jaringan tubuh.

5. Perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB adalah sebesar 87,8 ± 3,9 U/L (Tabel V). Purata nilai aktivitas serum AST pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB adalah sebesar 326,8 ± 22,9

U/L (Tabel V). Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif sebesar 64,4 % (Tabel V).

Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB (Tabel VI), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB. Hal ini berarti ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M.

tanarius dosis 1280 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif yang besar dan dapat

menjaga hati dari pengaruh hepatotoksin karbon tetraklorida sehingga hati tetap dalam keadaan normal.

Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB (Tabel VII), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dan berarti ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1280 mg/kgBB memiliki perbedaan yang bermakna. Nilai aktivitas serum AST cenderung lebih besar daripada nilai aktivitas serum ALT karena sebagian besar enzim aspartat tidak hanya berada di dalam hati tetapi juga

berada dalam otot rangka, jantung, dan tersebar di seluruh jaringan tubuh sehingga tidak dapat dijadikan sebagai patokan adanya kerusakan hati.

6. Perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dengan pengaruh praperlakuan jangka waktu 30 menit

Purata nilai aktivitas serum ALT pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB adalah sebesar 115,8 ± 3,5 U/L (Tabel V). Purata nilai aktivitas serum AST pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB adalah sebesar 503,8 ± 19,6 U/L (Tabel V). Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif sebesar 53,0 % (Tabel V).

Hasil uji Mann Whitney aktivitas ALT serum darah tikus pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB (Tabel VI), menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dan kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif. Adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif namun belum dapat mengembalikan kerusakan hati akibat hepatotoksin karbon tetraklorida seperti pada keadaan normal.

Hasil uji Scheffe aktivitas AST serum darah tikus pada kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB (Tabel VII), menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna terhadap kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB dan memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB. Perbedaan yang tidak bermakna terhadap kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB tidak memiliki efek hepatoprotektif. Adanya perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol olive oil 2 ml/kgBB menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif yang rendah dan belum dapat memproteksi hati dari kerusakan akibat hepatotoksin karbon tetraklorida seperti pada keadaan normal.

Jika ditinjau dari aktivitas ALT dengan perbandingan terhadap kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB, maka diketahui bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif. Namun, jika ditinjau dari aktivitas AST, ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 426 mg/kgBB tidak memiliki efek hepatoprotektif. Hal ini dapat terjadi

Dokumen terkait