• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimetil Alil Pirofosfat (DMAPP)

2.4. Cara Memperoleh Minyak Atsiri

Minyak atsiri dapat diproduksi melalui beberapa metode, namun sebagian besar minyak atsiri diperoleh melalui penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap

(solvent extraction), ekstraksi dengan lemak dingin (enfleurasi), ekstraksi dengan lemak panas (maserasi), dan pengepresan (pressing).

2.4.1. Penyulingan

Dalam tanaman minyak atsiri, terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu-bulu kelenjar. Minyak atsiri hanya akan keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat dalam permukaan. Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat, maka untuk mempercepat proses difusi sebelum melakukan penyulingan terlebih dahulu bahan tanaman harus diperkecil dengan cara dipotong-potong atau digerus. Pemotongan atau penggerusan merupakan upaya untuk mengurangi ketebalan bahan hingga difusi terjadi. Peningkatan difusi akan mempercepat penguapan dan penyulingan minyak atsiri. Peristiwa terpenting yang terjadi dalam proses penyulingan dengan metode hidrodestilasi ini adalah terjadinya difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran bahan yang disuling, terjadinya hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan terjadinya dekomposisi yang disebabkan oleh panas.

Penyulingan dapat didefenisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing- masing zat tersebut. Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu :

a. Penyulingan dengan air (Water distillation)

b. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam distillation) c. Penyulingan dengan uap langsung (Steam distillation)

Tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga jenis penyulingan diatas. Tetapi bagaimanapun juga perbedaan ini sangat berarti, karena tergantung pada metoda yang dipakai dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi selama berlangsungnya penyulingan.

a. Penyulingan dengan Air

Pada metode ini bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang akan disuling. Air yang dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup. Ciri khas metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Oleh sebab itu sering disebut dengan penyulingan langsung. Beberapa jenis bahan (misalnya bubuk buah badam,bunga mawar, dan orange blossoms) harus disuling dengan metode ini.

b. Penyulingan dengan Air dan Uap

Pada metode penyulingan ini bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh dibawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran bahan olah harus seragam dan ruang antar bahan yang cukup, agar uap dapat berpenetrasi, pengisian dan kepadatan bahan harus merata di dalam ketel sehingga uap dapat menembus bahan tersebut secara merata dan menyeluruh.

c. Penyulingan dengan Uap

Metode ketiga disebut penyulingan uap atau uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987). Selama proses

penyulingan berlangsung, suhu ketel diawasi agar jangan melampaui suhu ’’superheated steam”. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih besar dan menghindarkan pengeringan bahan yang disuling (Ketaren, 1985).

2.4.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Penyulingan

1. Penyulingan dengan air

Meskipun proses pengerjaannya sangat mudah dan dapat menyuling minyak dari bahan yang berbentuk bubuk dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika kena panas, tetapi penyulingan ini menyebabkan banyaknya rendemen yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. Komponen yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.Selain itu, juga menyebabkan terjadinya pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air dan timbulnya berbagai hasil samping yang tidak dikhendaki. Penyulingan air memerlukan ketel suling yang lebih besar, ruangan yang lebih luas dan jumlah bahan bakar yang lebih banyak.

2. Penyulingan dengan uap

Proses produksi berlangsung lebih cepat karena ketel uap melayani beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang seri. Mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan sangat baik karena biasanya proses hidrolisa yang terjadi relatif kecil. Namun, proses ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik dan lebih sempurna, serta biaya yang diperlukan pun lebih mahal. Penyulinan ini tidak baik dilakukian terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air.

3. Penyulingan dengan air dan uap

Dari segi komersial, proses ini sangat ekonomis. Rendemen minyak yang dihasilkan juga cukup memadai, mutunya pun dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Keuntungan lain penyulingan ini adalah karena uap berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100oC. Lama penyulingan

relatif singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil penyulingan air, dan bahan yang disuling tidak dapat menjadi gosong. Kelemahan sistem ini adalah karena uap yang dibutuhkan cukup besar dan waktu penyulingan lebih lama. Dalam proses ini, sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman, sehingga bahan bertambah basah, dan mengalami aglutinasi. Metode ini tidak dapat menghasilkan minyak dengan cepat karena tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah. Untuk mendapatkan rendemen yang lebih tinggi diperlukan waktu penyulingan yang lama (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.4.1.2. Pengaruh Metode Penyulingan Terhadap Mutu Minyak Atsiri

Mutu maupun sifat-sifat fisika-kimia minyak atsiri dipengaruhi oleh keadaan bahan (umur, keadaan kering atau segar) dan cara penyulingan yang dilakukan. Faktor yang mempengaruhi yaitu metode penyulingan, tingkat perajangan bahan, jumlah bahan, lamanya penyulingan, besarnya tekanan yang dipakai, mutu uap, perlakuan pada air suling. Antara penyulingan air dan penyulingan uap perbedaan ini cukup besar. Jika bahan olah tidak cukup dirajang, maka komponen minyak atsiri yang bertitik didih tinggi tidak dapat diekstrak sebagian kecil dengan penyulingan air. Bahkan penyulingan dengan air terhadap daun menghasilkan komponen mudah menguap dan komponen bertitik didih tinggi yang tidak lengkap (Guenther, 1987).

2.4.2 Ekstraksi Dengan Pelarut Menguap

Ekstraksi digunakan untuk mengisolasi produk reaksi organic sebagai contoh sejumlah campuran senyawa organik yang larut dalam air dan beberapa garam anorganik yang semuanya larut dalam air. Untuk mengisolasi senyawa organik tersebut maka campuran diatas dituangkan dalam corong pisah dengan menambahkan pelarut organik misalnya eter, kemudian dikocok sehingga senyawa organik akan terdistribusi pada eter karena lebih mudah larut dalam eter dibanding dalam air. Sementara garam anorganik berada pada lapisan air, karena tidak larut dalam eter.

Dengan demikian sudah terjadi pemisahan dan eter dapat dibebaskan dengan penguapan.

Pelarut yang ideal harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Harus dapat melarutkan semua zat wangi bunga dengan cepat dan sempurna, dan sempurna, dan sedikit mungkin melarutkan bahan seperti: lilin, pigmen, dan senyawa albumin

b. Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi

c. Pelarut tidak boleh larut dalam air

d. Pelarut harus bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak e. Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam dan jika diuapkan tidak

akan tertinggal dalam minyak

f. Harga pelarut harus serendah mungkin dan tidak mudah terbakar

Eter merupakan pelarut yang berkemampuan tinggi untuk melarutkan hidrokarbon dan senyawa yang mengandung oksigen. Eter mempunyai sifat menguap yang tinggi (titik didih 34,6oC) sehingga mudah dihilangkan dari suatu ekstrak, pada temperature rendah. Eter digunakan untuk isolasi produk alam yang terdapat pada binatang dan jaringan tumbuhan yang mempunyai kandungan air tinggi. Walaupun lebih sering digunakan untuk penelitian, namun eter dihindari penggunaannya di dunia industri karena bahaya kebakaran, kelarutannya dalam air, sulitnya diperoleh kembali karena mudahnya menguap dan pada keadaan kering mungkin meledak. Pelarut alternatif yang biasa digunakan adalah petroleum eter, ligroin, benzene, karbon tetra klorida, kloroform, diklorometana, 1-Butanol (Williamson,1987).

2.4.3. Ekstraksi Dengan Lemak Dingin (Enfleurasi)

Lemak mempunyai daya adsorpsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang berbau wangi maka lemak akan mengabsorpsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses enfleurasi. Pada akhir proses, lemak akan jenuh dengan minyak bunga tersebut kemudian minyak bunga tersebut

diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan.

Berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun dapat dibuktikan bahwa campuran satu bagian lemak sapi dan dua bagian Lard (lemak babi) sangat baik untuk enfleurasi.

Banyak jenis bahan lain yang dapat digunakan sebagai absorben pada proses enfleurasi, tetapi belum ada yang diterapkan secara komersial. Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang digunakan dan ketelitian serta keterampilan dalam mempersiapkan lemak. Lemak yang digunakan harus tidak berbau dan mempunyai konsistensi tertentu. Jika lemak terlalu keras kontak antara lemak dan minyak akan sulit sehingga akan mengurangi daya absorpsi dan rendemen minyak bunga yang dihasilkan (Guenther, 1987).

2.4.4. Pengepresan

Metode pengepresan merupakan metode penarikan minyak atsiri dengan pemberian tekanan untuk mengepres sampel, misal kulit buah sehingga minyak yang terkandung di dalamnya akan keluar. Cara ini sangat sederhana dan dalam hal tertentu memberikan hasil yang memuaskan seperti aroma yang alami.

Isolasi dengan pengepresan mempunyai beberapa kesulitan karena dinding yang didalamnya terdapat kantung minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari selulosa dan pectin berupa koloid sehingga dengan metode ini maka minyak akan bergabung dengan koloid. Masalah ini adalah salah satu hambatan dalam memproduksi minyak bermutu baik dengan menggunkana mesin tekan (Guenther, 1987).

Dokumen terkait