V GAMBARAN UMUM
VI. MODEL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA: HASIL ANALISIS PARSIAL PERSAMAAN STRUKTURAL
1. Pajak Daerah
Dugaan parameter persamaan Pajak Daerah (PJKDt) memberikan nilai
koefisien determinasi sebesar 88.77 persen. Hal ini berarti variabel penjelas
Belanja Daerah (BLJt) dan Perubahan Persediaan (PPt) di dalam persamaan
tersebut dapat menjelaskan 88.77 persen fluktuasi variabel Pajak Daerah. Variabel endogen di dalam persamaan Pajak Daerah dipengaruhi secara nyata
oleh variabel Belanja Daerah pada taraf nyata (α) 5 persen. Namun pengaruh
perubahan persediaan tidak signifikan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pajak Daerah Tahun 2004- 2008
Variabel Dugaan Parameter Prob >[t] Elastisitas
PJKDt Pajak Daerah
Intercep 289 904.4
Belanja Daerah (BLJt) 0.038427 0.0201 (A) 0.38
Perubahan Persediaan (PPt) 0.011069 0.5312 (D) 0.02
F-Hitung = 6.78 (Prob > F = 0.0001); R2 = 0.8877
Keterangan (untuk tabel di atas dan tabel-tabel selanjutnya):
A = Dugaan parameter berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 5 persen. B = Dugaan parameter berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 10 persen. C = Dugaan parameter berbeda dengan nol pada taraf nyata (α) 15 persen. D = Dugaan parameter disamakan dengan nol pada taraf nyata (α) > 15 persen.
Nilai dugaan parameter Pajak Daerah dan elastisitasnya pada Tabel 7 menjelaskan tentang pengaruh Belanja Daerah dan Perubahan Persediaan terhadap pengumpulan Pajak Daerah. Apabila terjadi peningkatan anggaran Belanja Daerah sebesar Rp. 1 juta maka penerimaan pajak berpotensi naik sebesar Rp. 38 427.
Proporsi potensi nilai peningkatan pajak yang hanya sekitar 3.84 persen disebabkan oleh instrumen dan sumber pajak yang dapat dilakukan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
100
Sementara itu sumber penerimaan pajak lebih banyak yang bersifat pasif sehingga belum seluruhnya tergarap secara optimal.
Kenaikan perubahan persediaan dari sisi permintaan agregat sebesar Rp. 1 juta akan menjadi sumber penerimaan pajak daerah dengan potensi penarikan pajak sebesar Rp. 11 069. Perubahan persediaan ini akan mempengaruhi kemampuan permodalan usaha. Elastisitas Belanja Daerah dan elastisitas Perubahan Persediaan berturut-turut sebesar 0.38 dan 0.02 menunjukkan Pajak Daerah tidak responsif terhadap perubahan kedua variabel tersebut.
2. Dana Alokasi Umum
Dugaan parameter persamaan Pajak Daerah (PJKDt) memberikan nilai
koefisien determinasi sebesar 96.48 persen. Hal ini berarti variabel penjelas
Belanja Daerah (BLJt) dan Populasi Penduduk (POPt) di dalam persamaan
tersebut dapat menjelaskan 96.48 persen fluktuasi variabel Pajak Daerah. Variabel endogen di dalam persamaan Pajak Daerah dipengaruhi secara nyata oleh
variabel Belanja Daerah pada taraf nyata (α) 5 persen. Namun pengaruh Populasi
Penduduk tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Dana Alokasi Umum Tahun 2004-2008
Variabel Dugaan Parameter Prob >[t] Elastisitas
DAUt Dana alokasi umum
Intercep 8 243.43
Belanja Daerah (BLJt) 0.384778 0.0001(A) 0.72
Populasi Penduduk (POPt) 243.3648 0.2114 (D) 0.73
F-Hitung = 17.66 (Prob > F = 0.0001); R2 = 0.9648
Nilai dugaan parameter DAUt dan elastisitasnya pada Tabel 8 menjelaskan
101
Apabila terjadi peningkatan anggaran Belanja Daerah sebesar Rp. 1 juta maka
potensi kebutuhan transfer sumber pembiayaan DAUt meningkat sebesar
Rp. 384 778. Populasi Penduduk juga berpengaruh nyata terhadap DAUt dengan
nilai dugaan parameter 243.3648. Jika Populasi Penduduk meningkat sebanyak
1 000 orang maka DAUt akan meningkat sekitar Rp. 243.3648 juta per tahun.
Kenaikan Populasi Penduduk menyebabkan DAUt meningkat sehingga provinsi
dengan penduduk yang lebih banyak akan lebih banyak pula menerima transfer
DAUt.
Elastisitas Belanja Daerah dan elastisitas Populasi Penduduk berturut-turut sebesar 0.72 dan 0.73, menunjukkan bahwa penerimaan Pajak Daerah tidak responsif terhadap perubahan kedua variabel tersebut.
6.2.2. Blok Belanja Daerah
Kinerja kebutuhan fiskal daerah atau disebut dengan anggaran Belanja
Daerah (BLJt) merupakan penjumlahan dari kebutuhan untuk Belanja Pemerintah
Sektor Pertanian (GPSTt), Belanja Pemerintah Sektor Industri (GPSIt), Belanja
Pemerintah Sektor Bangunan dan Infrastruktur (GPSBt), dan Belanja Pemerintah
Sektor Lain-Lain (GPSLLt).
Persamaan struktural dalam model yang dibangun meliputi Belanja Sektor
Pendidikan (BSPt) dan Belanja Sektor Kesehatan (BSKt), yang merupakan bagian
dari Belanja Pemerintah Sektor Lain-Lain (GPSLL). Persamaan struktural
meliputi pula Belanja Pemerintah Sektor Pertanian (GPSTt), Belanja Pemerintah
Sektor Industri (GPSIt), dan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan dan
102
1. Belanja Sektor Pendidikan
Dugaan parameter persamaan Belanja Sektor Pendidikan (BSPt)
memberikan nilai koefisien determinasi sebesar 98.38 persen. Hal ini berarti
variasi dari dua variabel penjelasnya, yaitu Pendapatan (PATt) dan Pegawai
Negeri Sipil (PNSt) dapat menjelaskan 98.38 persen fluktuasi variabel Belanja
Sektor Pendidikan. Variabel endogen di dalam persamaan Belanja Sektor Pendidikan dipengaruhi secara nyata oleh variabel Pendapatan Daerah dan
variabel jumlah Pegawai Negeri Sipil masing masing pada taraf nyata (α) 5 persen.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor Pendidikan Tahun 2004-2008
Variabel Dugaan Parameter Prob >[t] Elastisitas
BSPt Belanja Sektor Pendidikan
Intercep -1 318 667
Pendapatan Daerah (PATt) 0.180641 0.0001 (A) 0.72
Pegawai Negeri Sipil (PNSt) 14.67299 0.0001 (A) 1.65
F-Hitung = 9.4 (Prob > F = 0.0001); R2 = 0.9838
Pendapatan Daerah merupakan faktor yang berpengaruh nyata pada taraf (α)
5 persen terhadap Belanja Sektor Pendidikan dengan nilai dugaan parameter 0.180641. Artinya jika Pendapatan Daerah naik Rp. 1 juta (100 persen) maka Belanja Sektor Pendidikan akan meningkat Rp. 0.1806 juta (18.06 persen). Kenaikan pada Pendapatan Daerah di suatu provinsi akan berpotensi menaikkan Belanja Daerah dan Belanja Sektor Pendidikan di provinsi yang bersangkutan.
Variabel Pegawai Negeri Sipil juga berpengaruh nyata pada taraf (α) 5
persen terhadap Belanja Sektor Pendidikan dengan nilai dugaan parameter 14.67299. Jika peubah Pegawai Negeri Sipil meningkat sebanyak 1 000 orang
103
maka Belanja Sektor Pendidikan akan meningkat sebesar Rp. 14.68 juta per tahun. Kenaikan variabel Pegawai Negeri Sipil menyebabkan Belanja Sektor Pendidikan meningkat, sehingga provinsi dengan variabel Pegawai Negeri Sipil yang meningkat akan meningkatkan pula alokasi Belanja Sektor Pendidikan.
Elastisitas Pendapatan Daerah dan elastisitas variabel Pegawai Negeri Sipil berturut-turut sebesar 0.72 dan 1.65, menunjukkan bahwa Belanja Sektor Pendidikan tidak responsif terhadap perubahan Pendapatan Daerah, tetapi responsif terhadap perubahan variabel Pegawai Negeri Sipil.
2. Belanja Sektor Kesehatan
Dugaan parameter persamaan Belanja Sektor Kesehatan (BSKt)
memberikan nilai koefisien determinasi sebesar 97.99 persen. Hal ini berarti
variasi dari dua variabel bebasnya, yaitu Pendapatan Daerah (PATt) dan jumlah
Pegawai Negeri Sipil (PNSt), dapat menjelaskan 97.99 persen fluktuasi variabel
Belanja Sektor Kesehatan. Variabel endogen persamaan Belanja Sektor Kesehatan dipengaruhi secara nyata oleh variabel Pendapatan Daerah dan Pegawai Negeri
Sipil masing masing pada taraf nyata (α) 5 persen. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor Kesehatan Tahun 2004-2008
Variabel Dugaan Parameter Prob >[t] Elastisitas
BSKt Belanja Sektor Kesehatan
Intercep -221 187
Pendapatan Daerah (PATt) 0.068016 0.0001 (A) 0.83
Pegawai Negeri Sipil (PNSt) 3.7340 0.0001 (A) 1.27
104
Pendapatan Daerah merupakan faktor yang berpengaruh nyata pada taraf (α)
5 persen terhadap Belanja Sektor Kesehatan dengan nilai dugaan parameter 0.0680. Artinya jika Pendapatan Daerah naik Rp. 1 juta (100 persen) maka Belanja Sektor Kesehatan akan meningkat Rp. 0.068 juta (6.8 persen). Kenaikan pada Pendapatan Daerah di suatu provinsi akan menaikkan Belanja Sektor Kesehatan provinsi yang bersangkutan.
Variabel Pegawai Negeri Sipil juga berpengaruh nyata pada taraf (α) 5
persen terhadap Belanja Sektor Kesehatan dengan nilai dugaan paremeter 3.7340. Jika Pegawai Negeri Sipil lebih banyak sebesar 1 orang maka Belanja Sektor Kesehatan akan meningkat sebesar Rp. 3.73 juta per tahun. Kenaikan variabel Pegawai Negeri Sipil menyebabkan Belanja Sektor Kesehatan meningkat sehingga provinsi dengan Pegawai Negeri Sipil yang meningkat akan meningkatkan pula alokasi Belanja Sektor Kesehatan.
Elastisitas Pendapatan Daerah dan elastisitas variabel Pegawai Negeri Sipil berturut-turut sebesar 0.83 dan 1.27 menunjukkan bahwa Belanja Sektor Kesehatan tidak responsif terhadap perubahan Pendapatan Daerah, tetapi responsif terhadap perubahan variabel Pegawai Negeri Sipil.