Cara ini dilakukan dengan membuat preparat dari jumlah tertentu dari larutan sampel dan disebarkan di atas gelas obyek dan dalam luas tertentu (misalnya 1 cm2
b. Secara tidak langsung
). Selanjutnya dihitung di bawah mikroskop.
1. Dengan turbidimetri.
Perhitungan mikoorganisme dilakukan dengan cara mengukur persentase yang melewati larutan yang diperiksa. OD (Optical density) dinyatakan dengan rumus :
OD = 2 – log T
T adalah persentase cahaya yang dilewatkan.
2. Dengan cara kimia.
cara ini mengukur jumlah senyawa yang karakterisitik di dalam sel bakteri: Nitrogen, DNA, dan lain-lain.
3. Dengan cara volume total
Cara ini dilakukan dengan mengukur volume total dari endapan sel yang telah disentrifuge.
4. Dengan cara berat kering.
5. Dengan cara Plate count.
Pada metode ini dibuat dahulu pengenceran bertingkat sampel yang akan dihitung sampai konsentrasi tertentu dan ditanam secara tuang (puor plate) di atas medium yang sesuai.
6. Dengan cara Most Prebable Number (MPN).
Metode MPN menggunakan medium cair dalam tabung reaksi, pehitungan dilakukan oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Jumlah mikroorganisme yang ada di dalam suatu bahan dengan sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan itu sendiri dan kondisi lingkungan. Jumlah mikroorganisme dihitung dengan beberapa cara, antara lain: (Sutton, 2010)
1. jumlah bakteri secara keseluruhan (total cell count); pada cara ini dihitung semua bakteri baik yang hidup maupun yang mati.
2. jumlah bakteri yang hidup (viable count); cara ini hanya menggambarkan jumlah sel yang hidup sehingga lebih baik bila dibandingkan dengan buti.
Perhitungan jumlah sel ada beberapa macam diantaranya adalah (Sutton, 2010):
1. Hitungan mikroskop.
Sel mikroba dapat langsung dilihat melalui mikroskop setelah dilakukan pewarnaan, sejumlah volume tertentu dari suspensi mikroba dioles rata di atas permukan kaca objek, setelah membentuk filamen yang luasnya tertentu, jumlah selnya dihitung melalui mikroskop.
2. Hitungan cawan.
Prinsip metode cawan adalah jika sel jasad renik masih hidup ditambahkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung tanpa mikroskop. Metode hitung cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik. Hanya sel yang hidup yang dihitung, Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus, digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan pertumbuhan spesifik.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah pengujian secara subyektif yaitu peneriman panelis yang didasarkan atas uji kegemaran dan analisa perbedaan. Pengujian organoleptik didasarkan pada proses penginderaan yang diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Penginderaan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Penerimaan atas pengujian secara organoleptik diperlukan beberapa syarat antara lain; suasana lingkungan tenang, bersih, peralatan yang digunakan bebas bau, bahan contoh yang sesuai standar dan panelis agak terlatih atau agak terlatih dengan demikian dapat diketahui hasil yang diuji (Baedhowi dan Pranggonowati,1998).
Pengujian Aktivitas Antioksidan secara in vivo
keberadaan beberapa komponen yang terlibat dalam sistem antioksidan tubuh (vitamin E, glutation, askorbat, aktivitas enzim antioksidan dan lainnya). Indikator lainnya yaitu dari pernafasan (hidrokarbon volatil, H2O2), dari urin (Thiobarbituric Acid Reactive Substance, eikosanoids) dan dari darah (TBARS, Low Densitry Lipoprotein teroksidasi, H2O2
Enzim Superoxide Dismutase (SOD)
, glutation dan lainnya). Apabila menggunakan hewan percobaan dapat dilakukan dengan model yang diberi stres oksidatif.
Antioksidan yang paling kritis yang mampu memperbaiki efek tekanan (stress) oksidatif adalah enzim superoxide dismutase (SOD) atau superoksida dismutase. Struktur representatif tiga dimensi enzim yang merupakan protein terdapat pada Gambar 11.
Gambar 11. Struktur representatif tiga dimensi Superoxide dismutase (Wikipedia, 2015)
SOD adalah salah satu cara alternatif dalam meminimalkan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. SOD merupakan enzim dengan ramifikas (percabangan) yang meluas. SOD dalam struktur proteinnya berubah dari struktur
primer ke struktur sekunder untuk menjadi tiga bentuk enzim SOD yaitu Pb.Zn-SOD, mangan-Pb.Zn-SOD, dan besi-SOD. Beberapa hal yang berkaitan dengan SOD telah diteliti pemanfaatannya yaitu sebagai alat atau petunjuk dalam ilmu biokimia, farmakologi, atau konteks klinik, termasuk genetika populasi; trisomy; perkembangbiakan; status nutrisional timbal (copper), seng, dan mangan; hemolisis dan anemia; toksisitas oksigen dalam paru-paru serta system syaraf; inflamasi, penyakit autoimun dan kerusakan kromosom, ischemia dan perubahan degeneratif; kerusakan akibat radiasi;. (Nurhayati et al., 2009)
Karsinogen Acrylamide
Karsinogen adalah substansi yang dikenal menyebabkan kanker atau setidaknya menghasilkan peningkatan insiden kanker pada hewan atau populasi manusia, dibagi menjadi (Chrestella, 2009):
a. Onkogen kimia
Onkogen kemikal contohnya adalah hidrokarbon polisiklik, nikotin, aflatoksin, nitrosamine, agen kemoterapi, asbestos, logam berat, vinyl chloride,dll.
b. Onkogen radiasi
Contohnya adalah radiasi oleh ultraviolet, X ray, radioisotope dan bom nuklir c. Onkogen viral
Contohnya adalah onkogen virus RNA (retrovirus) seperti HIV , dan onkogen virus DNA (seperti papilloma virus, Molluscum contangiosum, herpes simpleks, Ebstein Barr Virus (EBV) yaitu virus penyebab kanker nasofaring, Avian , hepatitis B, Cytomegalovirus (CMV).
d. Onkogen hormonal
e. Onkogen genetik.
Acrylamide adalah monomer vinil yang larut dalam air. Pemaparan terhadapa acrylamide melalui kontak kulit atau pernafasan bias berpotensi terjadi selama pemakaiannya sebagai intermediat dalam menghasilkan polimer, atau selama penggunaan bahan mengandung akrilamida. Pemaparan terhadap akrilamida pada bahan makanan menjadi perhatian dunia karena pembentukannya pada variasi goring-gorengan dan makanan yang dipanaskan ulang selama proses memasak melalui reaksi Maillard gula dengan residu asparagin target awal keberadaan akrilamida menjadi terminal pusat pada sistem saraf pusat dan periferal, menghasilkan gangguan pada otonom, perilaku, sensori, dan motorik. (El Salim et al., 2008)
Akrilamida merupakan senyawa kimia berwarna putih, tidak berbau, berbentuk kristal padat yang sangat mudah larut dalam air dan mudah bereaksi melalui reaksi amida atau ikatan rangkapnya. Monomernya cepat berpolimerisasi pada titik leburnya atau di bawah sinar ultraviolet. Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan.
Rumus molekul acrylamide adalah C3H5NO, Sinonim 2-Propenamida,
etilen karboksi amida, akrilik amida, asam propeonik amida, vinil amida .
Acrylamide memiliki bobot molekul : 71,08. Kelarutan dalam g/100 ml pelarut
pada suhu 30oC : air 215,5; aseton 63,1; benzen 0,346; etanol 66,2; kloroform
2,66; metanol 15,5; nheptan 0,0068. Acrylamide memiliki titik lebur sebesar
84,5oC, titik didih 87oC (2 mmHg), 105oC (5mmHg), 125oC (25 mmHg). Tekanan
Pada umumnya, akrilamida yang terdapat di alam adalah buatan manusia, berasal dari residu monomer yang dilepaskan dari poliakrilamida untuk perawatan air minum karena tidak seluruh akrilamida terkoagulasi dan tetap berada di air sebagai pencemar. Akrilamida terdistribusi dengan baik dalam air karena kelarutannya yang tinggi dalam air. Akrilamida dapat menetap hingga berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan di daerah sungai atau pesisir pantai dengan aktivitas mikroba yang rendah. Kecil kemungkinannya terakumulasi pada ikan. (Harahap, 2006).
Akrilamida merupakan suatu bahan kimia industri yang penggunaannya sudah sejak tahun 1950 sebagai suatu intermediat dalam produksi poliakrilamida, berguna sebagai flokulan untuk penjernih air minum dan untuk aplikasi industri lain. Toksitas neuro dari akrilamida pada manusia dikenal baik dari pemaparan pada saat kerja dan akibat kecelakaan. Sebagai tambahan, studi pengujian dengan akrilamida pada hewan telah menunjukkan reproduktif, genotoksik dan sifat-sifat karsinogenik. Akrilamida dapat ditemukan pada makanan, terutama yang tinggi karbohidrat dan rendah protein, tergantung pada temperature tinggi selama proses memasak atau proses termal lainnya. Akrilamida terutama negatif dalam prokariotik pada sistem uji in vitro namun positif secara dominan dalam sistem uji mamalia dan uji in vivo dari mutagenesis dan mengarah pada pembentukan adisi DNA. Satu dosis oral Akrilamida (18, 36 atau 54 mg/kg) menginduksi kerusakan DNA yang diukur dalam leukosit, otak dan testis tikus: bahwa menggunakan flow cytometer semakin menurunkan dosis, telah ditemukan untuk menginduksi kadar mikronukleus yang meningkat secara signifikan dalam uji in vivo pada tikus. Meskipun tingkat adisi DNA yang terbentuk sama pada semua jaringan yang
diteliti, beberapa jaringan lain menunjukkan tidak ada kerusakan DNA, yang diukur dengan Comet Assay Comet (hati, adrenal dan sumsum tulang). Hasil ini menunjukkan bahwa faktor-faktor selular tambahan diluar pembentukan adisi dapat mempengaruhi kerusakan DNA yang disebabkan oleh invivo akrilamida. Banyak genotoksitas akrilamida tampak dimediasi oleh metabolit, glycidamide. Reaktivitas glycidamide dengan basis DNA lebih besar daripada akrilamida. (Bolger et al., 2009)
Sifat farmakokinetika akrilamida
Absorbsi dari akrilamida melalui saluran pernafasan, saluran cerna, dan kulit. Pada pendistribusiannya, akrilamida terdapat dalam kompartemen sistem tubuh dan dapat menembus selaput plasenta. Pada urin tikus, telah ditemukan metabolit, seperti asam merkapturat dan sistein-s-propionamida. Glisidamida, merupakan metabolit utama dari akrilamida, yaitu epoksida yang lebih dicurigai dapat menyebabkan penyakit kanker dan bersifat genotoksik pada hewan coba daripada akrilamida. Akrilamida dan metabolitnya terakumulasi dalam sistem saraf dan darah. Akrilamida dicurigai lebih bersifat neurotoksik dibandingkan dengan glisidamida. Pada ginjal, hati dan sistem reproduksi pria juga terjadi akumulasi. Berdasarkan percobaan pada hewan, akrilamida diekskresikan dalam jumlah besar melalui urin dan empedu sebagai metabolitnya. Diketahui terdapat akrilamida dalam air susu tikus yang sedang menyusui. Data-data farmakokinetika akrilamida pada manusia masih sedikit, namun antara manusia dan hewan. (Harahap, 2006).
Gambar 12. Struktur molekul Acrylamide
Gambar 12 menunjukkan gambar struktur molekul Acrylamide. Molekul acrylamide terdiri dari 3 atom karbon dan memiliki gugus amida.
Karsinogenesis
Pada umumnya, kanker timbul karena paparan terhadap suatu karsinogen secara berkali-kali dan aditif pada dosis tertentu, tetapi pada keadaan tertentu dapat juga timbul dari dosis tunggal karsinogen. Penyebab kanker dapat satu karsinogen yang sama misalnya asap rokok (kanker paru), dapat dua karsinogen yang berlainan misalnya asap rokok dan debu asbes (kanker paru), asap rokok dan radiasi sinar X (kanker paru), asap rokok dan alkohol (kanker orofarings, larings dan esofagus), gen kanker dan karsinogen lingkungan. Dari penyelidikan epidemiologis didapatkan bahwa asap rokok sebagai karsinogen dan debu asbes sebagai ko-karsinogen menimbulkan kanker paru lebih cepat pada pekerja perokok yang menghirup debu asbes dibandingkan mereka yang mengisap asap rokok saja, karena ko-karsinogen membantu karsinogen menimbulkan kanker lebih efektif. Dari penyelidikan epidemiologis juga didapatkan bahwa bahan yang menghambat mekanisme pertahanan tubuh membantu timbulnya kanker. Untuk beberapa macam kanker terdapat satu faktor yang dominan misalnya sinar ultraviolet yang menimbulkan kanker kulit dan kelainan kromosom yang menimbulkan retinoblastoma. Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia
atau fisik maupun biologik memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampai terlihat kanker secara klinis. Periode laten dari kebanyakan kanker seringkali 20 tahun atau lebih. Efek karsinogen yang lemah dapat tidak terlihat, sebab periode latennya melampaui masa hidup seseorang. Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga fase utama yaitu fase inisiasi, promosi dan progresi.
Kanker dan Proses terjadinya kanker
Tubuh manusia tersusun oleh sel. Kumpulan sel membentuk jaringan dan menyusun organ tubuh fungsional. Dalam keadaan normal, sel memperbanyak diri dengan cara membelah diri (mitosis) menurut kaidah pembelahan sel normal. Proses ini berlangsung terus-menerus berupa siklus terkendali, sehingga pertumbuhan berlangsung sesuai dengan aturan pembelahan normal. Dengan demikian manusia tumbuh secara normal dan proporsional. Selain untuk pertumbuhan tubuh, sel baru berfungsi untuk mengganti sel mati atau menyusun jaringan baru dalam proses penyembuhan luka. (Tjahjono, 1998)
Siklus sel normal dikendalikan oleh suatu kelompok protein yang secara umum disebut siklin. Siklus berlangsung melalui mitosis (M), gap-l (G1), sintesis DNA (fase g), gap-2 (G2), mitosis (M) dan seterusnya. Sel anak (daughter cell) hasil mitosis secara teratur masuk ke siklus dalam fase G1, sebagian sel anak masuk ke fase istirahat (Go). Sel pada fase Go dapat aktif kembali masuk ke fase G1 siklus sel. Masuknya kelompok sel ke fase istirahat, kemudian aktif kembali menyebabkan proses regenerasi tubuh berlangsung cepat.
Apabila sel di dalam tubuh membelah diri dan memperbanyak diri secara tidak teratur, tidak mengikuti kaidah normal, tidak terkendali, sehingga tumbuh
sangat cepat maka pada organ tubuh akan timbul suatu benjolan. Benjolan ini disebut neoplasma atau tumor. Menurut sifat dan pertumbuhannya, terdapat dua jenis neoplasma, yaitu neoplasma jinak dan neoplasma ganas. (Tjahjono, 1998)
Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat, sehingga sebagian besar energi digunakan untuk berkembang biak. Pertumbuhan tak terkontrol yang seringnya terjadi dengan cepat itu dapat mengarah ke pertumbuhan jinak (benign) maupun ganas (malignant atau kanker). Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak menyebar ke jaringan lain sekitarnya. Tumor jinak biasanya juga tidak mengancam jiwa kecuali bila ia terletak pada area struktur vital. Sedangkan tumor ganas dapat menginvasi jaringan lain dan beranak sebar ke tempat jauh (metastasis) bahkan dapat menimbulkan kematian. Sel-sel malignant ini mempunyai sifat resisten terhadap apoptosis, tidak sensitif terhadap faktor anti pertumbuhan dan contact inhibition-nya disupresi. (Chrestella, 2009)
Gambar 13. Skema perkembangan sel kanker (Anonim, 2015)
Untuk terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi. Bahkan pada kenyataannya, beberapa serial mutasi terhadap kelas gen tertentu diperlukan untuk mengubah suatu sel normal menjadi sel-sel kanker. Hanya mutasi pada jenis
gen tertentu yang berperan penting pada divisi sel, apoptosis sel dan DNA repair yang akan mengakibatkan suatu selkehilangan regulasi terhadap proliferasinya. Hampir semua sel neoplasma berasal dari satu sel yang mengalami mutasi karsinogenik. Sel tersebut mengalami proses evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra pada sel desendens mutan. Sel-sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk menjadi ganas diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika mutasi berakumulasi, maka sel dari tumor jinak itu akan menjadi tumor ganas. (Chrestella, 2009)