• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutan yang terbentuk perlu diseleksi melalui beberapa generasi pertumbuhan biji atau propagasi secara vegetatif. Pada tanaman yang diperbanyak melalui biji mutan resesif biasanya diseleksi pada generasi kedua (M2) atau ke tiga (M3) setelah perlakuan irradiasi. Pada tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif beberapa siklus dari propagasi diperlukan untuk mendapatkan homo-

histont atau ‘dissolve’ kimera dan mendapatkan mutan yang solid (Ahloowalia & Maluszynski 2001). Pada perbanyakan mutan secara vegetatif, generasi M1V0 merupakan populasi generasi tanaman mutan (M, kependekan dari ’Mutan’) yang belum diperbanyak secara vegetatif (V0). Tanaman generasi M1V1 merupakan populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif pertama (V1) dari mutan generasi pertama (M1). Sedangkan tanaman generasi M1V2 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari M1V1, demikian seterusnya sehingga didapatkan

generasi M1V3 (Aisyah et al. 2009).

Mutasi gen yang terjadi tanpa ekspresi fenotipe yang terlihat biasanya tidak dapat dikenali. Untuk dapat mengenali mutasi gen yang terjadi berbagai metode telah diaplikasikan untuk mendeteksi pengaruh mutagen pada tanaman. Pada tanaman obat perubahan sifat dan karakter mutan dapat dideteksi secara morfologi, molekuler dan fitokimia.

Secara morfologi deteksi dilakukan dengan mengamati perubahan fenotipe, seperti tinggi tanaman, bentuk daun, bentuk batang serta perubahan morfologi yang terjadi pada mutan dibandingkan dengan kontrol. Deteksi secara molekuler dilakukan untuk mengetahui perubahanan profil DNA hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler. Sedangkan deteksi secara fitokimia dapat dilakukan terhadap perubahan komponen senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman obat tersebut dibandingkan dengan kontrol. Pada mutan tanaman

obat selain terjadi perubahan genotipe diharapkan terjadi juga perubahan karakter senyawa aktif yang terkandung didalamnya.

2.5.1. Deteksi Perubahan Morfologi Mutan

Perubahan fenotipe atau morfologi mutan dari hasil irradiasi biasanya beraneka ragam bentuk tergantung dosis yang digunakan. Pada mutan yang terbentuk, perubahan morfologi menjadi tanda awal untuk mengetahui pengaruh mutasi pada tanaman tersebut. Perubahan ini dapat terjadi pada seluruh bagian tanaman, baik berupa daun, bunga, batang, dan akar. Perubahan warna dan bentuk

bunga, tanaman kerdil atau tanaman menjadi besar (giant) dan fenotipe baru yang

terbentuk menjadi nilai komersial yang dapat diseleksi menjadi varietas baru (Ahloowalia & Maluszynski 2001).

Banyak mutan menjadi tanaman kerdil, yang justru menjadi tanda spesifik bagi hasil tertentu, seperti pada mutan padi Calrose 76 yang dikeluarkan di California, yang berkontribusi besar pada produksi padi di USA, mempunyai ciri tanaman yang semi kerdil (Ahloowalia & Maluszynski 2001). Pada tanaman hias, pengaruh mutasi sangat terlihat secara morfologi, perubahan warna bunga, bentuk dan ukuran bunga yang mudah di seleksi dan menjadi nilai lebih secara komersial. Pada mutan tanaman krisan selain terjadi variasi ukuran dan bentuk bunga,

perubahan warna juga ditemukan (Lamseejan et al. 2000). Pembentukan mutan

kerdil juga telah ditemukan pada tanaman Cynodon dactylon (Lu et al. 2009) dan

pisang (Suprasana et al. 2008).

2.5.2. Deteksi Perubahan Profil DNA Mutan

Deteksi perubahan profil DNA mutan dapat dilakukan dengan mengunakan penanda molekuler. Penanda molekuler didefinisikan sebagai bagian

dari segmen DNA yang mewakili perbedaan pada tingkat genom (Agarwal et al.

2008). Penanda molekuler secara langsung dapat membandingkan perubahan genotipe pada tingkat DNA. Penanda molekuler sangat akurat karena dapat memberikan informasi polimorfik, sebagai komposisi genetik yang unik pada masing-masing spesies, yang tidak tergantung pada umur dan kondisi fisiologi

memperlihatkan perbedaan antar aksesi pada tingkat DNA dan memberikan informasi secara langsung, dapat dipercaya dan efisien untuk konservasi dan

pemeliharaan plasma nutfah dibandingkan analisa secara morfologi (Babaei et al.

2010).

Teknik Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) adalah teknik berbasis PCR

yang telah dilaporkan oleh Zietkiewicz et al. (1994), yang melibatkan amplifikasi

segmen DNA diantara daerah perulangan 2 mikrosatelit yang identik dengan orientasi pada arah berlawanan menggunakan primer yang didisain dari daerah inti mikrosatelit. Teknik ini menggunakan primer mikrosatelit, panjangnya sekitar 16-25 bp dari pengulangan di-nukleotida, tri-nukleotida, tetra-nukleotida atau

penta-nukleotida pada target genom multi lokus (Vijayan et al. 2005). Teknik

penanda DNA ISSR ini adalah penanda ideal untuk pemetaan genetik dan populasi disebabkan karena berlimpah ruah dan tingginya nilai polimorfik

diantara individu dan populasi yang genotipenya berdekatan (Hadia et al. 2008).

Kelebihan dari teknik ISSR dibandingkan dengan teknik yang lain adalah lebih efisien, sederhana pengoperasiannya, akurat, biaya murah, prosesnya cepat, tinggi polimorfik yang didapat, stabil, dapat dipercaya dan mudah diulang

(Vijayan et al. 2005; Zhou et al. 2007; Hussein et al. 2008; Su et al. 2008).

Teknik ISSR mendeteksi polimorfik pada lokus mikrosatelite dan inter-

mikrosatelite tanpa terlebih dahulu mengetahui urutan DNA (Hussein et al. 2005)

dengan syarat susunan basa yang berulang tersebut mewakili secara luas dan

menyebar diseluruh genom (Wahyuni et al. 2004).

2.5.3. Deteksi Perubahan Profil Fitokimia Mutan

Untuk mengetahui perubahan senyawa aktif pada mutan hasil irradiasi dapat diketahui dengan melakukan analisa profil perubahan senyawa aktif tanaman tersebut. Banyak metode yang telah digunakan untuk mendeteksi profil fitokimia yang berubah pada mutan tanaman obat. Kromatografi Lapis Tipis (TLC) dan Kromatografi (HPLC) telah menjadi prosedur standar untuk mengidentifikasi senyawa aktif tanaman obat.

Pada tanaman sambiloto ekstraksi kandungan senyawa aktif secara konvensional dilakukan dengan menggunakan maserasi, ekstraksi Soxhlet dan

ekstraksi ultrasonic (Subramanian et al. 2012). Di beberapa Negara Asia dimana sambiloto dijual secara komersial, berbagai metode digunakan untuk memastikan tingkat standarisasi dari andrographolide, metode yang digunakan diantaranya

adalah thin layer chromatography, ultraviolet spectrophotometry, liquid

chromatography, teknik volumetric dan colorimetric serta HPLC. Metode-metode tersebut merupakan metode yang paling baik dan dapat diandalkan untuk

mengetahui profil andrograpolide secara kuantitatif dan kualitatif (Aromdee et al.

2005; Mishra et al. 2007).

Umumnya, ekstraksi andrographolide dilakukan dengan menggunakan metanol atau air, kemudian ekstrak difraksinasi lebih lanjut dengan metanol- kloroform, dichlorometan dan/atau petroleum eter atau heksana sesuai dengan

fraksi andrographolide atau gugus yang diinginkan (Mishra et al. 2007). Metode

HPLC dan HPTLC lebih sering digunakan untuk analisa quantitatif andrographolide karena merupakan metode kromatografi cair sederhana yang telah dapat digunakan untuk penentuan 3 komponen andrographolide utama yaitu

didehydroandrographolide, andrografolide dan neoandrographolide dengan

deteksi UV pada panjang gelombang 230 nm (Mishra et al. 2007).

Teknik HPLC merupakan pengembangan dari teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Kelebihan dari teknik HPLC adalah mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali, dan

mudah melakukan "sample recovery".

Untuk meningkatkan resolusi, kolom HPLC dikemas dengan partikel yang

berukuran kecil (3, 5, 10 μm) dengan distribusi ukuran sempit. Laju aliran dan

ukuran kolom dapat disesuaikan untuk meminimalkan pelebaran pita (Ngan. 2005). Pemilihan pelarut dan kondisi eluen (gradien atau isokratik) bergantung pada campuran masing-masing komponen dan kandungan yang diinginkan.

Kebanyakan elusi yang digunakan adalah elusi gradien. Elusi gradien merupakan solven organik yang dibentuk dari campuran dua macam eluen, eluen yang satu mengandung konsentrasi rendah dari solven organik atau tidak

mengandung solven organik (bufer A) dan yang satunya terdiri dari konsentrasi tinggi dari solven didalam air (bufer B). Tetapi kandungan solven organik kedua eluen tersebut identik (Chobkarjing. 2004). Detektor yang biasa digunakan dalam

sistem HPLC adalah ultraviolet/visible (UV/Vis), indeks bias (RI), evaporative

light-scattering (ELS), MS dan detektor fluoresensi (Ngan. 2005). Elusi isokratik adalah elusi dimana fase gerak masuk dalam kolom dalam kondisi tetap. Pada elusi isokratik kondisi kromatografi dijaga tetap konstan melalui sejumlah penelitian. Hal ini yang mendasari konstruksi dasar dari sistem kromatografi pada metode elusi isokratik lebih sederhana (Chobkarjing. 2004).

Dokumen terkait