• Tidak ada hasil yang ditemukan

88% lulusan SMA tidak

2. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

- Mengusahakan tersedianya dana dari APBD Kabupaten/Kota yang dialokasikan untuk penyusunan, evaluasi, dan perbaikan Silabus Mata Pelajaran.

- Membuat rambu-rambu pengembangan Silabus Mata Pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan.

- Membentuk tim pengembang Silabus Mata Pelajaran pada tingkat Kabupaten/Kota.

- Melakukan sosialisasi KBK berkenaan dengan segala implikasi perubahan dalam tatanan penyelenggaraan pendidikan.

- Memberikan pengesahan terhadap Silabus Mata Pelajaran yang dibuat oleh Tim Pengembangan Silabus.

- Mengkaji Silabus Mata Pelajaran yang dibuat oleh sekolah yang mampu membuatnya sendiri.

- Mendistribusikan Silabus Mata Pelajaran ke sekolah yang tidak menyusun Silabus Mata Pelajaran.

- Mengkaji kelayakan sekolah yang akan memulai penggunaan KBK, supervisi, penilaian, dan monitoring Sekolah.

3. Sekolah

- Mengajukan usulan kegiatan penyusunan Silabus Mata Pelajaran kepada Dinas Kabupaten/Kota bagi sekolah yang akan menyusun sendiri Silabus Mata Pelajaran.

- Melaksanakan Silabus Mata Pelajaran bagi sekolah yang mampu menyusun sendiri Silabus Mata Pelajaran.

- Melaksanakan Silabus Mata Pelajaran yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

- Meningkatkan Capacity Building tenaga kependidikan melalui berbagai pelatihan.

- Melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah untuk meningkatkan efektifitas dan mutu pelaksanaan Silabus Mata Pelajaran sebagai penjabaran KBK.

- Mengkomunikasikan implikasi KBK kepada orang tua siswa dan anggota masyarakat lainnya.

Ciri lain dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah berbasis luas (broad based education) yaitu pendidikan yang berbasis pada masyarakat luas dengan orientasi kecakapan untuk hidup (life skill). KBK berorientasi pada ketrampilan hidup tetapi tidak menjadikan pendidikan hanya sebagai latihan kerja. Pendidikan yang diberikan membuka kesempatan kepada setiap anak didik untuk mengembangkan potensinya. Proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik jika ada keterlibatan langsung antara siswa, obyek, peristiwa- peristiwa dan situasi serta kondisi alam kehidupan yang dipelajari. Kemampuan mengingat, mengatakan dan melakukan akan mencapai tingkat keberhasilan 90%, mengatakan mencapai 70%, melihat dan mendengar mencapai 50%, melihat mencapai 30%, mendengar mencapai 20%, dan membaca hanya mencapai 10% (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2002). Selama ini pendidikan memberikan perlakuan yang kurang memberikan tantangan kepada siswa untuk memanfaatkan adanya muatan lokal dan potensi lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan masukan unsur budaya daerah, ketrampilan-ketrampilan khusus yang menggunakan nara sumber dari masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan di daerah tersebut. Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan kebermaknaan materi kurikulum sehingga dapat merangsang gairah belajar siswa dan semangat mengajar guru dengan memanfaatkan potensi lingkungan sekolah. Selain itu juga memberikan bekal ketrampilan dan keahlian yang dapat dijadikan sumber penghidupan. KBK juga memberikan kesempatan untuk pengembangan potensi daerah yang disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan latar belakang budaya masyarakat daerah.

Life skill merupakan orientasi pendidikan yang mengarah pada

pembekalan kecakapan untuk hidup yang meliputi general life skill dan specific

life skill. General life skill terdiri atas self awareness, thingking skill, dan social

skill. Self awareness adalah penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan serta

menyadari kelebihan dan kekurangannya. Thinking skill adalah kecakapan menggali dan menemukan, mengolah informasi, dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif. Social skill adalah kecakapan berkomunikasi, berempati, dan bekerjasama. Specific life skill meliputi kemampuan untuk mengidentifikasikan variable, merumuskan hipotesis dan

melaksanakan penelitian yang terdiri dari academic skill dan vocational skill.

Academic skill adalah kemampuan berpikir ilmiah sedangkan vocational skill

disebut juga ketrampilan kejuruan yaitu ketrampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang tedapat di masyarakat. Menurut Depdiknas (2001) tujuan life skill adalah:

1. Kemampuan menghitung dengan atau tanpa bantuan teknologi.

2. Kemampuan teknologi dalam aneka ragam lapangan kehidupan antara lain pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan, kerumahtanggaan, kesehatan, komunikasi, informasi, dan transportasi.

3. Kemampuan mengelola SDA, sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan untuk bisa hidup mandiri dan otonomi.

4. Kemampuan bekerja sama yang merupakan tuntutan ekonomi saat ini. 5. Kemampuan untuk terus belajar (learning process).

Sasaran kompetensi seperti yang diharapkan sangat tepat dan dibutuhkan untuk mensiasati perubahan lingkungan global dan masalah kerusakan lingkungan yang dihadapi. Visi kurikulum juga mengalami perubahan dari kurikulum efisiensi sosial ke kurikulum yang fleksibel dan egaliter serta demokratik. KBK diharapkan dapat dijadikan strategi untuk membelajarkan manusia dan mengembangkan potensi individu. Pembelajaran akan terfokus pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung melalui kontak sosial dan kultural, sehingga dapat mendorong siswa membangun kompetensi. KBK memiliki perbedaan dibandingkan dengan Kurikulum Pendidikan 1994 karena menitikberatkan pada kompetensi secara keseluruhan yaitu perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Perbedaan yang mendasar adalah pada Kurikulum Pendidikan 1994 materi pelajaran telah ditetapkan dari pusat (sentralistik) dan sepenuhnya disampaikan secara utuh kepada siswa, walaupun di lapangan ketuntasan belajar sulit tercapai. Sedangkan KBK menuntut penguasaan materi dengan kompetensi pada ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Di samping itu KBK bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan daya serap siswa. Walaupun demikian ada standar kompetensi minimal yang telah ditentukan dan harus dicapai. Selanjutnya pada KBK materi pelajaran selalu dikaitkan dengan lapangan pekerjaan yang ada pada

masyarakat setempat. Hal ini disebabkan tujuan KBK adalah memberikan bekal kecakapan hidup yang dapat dimanfaatkan pada waktu siswa terjun di masyarakat. Dengan demikian pembelajaran KBK dapat disesuaikan dengan pengembangan potensi daerah melalui pemberdayaan sumberdaya alam, kondisi ekonomi, perhatian pada pranata sosial dan budaya setempat sehingga bersifat desentralistik. Evaluasi belajar yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan yang dapat dicapai oleh rata-rata siswa dalam kelas, dengan demikian akan dijumpai variasi perbedaan kompetensi antar kelas dan bersifat individual. Hasil yang maksimal dapat dicapai melalui pengertian yang berkembang dari pemahaman dan pengetahuan sendiri melalui pengalaman belajar.

Dengan KBK standar yang akan dicapai dalam pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu Standar Akademis (Academic Content Standards) dan Standar Kompetensi (Performances Standards). Standar akademis merefleksikan pencapaian pengetahuan dan kerampilan esensial dari suatu disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh peserta didik. Sedangkan standar kompetensi adalah suatu kegiatan yang dapat didemonstrasikan oleh peserta didik sebagai penerapan dari pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari. Standardisasi tersebut dapat dicapai melalui tiga hal yang diterapkan dalam KBK yaitu adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke individual, pengembangan konsep belajar tuntas, dan memperhatikan bakat siswa (Mulyasa, 2004). Tiga konsep pembelajaran tersebut akan mendorong guru untuk memacu potensi siswa secara individu dan penguasaan materi pelajaran pada setiap siswa. Melalui KBK target kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diharapkan sebagai implementasi dari standar akademik dan standar kompetensi dapat dicapai. Standar kompetensi tidak hanya ditentukan oleh Depdiknas tetapi dapat ditentukan oleh masyarakat setempat yang disampaikan melalui sekolah sesuai dengan kebutuhan daerah. Potensi sumberdaya alam lokal juga dapat dimanfaatkan dalam pengalaman belajar. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab X yang pada intinya bahwa kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan potensi daerah dan peserta didik. Disamping itu pendidikan juga berbasis pada masyarakat sehingga penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat. Dengan demikian pendidikan kejuruan dan

kewirausahaan berbasis lokal dengan potensi sumberdaya alam di sekitarnya pada tingkat SD, SMP, dan SMA dapat dikembangkan. Sejalan dengan itu Hewindati (2003) mengemukakan bahwa pendidikan dan ketrampilan dalam pengelolaan lingkungan perlu dilaksanakan secara terpadu dalam berbagai mata pelajaran melalui kurikulum pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian implementasi KBK sangat dimungkinkan untuk mengisi muatan ketrampilan dalam pengelolaan lingkungan.

Penerapan KBK di lapangan mengalami berbagai kendala diantaranya yaitu stakeholder pendidikan masih menganut pemahaman pola konvensional yang hanya mengukur kompetensi dari segi kognitif seperti pada Kurikulum Tahun 1994. Pemahaman KBK yang berbeda pada stakeholder pendidikan menimbulkan kerancuan disebabkan terbatasnya informasi, sarana, dan prasarana untuk mendukung program tersebut. Kendala lainnya adalah lemahnya ketiga kompetensi yang selayaknya dimiliki oleh guru yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Suparno (2004) lemahnya kompetensi tersebut disebabkan universitas pendidikan penghasil guru yang kurang menekankan penguasaan materi, kurangnya praktik mengajar mahasiswa keguruan, dan rendahnya motivasi sehingga perubahan Kurikulum Pendidikan 1994 menjadi KBK menimbulkan kesan kurang dapat diterima pada masyarakat sekolah. Secara rinci perbedaan antara Kurikulum Pendidikan 1994 dan KBK disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan Kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi

ASPEK KURIKULUM 1994 KURIKULUM BERBASIS

KOMPETENSI