• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PEMBAHASAN

5.5. Diskusi Umum

5.5.1. Faktor-Faktor Penyebab Menurunnya Sumberdaya Teripang

Penurunan sumberdaya teripang di Negeri Porto, baik dari segi ukuran maupun hasil tangkapan, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Belum adanya aturan sasi yang lebih spesifik berkaitan dengan banyaknya tangkapan yang diperbolehkan, ukuran yang dapat diambil, peralatan yang digunakan serta penetapan waktu tangkap (buka sasi) yang disesuikan dengan keberadaan teripang dewasa yang telah mencapai waktu matang gonad (reproduktif) untuk memijah. Hal tersebut menyebabkan terjadi tangkapan lebih serta pengambilan teripang tanpa memperhatikan waktu matang gonad, hal tersebut berpengaruh terhadap ketersediaan stok teripang karena tidak memberikan peluang adanya rekruitmen individu baru ke dalam populasi dan pertumbuhan dari individu yang ada.

2. Adanya sistem lelang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Negeri Porto, yang kurang disetujui oleh masyarakat karena tidak ada keterlibatan masyarakat.

Sebelum ada sistem lelang, pada waktu lampau masyarakat dibiarkan mengambil hasil laut dengan batasan waktu tertentu (± 2 minggu) kemudian ditutup lagi. Selain itu setiap keputusan penentuan buka sasi, masyarakat dilibatkan dengan prosedur bahwa informasi yang didapat olehkewantentang kondisi sumberdaya yang sudah dapat dipanen berasal dari masyarakat khususnya nelayan dan kemudian pemerintah negeri dan kewan menentukan waktu buka sasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negeri. Namun dengan adanya sistem lelang, maka pemenang lelang akan memberikan sejumlah uang sesuai kesepakatan kepada pemerintah Negeri serta dapat mengambil semua sumberdaya yang ada sesuai dengan luasan area yang diberikan. Dampak yang ditimbulkan dari sistem ini yaitu bahwa: 1).tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan serta rendahnya peluang masyarakat untuk menikmati sumberdaya yang ada; 2) adanya kecenderungan penggunaan alat modern oleh pemenang lelang, sehingga sumberdaya tersebut dapat diambil tanpa memberikan kesempatan bagi masyarakat dan untuk kelestarian lingkungan.3) kondisi area yang agak jauh dari wilayah perkampungan, sehingga menyulitkan pemerintah dan lembaga adat untuk memantau aktifitas dari pemenang lelang tersebut. Dengan demikian sistem lelang ini juga menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat setempat, baik dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat dari Bandjar (1998) yang menyatakan bahwa dengan perubahan aturan sasi yakni pemanfaatan oleh masyarakat kepada pemanfaatan oleh pengontrak mengakibatkan terputusnya akses masyarakat terhadap sumberdaya yang disasikan. Dinamika sasi menunjukan bahwa lembaga-lembaga setempat dengan mudah dipengaruhi oleh pemilik modal perseorangan/kelompok sehingga merubah peraturan- peraturan sasi yang mengakibatkan tersingkirnya hak dan manfaat dari penduduk setempat. Hal ini berdampak negatif terhadap masyarakat setempat, baik dilihat dari aspek sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan.

3. Lemahnya pengawasan dan penegakan sanksi atau hukuman dari lembaga adat khususnya kewan yang menyebabkan terjadinya penangkapan teripang sebelum waktu “buka sasi” baik oleh masyarakat setempat maupun oleh

penduduk luar desa/negeri setempat. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sistem pemerintahan desa. Hal ini sesuai dengan pendapat Pical (2007), bahwa perubahan sistem pemerintahan desa memberikan pengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat pedesaan Maluku. Oleh karena itu maka sistem pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat pada rezim adat adalah lebih baik dibandingkan dengan rezim sentralisasi maupun pada rezim otonomi daerah. Selain itu terlihat bahwa kurangnya perhatian Pemerintah Negeri dalam memberikan penghargaan terhadap masyarakat pendukung pelaksanaan sasi. 4. Kurangnya informasi ilmiah tentang kondisi sumberdaya teripang, serta

pengelolaannya. Hal tersebut menyebabkan timbulnya persepsi yang salah tentang kondisi teripang yang masih dianggap melimpah, meskipun pada kenyataannya terjadi penurunan sumberdaya.

Untuk desa Warialau, sumberdaya teripang dari segi jumlah dan ukurannya relatif stabil, namun permasalahan utama yang dihadapi yaitu, terjadinya pencurian teripang oleh nelayan dari Madura dan Bugis yang menggunakan peralatan modern. Hal ini dapat terjadi karena letak pulau yang rentan terhadap pencurian, serta hanya didiami oleh penduduk dengan jumlah yang kecil serta tidak menyebar pada seluruh pulau, selain itu juga peralatan transportasi yang dimiliki sangat minim, sehingga sulit dalam proses pengawasan.

5.5.2. Alternatif Strategi Pengelolaan Sumberdaya Teripang

Sumberdaya teripang mempunyai fungsi baik secara ekologis maupun ekonomi, sehingga dalam menjamin kelangsungan produktivitasnnya dan kesinambungan kegiatan perikanan maka diperlukan strategi pengelolaan yang tepat. Dengan demikian dirumuskan strategi pengelolaan yang merupakan hasil kajian dari berbagai pertimbangan yaitu bioekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan, tujuan pengelolaan dan kajian resiko. Strategi pengelolaan diterapkan dalam bentuk aturan-aturan, diantaranya sasi baik di Negeri Porto maupun Desa Warialau.

Strategi pengeloaan teripang di Negeri Porto yaitu:

a. Waktu “tutup” sasi diperpanjang menjadi setahun sekali, namun tetap memperhatikan ukuran panjang sebagai penentuan tingkat kematangan gonad pertama untuk memijah, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan stok karena adanya rekruitmen individu baru, maupun karena pertumbuhan. Penentuan ukuran panjang teripang, dapat dilihat dari hasil kajian beberapa teripang, yaitu Holothuria fuscogilva dan Bohadschia marmorata 320 mm, Holothuria sacbra 160 mm, Actinopyga echinities 120 mm dan Thelenota ananas300 mm.

b. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan selama “buka sasi” 25-50% dari potensi yaitu 3060-6120 individu(10-20 kg kering) Hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi mortalitas penangkapan pada tahap kehidupan yang dianggap memerlukan perlindungan khusus. Dari hasil tangkapan terjadi penurunan setiap tahun, sehingga dapat berdampak/ menimbulkan resiko terjadinya kepunahan, berakhirnya aktivitas perikanan dan berdampak terhadap penurunan pendapatan nelayan, pedagang, bahkan daerah serta munculnya berbagai masalah sosial lainnya. Dengan demikian jumlah tangkapan yang diperbolehkan perlu dibatasi, sehingga tujuan pengelolaan yang ditetapkan oleh pemerintah negeri dapat terwujud yaitu untuk ketersediaan sumberdaya teripang secara terus menerus.

c. Pembatasan waktu tangkap pada saat musim memijah yang diperkirakan pada bulan Juni dan Juli.

d. Perlindungan habitat teripang dari kegiatan manusia yang bersifat merusak, seperti penggunaan bom ikan dan lain sebagainya.

e. Pengayaan stok teripang di habitat alaminya dan dikembangkan upaya budidaya teripang serta perlindungan area tertentu untuk pemeliharaan individu teripang sebagai penyuplai benih. Selain itu dilakukan penelitian cara pengolahan teripang sebagai bahan baku untuk obat-obatan, sehingga harga jual semakin tinggi dan berdampak terhadap peningkatan pendapatan nelayan, pedagang dan pemasukan pendapatan asli daerah.

Untuk Desa Warialau, strategi pengelolaan yang diterapkan dalam aturan seperti sasi cukup baik, namun ada beberapa tambahan yaitu:

a. Pengayaan stok teripang di habitat alaminya dan perlindungan area tertentu untuk pemeliharaan individu teripang sebagai penyuplai benih.

b. Penelitian cara pengolahan teripang sebagai bahan baku untuk obat-obatan, sehingga harga jual semakin tinggi dan berdampak terhadap peningkatan pendapatan nelayan, pedagang dan pemasukan pendapatan asli daerah.

c. Kerjasama dengan instansi terkait seperti TNI-AL dan Polisi Air, dalam upaya mengatasi terjadinya penangkapan sumberdaya laut termasuk teripang secara ilegal.

d. Perlu adanya pertimbangan PEMDA untuk penetapan desa Warialau sebagai salah satu kawasan konservasi teripang di Maluku.

Dokumen terkait