• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

T- DNA terintegras

pada situs acak dalam kromosom Sintesis auksin dan sitokinin memacu pembentukan tumor pada sel- sel tanaman yang terinfeksi Agrobacterium Sel tanaman yang terluka menghasilkan asetosiringon Sintesis auksin Langkah pertama sintesis sitokinin Sintesis opine Impor kompleks T- DNA ke nukleus dan integrasi Untai tunggal T- DNA intermediet Opin dimetabolisir Agrobacterium Asetosiringon mengaktifkan gen-gen virulensi Transfer Protein vir mensintesis T-DNA untai Asetosiringon Daerah vir

Sel sehat dari tanaman inang

DNA-T sehingga dihasilkan untai tunggal DNA linier. DNA utas tunggal ini selanjutnya diintegrasikan ke DNA kromosom inti sel tanaman. DNA-T yang diintegrasikan ke sel tanaman bisa berjumlah satu atau lebih. Susunan DNA-T yang terintegrasi ke kromosom tanaman dapat berbentuk tandem atau tidak (Winans 1992; Opabode 2006).

Produksi tanaman transgenik saat ini sering melalui transformasi jaringan eksplan. Beberapa tanaman dikotil yang diregenerasi dari eksplan dan waktu yang dibutuhkan mulai saat inokulasi hingga menjadi tanaman dewasa lebih cepat dibandingkan dengan transformasi protoplas (Baldes et al. 1987). Tipe dan umur jaringan yang optimum digunakan pada proses transformasi dan regenerasi yang sangat bervariasi, tergantung spesies dan vairietas tanaman. Teknik-teknik yang telah berhasil dikembangkan pada proses ini adalah dengan menggunakan irisan daun, irisan batang, irisan kotiledon, dan lapisan sel tipis dari bunga.

Seleksi terhadap Sel Tanaman Transgenik

Seleksi untuk tanaman transgenik dapat diamati dengan melihat ekspresi gen penanda seleksi yang disisipkan dalam DNA-T. Penanda seleksi yang sering digunakan adalah gen resistensi terhadap antibiotik. Gen-gen ini bila disisipkan ke dalam DNA-T mempunyai kemampuan seleksi yang efektif terhadap sel-sel tanaman yang mengalami transformasi (Cramer & Radin 1990; Sundar & Shaktivel 2008). Selain gen resistensi terhadap antibiotik, gen resistensi terhadap herbisida juga dipakai sebagai penanda seleksi. Gen-gen ini akan menggantikan kedudukan gen onc, berada dalam ruas yang diapit oleh urutan pembatas, sehingga plasmid Ti menjadi bersifat non-onkogenik (disarmed). Gen resistensi kanamisin (menyandi neomycin phosphotransferase, npt) dan hygromycin (menyandi hygromicin phosphotransferase, hpt) digunakan sebagai penanda seleksi yang dapat terekspresi pada berbagai spesies tanaman. Gen-gen penanda seleksi ini pewarisannya pada tanaman transgenik mengikuti pewarisan Hukum Mendel untuk gen-gen dominan (Cramer & Radin 1990; Sundhar & Shaktivel 2008). Selain itu untuk lebih meyakinkan terjadinya transformasi gen pada sel tanaman digunakan gen pelapor. Misalnya dengan memanfaatkan aktivitas enzim β-D-glukoronidase. Enzim ini disandikan oleh gen uidA dan dipakai sebagai gen

pelapor (reporter gene). Secara umum gen uidA sering disebut gen GUS (Sundar & Sakhtivel 2008).

Transformasi Kedelai Diperantaraan Agrobacterium tumefaciens Kedelai [Glycine max (L.) Merrill] merupakan tanaman budidaya penting karena merupakan sumber ekonomi untuk minyak dan protein. Pengembangan teknologi transformasi genetik yang efisien untuk kedelai dapat mempermudah kajian fisiologi dan biologi molekular dan juga produksi kultivar transgenik untuk produktivitas dan kualitas yang lebih tinggi.

Tanaman kedelai transgenik sudah dikembangkan baik menggunakan metode transformasi diperantarai Agrobacterium atau penembakan partikel pada meristem pucuk, buku kotiledon atau jaringan embrionik yang dikultur (Hinchee et al. 1988; Di et al. 1996; Tricker & Finer 1998). Transformasi diperantarai Agrobacterium pada metode buku kotiledon dianggap lebih efisien dalam transformasi kedelai (Olhoft et al. 2003). Efisiensi transformasi kedelai juga dapat ditingkatkan dengan menambahkan antioksidan ke medium ko-kultivasi (Olhoft et al. 2003), sedangkan metode pelukaan yang berbeda juga berhasil digunakan untuk meningkatkan infeksi Agrobacterium ke dalam jaringan target tanaman (Trick and Finer 1998; Xue et al. 2006).

Pemanfaatan teknik-teknik transformasi genetik untuk memasukkan gen yang berguna atau baru ke dalam kedelai [Glycine max (L.) Merr.] memerlukan metode integrasi transgen dan regenerasi tanaman tertransformasi yang efisien. Ada dua motode penghantaran DNA yang sekarang digunakan oleh sebagian besar peneliti untuk mentransformasi kedelai. Salah satu metode yang digunakan memanfaatkan penembakan jaringan embriogenik dengan partikel pembawa yang diselaputi DNA dengan bahan inert (Hadi et al. 1996; Santarem and Finer 1999; Droste et al. 2002). Teknik ini memerlukan periode kultur jaringan untuk mempersiapkan jaringan target. Metode yang lain melibatkan transformasi diperantarai Agrobacterium pada jaringan tanaman misalnya aksis embrionik, kotiledon belum matang atau jaringan kotiledon dari semaian yang berkecambah (Hinchee et al. 1988; Parrott et al. 1989; Somers et al. 2003; Paz et al. 2004, Paz et al. 2006). Parrott et al. (1989) menggunakan biji belum matang untuk

mendapatkan jaringan kotiledon yang dimaserasi pada saringan nilon atau baja, diinfeksi dengan Agrobacterium dan ditempatkan pada medium kultur untuk menghasilkan embrio somatik. Awalnya Hinchee et al. (1988) melaporkan infeksi Agrobacterium pada daerah buku kotiledon (cotyledonary node, CN) untuk menghasilkan kedelai transgenik. Pengembangan protokol CN ini secara aktif dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (Clemente et al. 2000; Olhoft et al. 2003; Liu et al. 2004; Paz et al. 2004; Zeng et al. 2004; Hoa et al. 2008). Sistem CN melibatkan pelukaan eksplan yang berasal dari semaian umur 5–7 dengan membuat pemotongan akurat pada sisi adaksial menggunakan pisau bedah. Prosedur pelukaan ini memerlukan pemotongan eksplan yang tepat sebelum infeksi.

Pendekatan transformasi kedelai dengan berbagai bentuk pelukaan eksplan sudah dieksplorasi dan menghasilkan efisiensi transformasi berbeda. Sebagai contoh, sonikasi digunakan untuk membantu transformasi yang diperantarai Agrobacterium (SAAT), baik pada ekspan CN (Meurer et al. 1998) dan kotiledon belum matang (Santarem et al. 1998; Finer & Finer 2000). Perlakuan biolistik digunakan untuk melukai jaringan embrionik yang berasal dari eksplan kotiledon diikuti dengan inokulasi Agrobacterium pada jaringan (Droste et al. 2002). Pelukaan eksplan dari aksis embrionik yang dipotong dari biji belum matang menggunakan garpu pelukaan jarum ganda (Ko et al. 2003) dan kotiledon menggunakan pinset (Yan et al. 2000) juga dilaporkan. Meskipun beberapa perlakuan pelukaan tersebut menyebabkan meningkatnya ekspresi transien gen- gen penanda, tetapi belum mampu meningkatkan pemulihan tanaman transgenik stabil, yang sudah dibuktikan menggunakan sistem tanaman yang lain (Wroblewski et al. 2005).

Rekayasa Genetik Kedelai

Kedelai termasuk tanaman pangan penting dari segi nutrisinya, sehingga banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan nilainya. Chen et al. (2010), mengekspresikan gen γ-tokoferol metiltransferase dari Brassica napus (BnTMT) ke dalam tanaman kedelai dan berhasil meningkatkan kandungan α-tokoferol sehingga dapat memperbaiki komposisi vitamin pada biji kedelai. Ekspresi

berlebih gen Δ6, Δ5 desaturase dan GLELO elongase dari Mortierella alpinai yang berperan dalam produksi asam arakhidonat berhasil meningkatkan akumulasi lemak total hingga 8.4% pada biji kedelai (Chen et al. 2006). Sementara itu, Chiera et al. (2004), berusaha meningkatkan kandungan fosfor pada biji kedelai yang sedang berkembang melalui ekspresi ektopik gen penyandi fitase sehingga kandungan asam fitat pada biji bisa diturunkan. Ding et al. (2006). mengekspresikan berlebih basic fibroblast growth factor dari manusia pada biji kedelai dan mengkarakterisasi aktivitas biologisnya. Akumulasi human basic fibroblast growth factor (bFGF) pada biji kedelai mencapai 2.3% dari protein terlarut total. Hal ini menunjukkan bahwa kedelai bisa digunakan untuk memproduksi bahan obat-obatan. Pemanfaatan tanaman kedelai untuk kepentingan medis juga dilakukan oleh Powell et al. (2011) yang berhasil mengekspresikan tiroglobulin manusia homodimer 660 kDa dalam biji kedelai sebagai sumber alternatif tiroglobulin manusia. Kedelai terbukti mampu mengekspresikan protein-protein besar dan kompleks.

El-Shemy et al. (2007), berusaha meningkatkan kualitas protein kedelai dengan memasukkan gen-gen hpt dan V3-1 dan mampu menunjukkan bahwa terdapat akumulasi glisin yang lebih tinggi pada tanaman kedelai transgenik dibandingkan pada tanaman non-transgenik. Peningkatan kualitas protein kedelai juga dilakukan oleh Ishimoto et al. (2010), yang berusaha meningkatkan kandungan asam amino triptofan pada kedelai. Mereka mendapatkan kandungan triptofan total biji kedelai transgenik sekitar dua kali dari biji non-transgenik, artinya galur-galur transgenik menunjukkan peningkatan akumulasi triptofan bebas dalam bijinya.

Selain untuk kepentingan nutrisi, rekayasa genetik kedelai juga ditujukan untuk meningkatkan toleransinya terhadap cekaman abiotik maupun biotik. Cao et al. (2011), mengekspresikan berlebih gen TaNHX2 dari gandum pada kedelai untuk meningkatkan toleransi terhadap kadar garam tinggi dengan promoter kuat CaMV35S. Tanaman kedelai transgenik meningkat toleransinya terhadap garam yang ditunjukkan dengan biomassa dan jumlah bunga per tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tipe liar yang ditumbuhkan kultur pasir yang mengandung 150 mM NaCl. de Ronde et al. (2004), memasukkan gen P5CR dari

Arabidopsis untuk meningkatkan tanggap fotosintetik tanaman kedelai selama tercekam panas dan kekeringan. Tanaman dengan konstruk sense hanya mengalami cekaman ringan dibandingkan tanaman antisense yang tercekam sangat hebat. Peningkatan toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan/garam juga dilakukan oleh Seo et al. (2011) yang mengekspresikan gen AtMYB44 dari Arabidopsis. Kedelai transgenik menunjukan peningkatan nyata terhadap cekaman kekeringan/garam, seperti yang terjadi pada Arabidopsis transgenik. Xue et al. (2007), mengekspresikan berlebih gen NTR1 pada kedelai untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman air. Tanaman kedelai transgenik secara konstitutif mengekspresikan NTR1dan mengakumulasi aras metal jasmonat lebih tinggi dibandingkan tanaman tipe liar. Ekspresi berlebih gen pada kedelai transgenik memberikan toleransi terhadap dehidrasi selama perkecambahan benih dan pertumbuhan kecambah, yang tercermin dari persentase berat segar kecambah. Selain itu, tanaman kedelai transgenik juga memiliki kemampuan yang lebih baik terhadap kondisi kekurangan air dibandingkan tanaman tipe liar.

Rekayasa genetik kedelai juga ditujukan untuk meningkatkan ketahanan terhadap cekaman biotik, seperti yang dilakukan oleh Dang & Wei (2007). Mereka memasukkan gen resistensi terhadap serangga pada kedelai dan mendapatkan bahwa tanaman kedelai transgenik generasi T1 terbukti sangat resisten terhadap cotton bollworm. Selain itu, Dufourmantel (2005) melakukan transformasi plastid yang mampu mengkspresikan protoksin Bacillus thuringiensis Cry1Ab protoxin. Protoksin Cry1Ab diekspresikan sangat tinggi dalam daun, batang, dan biji, tetapi tidak diakar. Ekspresinya memberikan aktivitas insektisidal kuat pada kedelai transgenik yang dihasilkan, misalnya terhadap Anticarsia gemmatalis.

Dokumen terkait