• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bio-ekologi Lokasi Penangkaran

3. Daya Dukung Lokas

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diketahui luasan areal yang ditumbuhi oleh rumput dan potensi sebagai areal penggembalaan bagi rusa adalah seluas ± 1,75 ha dari luas total lokasi ± 4,25 ha.

Dari luasan tersebut berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh data produksi hijauan pakan rusa yang didasarkan atas produktivitas hijuan pakan pada setiap petak contoh dan setiap kali pemotongan/pemanenan adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 3 dan data secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 2 Produktivitas hijauan pakan rusa pada setiap petak contoh di dalam

lokasi penangkaran rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) di

Kampus IPB Darmaga.

Pemotongan saat pengamatan (gram) Nomor

Petak

Pemotongan pra pengamatan

(gram) I II III Rata-rata

01 947,2 231,3 278,9 214,5 241,6 02 431,7 187,0 339,1 192,3 239,5 03 533,7 218,3 276,8 220,3 238,5 04 812,3 320,5 401,0 305,5 342,3 05 712,1 263,1 289,0 215,7 255,9 06 733,4 242,0 282,8 216,2 247,0 07 853,1 417,5 364,3 298,1 360,0 08 674,3 212,0 232,2 208,1 217,4 09 766,0 274,4 262,2 239,7 258,8 10 864,7 328,8 267,8 293,6 330,1 11 737,0 219,2 251,9 227,9 233,0 12 759,1 233,3 256,1 209,6 233,0 Rata-rata 735,38 262,28 300,18 236,79 266,42 Keterangan :

Pemotongan Pra Pengamatan = pemotongan yang dilakukan sehari sebelum dimulainnya pengamatan. Hal ini dilakukan untuk memberikan kondisi awal yang sama pada setiap petak contoh. Pemotongan ini dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2005

Pemotongan I = pemotongan yang dilakukan 20 hari setelah pemotongan pra mengamatan dilakukan, yaitu pada tanggal 30 Agustus 2005 Pemotongan II = pemotongan yang dilakukan 20 hari setelah pemotongan I

dilakukan, yaitu pada tanggal 19 September 2005

Pemotongan III = pemotongan yang dilakukan 20 hari setelah pemotongan II dilakukan, yaitu pada tanggal 9 Oktober 2005

Dari data yang tersaji pada Tabel 2, diketahui bahwa rata-rata produksi

hijauan segar pada petak contoh adalah 266,42 gram/m2/20 hari, maka produksi

hijauan segar adalah 13,32 gram/m2/hari.

Pada kenyataannya rumput yang terdapat di lokasi penangkaran tidak seluruhnya tersedia bagi rusa, tetapi sebagian ditinggalkan untuk menjamin tumbuhnya kembali. Sebagian rumput yang dapat dimakan oleh rusa tersebut

disebut proper use. Bila diasumsikan proper use dari rumput yang ada di lokasi

penangkaran = 65%, maka jumlah hijauan tersedia per m2 per hari adalah 13,32

gram x 65% = 8,66 gram/hari. Dengan demikian jumlah hijauan yang dapat diproduksi oleh padang rumput dan tersedia bagi rusa yang ada di lokasi penangkaran adalah sebesar :

. kg/ha/hari 86,58 ri gram/ha/ha 86.580 gram/hari 8,66 x m 1 m 10.000 2 2 ==> =

Hal ini sesuai dengan pendapat Susetyo (1980) yang mengatakan bahwa untuk daerah yang bertopografi datar dan bergelombang dengan kemiringan

0 – 5o, maka nilai proper use sebesar 60 – 70%.

Bila daya dukung dihitung berdasarkan perbandingan antara produksi hijauan dengan tingkat konsumsi pakan rusa per hari, dimana tingkat konsumsi pakan adalah 6,00 kg/ekor/hari, maka daya dukung lokasi tersebut adalah :

ekor/ha 14,43 ekor 1 x kg 0 , 6 kg 86,58 =

Berdasarkan data daya dukung tersebut, maka kepadatan rusa yang dapat

ditampung pada lokasi rumput seluas 1,75 ha adalah 25,25 ekor. Hal ini sesuai

dengan pendapat Semiadi dan Nugraha (2004) yang menyatakan bahwa secara garis besar kepadatan rusa pada padang rumput di Indonesia adalah 12 – 15 ekor/ha.

Kenyataan di lapangan, suatu padang penggembalaan tidak dapat menyediakan hijauan secara terus menerus sepanjang tahun, dimana diperlukan waktu istirahat untuk memulihkan pertumbuhannya, maka padang penggembalaan tersebut perlu diistirahatkan.

Hal ini berlaku apabila pemenuhan kebutuhan akan hijauan disediakan sepenuhnya oleh padang penggembalaan. Tetapi bila kebutuhan hijauan sebagian besar dicukupi dari luar areal penangkaran (kebun rumput) dengan perkiraan sebesar 75 % dari total kebutuhan, maka daya tampung lokasi tersebut menjadi :

ekor/ha 19,24 ri kg/ekor/ha %) 75 x (6,0 - 0 , 6 kg 86,58 =

Sementara kebutuhan hijauan dari luar/kebun rumput adalah 6 kg x 75 % = 4,50 kg/ekor/hari.

Jika produksi rumput unggul rata-rata = 150 ton/ha/th dengan bagian yang bisa dimakan oleh rusa sebesar 85 %, maka produksi kebun rumput yang dapat dimakan oleh rusa adalah sebanyak :

150 ton x 85 % = 127,50 ton/th

= 127.500 kg/ha/th = 349,32 kg/ha/hari.

Dengan demikian luas kebun rumput yang harus disediakan untuk setiap ekor rusa per hari adalah :

ha 0,013 kg/ha/hari 32 , 49 3 kg/hari 4,5 =

Jika suatu kebun rumput setelah dipanen perlu istirahat guna memulihkan pertumbuhannya rata-rata 20 hari, sehingga seekor rusa untuk mendapatkan suplai rumput secara terus menerus memerlukan kebun rumput seluas 0,013 ha x 20 = 0,26 ha dengan sistem panen bergilir.

Namun demikian untuk penangkaran dengan sistem farming, ketersediaan

pakan di lokasi bukan merupakan suatu faktor pembatas, karena pemenuhan pakan didatangkan dari luar areal penangkaran.

Secara rinci hasil analisis produktivitas hijauan pakan rusa di lokasi penangkaran rusa di Kampus IPB-Darmaga pada setiap petak conton disajikan pada Lampiran 3.

Guna menanggulangi kekurangan hijauan pakan rusa yang ada di lokasi penangkaran dapat dilakukan dengan upaya peningkatkan daya dukung lokasi. Adapun usaha yang dapat dilakukan, adalah :

1. Meningkatkan produktivitas rumput yang ada melalui pemupukan,

penanaman rumput unggul yang tahan terhadap renggutan dan injakan serta pengaturan pengembalaan yang baik.

2. Memperluas padang rumput yang ada dan meningkatkan produktivitasnya dengan menanami jenis rumput unggul yang cocok untuk penggembalaan,

diantaranya adalah rumput Bracihiaria brizanta, rumput Australia (Paspalum

dilatatum), rumput kolonjono (Brachiaria mutica), Brachiaria decumbens, Panicum maximum dan Setaria sphacelata. Sedangkan untuk jenis

leguminosa antara lain stylo (Sthylosanthes guyanensis), Arachis hypogea dan

kerabatnya serta pohon lamtoro (Leucaena leucosephala) dan turi (Sesbania

glandiflora) yang sekaligus dapat dijadik an sebagai pohon peneduh. Luas padang rumput yang harus tersedia untuk seekor rusa agar dapat merumput secara terus menerus sepanjang tahun tanpa adanya hijauan tambahan dari luar adalah 0,069 ha/ekor (± 14,43 ekor/ha).

3. Mecukupi kebutuhan hijauan dari luar penangkaran, yaitu dengan membuat

kebun rumput unggul di luar areal penangkaran. Melihat potensi lahan yang ada di Kampus IPB – darmaga masih luas, maka sangat memungkinkan untuk pembangunan kebun rumput ini, misalnya di lokasi yang bersebelahan dengan lokasi penangkaran dengan jarak ± 50 m, yaitu di sebelah Timur dari lokasi terdapat lokasi yang cukup luas dan bertopografi datar sampai saat ini belum termanfaatkan. Kebutuhan kebun rumput untuk mencukupi kebutuhan pakan rusa di penangkaran jika ± 75% dari kebutuhan hijauan dipenuhi dari luar adalah seluas 0,013 ha/ekor (± 77 ekor/ha). Adapun jenis rumput yang

dapat ditanam adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja

(Pennisetum purpupoides), rumput bengala (Pennisetum maximum), rumput

setaria/padi (Setaria sphacelata) atau rumput mexico (Euclaena mexicana).

4. Mendatangkan/membeli rumput dari tempat lain.

Berdasarkan analisis finansial yang dilakukan, maka dengan mendatangkan/ membeli rumput dari tempat lain masih dirasa cukup ekonomis pada

penangkaran rusa dengan sistem farmaing, dimana harga beli hijauan

diperkirakan Rp 100,00/kg. Dengan demikian lokasi penangkaran yang ada benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai tempat tinggal bagi rusa.

Berdasarkan hasil analisis kondisi bio- fisik dari lokasi penangkaran rusa yang ada saat ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi usaha penangkaran yang lebih baik mengarah kepada usaha yang komersil. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan pengelola yang ada di lapangan yang mengatakan sesungguhnya penangkaran ini dapat berkembang dengan baik, terbukti sampai saat ini belum pernah terjadi kematian pada rusa yang diakibatkan ketidaksesuaian lingkungan tempat hidupnya. Namun demikian untuk dapat mengembangkan usaha penangkaran ini mengarah ke usaha yang komersil, yaitu

penangkaran dengan sistem deer farming perlu adanya penataan tapak yang

sesuai dan manajemen pengelolaan yang lebih baik.

Perancangan Tapak (Site Planning) Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan Sistem Deer Farming

Mengacu dari apa yang disampaikan Hakim dan Utomo (2002), maka untuk dapat melakukan perancangan tapak penangkaran dengan baik maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :

Analisis Rancangan Tapak

Analisis perancangan tapak yang dimaksudkan adalah kita menganalisis terhadap potensi dan kendala yang mungkin timbul dari rancangan kita, dimana kita tidak akan dapat menganalisis sebelum tujuan dan sasaran yang kita inginkan dirumuskan. Adapun peran utama dari analisis perancangan adalah memberikan informasi mengenai tapak kita sebelum memulai konsep-konsep perancangan kita, sehingga pemikiran dini kita tentang bangunan dapat mengabungkan tanggapan-tanggapan yang berarti terhadap kondisi luaran.

Berdasarkan hasil analisis terhadap lokasi, maka diperoleh data mengenai potens i lokasi sebagaimana tersaji pada Tabel 2.

Pewilayahan/Zonasi

Ditinjau dari aspek teknis penangkaran rusa, data yang diperoleh dan pertimbangan terhadap faktor- faktor pembatas serta efisiensi pengelolaan, maka

wilayah/zona yang perlu dikembangkan dalam usaha penangkaran rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) minimal terdiri dari 2 zona, yaitu zona

perkantoran (Headquarter zone) dan zona penangkaran (Captive Breeding Zone).

Penetapan zona- zona pengembangan di lokasi penangkaran didasarkan atas pertimbangan intensitas pengelolaan, intensitas pemanfaatan serta kelayakan areal yang tersedia. Hal ini perlu diperhatikan karena dimaksudkan agar tujuan pengelolaan penangkaran rusa dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Menurut White (1985), alasan untuk menempatkan sebuah bangunan pada suatu daerah tertentu pada tapak dapat melibatkan kondisi-kondisi daya dukung tanah, kontur yang memperkecil pekerjaan tanah selama pembangunan, bukit- bukit untuk pemandangan atau penghindaran akan beberapa kekayaan yang teristimewa bernilai yang harus dilestarikan, misalnya pepohonan atau beberapa kondisi yang negatif misalnya pemandangan buruk.

Menurut Thohari et al. (1991), didalam penentuan zona pengembangan di

lokasi penangkaran rusa harus memenuhi persayatan secara teknis, ekonomis dan lingkungan.

Berdasarkan peruntukan dan fungsinya, maka lokasi penangkaran rusa dibagi menjadi dua zona, yaitu :

1. Zona Perkantoran (Headquarter zone)

Zona ini merupakan areal yang berfungsi sebagai pusat pengelolaan/ administrasi kawasan. Dalam penentuan zona ini ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :

a. Topografi relatif datar sampai berbukit ringan, sehingga pendirian

bagunan relatif tidak merusak tapak

b. Ketersediaan sumber air mudah dimanfaatkan untuk memenuhi kebu-

tuhan air bagi aktivitas pengelolaan sehari- hari

c. Aksesibilitas harus mudah dijangkau

Sarana dan prasarana yang perlu ada di zona ini adalah kantor, pusat informasi, perumahan, pedok karantina dan klinik satwa serta sarana dan prasarana penunjang (menara air, instalasi listrik dan sarana komunikasi).

2. Zona Penangkaran (Captive Breeding Zone)

Zona ini merupakan areal yang berfungsi untuk pengembangbiakan dan pembesaran/pemeliharaan satwa pedaging. Persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam me nentukan zona penangkaran ini adalah :

a. Topografi diupayakan merupakan daerah yang datar, landai sampai

berbukit ringan segingga rusa dapat menjelajahi dengan baik.

b. Ketersediaan pakan, air dan cover ; perlu dibangun padang pengem-

balaan dan sistem peransuman untuk menjamin ketersediaan makanan, sistem penyaliran air dan pengaturan cover.

c. Ekosistem; pembangunan areal ini diusahakan sekecil mungkin merubah

kondisi fisik dan vegetasi yang ada, sehingga menjadi tempat hidup dan berkembangbiak rusa dengan baik.

d. Luasan; mengingat zona penangkaran merupakan zona yang terluas

dalam kegiatan penangkaran ini, maka areal harus cukup luas sesuai dengan proyeksi pengembangan dan kebutuhan normal hidup dan berkembangbiak bagi rusa.

Sarana dan prasarana yang perlu ada di zona ini adalah unit penangkaran (pedok-pedok), kebun rumput, menara/instalasi air, areal pembesaran, padang pengembalaan, jalan inspeksi, gudang makanan, perumahan, bak penampungan limbah.

Pada Gambar 6 disajikan keadaan vegetasi yang ada di lokasi penangkaran

rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) yang ada di Kampus IPB Darmaga

Gambar 6. Keadaan vegetasi yang terdapat di lokasi penangkaran rusa di Kampus IPB Darmaga pada saat studi.

Faktor-faktor Lanskap

Didalam penataan suatu disain tapak, faktor- faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan lanskap adalah :

1. Kontur,

Kontur yaitu beda tinggi suatu titik dengan titik lainnya. Kontur diperlukan agar didalam pembuatan tapak sedapat mungkin tidak merubah kondisi alami suatu lokasi.

2. Pepohonan

Didalam perancangan tapak penangkaran pepohonan sangat diperlukan, karena selain berfungsi sebagai peneduh alami juga dapat berfiungsi sebagai penahan angin, erosi dan menambah nilai estetika suatu tapak.

Berdasarkan data lima tahun terakhir yang dikeluarkan oleh BMG Wilayah II Bogor (2004), kecepatan angin di wilayah Darmaga rata-rata 7,02

km/jam. Ini masih tergolong kecepatan yang ringan. Dengan demikian, pepohonan yang ditanam di lokasi penangkaran mempunyai peran utama

sebagai pohon pelindung (shelter) dan juga menambah nilai estetika. Untuk

itu pemilihan jenis pepohonan diutamakan yang mempunyai tajuk cukup lebar dan pertumbuhannya cepat. Jenis pohon yang terbukti sudah cocok dengan

lokasi penangkaran adalah sengon (Paraserianthes falcataria) dan sengon

buto (Enterolubium cyclocarpum). Namun demikian dalam jangka panjang

jenis beringin (Ficus binjamina) cukup baik untuk ditanam. Selain memiliki

tajuk yang luas, juga mempunyai nilai keindahan yang cukup baik.

3. Sumber air

Sumber air mutlak diperlukan di suatu areal penangkaran, karena air berfungsi sebagai sumber air minum dan tempat berkubang bagi rusa serta untuk keperluan lainnya. Guna menambah nilai estetika tetapi tidak mengurangi fungsinya, maka bak-bak minum yang ada di lokasi penangkaran dapat didisain sedemikian rupa menjadi bak-bak yang indah.

Diskripsi dan Tata Letak Tapak

1. Zona Perkantoran (Headquarter zone)

Zona perkantoran merupakan pusat kegiatan pengelolaan dan administrasi penangkaran serta sebagai tempat pelayanan kepada masyarakat dan tamu yang datang ke lokasi penangkaran.

Zona perkantoran ini dibagi menjadi lima blok, yaitu : (a) kantor dan pusat informasi, (b) mes (c) karantina dan klinik hewan, (d) Gudang pakan dan peralatan, (e) rumah generator dan (f) pos jaga. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk kelancaran pelaksanaan administrasi juga kegiatan pengelolaan dan pelayanan kepada masyarakat lebih efektif dan efisien.

Bangunan kantor ditempatkan di paling depan dari zona perkantoran, hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi pengunjung yang akan berurusan dengan pengelola penangkaran.

Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka zona perkantoran ditetapkan di salah satu sudut lokasi penangkaran. Hal ini didasarkan atas pertimbangan : (a) lokasi ini memiliki posisi yang strategis, karena berada di lokasi yang bisa menjangkau ke semua lokasi (b) Bangunan yang akan didirikan tidak banyak memerlukan peningkatan kualitas tapak karena lokasinya memiliki topografi yang datar dan (c) dekat denga n sumber air.

Pemilihan lokasi ini sesuai dengan pendapat dari Hakim dan Utomo (2002), yang mengatakan bahwa umumnya pada lokasi dengan kemiringan di bawah 4% diklasifikasikan pada daerah datar dan cocok untuk aktivitas/ kegiatan yang padat, kemiringan 4 – 10% untuk kegiatan sedang dan lebih dari 10% untuk keperluan ruangan khusus.

Secara rinci diskripsi dan tata letak tapak pada zona perkantoran dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Diskripsi dan tata letak tapak pada zona perkantoran (Headquarter zone).

2. Zona Penangkaran (Captive Breeding Zone)

Zona ini merupakan satu kesatuan penangkaran yang terdiri dari pedok induk, pedok jantan, pedok perkawinan dan pedok anak. Pedok induk merupakan pedok inti usaha penangkaran. Masing- masing pedok penempatannya didasarkan atas kemudahan pemindahan anak dari pedok induk ke pedok anak pada saat lepas sapih dan jantan ke dan dari pedok perkawinan serta pedok induk dari dan ke pedok perkawinan.

Dalam setiap pedok dibuat shelter/tempat berteduh berupa bangunan atau pohon yang sekaligus dapat berfungsi sebagai tempat pengasinan, bak air dan palung pakan.

Zona penangkaran ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu unit penangkaran dan areal pembesaran/ pemeliharaan.

Berdasarkan hasil analisis lokasi penangkaran yang ada, maka pada prinsipnya lokasi penangkaran yang ada semuanya bisa dijadikan zona

penangkaran, karena topografi lokasi berkisar antara 0 – 20o. Selain itu

sumber air dapat didistribusikan ke seluruh tapak, sehingga dalam pembangunannya tidak memerlukan banyak peningkatan tapak. Sedangkan areal pembesaran ditempatkan disebelah barat. Lokasi ini memiliki kondisi datar hingga bergelombang kecil, sumber air masih bisa terjangkau dengan pompanisasi dan pada saat ini merupakan areal padang rumput yang potensi. Hal ini didukung oleh pendapat Van Bemmel (1949) yang menyebutkan bahwa padang rumput atau savana sebagai tempat merumput merupakan

habitat yang paling disukai oleh rusa timor (Cervus timorensis de

Blainville).

Jika kebutuhan luas pedok untuk masing- masing kelas umur dan jenis

kelamin diasumsikan: induk = 60 m2/ekor, jantan = 125 m2/ekor, anak umur

< 1 tahun = 22 m2/ekor dan anak umur 1-2 tahun = 30 m2/ekor, maka

populasi yang dapat ditampung pada masing- masing pedok setelah 10 tahun di penangkaran dengan sistem farming adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 4.

Secara lengkap diskripsi dan tata letak perancangan tapak yang disarankan untuk dikembangkan dalam usaha penangkaran rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan sistem farming di Kampus IPB Darmaga dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Diskripsi dan tata letak perancangan tapak penangkaran rusa di

Kampus IPB Darmaga dengan sistem farming.

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa :

1. Luas zona perkantoran (A) = 0,10 ha atau sama dengan 2,35% dari luas lahan,

terdiri dari kantor utama (kantor dan pusat informasi), mes penangkar, gudang bahan pakan dan peralatan serta klinik/karantina satwa.

2. Luas pedok induk (B) = 1,50 ha atau sama dengan 35,29% dari luas lahan,

pedok ini dapat me nampung 250 ekor induk dengan luas pedok 60 m2/ekor.

3. Luas pedok jantan (C) = 0,28 ha atau sama dengan 6,70% dari luas lahan,

4. Luas pedok perkawinan (BC) = 0,25 ha atau sama dengan 5,88% dari luas lahan. Pada pedok ini dapat menampung induk yang sedang birahi sebanyak

20 - 25 ekor dengan luas pedok 100 m2/ekor.

5. Luas pedok anak/pembesaran terdiri dari pedok D1 seluas 0,75 ha (17,65%)

untuk anak berumur ≤ 1 tahun, dimana dapat menampung 341 ekor dengan

luas pedok 22 m2/ekor dan pedok D2 seluas 0,25 ha (5,90%) untuk anak

berumur 1 – 2 tahun, dimana dapat menampung sebanyak 84 ekor dengan luas

pedok 30 m2/ekor. Dengan demikian luas pedok anak/pembesaran (D1 + D2)

adalah 1,00 ha atau sama dengan 23,55% dari luas lahan.

6. Luas kebun rumput sementara (E) = 1,0 ha atau sama dengan 23,55% dari

luas lahan, dimana kebun rumput ini hanya sampai tahun ke-4. Selanjutnya seiring dengan pertambahan populasi induk, maka kebun rumput ini dijadikan

pedok induk yang dapat menampung 167 ekor dengan luas pedok 60 m2/ekor.

7. Pagar terbuat dari kawat dengan tinggi 2 – 2,5 meter. Untuk menghidari

masuknya binatang pengganggu (anjing), maka dibagian bawah setinggi 50 – 75 cm dilapisi dengan kawat harmonika. Secara rinci disain pagar dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Desain pagar yang disarankan.

8. Lebar jalan inspeksi = 1,5 meter dengan dasar berpasir yang digunakan

sebagai jarur pemindahan rusa dari dan ke ruang klinik dan karantina dan untuk jalur pemindahan rusa dari satu pedok ke pedok lainnya. Selain itu juga digunakan sebagai jalan bagi pengelola dalam pendistribusian pakan dengan menggunakan gerobak dorong dan pengontrolan. Secara rinci desain jalan inspeksi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Desain jalan inspeksi dan pintu yang disarankan.

9. Untuk menghindari becek pada dasar pedok, maka dasar pedok diberi pasir

dan selanjutnya ditanami rumput alam, selain untuk menggurangi erosi juga sebagai sumber pakan.

Rancangan Manajemen Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan Sistem Deer Farming

Manajemen Penangkaran

Meskipun usaha penangkaran rusa di Indonesia belum terlalu memasyarakat, namun dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada sekarang ini tidak ada kesulitan untuk mengadopsi dan mengembangkan teknik-teknik penangkaran rusa yang telah berhasil di luar negeri. Ditinjau dari segi teknis pada prinsipnya penerapkan teknik-teknik peterakan yang telah dikenal masyarakat, sehingga secara teknis tidak ada kesulitan. Tetapi kenyataan berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan diperoleh

data mengenai penangkaran rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) yang ada

di Kampus IPB – Darmaga sebagai berikut : 1. Populasi rusa

Populasi rusa yang ada di penangkaran Kampus IPB – Darmaga berjumlah 6 ekor terdiri dari 2 ekor jantan dan 4 ekor betina. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di lokasi, diketahui keempat ekor betina

yang ada sedang dalam kondisi bunting dan ternyata pada akhir pengamatan salah satu diantaranya beranak. Anak yang dilahirkan berjenis kelamin betina, sehingga populasi rusa di akhir penelitian berjumlah 7 ekor.

2. Pemberian pakan dan minum

Pakan yang diberikan kepada rusa yang ada di penangkaran semata- mata mengandalkan pasokan dari luar berupa rumput alam hasil dari sabitan petugas yang ada dilapangan. Jumlah hijauan yang diberikan tidak sesuai dengan standar kebutuhan hidup rusa, dimana dari segi kuantitas sangat kurang apalagi dari segi kualitas. Makanan penguatan maupun makanan tambahan selama pengamatan belum pernah diberikan. Begitu juga kebutuhan akan air minum semata- mata hanya dipenuhi dari air yang berasal dari air yang terkandung didalam hijauan yang diberikan, sedangkan air minum tidak pernah disediakan.

3. Perkembangbiakan

Perkembangbiakan yang terjadi di penangkaran saat ini adalah perkembang- biakan secara alami murni, dimana tidak ada campur tangan dari pengelola. Rusa-rusa yang ada dibiarkan melakukan perkembangbiakan denga n sendirinya, yang penting pengelola sudah menyediakan tempat dan memberinya pakan hijauan apa adanya.

4. Kontrol penyakit

Kontrol terhadap penyakit selama ini tidak pernah dilakukan. Apalagi pemberian vaksin, vitamin dan obat-obatan lainnya, sehingga penampilan rusa yang ada di penangkaran kelihatan kurang sehat. Hal ini dapat dilihat dengan bulu-bulu yang kusam dan sebagian ada yang rontok.

Berdasarkan hasil kajian potensi lokasi dan juga keadaan penangkaran yang ada, sesungguhnya penangkaran tersebut dapat diusahakan lebih baik lagi,

yaitu dengan mengembangkan penangkaran rusa sistem deer farming. Ditinjau

dari segi teknis pada prinsipnya penerapan penangkaran rusa hampir sama dengan teknik-teknik peterakan yang telah dikenal masyarakat, sehingga secara teknis sesungguhnya tidak ada kesulitan.

Secara garis besar, teknik penangkaran rusa dengan sistem farming

meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

Dokumen terkait