• Tidak ada hasil yang ditemukan

VERTIKAL DAN HORIZONTAL

5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA

Pengaruh getaran terhadap manusia diteliti pada empat variabel yaitu kelelahan, energi kerja, waktu respon, dan ketidaknyamanan. Untuk pengolahan data, nilai akselarasi getaran dikelompokkan atas 9 tingkat akselarasi yaitu a < 0.5 m/s2, 0.5 < a < 1.5 m/s2, 1.5 < a < 2.5 m/s2, 2.5 < a < 3.5 m/s2 3.5< a < 4.5 m/s2, 4.5< a < 5.5 m/s2, 5.5< a < 6.5 m/s2, 6.5< a < 8.5 m/s2, dan 8.5< a < 10.5 m/s2. Jumlah data dalam setiap kelas bervariasi antara 5 sampai 17 data. Pengelompokkan data bertujuan agar setiap pengaruh akselarasi terhadap variabel penelitian disebabkan oleh kondisi getaran yang sama. Penelitian ini lebih memfokuskan pada pengaruh tingkat akselarasi dari 0 sampai 6.5 m/s2, karena data lebih lengkap tersedia hanya sampai akselarasi 6.5 m/s2. Sedangkan untuk akselarasi di atas 6.5 m/s2 data hasil simulasi lebih sedikit, sehingga untuk mengantisipasi keterbatasan data maka ukuran interval akselarasi yang digunakan menjadi lebih besar. Untuk selanjutnya nilai akselarasi dalam pengolahan data diwakili oleh nilai tengah setiap level.

Nilai rata-rata akselarasi diperoleh dari nilai Root Mean Square akselarasi untuk ketiga arah getar. Tidak digunakan nilai Vibration Dose Value (VDV) karena nilai crestfactor yang dihasilkan berada di bawah 1. Crestfactor adalah rasio antara amaxterhadap aRMS. Jika crestfactor lebih dari 9 maka digunakan nilai

VDV sebagai rata-rata akselarasi untuk menjamin efek dari getaran kejut ikut dipertimbangkan. Perhitungan nilai crestfactor untuk sampel data penelitian terdapat pada Lampiran 5. Sesuai dengan rancangan awal simulator, tidak terdapat getaran kejut dalam proses simulasi.

Akselarasi getaran yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi antara 1 m/s2 sampai 10 m/s2. Akselarasi horizontal di atas 11 m/s2 merupakan kondisi tidak aman untuk kerja selama lima menit dan akselarasi vertikal di atas 5 m/s2 merupakan kondisi tidak aman untuk kerja selama lima menit berdasarkan batasan dari grafik fatigue-decreased proficiency dari ISO 2631-1 untuk frekuensi getaran 16 Hz. Getaran berada pada frekuensi antara 9 Hz sampai 30 Hz, data sampel dapat dilihat pada Lampiran 7 yang memuat sampel data getaran dan nilai crestfactor.

Pengaruh Akselarasi Getaran terhadap Manusia

Pengaruh getaran terhadap manusia sudah banyak diteliti. Penelitian pada umumnya mengkaji getaran dilihat dari frekuensi getaran dan pengaruhnya terhadap manusia. ISO (International Standard Organization) menyatakan kondisi getaran yang memberikan pengaruh tidak nyaman dan gangguan lebih besar terhadap manusia terjadi pada frekuensi antara 4 sampai 8 Hz pada getaran arah vertikal dan pada frekuensi 1 sampai 2 Hz pada getaran arah horizontal (pada arah x dan y). Sehingga untuk mempertimbangkan semua kondisi getaran dan perbedaan efeknya digunakan factor frequency weighted. Namun disisi lain pengaruh getaran tidak hanya ditentukan oleh nilai frekuensinya tetapi juga dipengaruhi oleh intensitas (dalam hal ini akselarasi) dan arah getaran. Oborne

(1983) didalam Oborne (1987) menyatakan bahwa pada level intensitas yang sama respon manusia terhadap getaran relatif stabil.

Pengamatan efek getaran dalam penelitian ini didasarkan atas perubahan nilai akselarasi. Sementara frekuensi getaran bervariasi antara 9 sampai 30 Hz, level akselarasi tertentu tidak didominasi oleh frekuensi tertentu.

Pengaruh Akselerasi Getaran terhadap Tingkat Kelelahan

Critical Frequency of Flicker (CFF) banyak diterapkan pada kajian tekanan fisiologi. Penurunan pada nilai CFF sudah digunakan sebagai indeks untuk kelelahan sentral, sehingga dengan mengetahui nilai CFF perorangan akan dapat diketahui optimal tidaknya kondisi seseorang. Frekuensi penglihatan akan rendah pada kondisi lelah dan cemas. Dengan mengetahui nilai dasar CFF pada kondisi sehat, dapat dibandingkan dengan nilai CFF pada kondisi tertentu untuk melihat tingkat kelelahan seseorang. Bertambah tinggi nilai CFF berarti bertambah baik kondisi seseorang, bertambah rendah nilai CFF berarti kondisi seseorang bertambah tertekan atau lelah.

Data CFF hasil tes flicker dikelompokkan berdasarkan kondisi getarannya. Kemudian dilakukan uji statistik t tes untuk melihat adanya perbedaan rata-rata kelelahan responden pada kesembilan tingkat akselarasi. Data CFF hasil simulasi ditampilkan dalam Table 5.

Tabel 5 Rata-rata nilai CFF per-level akselarasi Akselarasi Hasil tes flicker (Hz)

(m/s2) Rata-rata St. deviasi 0 34.9 1.8 0.5 – 1.5 35.6 1.3 1.5 – 2.5 34.3 2.0 2.5 – 3.5 34.7 1.9 3.5 – 4.5 35.5 1.4 4.5 – 5.5 34.7 1.9 5.5 – 6.5 36.8 0.3 6.5 – 8.5 34.9 2.1 8.5 – 10.5 35.6 1.7

Pengujian dengan t test dilakukan terhadap setiap kelompok data untuk melihat adanya perbedaan tingkat kelelahan rata-rata pada setiap level getaran. Berdasarkan uji tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata CFF pada a = 0.1 yang menggambarkan tidak terdapat perbedaan tingkat kelelahan pada berbagai interval akselarasi dengan kondisi tanpa getaran. Hasil pengujian t test terhadap tingkat kelelahan terdapat pada Lampiran 8. Waktu simulasi yang singkat diduga mempengaruhi hasil pengukuran. Data CFF menunjukkan pola garis datar. Gambar 14 memperlihatkan plot data CFF terhadap akselarasi.

Gambar 14 Plot data CFF pada beberapa akselarasi getaran

Pengaruh Akselarasi Getaran terhadap Energi

Energi dihitung berdasarkan rata-rata denyut jantung selama simulasi berdasarkan pola energi yang dikeluarkan oleh masing-masing responden. Pola konsumsi energi setiap orang akan berbeda, dalam penelitian ini pola konsumsi energi diperoleh dari hubungan antara denyut jantung terhadap kalori yang dikeluarkan selama latihan menggunakan step test dengan empat kecepatan langkah. Rata–rata denyut jantung saat melakukan step test dihubungkan dengan besarnya energi yang digunakan saat step test tersebut dan dicari persamaan liniernya. Persamaan energi menghasilkan nilai peningkatan energi akibat kerja yang dilakukan. Jika responden dalam posisi duduk di atas kursi yang bergetar, maka nilai energi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus merupakan energi yang dikeluarkan akibat terpapar getaran. Persamaan untuk menghitung energi kerja setiap responden terdapat dalam Lampiran 9 Rumus energi setiap responden.

Energi akibat getaran dikelompokkan berdasarkan level akselarasi. Uji keseragaman dilakukan untuk memastikan semua data dalam satu interval disebabkan oleh kondisi getaran yang sama. Uji keseragaman menggunakan a= 0.01 dengan rentang daerah kontrol antara 2di bawah nilai rata-rata sampai 2 di atas nilai rata-rata. Tabel 6 berisi rata-rata energi per-level akselarasi setelah dilakukan uji keseragaman data.

Berdasarkan uji anova pada a = 0.05 tidak terdapat perbedaan signifikan energi akibat terpapar getaran dan tidak terpapar getaran. Namun terdapat perbedaan rata-rata energi yang dikeluarkan responden dalam interval akselarasi 2.5 sampai 3.5 m/s2 yang mempunyai nilai energi terbesar terhadap interval akselarasi yang lain berdasarkan uji t pada a = 0.1. Hasil pengujian dengan t test untuk energi akibat getaran terdapat pada Lampiran 10. Penelitian ini akan

menganalisa pola energi yang dikeluarkan manusia akibat terpapar getaran. Jika dilihat dari grafik energi pada beberapa tingkat akselarasi terdapat suatu pola perubahan energi yang dikeluarkan.

Tabel 6 Rata-rata energi per-level akselarasi

Akselarasi Energi kerja Standar Peningkatan

(m/s2) (kkal) deviasi energi

0 0.49 0,17 0% 0.5 - 1.5 0.54 0.15 9% 1.5 - 2.5 0.55 0.12 13% 2.5 - 3.5 0.60 0.06 22% 3.5 - 4.5 0.60 0.13 22% 4.5 - 5.5 0.54 0.12 11% 6.5 - 8.5 0.50 0.14 1% 8.5 - 10.5 0.57 0.13 17%

Berdasarkan Tabel 6 peningkatan energi terjadi pada saat bekerja dalam kondisi bergetar antara 1% sampai 22% dibandingkan energi saat duduk istirahat. Energi saat istirahat dalam posisi duduk berdasarkan penelitian ini adalah 0.49 kkal/menit, sesuai dengan standar kebutuhan energi manusia secara umum, berdasarkan Kroemer (2000) adalah 0.48 kakl/menit. Pola energi akibat getaran sampai 6 m/s2 adalah pola kuadratik, pada saat akselerasi 1 m/s2 energi kerja rendah, kemudian naik dengan meningkatnya akselarasi dan menurun setelah nilai akselarasi 3.5 m/s2. Energi terbesar terjadi pada nilai akselarasi antara 3.5 m/s2. Akselarasi sebagai magnitudo getaran memberikan suatu pengaruh tersendiri terhadap manusia yang terpapar getaran disamping frekuensi yang sudah banyak diteliti.

Pada sisi frekuensi, pada selang akselarasi dengan energi tertinggi ini frekuensi getaran simulator bervariasi antara 10 Hz sampai 30 Hz, tidak hanya didominasi oleh frekuensi dibawah 20 Hz yang berpengaruh besar terhadap denyut jantung manusia. Frekuensi pada interval 0 sampai 20 Hz merupakan frekuensi resonansi sistem cardiovascular manusia (Kroemer 2001).

Dalam aktifitas sehari-hari terdapat tiga tingkat penggunaan energi oleh manusia (Hettinger dalam Sander 1993). Pada tingkat paling rendah energi digunakan untuk menjaga aktifitas organ dalam tubuh manusia tetap berfungsi yang merupakan energi metabolisme basal, dihitung pada pagi hari sebelum beraktifitas setelah orang melakukan puasa selama 24 jam. Pada level berikutnya energi dihitung pada saat istirahat, merupakan energi untuk bersantai. Dan level berikutnya adalah energi yang digunakan untuk melakukan kerja. Energi yang dihasilkan akibat terpapar getaran dalam penelitian ini dianggap sebagai energi untuk bekerja yang besarnya dipengaruhi oleh paparan getaran kepada manusia.

Tabel 7 berisi uraian kebutuhan energi setelah terpapar getaran. Berdasarkan tabel total energi yang dikeluarkan setelah terpapar getaran adalah 2.2 kkal/menit yang merupakan kelompok kerja ringan.

Tabel 7 Konsumsi energi pada kondisi terpapar getaran No Jenis energi Konsumsi energi

(kkal/24 jam)

Konsumsi energi (kkal/menit)

1 Metabolisme basal 1700* 1.18

2 Energi untuk santai 600* 0.42

3 Energi akibat getaran 0.6**

Total energi 2.20

Keterangan : * Sumber Sanders (1992) untuk pria dengan berat 80 kg ** Energi rata-rata responden selama terpapar getaran

Pada awal terpapar getaran terjadi peningkatan denyut jantung sampai 19 % (94 pulse/menit) dari denyut jantung rata-rata saat istirahat sebesar 80 pulse/menit. Setelah satu menit terpapar getaran denyut jantung kembali turun dan stabil pada level sekitar 88 denyut/menit atau setara dengan pengeluaran energi sebesar 2.2 kkal/menit. Kenaikan denyut jantung karena getaran dapat dilihat pada Tabel 8. Pada satu menit pertama terjadi adaptasi responden dengan getaran mesin terlihat dengan kenaikan denyut jantung, kemudian denyut jantung stabil pada level yang lebih tinggi dari kondisi duduk istirahat. Kondisi stabil ini merupakan nilai rata-rata konsumsi energi akibat terpapar getaran, sehingga data denyut jantung yang diambil setelah satu menit terpapar getaran dapat mewakili konsumsi energi akibat terpapar getaran. Berdasarkan uji t energi saat terpapar getaran lebih besar dari pada energi saat istirahat dengan peluang terjadi 90%. Energi akibat getaran termasuk kondisi kerja ringan, tidak menimbulkan penumpukkan asam laktat. Pola kenaikan energi akibat terpapar getaran dari 0.5 sampai 7.5 m/s2 diperlihatkan pada Gambar 15.

Tabel 8 Perbandingan denyut jantung responden saat terpapar getaran

Denyut jantung (denyut/menit)

Rata-rata Awal Kenaikan saat

Responden Istirahat kondisi bergetar kondisi bergetar awal bergetar

R1 75.3 80 89 18% R2 66.7 74 82 23% R3 74.1 87 97 30% R4 74.2 85 97 30% R5 90.7 92 101 11% R6 69.2 85 97 40% R7 82.3 87 96 17% R8 91.4 94 102 12% R9 89.9 91 98 9% R10 69.1 76 85 23% R11 85.1 90 96 13% R12 75.1 79 85 13% R13 86.9 94 96 10% R14 83.8 91 101 20% Rata-rata 79.6 86 94 19%

Gambar 15 Pola energi per-interval akselarasi

Peningkatan energi manusia akibat terpapar getaran disebabkan karena tubuh bereaksi terhadap energi getaran. Getaran mengakibatkan ketegangan (tension) dan kekakuan pada otot (Rakheja 2008). Peningkatan ketegangan otot meningkatkan pengeluaran energi manusia. Energi getaran yang diserap dihitung dari integrasi densitas energi yang diserap, ekuivalen dengan besaran getaran yang mengakibatkan ketegangan dan kekakuan pada lapisan kulit dan otot manusia. Energi getaran yang diserap tubuh naik mendekati kuadrat kenaikan akselarasi getaran pada tubuh (Rakheja, 2008).

Dilihat dari penerimaan stimulus oleh sensor tactile. WBV mengakibatkan lebih banyak mechanoreceptor pada sensor tactile menjadi aktif akibat getaran yang terpapar ke seluruh tubuh. Aktifasi pada banyak mechanoreceptor menghasilkan reaksi manusia berupa peningkatan tension pada otot. Tension membutuhkan energi dari otot dan mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi energi yaitu sebesar 0.6 kkal/menit. Analisis pengaruh stimulus getaran terhadap kenaikan energi kerja dan waktu respon dipaparkan dalam Gambar 16.

Gambar 16 Analisis pengaruh stimulus getaran terhadap kenaikan energi dan waktu respon

Bentuk pola energi berupa kurva kuadratik dipengaruhi oleh sensitifitas sensor tactile manusia terhadap getaran berubah-ubah, sehingga akan mempengaruhi respon yang diberikan oleh tubuh. Analisa ini didukung oleh beberapa hasil penelitian. Sensitifitas sensor tactile terhadap getaran dipengaruhi oleh kecepatan getaran (Grill dan Hallett, 1995). Sensitifitas dan persepsi terhadap stimulus dipengaruhi oleh interval antar stimulus, amplitudo, dan frekuensi (van Erp, 2002; van Erp & Werkhoven, 1999 dalam Myles 2007). Sensitifitas sensor tactile terhadap getaran berbentuk mirip fungsi U dengan sensitifitas tertinggi terjadi pada frekuensi 220 Hz (Verrillo dalam Myles 2007). Analisis terhadap pola energi dan waktu respon akibat kenaikan akselarasi getaran diilustrasikan dalam Gambar 17.

Pada akselarasi 3.5 m/s2 responden lebih merasakan efek getaran, guncangan akibat getaran lebih terasa, artinya lebih banyak mechanoreceptor pada sensor tactile yang menjadi aktif sehingga berdampak pada peningkatan tension otot dan berakibat pada kenaikan energi kerja. Semakin meningkat akselarasi berarti gelombang getar semakin rapat, sensitifitas mechanoreceptor semakin berkurang. Intensitas getaran yang semakin tinggi berpengaruh pada penurunan energi. Getaran mekanis Mechanoreceptor banyak aktif Tension dan kekakuan otot naik

Energi kerja dan waktu respon naik

Gambar 17 Analisis pola energi dan waktu respon akibat kenaikan akselarasi getaran

Jika akselarasi getaran terus meningkat, kurva energi akan kembali naik setelah akselarasi 7.5 m/s2, sehingga grafik menghasilkan pola seperti Gambar 18. Ini disebabkan getaran tinggi (akselerasi di atas 9.8 m/s2 (1 g)) mulai berpengaruh negatif terhadap organ tubuh manusia. Rasa tidak nyaman sampai sakit mulai dirasakan pada organ-organ tubuh tertentu dengan terus meningkatnya getaran (Kroemer 2001). Jika terpapar getaran dalam waktu lama pada akselarasi 1.5 g atau lebih dapat mengakibatkan terjadinya pendarahan internal dan kerusakan pada organ internal (Kroemer 2001).

Jika data perubahan energi akibat perubahan akselarasi getaran dianalisis per-responden maka sebanyak 60.7% responden menunjukkan pola respon yang sama. Energi terbesar terjadi dalam interval akselarasi 1.5 sampai 4 m/s2 dari interval getaran yang diamati 0 sampai 10 m/s2. Jumlah responden yang diamati sebayak 14 orang dengan masing-masing menghasilkan pola respon pada dominan getaran vertikal dan dominan getaran horizontal. Sehingga keseluruhan data yang diamati adalah 2 kali 14 orang yaitu 28 pola.

Gambar 18 Pola energi pada nilai akselarasi getaran sampai 10 m/s2 Sensitifitas sensor tactile dipengaruhi

kecepatan getaran (Grill 1995)

Sensitifitas sensor tactile dipengaruhi interval antar stimulus, amplitudo, dan frekuensi (van Erp dalam Myles 2007) Sensitifitas sensor tactile berbentuk fungsi U, tertinggi pada frekuensi 220 Hz (Verrillo dalam Myles 2007)

Sensitifitas sensor tactile mempunyai pola tertentu

Pengaruh Akselarasi Getaran terhadap Waktu Respon Manusia Waktu respon dikelompokkan berdasarkan level akselarasi. Uji keseragaman dilakukan untuk memastikan semua data dalam satu interval disebabkan oleh kondisi yang sama. Uji keseragaman menggunakan a= 0.01 dengan rentang daerah kontrol antara 2di bawah nilai rata-rata sampai 2 di atas nilai rata-rata. Tabel 9 berisi rata-rata waktu respon per-level akselarasi setelah dilakukan uji keseragaman data.

Penelitian ini akan menganalisa perubahan waktu respon akibat perubahan akselarasi getaran. Analisa menggunakan anova (a = 0.05) dilakukan untuk melihat signifikansi perbedaan efek getaran terhadap waktu respon, tetapi tidak ditemukan adanya perbeadaan signifikan. Uji statistik t test (a = 0.1) dilakukan untuk melihat adanya perbedaan rata-rata waktu respon manusia pada akselarasi dalam interval 2.5 sampai 3.5 m/s2 yang mempunyai nilai waktu respon terbesar terhadap interval akselarasi yang lain. Pengujian t test untuk waktu respon terdapat pada Lampiran 11. Hasil uji menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata waktu respon manusia dalam interval 2.5 sampai 3.5 m/s2 terhadap waktu respon pada kondisi tanpa getaran maupun pada interval akselarasi yang lain dengan peluang terjadi 90% .

Tabel 9 Rata-rata waktu respon per-level akselarasi Akselarasi Waktu respon Standar Peningkatan

(m/s2) (ms) Deviasi waktu respon

0 295 34 0% 0.5 – 1.5 313 58 6% 1.5 – 2.5 359 84 22% 2.5 – 3.5 356 105 21% 3.5 – 4.5 353 77 20% 4.5 – 5.5 337 99 14% 5.5 – 6.5 313 53 6% 6.5 – 8.5 298 47 1% 8.5 – 10.5 344 82 17%

Simulasi untuk pengukuran waktu respon mulai dilakukan setelah responden terpapar getaran selama dua menit. Dalam dua menit awal terpapar getaran responden beradaptasi dengan kondisi bergetar terlihat dari grafik denyut jantung responden sudah stabil dan datar pada nilai tertentu. Namun kemampuan indra penglihatan dan motorik manusia yang akan mempengaruhi nilai waktu respon akan langsung terpengaruh oleh getaran dalam bentuk WBV, sehingga pengumpulan data waktu respon selama tiga menit terakhir dari selang lima menit satu kondisi simulasi sudah dapat mewakili pengaruh getaran terhadap waktu respon manusia.

Penelitian ini menggunakan stimulus untuk indra penglihatan. Secara umum respon manusia pada stimulus dengan indra penglihatan sedikit lebih lambat dibandingkan menggunakan indra pendengaran atau peraba. Proses

penerimaan stimulus melalui tahap penerimaan oleh receptor, afferent path, pemrosesan di sistem syaraf pusat, efferent path, dan terakhir kontraksi otot.

Jika nilai waktu respon pada setiap interval getaran dirata-ratakan akan diperoleh pola waktu respon akibat getaran. Pada kondisi tanpa getaran waktu respon manusia dalam kondisi tercepat, yakni 295 ms. Waktu respon terlama terjadi pada akselarasi 3.5 m/s2, kemudian waktu respon menjadi akan bertambah singkat dengan meningkatnya akselarasi. Pola waktu respon akibat pengaruh getaran sama dengan pola energi. Kondisi getaran dari akselarasi 0.5 m/s2 sampai 6.5 m/s2 menghasilkan pola berupa kurva kuadratik dengan nilai performansi terendah terjadi pada akselarasi 3.5 m/s2. Akselarasi getaran mempunyai pengaruh yang kuat terhadap performansi manusia. Pola waktu respon akibat terpapar getaran dari 0.5 sampai 6.5 m/s2ditampilkan dalam Gambar 19.

Gambar 19 Pola waktu respon manusia per-interval akselarasi

Getaran mengakibatkan terjadinya peningkatan tension dan kekakuan otot. Peningkatan kekakuan pada otot tangan berakibat pada kesulitan tangan dalam melakukan gerakan. Hal ini berakibat pada semakin panjang waktu gerakan dalam menangggapi stimulus, terlihat pada meningkatnya waktu respon yang merupakan penjumlahan dari waktu reaksi dan waktu gerakan.

Terjadinya pola waktu respon menyerupai kurva kuadratis karena perubahan tingkat tension dan kekakuan otot. Perubahan tension otot akibat sensitifitas sensor motorik manusia dalam mendeteksi getaran berubah karena pengaruh berbagai faktor. Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan faktor yang mempengaruhi sensitifitas sensor tactile berupa kecepatan getaran, interval antar stimulus, amplitudo, dan frekuensi. Sensitifitas tertinggi sensor tactil diduga berada pada selang intensitas tertentu.

Deteksi tertinggi terjadi pada akselarasi 3.5 m/s2 juga berhubungan dengan bentuk kurva pada penilaian ketidaknyamanan dengan kuesioner. Pada nilai akselarasi 3.5 m/s2 terjadi titik puncak kemiringan curam pada kurva penilaian tingkat ketidaknyamanan oleh responden, peningkatan nilai akselarasi di atas 3.5 m/s2 menghasilkan kurva dengan kemiringan lebih landai.

Pola naik turun kurva waktu respon karena efek getaran sama dengan kurva pengaruh getaran terhadap energi kerja. Kurva waktu respon sampai akselarasi getaran 10 m/s2 dapat diamati pada Gambar 20.

Gambar 20 Pola waktu respon sampai nilai akselarasi getaran sampai 10 m/s2

Akselarasi getaran di atas 9.8 m/s2 atau 1g berpengaruh negatif pada bagian tubuh. Kulit dan jaringan permukaan tubuh menjadi jatuh atau layu terjadi pada akselarasi +2g (Kroemer, 2000). Pada akselarasi +3g organ dalam tubuh akan ikut tertarik ke arah bawah sehingga sistem dalam tubuh mulai terganggu, diafragma ditarik ke arah bawah mengakibatkan sistem pernafasan terganggu, orang akan mengalami kesulitan bernafas. Orang tidak mampu mengangkat bagian tubuh seperti tangan dan pandangan menjadi kabur juga terjadi pada +3g. Kehilangan kesadaran mulai terjadi pada akselarasi +5g sampai +6g, namun dampak ini dapat dihindari jika paparan getaran kurang dari lima detik (Kroemer, 2000).

Pengaruh akselarasi getaran terhadap waktu respon dan energi kerja menghasilkan pola yang sama. Kondisi tubuh terendah terjadi pada titik akselarasi yang sama. Kondisi tubuh terendah terjadi pada akselarasi 3.5 m/s2 dan bertambah baik dengan naiknya akselarasi. Perbandingan kedua kurva sampai akselarasi 6 m/s2 dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Perbandingan pengaruh akselarasi getaran terhadap energi kerja dan waktu respon

Analisa pola respon per-responden menunjukkan sebanyak 17 dari 28 pola hasil simulasi atau 60.7% menghasilkan energi kerja tertinggi berada dalam interval 1.5 sampai 4 m/s2 dari selang 0 sampai 10 m/s2 yang diamati. Dan sebanyak 17 dari 28 pola hasil simulasi atau 60.7% menghasilkan waktu respon terlama berada dalam interval 1.5 sampai 4 m/s2 dari selang 0 sampai 10 m/s2 yang diamati. Gambar 22 adalah contoh pola energi kerja akibat kenaikan akselarasi getaran dalam dominan arah vertikal yang dihasilkan oleh responden ke-6 dan ke-8. Gambar 23 adalah contoh pola waktu respon akibat kenaikan akselarasi getaran dalam dominan arah vertikal oleh responden ke-2 dan dominan arah horizontal oleh responden ke-11. Data untuk pengamatan pola energi per- responden terdapat dalam lampiran 12 dan data pengamatan pola waktu respon per-responden terdapat pada Lampiran 13.

a b

Gambar 22 Contoh pola energi kerja akibat kenaikan akselarasi getaran (a) Responden ke-6 (b) Responden ke-8

a b

Gambar 23 Contoh pola waktu respon akibat kenaikan akselarasi getaran (a) Responden ke-2 (b) Responden ke-11

Pengaruh Akselarasi Getaran terhadap Ketidaknyamanan

Data performansi responden dikelompokkan berdasarkan getaran yang se- level, data terlebih dahulu diuji keseragamannya untuk memastikan semua data dalam satu interval akibat dari kondisi getaran yang sama. Uji keseragaman menggunakan a= 0.01 dengan rentang daerah kontrol antara 2di bawah nilai rata-rata sampai 2 di atas nilai rata-rata.

Berdasarkan uji anova (a = 0.01) ditemukan terdapat perbedaan signifikan ketidaknyamanan yang dirasakan pada berbagai tingkat akselarasi. Kemudian t test dilakukan untuk melihat adanya perbedaan rata-rata ketidaknyamanan manusia pada akselarasi dalam interval 2.5 sampai 3.5 m/s2 yang mempunyai nilai ketidaknyamanan terbesar terhadap interval akselarasi yang lain. Pengujian t test untuk tingkat ketidaknyamanan terdapat pada Lampiran 14. Hasil uji menunjukkan terdapat perbedaan signifikan rata-rata tingkat ketidaknyamanan manusia dalam interval 2.5 sampai 3.5 m/s2 terhadap ketidaknyamanan pada kondisi tanpa getaran maupun pada interval akselarasi yang lain dengan peluang terjadi 90%. Kesimpulan ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Hacaambwa (2007) dan Marjanen (2010) bahwa getaran berpengaruh pada tingkat ketidaknyamanan manusia.

Data rata-rata ketidaknyamanan per-interval akselarasi diplot ke dalam grafik untuk melihat pola kenaikan tingkat ketidaknyamanan. Kenaikan ketidaknyamanan cukup tinggi terjadi pada interval akselerasi 0.5 m/s2 sampai 3.5 m/s2, diatas akselarasi ini kenaikan tingkat ketidaknyamanan lebih landai. Kurva tingkat ketidaknyamanan berbeda dengan dua kurva hasil pengolahan dua variabel penelitian di atas. Jika kurva diplot dari kondisi tanpa getaran sampai tingkat akselarasi 10 m/s2 dihasilkan bentuk kurva mendekati model pemangkatan (power). Penelitian ini mendukung pernyataan dalam Stevens Power Law bahwa pada beberapa indra sensorik manusia besarnya respon subjectif N proporsional terhadap intensitas stimulus X yang naik dengan pangkat , dimana  dipengaruhi oleh besarnya stimulus dan karakteristik dari setiap indra sensorik : atau secara logaritma ditulis log N = log c +  logX.

Penyerapan energi getaran berhubungan erat dengan ketidaknyamanan manusia karena mengakibatkan peningkatan tension dan kekakuan otot. Energi getaran yang diserap oleh tubuh dalam waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem otot dan rangka manusia.

Pada simulasi ini selain terpapar getaran, responden juga terpapar kebisingan dari 77 dB pada akselarasi rendah sampai 103 dB pada akselarasi

Dokumen terkait