• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Evaluasi

1. Hakekat Evaluasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Ralp Tyler dalam Arikunto (2005: 3), menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan Cronbach dan Stufflebeam dalam buku yang sama menyebutkan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Jadi evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang.

Adapun jenis evaluasi menurut Winkel (1991: 314) adalah:

a. Evaluasi produk, melalui evaluasi ini dapat diselidiki apakah dan sampai berapa jauh tujuan instruksional telah tercapai; tujuan-tujuan itu merupakan hasil belajar yang seharusnya diperoleh siswa, baik menurut aspek isi maupun aspek sikap.

b. Evaluasi proses, meninjau proses belajar- mengajar yang mendahului adanya pencapaian hasil belajar (produk).

Sedangkan jenis-jenis evaluasi menurut Groundlund, N.E. dalam Sudjana dan Ibrahim (1989:119) meliputi:

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap selesai dipelajari suatu unit pelajaran tertentu.

b. Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu.

c. Evaluasi diagnostik, yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnostik.

d. Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan warga belajar pada suatu program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kemampuannya.

Evaluasi mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Kegiatan pengukuran dapat dilakukan melalui ulangan, ujian, tugas dan sebagainya. Kegiatan pengukuran merupakan penentuan kuantitas sifat suatu objek melalui aturan-aturan tertentu yang benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud (Masidjo, 1995:14). Kuantitas yang diperoleh dari suatu pengukuran disebut skor. Contoh skor: 50, 75, 45 dsb.

Agar skor-skor tersebut berarti bagi pihak-pihak yang terkait, maka perlu diberi arti atau makna. Skor tersebut akan bermakna apabila diperbandingkan dengan suatu acuan yang relevan, yang sesuai dengan sifat suatu objek, dalam hal ini adalah prestasi belajar siswa dalam penguasaan suatu mata pelajaran (Masidjo, 1995:17-18). Tabel berikut ini adalah contoh pedoman penilaian.

Tabel 2.1

Contoh Pedoman Penilaian

Kelas Interval Kualifikasi Kualitas/Nilai 49 – 60 40 – 48 34 – 39 28 – 33 0 - 27 Amat baik Baik Cukup Kurang/meragukan Kurang sekali/gagal A B C D E

Berdasarkan contoh di atas, skor-skor tersebut dapat diubah menjadi kualitas. Dengan demikian, penilaian suatu objek adalah kegiatan membandingkan antara hasil pengukuran yang berupa skor dengan acuan yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan nilai.

Menurut Masidjo (1995:23-26), prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan pengukuran dan penilaian suatu objek sebagai berikut:

a. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilaksanakan secara terus- menerus atau kontinyu.

Dengan dilaksanakannya kegiatan pengukuran dan penilaian secara kontinyu akan membuat siswa makin dapat melaksanakan kegiatan belajar secara teratur. Dengan demikian guru dapat mengetahui perkembangan prestasi belajar siswa secara lebih mantab.

b. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilaksanakan secara menyeluruh atau komprehensif.

Kegiatan pengukuran dan penilaian harus menyentuh semua bahan pelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sifat menyeluruh dari isi kegiatan pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa I ini tampak pada isi tes prestasi belajar yang mencakup

berbagai bidang, yaitu pengetahuan, pemahaman, sikap, nilai dan ketrampilan.

c. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilakukan secara objektif.

Objektifitas pelaksanaan pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa dapat dicapai dengan mentaati aturan-aturan yang dituntut oleh kedua kegiatan tersebut secara bertanggungjawab, berusaha mengatasi keterbatasan-keterbatasan dengan bertindak secara lugas dan apa adanya. Tantangan godaan yang dihadapi dalam melaksanakan kedua kegiatan tersebut berasal dari pandangan yang keliru tentang tugas guru, yang karena keadaannya seolah-olah dapat dibeli, sehingga dapat mengikis dan meruntuhkan sikap objektif guru dalam penentuan skor dan nilai prestasi belajar siswa.

d. Kegiatan pengukuran dan penilaian sifat suatu objek harus dilaksanakan secara kooperatif.

Dalam melaksanakan kegiatan pengukuran dan penilaian harus ada kerjasama antarguru, antara guru dengan kepala sekolah atau guru lain yang berpengalaman. Kerjasama dapat berupa perencanaan dan penyusunan tes prestasi belajar yang akan dipakai, sehingga tes tersebut diyakini sebagai tes yang bermutu. Di samping itu juga perlu kerjasama dalam pemahaman kondisi belajar siswa dengan mengadakan penelitian tentang kondisi belajar siswa, kerjasama dalam penentuan acuan penilaian yang dipakai oleh sekolah. Bentuk

kerjasama ini lain dapat berupa penataran atau lokakarya dari para ahli, diskusi terarah antara guru muda dengan guru yang lebih berpengalaman atau pejabat yang bertanggungjawab. Dengan adanya kerjasama tersebut diharapkan susunan atau profil nilai prestasi belajar siswa dalam laporan resmi seperti rapor dapat menunjukkan taraf keseimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sejak awal tahun ajaran 2006/2007, Indonesia menerapkan Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh masing- masing satuan pendidikan (Sarkim, 2006:1). Jadi, KTSP memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada guru dan sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya sendiri sesuai dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Pengembangan KTSP yang beragam tersebut mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dua standar nasional yang utama dalam pengembangan KTSP adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) hasil rumusan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Berdasarkan keterangan tersebut berarti KTSP merupakan sebuah bentuk demokratisasi dan desentralisasi sektor pendidikan dari pemerintah kepada setiap lembaga pendidikan yang berarti setiap lembaga pendidikan berhak pula untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar-mengajarnya yang sesuai dengan pengembangan kurikulumnya. Hal ini

sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 58 yang menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan

2. Ujian Nasional

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 45 Tahun 2006 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007 Pasal 1, Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Tujuan pelaksanaan Ujian Nasional seperti yang tertuang dalam Permen No. 45 Tahun 2006 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006/2007, Pasal 3 menyebutkan Ujian Nasional bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Adapun fungsi hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk (Pasal 4):

a. pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan b. seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya

c. penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan pendidikan d. akreditasi satuan pendidikan

e. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Furqon (Masih Perlukah Ujian Akhir Nasional, Pikiran Rakyat, 23 Desember 2004 – On line) menyebutkan lima fungsi yang diharapkan dari pelaksanaan UN. Kelima fungsi tersebut antara lain:

a. Pertama, alasan akuntabilitas publik (public accountability), yaitu ujian dalam pendidikan diharapkan mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kemajuan dan prestasi, sehubungan dengan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan dalam kegiatan pendidikan.

b. Kedua, alasan pengendalian mutu (quality control) pendidikan. Ujian diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan dan menjamin bahwa setiap keluaran (lulusan) pendidikan telah memenuhi kualifikasi, kompetensi, atau standar tertentu yang ditetapkan.

c. Ketiga, alasan motivator (pressure to achieve), yaitu evaluasi diharapkan menjadi instrumen untuk mendorong dan "memaksa" pengelola, penyelenggara, dan pelaksana (guru dan siswa) pendidikan untuk berusaha lebih keras dalam mencapai hasil yang diharapkan. d. Keempat, alasan seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi

pendidikan dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang pelamar, khususnya jika tempat yang tersedia lebih sedikit dari jumlah yang melamar. Selain itu, hasil evaluasi juga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan ke mana seseorang dianjurkan untuk melanjutkan pendidikannya atau bekerja.

e. Kelima, alasan diagnostik, yaitu bahwa evaluasi dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada sistem tentang kekuatan dan kelemahannya, sehingga dapat ditentukan kegiatan tindak lanjut yang diperlukan. Fungsi ini sering juga dikaitkan dengan fungsi peningkatan mutu (quality improvement) karena balikan yang tepat dapat mendorong kegiatan dan program pendidikan untuk senantiasa melakukan peningkatan mutu layanan pendidikan dan keluaran yang dihasilkannya.

Pelaksanaan UN sebagai alat evaluasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa dengan tujuan dan fungsi seperti tersebut di atas hendaknya tetap sejalan dengan hakekat evaluasi dan landasan hukum evaluasi sebagaimana tertuang dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.

Dokumen terkait