• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.5.3. Faktor Dominan Komponen Habitat

Untuk mengetahui faktor dominan yang menentukan pemilihan burung maleo pada suatu habitat dilakukan pengukuran terhadap 14 (empat belas) peubah dari komponen fisik dan biotik habitat. Peubah-peubah tersebut adalah: jumlah jenis pakan burung maleo, kelerengan tempat, kemasaman (pH) tanah, jarak petak contoh dari sungai, jarak petak contoh dari aktivitas manusia (kebun masyarakat dan pemukiman penduduk), persentase penutupan tajuk, suhu dan kelembaban lubang peneluran, kedalaman lubang peneluran, substrat tanah lubang peneluran, jumlah predator alami, jarak lubang peneluran dari sumber pakan/vegetasi, jumlah pengambilan telur maleo oleh manusia dan jumlah sumber air panas bumi. Dasar penggunaan peubah-peubah tersebut adalah sebagai berikut:

27 a. Jumlah jenis pakan maleo (X1). Dasar penetapan peubah tersebut adalah

asumsi bahwa maleo memerlukan pakan untuk menunjang hidupnya dan semakin banyak jenis pakan pada suatu habitat maka maleo lebih menyukai habitat tersebut. Bailey (1984) menyatakan bahwa satwa liar memenuhi kebutuhan nutriennya dengan mengkonsumsi pakan yang sangat beragam/bermacam-macam.

b. Kelerengan tempat (X2). Dasar penetapan peubah tersebut adalah hasil

penelitian Butchart et al. (1998) yang menemukan bahwa lubang-lubang

peneluran burung maleo di tempat pedalaman (inland) ditemukan di areal

yang datar dan areal yang curam dengan kemiringan hingga 800

c. pH tanah (X3). Dasar penetapan peubah tersebut adalah bahwa tanah

mempunyai pengaruh terhadap penyebaran flora dan fauna. Kandungan bahan kimia tanah bervariasi, beberapa tanah ada yang bersifat alkalis, asam dan netral (Alikodra 1990).

d. Jarak dari sungai (X4). Dasar penetapan peubah tersebut adalah asumsi

bahwa burung maleo memerlukan air untuk menunjang hidupnya. Di TNLL air lebih banyak disediakan oleh sungai sehingga jarak dari sungai akan mempengaruhi kehadiran maleo. Semua satwa memerlukan air dari lingkungannya untuk melakukan proses pencernaan makanan dan metabolisme, mengangkut bahan-bahan sisa dan untuk pendinginan dalam proses evaporasi (Bailey 1984).

e. Jarak dari aktivitas manusia (X5). Pengukuran dilakukan dari lokasi habitat

burung maleo ke lokasi-lokasi yang diasumsikan setiap hari selalu ada aktivitas manusia di tempat tersebut seperti rumah/pemukiman penduduk dan kebun. Dasar penetapan peubah tersebut adalah hasil penelitian Butchartet al.

(1998) bahwa burung maleo lebih cenderung menggunakan ruang-ruang yang relatif jauh dari kegiatan manusia.

f. Persentase penutupan tajuk (X6). Pengukuran penutupan tajuk dilakukan pada

tiap petak contoh dengan nilai maksimum 100% jika keseluruhan petak contoh tersebut dinaungi oleh tajuk pohon. Dasar penetapan peubah tersebut adalah berdasarkan hasil penelitian Zieren (1985) yang menyebutkan bahwa suatu habitat yang terdapat vegetasi sekunder dengan kerapatan yang tinggi

28 amat berperan di dalam aktivitas rutin maleo yang mencakup aktivitas hinggap, bertengger, berlari dan terbang.

g. Suhu (X7) dan kelembaban lubang peneluran (X8). Dasar penetapan peubah

tersebut adalah hasil penelitian Heij dan Rompas (1999) yang menyatakan bahwa faktor suhu dan kelembaban lubang peneluran mutlak diperlukan bagi perkembangan embrio burung megapoda.

h. Kedalaman lubang peneluran (X9). Dasar penetapan peubah tersebut adalah

hasil penelitian Heij dan Rompas (1999) yang menyebutkan bahwa lebar dan kedalaman lubang pada burung megapoda tergantung pada struktur tanah. i. Substrat/tekstur tanah lubang peneluran (X10). Dasar penetapan peubah ini

adalah hasil penelitian Wiriosoepartho (1980) yang melaporkan bahwa pemilihan tempat bertelur burung maleo terkait dengan tekstur tanah karena erat hubungannya dengan lama penggalian lubang dan keadaan posisi telur dalam lubang.

j. Jarak sarang peneluran dari sumber pakan (X11). Dasar penetapan peubah

tersebut adalah berdasarkan hasil penelitian Heij dan Rompas (1999) yang menyatakan bahwa vegetasi di sekitar tempat bertelur sangat berarti bagi burung megapoda sebagai tempat beristirahat dan tempat pertama bagi anak- anak burung megapoda yang baru menetas untuk bersembunyi dan mencari makan. Hutan ini terutama terdiri atas pohon buah-buahan yang dapat dimakan.

k. Jumlah predator alami (X12). Dasar penetapan peubah tersebut adalah

berdasarkan hasil penelitian Ma’dika et al. (2001) yang melaporkan bahwa

salah satu faktor gangguan terhadap maleo di TNLL adalah adanya pemangsaan (predasi) oleh satwa lain.

l. Jumlah pengambilan telur maleo oleh manusia (X13). Dasar penetapan

peubah tersebut adalah berdasarkan hasil penelitian Ma’dika et al. (2001)

yang melaporkan bahwa di beberapa lokasi tempat bertelur burung maleo di TNLL secara rutin masyarakat melakukan pengambilan telur maleo untuk dijual maupun dikonsumsi dengan jumlah telur yang diambil berkisar 1-3 butir telur per hari.

29 m. Jumlah sumber air panas bumi (X14). Dasar penetapan peubah ini adalah

berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa maleo memerlukan panas bumi untuk menetaskan telurnya. Ketersediaan sumber panas bumi di suatu tempat diindikasikan dengan adanya sumber air panas di lokasi tersebut. Di pedalaman daratan (inland) maleo memanfaatkan sumber

panas bumi untuk menetaskan telurnya (Dekker 1990, Joneset al. 1995).

Penentuan faktor dominan penggunaan habitat terpilih oleh burung maleo akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan regresi linier berganda yang diolah dengan bantuan software SPSS 16.0 for Windows melalui metode stepwise. Dalam hal ini akan dianalisis hubungan antara peubah tidak bebas (Y)

dengan peubah bebas (X). Peubah tidak bebas (Y) adalah frekuensi kehadiran burung maleo pada suatu tempat sedangkan peubah bebas (X) adalah peubah- peubah yang berasal dari komponen fisik dan biotik habitat yang diduga mempengaruhi kehadiran burung maleo pada tempat tersebut. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y = bo+ b1x1+ b2x2+ ... + b14x14+ e5 Keterangan:

Y = frekuensi kehadiran burung maleo di suatu tempat b0 = nilai intersep

bi = nilai koefisien regresi ke-i

X1 = jumlah jenis pakan burung maleo

X2 = kelerengan tempat (%)

X3 = pH tanah

X4 = jarak dari sungai (hm)

X5 = jarak dari aktivitas manusia (hm)

X6 = persentase penutupan tajuk (%)

X7 = suhu lubang peneluran (oC)

X8 = kelembaban lubang peneluran (%)

X9 = kedalaman lubang peneluran (m)

X10 = substrat/tekstur tanah lubang peneluran (% pasir)

X11 = jarak sarang peneluran dari sumber pakan (m)

X12 = jumlah predator alami (ekor)

X13 = jumlah pengambilan telur maleo oleh manusia (butir)

X14 = jumlah sumber air panas bumi

Hipotesis yang dibangun adalah:

H0: semua peubah bebas yang diamati tidak berpengaruh terhadap frekuensi

30 H1: paling sedikit ada satu peubah bebas yang diamati berpengaruh terhadap

frekuensi kehadiran maleo di suatu tempat

Apabila p =¤0.05, maka Ho ditolak (terima H1) dan apabila p > 0.05, maka

Hoditerima (H1ditolak).

Variabel-variabel bebas di atas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise. Regresi stepwise

merupakan salah satu solusi menyelesaikan masalah regresi yang variabel bebasnya saling berkorelasi (multikolinearitas). Dalam analisis ini, tidak semua variabel bebas (X) yang diduga memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y) dimasukkan dalam model regresi. Salah satu variabel bebas kadang berkorelasi atau berhubungan dengan variabel bebas lainnya. Oleh karena itu prosedur regresi stepwisedibuat agar menghasilkan model regresi terbaik. Selain

itu, karena kemungkinan terdapat variabel bebas yang saling berkorelasi maka tidak semua variabel bebas hasil analisis regresi stepwise masuk dalam model.

Hal ini disebabkan variabel bebas lain yang memiliki korelasi lebih besar dengan variabel tidak bebas sudah diwakilinya.

Dokumen terkait