• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Uraian Teoritis

2.2.6 Faktor Faktor yang Membentuk Isi Media

Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996), dalam

Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content,

menyusun berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan. Mereka mengidentifikasikan ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi dalam menentukan isi media: Individu; Rutinitas media; Organisasi; Ekstra media; dan Ideologi.

Gambar 2

(Sumber: Soemaker dan Reese, 1996: 64)

Individual

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level indivual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, dan sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media. Latar belakang pendidikan, atau kecenderungan orientasi pada partai politik sedikit banyak bisa mempengaruhi profesionalisme dalam pemberitaan media.

Terdapat tiga faktor intrinsik pada pekerja media yang dapat mempengaruhi isi media. Pertama ialah karakteristik pekerja, personaliti, dan latar belakang pekerja. Kedua ialah sikap, nilai, dan keyakinan pekerja. Contohnya ialah keberpihakan politik jurnalis atau keyakinan agama jurnalis. Ketiga ialah orientasi dan peran konsep profesi yang disosialisasikan kepada mereka. Sebagai contoh, apakah seorang jurnalis mempersepsikan diri mereka sebagai penyampai kejadian yang netral, ataukah sebagai partisipan yang aktif membangun cerita (Soemaker dan Reese, 1996: 64).

Gambar 3

(Sumber: Soemaker dan Reese, 1996: 65)

Gambar di atas menunjukkan hubungan di antara faktor-faktor intrinsik jurnalis yang melatabelakangi isi media.Karakteristik, latar belakang dan pengalaman individu mempengaruhi sikap, nilai dan keyakinan yang dimiliki jurnalis dan juga mempengaruhi pengalaman dan latar belakang dalam profesinya.Sebagai contoh, pendidikan terakhir, lingkungan tempat jurnalis dibesarkan, dan karakteristik pribadi jurnalis akan mempengaruhi sikap, nilai, dan keyakinan yang dipegangnya selama menjadi seorang jurnalis dan juga akan mempengaruhi pengalaman dan dedikasinya sebagai seorang jurnalis. Pengalaman dan dedikasi selama menjadi jurnalis kemudian membentuk bagaimana peranan dan etika jurnalis yang secara langsung mempengaruhi media.Sedangkan sikap, nilai dan keyakinan jurnalis secara tidak langsung mempengaruhi isi media sebatas wewenang jurnalis tersebut dalam organisasi media (Shoemaker dan Reese, 1996: 65).

Rutinitas Media

Berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran sendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut

adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya.

Karl Manheim, seorang sosiolog Jerman mengatakan bahwa tiap individu tidak berpikir dengan sendirinya. Seorang hanya berpartisipasi dalam memikirkan lebih jauh apa yang telah dipikirkan oleh orang lain sebelumnya. Mereka berbicara dalam bahasa kelompoknya, dan berpikir dengan cara pikir kelompoknya. Hal tersebut serupa dengan rutinitas yang terdapat pada organisasi media massa.

Rutinitas telah menciptakan pola sedemikian rupa yang terus diulang oleh para pekerjanya. Rutinitas juga menciptakan sistem dalam media sehingga media tersebut bekerja dengan cara yang dapat diprediksi dan tidak mudah untuk dikacaukan. Hal-hal yang memengaruhi media adalah organisasi media itu sendiri

(processor), sumber (supplier), dan target khalayak (consumer) (Shoemaker dan

Reese, 1996: 105-108).

Gambar 4

(Sumber: Soemaker dan Reese, 1996: 109)

Organisasi

Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu . Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi menginginkan agar berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita.

Menurut Turow (1984), sebuah organisasi media dapat didefinisikan sebagai entitas sosial, formal atau ekonomi yang mepekerjakan pekerja media dalam usaha untuk memproduksi isi media. Organisasi tersebut memiliki ikatan yang jelas dan dapat diketahui dengan mudah mana yang menjadi anggotanya dan mana yang bukan. Terdapat tujuan yang jelas yang menciptakan salingketergantungan antara bagian-bagiannya dan struktur yang birokratis. Anggota-anggotanya memiliki spesialisasi fungsi yang jelas dan peran yang standardisasi. Bagan struktur organisasi yang dimiliki sebuah organisasi media massa membantu menjelaskan empat pertanyaan penting, yaitu: Apa peran organisasi; Bagaimana organisasi terstruktur; Apa saja kebijakan yang ada dan bagaimana kebijakan tersebut diimplementasikan; dan Bagaimana kebijakan tersebut dijalankan (Shoemaker dan Reese, 1996: 142-144).

Dalam organisasi media terdapat tiga tingkatan posisi. Pertama ialah pekerja garda depan seperti penulis, reporter, staf kreatif yang bertugas

mengumpulkan dan mengemas bahan mentah. Kedua ialah tingkatan menengah, yaitu manajer, editor, produser dan lainnya yang bertugas mengkoordinasikan proses dan menjembatani komunikasi antara posisi atas dan bawah dalam organisasi. Ketiga ialah posisi tingkat atas dalam perusahaan yang bertugas membuat kebijakan organisasi, membuat anggaran, mengambil keputusan-keputusan penting, melindungi perusahaan dari kepentingan politik dan komersial, dan saat dibutuhkan melindungi pekerjaannya dari tekanan luar (Soemaker dan Reese, 1996: 151).

Ekstra media

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media:

1. Sumber berita

Sumber berita di sini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan: memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, sumber berita tentu memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Kepentingan sumber berita ini sering kali tidak disadari oleh media.

2. Sumber penghasilan media

Sumber penghasilan media berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan atau pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Misalnya media tertentu tidak memberitakan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan. Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan di antaranya dengan cara memaksa media mengembargo berita yang buruk bagi mereka. Pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai pemberitaan media.

Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terus-menerus diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak.

3. Pihak eksternal

Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Keadaan ini tentu saja berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan pasar dan bisnis.

Ideologi

Menurut Samuel Becker (1984), ideologi menentukan cara kita mempersepsikan dunia kita dan diri kita sendiri. Sebuah ideologi adalah seperangkat kerangka pikir yang menentukan cara pandang kita terhadap dunia dan bagaimana kita harus bertindak. Level ideologi adalah level paling besar dalam model hierarki pengarus isi media (Shoemaker dan Reese, 1996: 222).

Ideologi diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas.

Raymond William (dalam Eriyanto,2001) mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah.

1. Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu.

Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang koheren. Sebagai misal, seseorang mungkin mempunyai seperangkat sikap tertentu mengenai demontrasi buruh. Ia percaya bahwa buruh yang berdemontrasi mengganggu kelangsungan produksi. Oleh karenanya, demontrasi

tidak boleh ada, karena hanya akan menyusahkan orang lain, membuat keresahan, menggangu kemacetan lalulintas, dan membuat persahaan mengalami kerugian besar. Jika bisa memprediksikan sikap seseorang semacam itu, kita dapat mengatakan bahwa orang itu mempunyai ideologi kapitalis atau borjuis. Meskipun ideologi disini terlihat sebagai sikap seseorang, tetapi ideologi di sini tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, melainkan diterima dari masyarakat.

2. Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat biasa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah.

Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain. Karena kelompok yang dominan mengontrol kelompok lain dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan itu nampak natural, dan diterima sebagai kebenaran. Di sini, ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen dari pendidikan, politik sampai media massa.

3. Proses umum produksi makna dan ide.

Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna.

2.2.7 Citra

Citra (image) memiliki banyak arti, yang mungkin merupakan penyebab ia menjadi satu dari sekian banyak kata yang digunakan secara berlebihan. Banyak orang menganggap bahwa citra sebagai lawan dari kenyataan, persepsi dari realitas atau kenyataan juga bisa berbeda-beda, sehingga tak dapat diandalkan sepenuhnya.Pengertian citra itu sendiri abstrak (intangible), tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya.

Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi (Soemirat, 2004 :112).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Citra adalah: 1. Kata benda : gambar, rupa dan gambaran

2. Gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai probadi, perusahaan, organisasi atau produk.

3. Kesan atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi. (Soemirat, 2004 :114).

Menurut Kotler citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh sesorang terhadap suatu objek.Sikap dan tindakan orang terhadap objek sangat ditentukan oleh citra objek tersebut. (http://maskurisutomo.com/

Citra adalah peta tentang dunia.Tanpa citra kita selalu berada dalam suasana yang tidak pasti.Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas.Citra adalah dunia menurut persepsi kita (Rakhmat, 2005:223).

).

Menurut Webster, citra adalah gambaran mental atau konsep tentang sesuatu. Menurut Kotler secara lebih luas mendefinisikan citra sebagai jumlah dari keyakinan-keyakinan, gambaran-gambaran, dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang pada suatu objek. Objek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi, kelompok atau yang lainnya yang dia ketahui.13 Sementara menurut Newsome, Citra adalah persepsi kolektif tentang sebuah organisasi atau individu dari semua publik yang didasarkan pada apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat.

Dalam bukunya yang berjudul Kuliah Komunikasi, Dr. H. Sam Abede Pareno, MM menyatakan bahwa citra adalah abstrak tentang suatu pandangan, persepsi, opini, penilaian secara umum. Terakhir, Bill Sukatendel menjabarkan citra sebagai kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap suatu objek.Atau kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.Citra untuk tujuan organisasional, bisa dijelaskan sebagai campuran persepsi dari suatu objek baik itu perorangan atau lembaga.Citra adalah hasil gabungan dari semua kesan yang didapat, baik itu dengan melihat simbol, mengamati perilaku, mendengar atau membaca aktifitas atau melalui bukti material lainnya. Citra terkinilah yang penting bagi kebanyakan organisasi, namun citra lain juga cukup penting, yaitu bagaimana objek ingin dilihat. Hal ini sama dengan citra diri individu, yang terbagi atas tiga kompenen yaitu, realitas, yang

ideal dan harapan atau keinginan. Citra yang paling memuaskan muncul jika didasarkan pada kenyataan.

Dengan demikian, citra dapat didefinisikan sebagai arti yang dimiliki seseorang bagi orang lain, suatu integrasi mental yang halus dan berbagai sifat yang diproyeksikan atau dicerminkan oleh seseorang dan yang dipersepsi yang diinterprestasikan orang lain menurut kepercayaan, nilai dan pengharapan mereka.

- Jenis Citra

Menurut Anggoro ada lima jenis citra, yaitu : a. Citra Bayangan / Cermin (Mirror Image)

Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi mengenai anggapan pihak luar terhadap organisasinya. Dengan kata lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan maupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi mengenai pendapat atau pandangan pihak luar. Citra ini cenderung positif, bahkan terlalu positif, karena kita bisa membayangkan hal yang serba hebat mengenai diri kita sendiri shingga kita pun percaya orang lain juga memiliki pemikiran yang serupa dengan kita

b. Citra Yang Berlaku / Kekinian (Current Image)

Citra ini adalah suatu citra atau pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra ini berlaku tidak selamanya, bahkan jarang, sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang bersangkutan yang biasanya tidak memadai. Biasanya pula citra ini cenderung negatif.Citra ini amat ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh penganut atau mereka yang mempercayainya.

c. Citra Harapan (Wish Image)

Citra harapan adalah suatu citra yang diharapkan oleh pihak pencitra. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya citra harapan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada, walaupun dalam kondisi tertentu, citra yang terlalu baik juga bisa merepotkan. Namun secara umum yang

disebut sebagai citra harapan itu memang merupakan sesuatu yang berkonotasi lebih baik. Citra harapan ini biasanya dirumuskan dan diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni ketika khalayak belum mempunyai informasi yang memadai.

d. Citra Perusahaan / Kelembagaan (Corporate Image)

Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayanan saja.Citra perusahaan terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan-keberhasilan di bidang keuangan yang pernah diraih, sukses ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi yang baik sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah besar, kesediaan turut memikul tanggungjawab sosial, komitmen mengadakan riset dan sebagainya. Marks and Spencer memiliki suatu citra perusahaan yang cemerlang dan sudah mendapat pengakuan internasional.

e. Citra Majemuk (Multiple Image)

Setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki banyak unit dan pegawai (anggota). Masing-masing unit dan individu tersebut memiliki perilaku tersendiri, sehingga secara sengaja ataupun tidak mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan jumlah pegawai yang dimilikinya. Untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan, variasi citra itu harus ditegakkan. Banyak cara yang dapat ditempuh. Antara lain dengan mewajibkan semua karyawan untuk mengenakan seragam, menyamakan jenis dan warna mobil dinas, bentuk toko yang khas dan simbol-simbol tertentu serta hal-hal lainnya. Contoh perusahaan yang sering memakai metode ini misalnya adalah maskapai penerbangan.

- Citra Positif dan Citra Negatif

Anggoro menyatakan bahwa citra yang positif dan ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya.Itu berarti citra tidak seyogyanya "dipoles agar lebih indah dari warna aslinya", karena hal itu justru dapat mengacaukan.Suatu citra yang sesungguhnya bisa dimunculkan kapan saja, termasuk di tengah terjadinya musibah atau sesuatu yang buruk. Caranya adalah

dengan menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu informasi yang salah atau suatu perilaku yang keliru.

- Citra dan Identitas

Banyak orang mencampur adukkan citra dengan identitas. Padahal walaupun memiliki kaitan erat, citra tidaklah sama dengan identitas. Hal ini dikarenakan citra adalah hasil persepsi. Ini sesuai dengan apa yang ditulis oleh Jallaludin Rahkmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas yang tidak harus sesuai dengan realitas sebenarnya. Identitas adalah apa yang sebenarnya ada pada atau ditampilkan. Identitas menempatkan jati diri, sedangkan citra adalah persepsi masyarakat terhadap jadi diri itu.Identitas bukan citra.Tetapi identitas dapat membantu untuk mengingatkan masyarakat tentang citra mereka. Dalam kerangka lebih kompleks, Jean Baudrillard mengatakan bahwa citra dipersepsikan untuk 4 hal, yaitu; sebagai refleksi dari realitas dasar, citra sebagai alat untuk menutupi dan menyesatkan realitas dasar, citra sebagai alat untuk menutupi ketidakhadiran realitas dasar dan citra sebagai hasil dari realitas yang tidak memiliki relasi dengan realitas manapun (hyperealitas).

Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi benda, orang atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi – realitas tangan-kedua (second hand reality) televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh yang lain. Surat kabar – melalui proses yang disebut “gatekeeping” menyeleksi berita. Payahnya, karena kita tidak dapat- dan tidak sempat- mengecek peristiwa-peristiwa yang disajikan media, kita cenderung memperoleh informasi itu semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa.

Jadi, akhirnya, kita membentuk citra tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa.

Dokumen terkait