BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI
H. Faktor-Faktor Penyebab Trading Up dari Sisi Supply
Fenomena trading up mempengaruhi, atau dengan segera akan
mempengaruhi banyak pelaku bisnis pada hampir setiap kategori barang konsumen, termasuk barang yang bisa dikonsumsi,
diciptakan untuk menggarap pasar dan segmen khusus dimana high service
menjadi tujuan utama dari strategi ini. Beberapa hal implementasi dari strategi-strategi marketing untuk produk new luxury yang dirasakan konsumen
dilakukan perusahaan antara lain connecting with your consumers, show the
individual style, the exclusivity sell, carring, transform your costumers, versality and capacity.
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan perusahaan untuk ”mengemas” produk menjadi luxury :
1. Tidak meremehkan konsumen. Mereka yakin bahwa konsumen memiliki
hasrat, minat, kecerdasan, dan kemampuan untuk melakukan trading up
bahkan ketika wiraswastawan tidak mempunyai data untuk membuktikan kaidahnya ataupun model untuk diikuti.
2. Merubah kurva permintaan harga-volume. Mereka tidak berfokus pada
peningkatan tambahan atau kenaikkan harga. Mereka lebih menyukai langkah besar dan premium yang besar. Tertarik pada harga yang lebih tinggi dan volume yang lebih tinggi, yang berakibat pada hasil keuntungan yang tidak proporsional.
3. Menciptakan tangga keuntungan murni. Mereka tidak berusaha membodohi para pelanggan mereka dengan inovasi yang tidak berarti, tidak juga
berusaha menyelamatkan diri hanya dengan brang image. Mereka
melakukan peningkatan teknis yang menghasilkan keuntungan fungsional yang berakibat pada daya tarik emosional bagi konsumen. Mereka tidak berusaha berpura-pura bahwa produk yang mereka jual lebih baik merupakan inovasi sejati.
4. Meningkatkan inovasi, menaikkan kualitas, memberi pengalaman tanpa
cacat. Pasar untuk New Luxury dalam kesempatan, tetapi juga sangat tidak
stabil. Hal ini dikarenakan keuntungan teknis dan fungsional semakin pendek ketika para pesaing baru memasuki pasar dan karena peningkatan aliran inovasi dari produk high-end ke produk dengan harga lebih rendah. Apa yang mewah dan berbeda saat ini menjadi merek standar di hari esok.
5. Mengembangkan rentang harga dan positioning merek. Banyak merek New
Luxury mengembangkan merek up market untuk menciptakan daya tarik
emosional dan down market untuk membuatnya lebih terjangkau dan lebih
kompetitif dan untuk membangun permintaan. Harga tertinggi pesaing tradisional berangkat tiga atau empat kali lebih rendah. Namun, mereka berhati-hati untuk menciptakan, merumuskan, dan mempertahankan karakter dan makna yang berbeda untuk masing-masing produk pada tiap level, dan juga untuk mengungkapkan intisari merek yang dimiliki oleh semua produk. 6. Memodifikasi rantai nilai mereka agar mengantarkan pada tangga
keuntungan. Produsen menekankan pada pengawasan value chain daripada
kepemilikannya, dan mereka menjadi ahli dalam penyusunannya. dalam produksi produk, produsen mengendalikan kualitas mutu produk, memilih bahan-bahan, dan mengelola distribusi, tetapi tidak memilih meningkatkan lompatannya sendiri atau membangun fasilitas produk tambahan.
7. Menggunakan pemasaran pengaruh dan menyemai kesuksesan mereka
melalui utusan merek. Pada barang-barang New Luxury, presentase kecil
konsumen kategori menyumbangkan bagian nilai yang dominan. Para
(segmen pasarnya) dengan beberapa hal. Mencari keunikan lewat cara mempromosikan produk.
8. Berfikir menyerang seperti orang luar. Mereka berfikir seperti orang luar, bertindak seperti orang luar, lebih tepatnya mereka berusaha berfikir berbeda dengan apa yang telah ada selama ini, lebih kreatif dan inovatif mengemas produk mereka.
Menurut penelitian yang dikemukakan sebelumnya, konsumen New
Luxury dicirikan dengan perilaku pembelian mereka yang sangat selektif.
Mereka dengan cermat dan sengaja melakukan trade up pada barang-barang
premium dalam kategori khusus sementara membayar lebih sedikit atau
trading down dalam banyak, atau sebagian besar kategori lainnya.
I. Memahami Perilaku Pembelian Konsumen
Menurut Silverstein (2005), terjadi dua keadaan konsumen / bifurkasi.
Di sisi atas, konsumen melakukan trading up, rela membayar harga premium
untuk barang dan jasa yang berkualitas tinggi atau memberikan ikatan emosi
yang kuat. Di sisi bawah, konsumen melakukan trading down, mengurangi
sebanyak mungkin membeli barang-barang yang murah tapi masih memberikan kualitas dan keandalan. Di antara keduanya, terdapat pasar menengah yang ”biasa-biasa saja”. Di sisi tengah ini juga banyak perusahaan yang menghadapi ”death in the middle”, artinya tanpa positioning yang jelas akan kualitas, harga, dan spesifikasi maka membuat suatu produk tidak mendapatkan kesempatan berkembang. Berangkat dari keadaan perilaku tersebut, maka bifurkasi bisnis pun terbagi menjadi sisi atas dan bawah,
tengah. Turunkan biaya atau naikkan kualitas, lihat penawaran kita sebagai orang luar.
Selain melakukan trading up, konsumen juga melakukan trading
down. Konsumen melakukan trading down karena melihat dirinya sebagai
pembeli yang bijaksana, tidak ada perbedaan dengah harga yang lebih murah. Penghematan dianggap sebagai nilai moral dan kerelaan untuk mengabaikkan.
Dapat disimpulkan bahwa, untuk sukses dalam pasar dengan dua
kecenderungan yang ada trading up dan trading down ada yang perlu
diperhatikan. Dalam pasar trading down, kunci suksesnya adalah sederhana,
berbiaya rendah, dan dapat diandalkan. Misi utamanya membuat produk atau
servis yang murah dan baik. Sedangkan dalam pasar trading up, kuncinya
adalah perbaiki kualitas, berikan keuntungan maksimal, sampaikan ikatan
emosional dengan pelanggan. Perilaku trading up diharapkan dapat diolah
menjadi strategi marketing yang mampu membuat dan menyampaikan tangga
keuntungan baru bagi konsumennya.
Setelah harga dan kualitas mengalami pergesekan dengan pesaing
retail lain, dan setelah produsen merasa kualitas sudah baik dan berhenti membuat yang lebih baik, maka pesaing akan menggabungkan teknik
pengembangan atau merebut perhatian konsumen. Konsumen trading down
tidak akan berhenti mencari produk dengan harga termurah dengan kualitas optimal, karena konsumen tidak akan pernah berhenti mencari manfaat lebih
sehingga konsumen tidak loyal. Dengan mengenali trading up, diharapkan