• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. KERANGKA TEORI

2.3. Faktor Lingkungan Penting Dalam Mengatur Komunitas

Kualitas air dapat mempengaruhi nilai produktivitas sekunder dari larva Hydropsychidae terutama yang hidup di daerah yang belum mengalami gangguan dari aktivitas antropogenik. Hal ini berkaitan dengan cukupnya nutrien yang terkandung dalam air dalam mendorong pertumbuhan alga atau perifiton yang berfungsi sebagai makanan larva Trichoptera. Ross &Wallace (1983) melakukan penelitian pada Famili Hydropsychidae di Sungai Appalachian Selatan (elevasi 600 m) menunjukkan produktivitas dari larva tersebut berkisar 23-983 mg berat kering bebas abu (AFDM) m-2 tahun-1. Rendahnya nilai tersebut disebabkan oleh

14

rendahnya nilai nutrisi di bagian hulu sungai yang mengurangi kualitas makanan detritus, pertumbuhan alga, dan produktivitas dari invertebrata kecil lainnya yang dimakan oleh larva hydropsychid sebesar 72%. Konsentrasi sebagian besar ion di sungai tersebut relatif rendah yaitu < 1 mg/l, nitrat 0,03 mg N/l, fosfat 0,001-0,002 mg P/l, dan pH 6,6-6,8.

Dalam hubungannya dengan faktor kimia di perairan, larva Trichoptera dapat dijumpai dari perairan yang belum tercemar hingga tercemar berat. Sebagai contoh genus Hydropsyche dan Cheumatopsyche relatif sensitif terhadap air yang tercemar (Chakona et al. 2009) dan keberadaan hewan tersebut akan meningkat kembali di bagian hilir ketika kualitas airnya meningkat (Mackay & Wiggins 1979). Stuijfzand et al. (1999) menggunakan larva Hydropsyche sp. untuk evaluasi kualitas air Sungai Rhine dan Sungai Meuse. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa distribusi dan kelangsungan hidup larva Hydropsyche sp. cukup tinggi di Sungai Rhine dan hampir tidak ada yang hidup di Sungai Meuse. Hal ini erat kaitannya dengan rendahnya kualitas air Sungai Meuse yang ditunjukkan dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut (1,7 mg/l) dan tingginya konsentrasi amonium (4,1 mg/l), di-isopropylether (60 µg/l), flourida (1,3 mg/l), dan diuron (0,8 µg/l) sebagai faktor pembatas utama, di samping faktor fisik lainnya seperti kecepatan arus.

Redell et al. (2009) menunjukkan larva Oligostomis ocelligera (Famili Phryganeidae) mampu bertahan dalam kondisi lingkungan akuatik yang ekstrim (air masam tambang) akibat aktivitas antropogenik penambangan. Larva tersebut mampu hidup pada pH yang rendah (2,58 – 3,13), konsentrasi sulfat (542 mg/l), logam berat Fe (12 mg/l), Mn (14 mg/l), dan Al (16 mg/l) yang tinggi. Mackay & Wiggins (1979) menyebutkan larva Helicopsyche borealis dapat hidup pada sumber mata air panas dengan kandungan hidrogen sulfida yang tinggi dan sungai yang menerima buangan limbah domestik. Hewan tersebut telah dilaporkan mampu mentolerir adanya kebocoran dari tangki bensin yang masuk ke dalam sungai yang mengakibatkan sebagian besar makrozoobentos yang ada mengalami

drifting (penghanyutan) atau kematian. Larva Hydropsyche betteni dan

Brachycentrus americanus mampu bertahan hidup pada nilai pH yang rendah (Mackay & Wiggins 1979).

Penelitian yang dilakukan Clements (1994) di bagian hulu Sungai Arkansas, Colorado menunjukkan hasil yang berlawanan dengan Stuijfzand et al.

(1999). Sungai yang mendapat masukan dari air asam tambang dalam kategori tercemar sedang hingga berat didominasi oleh larva Chironomid Othocladiinae dan Trichoptera. Beasley &Kneale (2004) menyebutkan larva Trichoptera Famili Hydropsychidae relatif toleran terhadap kontaminasi logam berat Cu, Cd, dan Pb di perairan. Peningkatan dominansi makrozoobentos pada beberapa spesies Famili Chironomidae dan Hydropsychidae merupakan sinyal awal dari meningkatnya kontaminasi logam (Winner et al. 1980; Luoma & Carter 1991; Canfield et al.

1994).

Hydropsychid merupakan salah satu penyusun larva Trichoptera yang umum dijumpai dan memiliki peran penting di sungai terutama dalam aliran energi, nutrisi, dan jaring-jaring makanan. Sejarah kehidupan hewan tersebut bervariasi dari univoltine hingga multivoltine yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang turut berkontribusi dalam mengatur produktivitas sekundernya (Alexander & Smock 2005). Gurtz & Wallace (1986) menyebutkan faktor lingkungan seperti ukuran partikel, kecepatan arus, kelimpahan dan kualitas makanan, serta lokasi mikro pada habitat memiliki peran besar dalam mengatur produktivitas larva hydropsychid. Alexander & Smock (2005) telah mengkaji produktivitas sekunder tahunan dari larva hydropsychid Cheumatopsyche analis

di Sungai Upham Brook Virginia dapat mencapai 18,2 g/m2

Tingginya pencemaran di ekosistem air tawar telah diketahui dapat meningkatkan insiden abnormalitas morfologi dari hewan air tawar. Abnormalitas morfologi dari serangga akuatik telah lama digunakan dalam studi yang berkaitan dengan pengaruh polutan toksik di ekosistem akuatik (Wiederholm 1984; Warwick 1985; Dickman et al. 1992; Bisthoven et al. 1998). Respon subletal berupa kecacatan insang dan anal papilae dari larva Trichoptera telah dipelajari secara mendalam guna pengembangan indikator biologi perairan khususnya dalam bidang biomarker. Biomarker secara umum didefinisikan sebagai substansi yang digunakan sebagai indikator dari suatu proses biologi. Abnormalitas pada insang /thn. Tingkat toleransi hewan tersebut cukup luas dari kualitas air yang belum terpolusi hingga tercemar sedang.

16

trachea, organ regulasi ion, dan anal papilae dapat menunjukkan adanya gangguan pada respirasi dan fungsi pengaturan ion pada individu (Vuori & Kukkonen 1996). Adanya perubahan morfologi dari insang larva Hydropsychidae berupa penghitaman warna, reduksi dari anal papilae dan insang abdominal ketika larva tersebut dipaparkan dengan menggunakan logam berat: kadmium, tembaga, aluminium (Vuori & Kukkonen 1996), dan chromium (Leslie et al. 1999). Munculnya penghitaman warna dan kelainan pada insang ini umumnya dijumpai pada larva instar terakhir atau yang lebih tua (Vuori & Kukkonen 2002). Camargo (1991) mengamati adanya gangguan berupa penonjolan dan penghitaman warna pada anal papilae dan insang abdominal pada larva

Hydropsyche pellucidula yang dipaparkan dengan air yang terklorinasi. Jumlah cabang-cabang pada insang abdominal mengalami reduksi hingga menjadi potongan tunggal yang pendek. Adanya penghitaman warna insang di larva Trichoptera dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Larva Hydropsychidae yang hidup dalam kondisi normal, warna insang trachea tampak pucat (kiri) dan penghitaman warna pada bagian insang (kanan). (Disadur dari Vuori & Kukkonen 2002).

Pengaruh fisik berupa gangguan pada habitat terhadap komunitas Trichoptera telah dipelajari secara mendalam oleh Camargo (1991) dan Takao et al. (2006). Takao et al. (2006) menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi dari debit sungai merupakan pengendali utama dari organisasi biologi yang ada dalam sistem lotik. Tingginya arus sungai dapat menyebabkan perubahan pada populasi larva Trichoptera dengan cara menghanyutkan semua individu atau memindahkan material sedimen yang dapat menyebabkan kematian. Camargo

(1991) menunjukkan dampak negatif dari pembangunan dam bendungan air di Rio Duraton (Spanyol) pada komunitas Hydropsychidae berupa menurunnya kekayaan taksa, keanekaragaman spesies, dan dominansinya. Biomassa total dan kelimpahan larva Hydropsychidae juga mengalami penurunan di bawah dam secara langsung. Semakin jauh dari bangunan dam, kelimpahan total dan biomassa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian hulu sungai. Hal ini mungkin erat kaitannya dengan peningkatan ketersediaan suplai makanan dan habitat di daerah tersebut. Kelimpahan Cheumatopsyche lepida, Hydropsyche sp. dan H. pellucidula secara signifikan menurun di bagian hilir, namun H. siltalai, H. exocellata dan H. bulbifera mengalami peningkatan secara drastis.

Chakona et al. (2009) menggunakan komunitas larva Trichoptera guna mendeteksi gangguan ekosistem sungai akibat deforestasi dan aktivitas pertanian di dua daerah tangkapan (DAS) yaitu Nyaodza-Gachegache dan Chimanimani (Zimbabwe). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perubahan dalam komposisi genus akibat perubahan pada tata guna lahan dan geomorfologi. Genus

Anisocentropus, Dyschimus, Lepidostoma, Leptocerina, Athripsodes, Parasetodes, Aethaloptera, Hydropsyche, dan Polymorphanisus keberadaannya terbatas pada daerah hutan yang belum mengalami gangguan dengan karakteristik rendahnya suhu, kekeruhan, konsentrasi silt (lanau), dan tingginya elevasi, oksigen terlarut, dan transparansi. Sedangkan kelimpahan larva Hydroptila

cenderung menyukai habitat yang sudah mengalami gangguan khususnya di daerah pertanian. Hilangnya beberapa genus larva Trichoptera (Hydropsyche,

Lepidostoma, Macrostemum) yang tergolong sensitif di daerah yang mengalami deforestasi kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya material tanaman yang masuk pada sungai sebagai bahan makanan bagi larva tersebut maupun disebabkan rusaknya habitat akibat sedimentasi.

Suhu dan pergerakan air memainkan peran penting dalam proses fisiologi pernafasan dengan mengendalikan ketersediaan oksigen terlarut. Larva Trichoptera mampu menempati habitat hampir seluruh kisaran temperatur lotik, termasuk mata air dingin dan panas. Sebagai contoh Eobrachycentrus gelidae

mampu hidup di mata air pegunungan yang bersuhu 2° C. Apatania muliebris

18

ekstrem lainnya, Oligoplectrum echo dan Helicopsyche borealis dapat hidup pada sungai termal yang mencapai suhu 34° C atau lebih (Mackay & Wiggins 1979).

Larva Trichoptera memiliki preferensi atau kekhususan tertentu terhadap kisaran kecepatan arus air. Spesies yang telah beradaptasi dengan ekosistem air mengalir dapat mengalami stress dalam respirasinya ketika ditempatkan pada air menggenang. Hewan tersebut dapat mentoleransi konsentrasi oksigen terlarut yang rendah dan suhu air yang meningkat ketika hidup dalam arus air yang mengalir secara cepat. Stimulus untuk memilin/membuat jala sangat ditentukan oleh kecepatan minimum arus air. Jala yang dibentuk untuk menangkap makanan pada arus air yang deras cenderung memiliki mata jala yang kasar dan jalinan yang kuat guna menahan kuatnya arus, berlindung terhadap predator, dan sebagai tempat untuk mengkaitkan anchor larva agar tidak hanyut. Sedangkan larva yang hidup pada arus air lambat, mata jalanya terlihat lebih halus dan berukuran besar (Mackay & Wiggins 1979).

Substrat dasar sungai dapat memberikan pengaruh pada distribusi dan kelimpahan hewan avertebrata lotik dan hewan tersebut mampu merespon terhadap gangguan. Faktor yang mempengaruhi spesifikasi substrat terhadap kelimpahan atau produktivitas sekunder dari organisme makrozoobentos antara lain: ukuran partikel, kecepatan arus, kestabilan fisik, dan ketersediaan makanan. Oleh sebab itu produktivitas sekunder dari serangga akuatik dapat berubah secara signifikan pada substrat yang berbeda (Gurtz & Wallace 1986).

Substrat merupakan materi yang ada di dasar sungai yang didistribusikan oleh arus air akibat erosi di daerah substrat mineral kasar dan daerah endapan sedimen halus yang banyak mengandung bahan organik. Ke dua daerah tersebut mampu mendukung tumbuhan atau alga berfilamen yang menempel pada batu yang dapat dianggap sebagai substrat pada habitat lotik. Larva Trichoptera cenderung memilih substrat kasar sebagai respon terhadap derasnya arus air daripada ukuran substrat (Mackay & Wiggins 1979).

Pemilihan substrat juga didasarkan pada mekanisme feeding larva Trichoptera. Perilaku larva yang hidup di permukaan batu mungkin strategi untuk: a). mendapatkan makanan berupa diatom, lumut, Cladophora dan Podostemum, b). predator, dan c). menyaring makanan di dalam arus. Banyak spesies dari larva

Trichoptera menjadi pupa di bagian bawah batu. Hal ini mungkin strategi dari hewan tersebut pada saat musim panas yang rentan terhadap penurunan level air, dan perlindungan dari predator seperti ikan. Spesies lain yang hidup pada substrat yang lebih halus dapat beradaptasi dengan cara menggali lubang pada daerah yang berarus lambat dan endapan sedimen. Larva sericostomatid genus Agarodes dan

Fattigia membuat liang yang portable dari bahan butiran pasir guna memberikan perlindungan dan tidak menghambat untuk melakukan penggalian. Beberapa spesies dari larva Sericostoma. tidak menggali liang dan tampak aktif di permukaan kerikil hanya pada saat malam hari (Mackay & Wiggins 1979).

Tipe substrat dapat mempengaruhi kelimpahan larva Trichoptera, sehingga secara langsung akan berpengaruh pada produktivitas sekundernya. Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh Jin & Ward (2007) pada larva Glossosoma nigrior yang hidup di sungai kecil Collier USA menunjukkan pada habitat kerikil mendukung kelimpahan dan biomassa G. nigrior secara substansial lebih besar dibandingkan dengan habitat bed rock. Pada habitat kerikil dapat mencapai rata-rata kelimpahan 147 m-2 (kisaran: 0-607 m-2) dibandingkan pada bed rock dengan kelimpahan 15 m-2 (kisaran: 0-306 m-2). Rata-rata biomassa di habitat kerikil mencapai rata-rata 13 mg (kisaran: 0-39 mg AFDM m-2) dibandingkan pada bagian bed rock dengan rata-rata 3 mg, (kisaran: 0-22 mg AFDM m-2). Produktivitas sekunder larva tersebut mencapai 115 mg AFDM m–2

Fenomena berbeda ditunjukkan pada dua larva hydropsychid yaitu

Parapsyche cardis dan Diplectrona modesta yang memiliki preferensi berbeda terhadap substrat. Larva hydropsychid memiliki preferensi yang kuat terhadap spesifikasi substrat antara lain ukuran partikel, kecepatan arus air, kelimpahan lumut, dan lokasi mikro substrat. Larva Trichoptera yang bertipe penyaring (filtering collector) relatif sensitif terhadap perubahan kualitas dan kuantitas makanan di sepanjang hulu sungai sebagai akibat adanya gangguan di daerah tangkapannya. Oleh sebab itu larva hydropsychid merupakan spesies yang cocok untuk pengujian terhadap perbedaan diantara sungai, produksi, dan kelimpahan dalam kaitannya dengan substrat yang spesifik. Produktivitas dan kelimpahan dari

P. cardis secara signifikan lebih tinggi pada rock face > cobble riffle > kerikil > dengan P/B = 17,9).

20

pasir. Sedangkan distribusi D. modesta relatif sama diantara tipe substrat dan kadangkala sifatnya tidak stabil (kelimpahan dan produktivitas kadang kala lebih tinggi di cobble atau rock face) diantara sungai. Rendahnya kelimpahan dari D. modesta pada bagian cobble mungkin disebabkan oleh rendahnya kelimpahan lumut yang dapat berfungsi menyediakan cukupnya mikrohabitat bagi hewan tersebut dibandingkan pada bagian rock face yang relatif tebal (Gurtz & Wallace 1986).

Ukuran partikel dari makanan diduga juga turut berpengaruh pada kelimpahan dan pergeseran dari spesies larva hydropsychid, walaupun pengaruh dari ukuran partikel itu sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipahami secara pasti. Sebagai contoh produktivitas dan kelimpahan larva Hydropsyche

menunjukkan lebih tinggi (2,5 g/m2/tahun dan 156 ind/m2) pada bagian hilir (1 km setelah dam) dibandingkan dengan larva Cheumatopsyche yang jauh berlimpah setelah di bawah Dam Upham Brook-Virginia (18,2 g/m2/tahun dan 2490 ind/m2

2.4. Kompleksitas Respon Tingkatan Organisasi Biologi Terhadap

Dokumen terkait