• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fase Vegetatif, Fase Reproduktif dan Jumlah Panen

Lama fase vegetatif sampai reproduktif waktunya sangat beragam dan relatif lama. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat berpengaruh nyata terhadap lama fase vegetatif jamur. Sedangkan faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap lama fase reproduktif jamur. Demikian juga dengan faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah panen.

Lama Fase Vegetatif. Pertumbuhan miselium jamur dimulai dari bibit (spawn) yang berkembang menjadi hifa yang berwarna putih, yang akan menghasilkan enzim yang akan mendegradasi senyawa kompleks seperti selulosa, lignin dan hemiselulosa menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana (Oei 2003). Pada umumnya pertumbuhan miselia menyebar menutupi permukaan atas media terlebih dahulu, kemudian baru bergerak ke bawah dan akhirnya menutupi seluruh permukaan. Pengamatan lama fase vegetatif atau pertumbuhan miselium masing-

masing isolat dilakukan saat media diinokulasikan dengan bibit yang dihitung sebagai hari ke-nol. Pada semua isolat, ternyata membutuhkan lama inkubasi (lama fase vegetatif) yang berbeda pada isolat yang berbeda untuk mencapai kondisi kolonisasi penuh sampai bawah dengan miselia yang berwarna putih.

Rata-rata lama fase vegetatif jamur isolat Pleurotus EB14-2 paling lama yaitu 80,0 hari, dan Pleurotus EB9 mempunyai rata-rata lama fase vegetatif paling singkat yaitu 14,0 hari. Lamanya fase vegetatif pada kelima isolat yaitu Pleurotus

EB14-2, Pleurotus EB24, Pleurotus EA4, Pleurotus EAB7, Pleurotus EB6 diduga karena jenis-jenis ini belum dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, karena merupakan jenis liar yang belum pernah dibudidayakan sebelumnya. Hal ini berbeda dengan P. ostreatus HO, yang sudah lazim dibudidayakan. Dalam penelitian ini, P. ostreatus HO mengalami lama fase vegetatif yang relatif pendek yaitu 19,5 hari.

Jamur P. ostreatus biasanya memerlukan lama fase vegetatif antara 39-45 hari (Kartika 1992; Herliyana 2004). Menurut Wulansari (2001), dengan perlakuan serbuk gergajian sengon yang diberi suplemen bekatul padi (dedak), pollard gandum dan kapur-gips dengan masing-masing bobot media produksi 1100 gram, jamur P. ostreatus memerlukan lama fase vegetatif berkisar antara 42 sampai 49 hari.

Isolat Pleurotus EB9 yang mempunyai lama fase vegetatif yang sangat pendek. Diduga isolat ini mempunyai kelebihan dalam mendegradasi bahan lignoselulosa dengan cepat. Dibandingkan dengan laju pertumbuhan isolat ini pada media agar, ternyata Pleurotus EB9 dapat tumbuh pula pada media produksi dengan lama fase vegetatif yang sangat pendek dan bahkan lebih cepat dibanding

P. ostreatus HO. Perbedaan waktu dan kecepatan untuk mencapai pertumbuhan maksimum dari ketujuh isolat selain dipengaruhi oleh jenis sumber karbon dan nitrogen yang dimiliki oleh substrat, juga dipengaruhi oleh kemampuan genetik masing-masing isolat dalam hal menghasilkan enzim-enzim untuk memecah struktur suatu senyawa karbon dan nitrogen, sehingga pada satu isolat memerlukan waktu yang lebih lama untuk memecah senyawa tersebut. Sesuai dengan pendapat Higley dan Dashek (1998) bahwa sebagian besar jamur pelapuk putih menggunakan selulosa dan hemiselulosa mendekati kecepatan yang relatif

sama, dimana lignin biasanya digunakan pada beberapa jenis jamur dengan kecepatan yang relatif lebih tinggi. Beberapa jamur pelapuk putih mengubah lignin dan hemiselulosa secara memilih, tetapi pada prinsipnya mereka mendegradasi seluruh komponen dinding sel kayu.

Perbedaan waktu dan kecepatan laju pertumbuhan pada media agar dan media produksi selain dipengaruhi oleh kemampuan menghasilkan enzim-enzim masing-masing isolat, juga diduga diakibatkan oleh perbedaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang dimiliki oleh kedua jenis media tersebut. Media yang memiliki kadar karbon dan kadar nitrogen yang lebih besar memerlukan waktu yang lebih lama oleh enzim untuk memecah senyawa yang lebih kompleks tersebut.

Lama Fase Reproduktif. Lama fase reproduktif diawali dengan berakhirnya fase vegetatif dan mulai dibukanya kantong substrat dilanjutkan munculnya pertama kali primordial, kemudian sampai panen pertama, kedua dan seterusnya sampai panen terakhir. Primordial merupakan miselium yang membentuk gumpalan-gumpalan kecil seperti simpul benang yang bertambah besar dan membentuk struktur bulat. Gumpalan miselium yang dibentuk ini memberikan tanda awal pembentukan tubuh buah (Gunawan 2000). Menurut Wulansari (2001), P. ostreatus dengan perlakuan serbuk gergajian sengon yang diberi suplemen 15% bekatul padi (dedak) dan 1,5% gips-kapur waktu panen pertama paling cepat dibanding perlakuan lainnya yaitu 61,4 hari. Komposisi media produksi dalam penelitian ini mendekati perlakuan terbaik tersebut, sehingga diharapkan masing-masing isolat dapat tumbuh dengan baik.

Rata-rata lama fase reproduktif atau lama panen dari mulai panen pertama sampai panen terakhir paling lama adalah pada jamur isolat Pleurotus EA4 yaitu 199,0 hari dan paling singkat yaitu 112,5 hari untuk isolat Pleurotus EB9. Perbedaan yang cukup besar pada lama fase vegetatif dan reproduktif pada isolat- isolat jamur yang diuji menunjukkan tiap-tiap isolat memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mengambil nutrisi untuk pertumbuhannya. Perbedaan kecepatan untuk lama fase reproduktif dari ketujuh isolat dipengaruhi juga kemampuan genetik masing-masing isolat dalam hal menghasilkan enzim-enzim untuk memecah struktur suatu senyawa karbon dan nitrogen.

Dari penelitian ini, terlihat kecenderungan semakin cepatnya lama panen per kantong substrat dari panen-panen sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan proses degradasi substrat oleh jamur yang semakin sempurna menjelang panen terakhir, sehingga pada panen-panen terakhir jamur tidak membutuhkan waktu lama untuk membentuk tubuh buah, oleh karena itu pula pada panen-panen terakhir produksi tubuh buah semakin menurun.

Jumlah Panen. Rata-rata jumlah panen paling banyak adalah pada isolat jamur Pleurotus EB14-2 yaitu 6,0 kali. Sedangkan rata-rata jumlah panen paling sedikit adalah pada Pleurotus EB9 dan P. ostreatus HO yaitu 4,0 kali.

Pleurotus spp. dapat dipanen sebanyak 10-12 kali dari setiap media produksi pada satu periode penanaman selama 6-7 bulan. Dalam kondisi yang baik, Pleurotus spp. dapat dipanen sampai 16 kali. Setelah media produksi hanya menghasilkan tubuh buah yang berukuran kecil sebaiknya diganti dengan bibit yang baru dari hasil pembiakan yang baik dan mutunya terjamin (Djarijah dan Djarijah 2001). P. ostreatus yang dibudidayakan dalam substrat serbuk gergajian dengan suplement bekatul, kapur, gips dan biji jagung dapat dipanen sebanyak empat hingga lima kali dalam jangka waktu 3-5 bulan (Priyadi dan Akhmadi 2000).

Pleurotus spp. membutuhkan suhu optimal untuk pertumbuhan miselium dan tubuh buahnya berkisar antara 26(+1)oC dan 28(+1)oC (Chang dan Miles 1989), temperatur optimum untuk pertumbuhan miselium ialah 25-30 0C dan temperatur optimum untuk pembentukan tubuh buah adalah 20-25 0C dengan kelembaban 80-85% agar pertumbuhan miselium dan tubuh buah optimal (Suprapti 1987). Pertumbuhan jamur tiram dalam media produksi dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, kandungan O2 dan CO2, imbangan C/N, mineral, jumlah substrat dan populasi awal inokulum (Royse 2000) terutama jumlah substrat dan populasi awal inokulum (Daru 1999).

Analisis Kelompok Berdasarkan Karakter Fisiologis

Dari analisis kelompok berdasarkan karakter fisiologis ini dapat diduga terdapat dua spesies yang berbeda yang digambarkan dengan adanya dua

kelompok besar dari enam isolat jamur asal Bogor di atas. Hal ini sesuai dengan hipotesis kedua yaitu karakter fisiologi yang berbeda dapat menunjukkan spesies yang berbeda, yaitu isolat Pleurotus EB9 berbeda dengan kelima isolat lain yaitu

Pleurotus EB14-2, EB24, EA4, EAB7, dan EB6. Pleurotus EB9 mempunyai kekerabatan lebih dekat dengan P. ostreatus HO dibanding dengan isolat-isolat kelompok Pleurotus lainnya.

Simpulan

Dari hasil penelitian ini diharapkan Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 sebagai jamur pelapuk putih potensial karena mempunyai reaksi pada AAG dan AAT yang cukup kuat, terutama Pleurotus EB9 yang mempunyai lama fase vegetatif yang lebih singkat dibanding isolat yang lain termasuk P. ostreatus HO.

Karakter fisiologi yang berbeda dapat menunjukkan spesies yang berbeda, yaitu isolat Pleurotus EB9 berbeda dengan kelima isolat lain yaitu Pleurotus

EB14-2, EB24, EA4, EAB7, dan EB6. Pleurotus EB9 mempunyai kekerabatan lebih dekat dengan P. ostreatus HO dibanding dengan isolat-isolat kelompok

Dokumen terkait