• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banyak cara dan macam yang dapat menghapuskan perjanjian. Pada Pasal 1381 KUH Perdata diatur berbagai cara hapusnya perikatan-perikatan untuk perjanjian dan perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapus suatu perikatan. Berikut hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUH Perdata :

a. Pembayaran (Pasal 1382-1403 KUH Perdata)

Pembayaran adalah pelunasan utang (uang, jasa, barang) atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur kepada kreditur.83

1) Debitur yang bersangkutan;

Pihak-pihak yang wajib melaksanakan pembayaran berdasarkan Pasal 1382 KUH Perdata adalah :

2) Mereka yang memiliki kepentingan (kawan berhutang atau penanggung);

3) Seorang pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan, dengan syarat pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang-utangnya debitur atau bertindak atas namanya sendiri asalkan dia tidak menggantikan hak-hak kreditur.

Kawan berutang dan penanggung adalah mereka yang mempunyai hubungan dengan pihak debitur dan isi perjanjian yang ada antara debitur dan kreditur, bahwa mereka berkepentingan agar perjanjian itu terlaksana. Apabila tidak, mereka dapat ditegur dan mempunyai “kewajiban” untuk memenuhi perjanjian tersebut. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan, yang melaksanakan pembayaran atas nama debitur dan yang membebaskan debitur itu dari kewajibannya ialah pesuruh (last hebber) dan seorang yang mengurus kepentingan orang lain secara sukarela (Pasal 1354 KUH Perdata-Pasal 1358 KUH Perdata).84

Seorang pihak ketiga dapat juga melaksanakan prestasi atas namanya sendiri dengan syarat bahwa dengan pemenuhan prestasi

83 Handri Raharjo, Op,cit., hal. 96.

tadi debitur bebas dari utangnya, dengan perkataan lain pihak ketiga yang atas namanya melaksanakan prestasi tersebut tidak menggantikan kedudukan kreditur lama (subrogasi). Sebab dalam hal ini hubungan hukum antara debitur dan kreditur lama beralih kepada kreditur baru dan di dalam hal ini berarti pembayaran itu hanyalah bersifat relatif.85

1) Kreditur sendiri;

Berdasarkan Pasal 1385 KUH Perdata pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran adalah :

2) Seorang yang diberi kuasa oleh kreditur;

3) Seorang yang diberi kuasa oleh hakim atau undang-undang. Penentuan pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran di atas tidak bersifat mutlak artinya masih diberikan kemungkinan bagi debitur untuk membayarkan prestasi kepada orang yang tidak berhak menerima pembayaran asalkan memenuhi syarat, yaitu kreditur membenarkan pembayaran tersebut atau nyata-nyata telah mendapatkan manfaat dari padanya. Bila debitur melakukan pembayaran kepada kreditur yang tidak cakap maka pembayaran itu tidak sah, hal ini tertuang di dalam Pasal 1387 KUH Perdata.86

85 Ibid.

Selain pihak yang berhak menerima pembayaran, ada pun pihak-pihak yang tidak sah menerima pembayaran dan pengecualiannya, yaitu :87

1) Pembayaran yang dilakukan kepada orang selain yang disebutkan di atas, maka pembayaran tersebut adalah tidak sah, kecuali dalam hal pembayaran itu ditetapkan sebagai berikut:

a) Si kreditor telah menyetujuinya;

b) Si kreditor nyata-nyata telah memperoleh manfaat dari pembayaran tersebut.

2) Pembayaran terhadap orang yang memegang surat piutang, yang mana surat piutang tersebut kemudian diserahkan kepada pihak lain karena suatu penghukuman adalah tidak sah, kecuali jika pembayaran tersebut dilakukan oleh debitur dengan iktikad baik.

3) Pembayaran yang dilakukan terhadap kreditor yang menurut hukum tidak cakap menerima pembayaran adalah tidak sah, kecuali jika debitur membuktikan bahwa kreditor sungguh-sungguh memperoleh manfaat dari pembayaran itu.

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/penitipan (konsignasi)

Penawaran adalah suatu cara hapusnya perikatan di mana debitur hendak membayar utangnya tetapi pembayaran ini ditolak oleh kreditur, maka debitur dapat menitipkan pembayaran melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Perihal tentang

konsigasi diatur dalam Pasal 1404-1412 KUH Perdata.88

Undang-undang telah memberi kemungkinan bagi debitur melunasi hutang perjanjian dengan jalan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi/penitipan. Hal seperti ini bisa

87 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), hal 90.

terjadi apabila kreditur lalai atau enggan menerima pembayaran atau penyerahan benda prestasi. Adanya tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi, debitur telah dibebaskan dari pembayaran dengan mengakibatkan hapusnya perjanjian. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 1381; yang telah menetapkan, “bahwa salah satu cara menghapuskan perjanjian ialah dengan tindakan penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan konsignasi. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam perjanjian yang berbentuk :89

1) Pembayaran sejumlah uang, atau

2) Perjanjian menyerahkan (levering) sesuatu benda bergerak. Oleh karena itu dalam perjanjian yang berbentuk objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maupun dalam levering/penyerahan benda tidak bergerak, penawaran dan penitipan/konsignasi tidak mungkin dilakukan. Hal ini dikarenakan pada perjanjian yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu, prestasi tidak mungkin dikonsignasi, harus dilakukan oleh debitur sendiri. Demikian juga halnya dalam penyerahan benda tidak bergerak, tidak mungkin dilakukan konsignasi. Sebab disamping penyerahan nyata, diperlukan lagi penyerahan yuridis. Maka dari itu, apa yang di atur dalam

pasal 1406, 1407 KUH Perdata dan seterusnya, tiada lain dari penawaran pembayaran tunai yang diikuti konsignasi terhadap perjanjian pembayaran uang dan penyerahan benda-benda bergerak.90

Jadi agar penawaran pembayaran yang dilakukan oleh debitur tersebut sah, maka harus memenuhi syarat antara lain:91

1) Dilakukan kepada kreditor atau kuasanya;

2) Dilakukan oleh debitur atau yang berkuasa membayar; 3) Yang ditawarkan adalah utang pokok, bunga, biaya yang

telah ditetapkan maupun yang belum ditetapkan, tetapi ditetapkan kemudian;

4) Telah jatuh tempo (kalau dibuat untuk kepentingan kreditor);

5) Syarat dengan mana utang dibuat telah terpenuhi;

6) Dilakukan di tempat yang diperjanjikan, kalau tidak diperjanjikan, kepada kreditor pribadi atau di tempat tinggal sesungguhnya atau tempat tinggal yang dipilihnya;

7) Dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, yang disertai dua orang saksi.

Di sisi lain, untuk sahnya suatu penyimpanan atau penitipan, tidak harus barang yang dititipkan tersebut betul-betul dikuasai oleh hakim, tetapi sudah cukup jika sebagai berikut:92

1) Penyimpanan itu didahului oleh keterangan yang diberitahukan kepada kreditor tentang penentuan hari, jam, dan tempat di mana barang yang ditawarkan tersebut akan disimpan.

2) Debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pengadilan, yang disertai bunga sampai pada hari penitipan.

3) Oleh notaris atau juru sita yang disertai dua orang saksi dibuat suatu berita acara yang menerangkan wujud mata

90 Ibid.

91 Ahmadi Miru, Op.cit, hal 96.

uang yang ditawarkan, penolakan kreditor atau bahwa kreditor tidak datang menerimanya, dan tentang dilakukannya penyimpanan itu sendiri.

4) Jika kreditor tidak datang menerimanya, berita acara penitipan tersebut disampaikan kepadanya dengan peringatan untuk mengambil apa yang telah dititipkan itu. c. Novasi/pembaharuan hutang (Pasal 1413-1424 KUH Perdata)

Novasi adalah perjanjian antara debitur dengan kreditur di mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan kemudian dibuat suatu perikatan yang baru.93

1) Debitur dan kreditur mengadakan perjanjian baru sedangkan perjanjian yang lama dihapuskan, hal ini disebut novasi objektif.

Novasi berdasarkan Pasal 1413 KUH Perdata terdiri dari 3 bentuk, yaitu :

2) Penggantian debitur dari debitur baru menggantikan debitur lama dan debitur lama dibebaskan dari perikatannya, hal ini disebut novasi subjektif yang pasif.

3) Penggantian kreditur dari kreditur baru menggantikan kreditur lama dan kreditur lama dibebaskan dari perikatannya, hal ini disebut novasi subjektif yang aktif. Seperti halnya kontrak pada umumnya, maka pembaruan utang ini juga hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang cakap menurut hukum untuk melakukan kontrak, dan pembaruan ini harus tegas ternyata dari perbuatannya, dan tidak boleh terjadi hanya dengan persangkaan.94

Berbeda halnya novasi dengan cara-cara penghapusan perjanjian lainnya, sekalipun pada prinsipnya novasi bertujuan menghapuskan perjanjian, namun hubungan hukum perjanjian lama dilanjutkan dalam bentuk perjanjian baru. Hal ini terjadi

93 Handri Raharjo, Op.cit., hal 97.

disebabkan penghapusan perjanjian dan hubungan hukum yang lama, bersamaan/dibarengi sekaligus dengan bentuk perjanjian dan hubungan hukum yang baru yang mengambil posisi diatas perjanjian dan hubungan hukum lama. Dengan kata lain, novasi adalah pernyataan kehendak para pihak kreditur dan debitur, yang berisi penghapusan perjanjian lama, dan pada saat yang sama diganti dengan persetujuan baru yang berupa kelanjutan dari perjanjian lama.95

d. Perjumpaan hutang/kompensasi (Pasal 1425-1435 KUH Perdata) Perjumpaan hutang adalah penghapusan masing-masing hutang dengan jalan saling memperhitungkan hutang yang sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dengan kreditur.96

Terjadinya kompensasi adalah akibat berjumpanya dua pribadi yang sama-sama berkedudukan sebagai debitur antara yang satu dengan yang lain, yang mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari perhutangan. Jadi apabila pada waktu yang bersamaan terdapat dua pribadi yang saling menjadi debitur antara yang satu dengan yang lain, masing-masing mereka dapat melunasi hutang-piutang dengan jalan kompensasi, baik untuk seluruh jumlah maupun untuk sebagian; saling melakukan

95 M. Yahya Harahap, Op.cit., hal 143.

perhitungan sesuai dengan besar-kecilnya tagihan masing-masing.97

1) Kedua-duanya berpokok sejumlah utang;

Berdasarkan Pasal 1426 KUH Perdata kompensasi terjadi demi hukum. Pasal 1427 KUH Perdata menentukan syarat terjadinya kompensasi, yaitu :

2) Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan (dalam arti diganti);

3) Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditegih seketika. Sedangkan pelarangan dilakukannya kompensasi diatur di dalam Pasal 1429 KUH Perdata.

e. Konfisio/percampuran hutang (Pasal 1436-1437 KUH Perdata) Konfisio adalah pencampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu.

Konfisio dapat terjadi berdasarkan :98

1) Alas hak umum;

2) Alas hak khusus, misalnya jual beli atau legaat.

Bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya menurut hukum telah terjadi “percampuran hutang” atau konfisio, dan dengan sendirinya pula semua tagihan menjadi terhapus (pasal 1436 KUH Perdata). Konfisio terjadi kebanyakan pada bentuk-bentuk kedudukan,

97 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal 150.

dimana debitur menjadi ahli waris dari kreditur. Jika seorang kreditur meninggal dunia, dan meninggalkan seorang debitur yang kebetulan menjadi ahli waris, dengan sendirinya si debitur tadi sekaligus menjadi kreditur terhadap budel harta warisan.99

f. Pembebasan utang (Pasal 1438-1443 KUH Perdata)

Undang-undang tidak memberikan definisi dari apa yang disebutkan dengan pembebasan utang. Pembebasan utang adalah pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan dari perutangan.100

Pasal 1439 KUH Perdata menyebutkan : “Pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan terhadap orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung”. Menurut Pasal 1439 KUH Perdata, maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. Misalnya sebagaimana yang disebutkan oleh Pasal 1439 KUH Perdata, pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur, merupakan bukti tentang pembebasan hutangnya.

101

Pengembalian surat tanda piutang asli yang dilakukan secara sukarela berbeda dari pengembalian barang gadai oleh kreditur kepada debitur karena pengembalian barang gadai tidak

99 M. Yahya Harahap, Op.cit., hal 157.

100 Handri Raharjo, Op.cit., hal 99.

dengan sendirinya berarti pembebasan utang, tetapi hanya pembebasan dari jaminan gadai, jadi utangnya tetap ada namun sudah tidak dijamin dengan gadai.102

Sementara itu, dalam hal seorang debitur ditanggung oleh seorang penanggung, maka apabila si kreditur membebaskan si debitur, berarti pula membebaskan si penanggung utang, namun sebaliknya jika kreditur membebaskan si penanggung utang tidak berarti bahwa si debitur juga dibebaskan dari utangnya. Demikian pula pembebasan seorang penanggung utang tidak dengan sendirinya membebaskan penanggung-penanggung utang lainnya.

Jika ada perjanjian membebaskan utang untuk kepentingan salah seorang debitur secara tanggung-menanggung, berarti membebaskan juga debitur lainnya, kecuali kalau si kreditur secara tegas menyatakan ingin mempertahankan piutangnya terhadap orang-orang berutang lainnya yang tidak dibebaskan. Namun demikian, tagihan tersebut terlebih dulu dikurangi dengan bagian debitur yang telah dibebaskan (Pasal 1440 KUH Perdata).

103

Hal itu berarti bahwa apabila kreditur telah membebaskan penanggung utang, hal itu berarti bahwa si kreditur merelakan

102 Ahmadi Miru, Op.cit., hal 104.

piutangnya kepada debitur sebagai utang yang tidak ditanggung oleh penanggung.104

Apabila utang debitur ditanggung oleh beberapa penanggung, pembayaran salah seorang penanggung untuk melunasi bagian yang ditanggungnya harus dianggap sebagai pembayaran utang si debitur dan juga berlaku bagi penanggung utang lainnya.105

g. Musnahnya barang yang terutang (Pasal 1444-1445 KUH Perdata) Perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur (Pasal 1444 KUH Perdata). Akan tetapi tentang musnahnya atau lenyapnya barang itu harus sesuai dengan ketentuan lebih lanjut dari Pasal 1444 KUH Perdata tersebut :106

1) Musnahnya atau lenyapnya barang harus diluar perbuatan dan kesalahan debitur. Kemusnahan barang tersebut akibat dari sebab yang berada diluar kekuasaan debitur, sebagaimana apa yang dimaksud dengan overmacht;

2) Kemusnahan barang itu sendiri harus terjadi pada saat sebelum jatuh tenggang waktu levering/penyerahan. Kalau musnahnya barang sesudah lewat tenggang waktu penyerahan, berarti debitur sudah berada dalam keadaan lalai dan wanprestasi. Kemusnahan seperti ini tentu tidak menghapuskan kewajiban debitur atas akibat-akibat wanprestasi.

3) Menyimpang dari apa yang disebut diatas, terdapat pengecualian, yaitu debitur terbebas dari kewajiban; sekalipun musnahnya barang terjadi sesudah lewat tenggang waktu penyerahan. Asalkan kemusnahan barang

104 Ibid.

105 Ibid.

itu akan terjadi juga ditangan kreditur seandainya barang itu diserahkan oleh “sebab peristiwa yang sama”. Jadi kalau musnahnya barang pasti juga akan terjadi ditangan kreditur oleh peristiwa yang sama seperti peristiwa yang menimbulkan musnahnya barang ditangan debitur, keterlambatan penyerahan dianggap tidak merupakan hal yang menghalangi hapusnya perjanjian (Pasal 1444 ayat 2 KUH Perdata).

4) Tentang kemusnahan barang, menjadi beban bagi debitur untuk membuktikan kebenaran musnahnya barang disebabkan oleh peristiwa yang berada di luar perhitungan debitur.

h. Kebatalan dan pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456 KUH Perdata)

Perkataan “batal demi hukum” di dalam Pasal 1446 KUH Perdata yang dimaksudkan adalah “dapat dibatalkan”. Hal ini disebabkan alasan-alasan yang dapat menimbulkan kebatalan suatu perikatan ialah kalau perikatan tersebut cacat pada syarat-syarat yang objektif saja. Oleh karena itu, kata-kata “batal demi hukum” pada Pasal 1466 KUH Perdata itu harus dibaca dengan “dapat dibatalkan”.107

Suatu perikatan yang cacat pada syarat-syarat yang subjektif, yaitu salah satu partij belum dewasa atau kalau perikatan terjadi karena paksaan, penipuan dan kekhilafan maka perikatan itu dapat dibatalkan (Pasal 1446 dan 1449 KUH Perdata). Keadaan demikian, maka akibat-akibat yang timbul dari perikatan itu dikembalikan ke keadaan semula (Pasal 1451 dan 1452 KUH Perdata), bahwa pihak yang menutut pembatalan tersebut dapat

pula menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga apabila ada alasan untuk itu.108

Undang-undang menentukan jangka waktu suatu tuntutan pembatalan itu harus diajukan yaitu lima tahun, yang mulai berlaku:109

1) Dalam hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan; 2) Dalam hal pengampuan sejak hari pencabutan pengampuan; 3) Dalam hal paksaan sejak hari paksaan itu telah berhenti; 4) Dalam hal kekhilafan atau penipuan sejak hari diketahuinya

kekhilafan atau penipuan itu;

5) Dalam hal kebatalan tersebut dalam Pasal 1341 KUH Perdata, sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran yang diperlukan untuk pembatalan itu ada.

i. Berlakunya syarat batal (Pasal 1265 KUH Perdata)

Berlakunya syarat batal artinya suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, yaitu seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (Pasal 1253 dan 1266 KUH Perdata). Berlakunya syarat batal ini diatur dalam perikatan-perikatan bersyarat.110

Berbeda halnya dari kontrak dengan syarat tangguh, karena apabila syarat terpenuhi pada kontrak dengan syarat tangguh, maka kontraknya bukan batal melainkan tidak lahir.111

j. Lewatnya waktu/kedaluwarsa (Pasal 1946-1993 Bab VII Buku IV KUH Perdata)

108

Ibid.

109 Handri Raharjo, Op.cit., hal 99.

110 Ibid.

Berdasarkan Pasal 1946 KUH Perdata, kedaluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata ini, salah satu segi lampau waktu ialah “alat” untuk membebaskan seseorang dari perjanjian, apabila telah dilampaui jangka waktu tertentu. Oleh karena lampau waktu merupakan “alat” yang dapat membebaskan ikatan perjanjian, berarti; lampau waktu dapat dipergunakan sebagai “upaya hukum” (rechtsmiddel) dalam suatu proses persidangan. Seseorang dapat mempergunakan lampau waktu sebagai tangkisan atau bantahan atas suatu gugatan, berupa eksepsi karena lampau waktu.112

Ada dua macam kedaluwarsa, yaitu:113

1) Acquisitieve Verjaring, yaitu kedaluwarsa untuk memperoleh sesuatu hak, diatur di dalam Pasal 1963 KUH Perdata, namun dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, kedaluwarsa jenis ini menjadi tidak berlaku lagi.

2) Extinctieve Verjaring, yaitu kedaluwarsa untuk dibebaskan dari sebuah kewajiban, diatur dalam Pasal 1967 KUH Perdata. Menurut Pasal 1967 KUH Perdata bahwa segala tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan atau perorangan hapus karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun.

Cara berakhirnya perikatan yang tertulis dalam Pasal 1381 KUH Perdata merupakan cara-cara yang ditunjuk oleh pembentuk

112 M. Yahya Harahap, Op.cit., hal 167.

undang. Selain cara tersebut, terdapat cara berbeda yang dibuat para pihak untuk hapusnya suatu perjanjian yang disebabkan perkembangan zaman. Hal tersebut diungkapkan R. Setiawan, di mana menyebutkan bahwa hapusnya perjanjian harus dibedakan dengan hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus sedangkan perjanjian yang merupakan sumbernya mungkin masih tetap ada. Misalnya pada perjanjian jual beli, dengan dibayarnya harga maka perikatan tentang pembayaran menjadi hapus, sedangkan perjanjiannya belum karena perikatan tentang penyerahan barang belum dilaksanakan. Jadi, menurut R. Setiawan suatu perjanjian dapat hapus karena :114

a. Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu;

b. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian (Pasal 1066 ayat 3 KUH Perdata);

c. Salah satu pihak meninggal dunia;

d. Salah satu pihak (hal ini terjadi bila salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lain dengan sangat terpaksa memutuskan perjanjian secara sepihak) atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan perjanjian;

e. Karena putusan hakim;

f. Tujuan perjanjian telah dicapai dengan kata lain dilaksanakannya objek perjanjian atau prestasi;

g. Dengan persetujuan para pihak.

B. Perjanjian Baku Pada Umumnya

Dokumen terkait