• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian

Kondisi Geografis dan Administrasi

Kelurahan Kenanga terletak di Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Jarak dengan pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon kurang lebih 2 km. Jarak dengan ibu kota provinsi kurang lebih 120 km dan jarak dengan ibu kota negara mencapai 220 km. Dilihat dari batas wilayah Kelurahan Kenanga berbatasan dengan desa atau kelurahan sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Desa Kejuden Kecamatan Depok

• Sebelah Timur : Kelurahan Tukmudal Kecamatan Sumber • Sebelah Selatan : Desa Sindang Jawa Kecamatan Dukuhpuntang • Sebelah Barat : Desa Karang Wangi Kecamatan Depok

Luas wilayah Kelurahan Kenanga mencapai 186,65 ha. Dilihat dari peruntukkan lahan, terdiri dari berbagai peruntukkan yaitu sebagai berikut:

• Jalan : 9,33 ha

• Sawah dan Ladang : 139,98 ha • Bangunan Umum : 1,86 ha • Pemukiman/perumahan : 31,75 ha • Pemakaman : 3,73 ha

Secara administratif pembagian wilayah, Kelurahan Kenanga terdiri dari tujuh RW dan 25 RT. Setiap RT terbagi menjadi beberapa blok atau kampung. Pembagian wilayah ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Pembagian wilayah

RW Jumlah RT Blok yang Tergabung

01 4 RT Karang Gayam dan Blok Desa

02 3 RT Pesantren, Lebak Jambu dan Karang Mingkrik 03 4 RT Tengah dan Jorogan

04 3 RT Lebak dan Kedung Mara

05 3 RT Kenanga Sari, Tuan Rante dan Tanjung Sari 06 5 RT Palsanga, Kranten, Jamsari dan Pontas 07 3 RT Cigugur dan Warung Kidul

Kondisi Demografis

Kondisi demografis terdiri dari jumlah penduduk, jumlah penduduk menurut jenis kelamin, tingkat pendidikan masyarakat, dan mata pencaharian masyarakat.

Jumlah penduduk Kelurahan Kenanga pada tahun 2010 mencapai 7.809 jiwa dengan 1.561 kepala keluarga (KK). Berdasarkan jenis kelamin penduduk laki-laki 3.946 jiwa dan perempuan mencapai 3.863 jiwa. Adapun tingkat penyebaran penduduk berdasarkan rukun warga (RW), dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Penduduk berdasarkan sebaran tingkat RW Lokasi

Jumlah

Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Total (jiwa) RW 01 684 708 1392 RW 02 683 491 1174 RW 03 527 572 1099 RW 04 410 402 812 RW 05 517 526 1043 RW 06 713 720 1433 RW 07 412 444 856 Jumlah 3946 3863 7809

Sumber: Kelurahan Kenanga, 2010

Berdasarkan tingkat pendidikan sebagaian besar penduduk Kelurahan Kenanga berpendidikan sekolah dasar yang mencapai 2.985 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya manusia di Kelurahan Kenanga masih rendah. Sedangkan masyarakat yang pernah mengecap pendidikan tinggi sampai tahun 2010 mencapai 69 orang.

Berdasarkan sebaran tingkat rukun warga dilihat dari tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Tingkat pendidikan penduduk berdasarkan sebaran tingkat RW

Lokasi Tingkat Pendidikan

SD SMP SMA Pendidikan Tinggi

RW 01 532 331 177 13 RW 02 449 279 149 9 RW 03 420 261 140 8 RW 04 310 193 103 6 RW 05 399 248 133 8 RW 06 548 341 182 12 RW 07 327 203 109 7 Jumlah 2985 1856 933 69 Sumber: Kelurahan Kenanga, 2010

Dilihat dari jenis mata pencaharian, sebagian besar penduduk Kelurahan Kenanga berprofesi sebagai buruh yang mencapai 2.244 orang. Sebagaian besar diserap pada sektor usaha atau industri rotan. Keadaan ini disebabkan tingkat pertumbuhan industri yang sangat tinggi di wilayah sekitar Kelurahan Kenanga pada era 90an. Pada tahun tersebut pembangunan pabrik-pabrik di sekitar Kelurahan Kenanga begitu pesat dengan konsep padat karya.

Perubahan mata pencaharian masyarakat, berimplikasi terhadap kegiatan ekonomi lainnya seperti halnya di bidang pertanian. Usaha pertanian sekarang ini hanya dilakukan oleh kelompok masyarakat dari golongan tua hanya sebagian kecil saja kelompok muda menjadi petani. Rendahnya masyarakat menggeluti usaha pertanian dikarenakan tawaran usaha di sekor industri lebih menjanjikan dan lebih praktis.

Dilihat dalam kajian gender, jumlah masyarakat yang bekerja tidak didominasi oleh kaum laki-laki. Industrialisasi di bidang usaha rotan, telah membuka peluang yang sangat luas bagi kaum perempuan untuk bekerja pada sektor publik. Sebagaian besar mereka bekerja sebagai buruh kasar seperti bagian

ampelas (proses penghalusan produk hasil rotan), packing (mengemas produk

rotan yang sudah jadi).

Adapun tingkat penyebaran penduduk berdasarkan mata pencaharian atau pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Jumlah penduduk Kelurahan Kenanga berdasarkan mata pencaharian

Lokasi

Jenis Mata Pencaharian atau Pekerjaan PNS / BUMN Petani Pedagang / Wiraswasta / Jasa Buruh RW 01 11 259 295 355 RW 02 9 237 275 332 RW 03 9 247 287 347 RW 04 8 200 232 280 RW 05 7 187 217 262 RW 06 11 282 327 395 RW 07 7 194 225 273 Jumlah 62 1606 1858 2244

Pelapisan Masyarakat dan Kegiatan PNPM Mandiri

Pelapisan masyarakat adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas rendah. Dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. (Sorokin dalam Soekanto 1990).

Pelapisan masyarakat menunjukkan adanya diferensiasi masyarakat. Dalam konteks masyarakat Kelurahan Kenanga, dipetakan menjadi beberapa diferensiasi, antara lain; (1). Kelompok alim ulama. (2). Kelompok kaya (3). Kelompok masyarakat berpendidikan (4). Kelompok masyarakat biasa. Peran dan kontribusi setiap kelompok bersifat khas dan memiliki keajegan. Artinya setiap kelas ini memiliki job area tersendiri, khususnya dalam pembangunan masyarakat.

Dari kelompok yang ada, alim ulama merupakan kelompok yang paling dihormati dan paling banyak didengar suaranya. Karakter alim ulama di Kelurahan Kenanga, dibangun sistem trah keluarga. Artinya kelompok ini hanya muncul dari keluarga tertentu. Di Kelurahan Kenanga terdapat empat keluarga besar alim ulama dan dominasi simbol-simbol ulama masih dipegang oleh masyarakat dari empat keluarga tersebut.

Peran ulama di masyarakat cenderung memposisikan diri untuk bidang pendidikan terutama pendidikan agama baik formal atau informal. Kegiatan pendidikan lazimnya diselenggarakan di madrasah atau mushola. Mereka mengelola majelis taklim dan kelompok jam’iyah yang telah eksis sangat lama. Peran mereka telah menciptakan kultur beragama masyarakat Kelurahan Kenanga dalam kultur beragama nahdliyin.

Peran alim ulama pada bidang lainnya masih sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat kiprah mereka pada lembaga formal seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) masih sangat rendah, termasuk dalam kegiatan PNPM Mandiri.

Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat kaya. Mereka terdiri dari petani dan pedagang. Kelompok ini memiliki simbol atau ciri gelar keagamaan

seperti haji. Karakter mereka dalam pembangunan bersifat reaktif. Bahkan ada kecenderungan kepedulian mereka terhadap refleksi kemiskinan sangat rendah.

Dalam konteks PNPM Mandiri, peran mereka masih sebatas sebagai penyedia dana (donatur) dan tidak tidak terlibat secara teknis di lapangan. Salah satu alasan yang pokok adalah kesibukan. Hal ini menunjukkan kesadaran kelompok ini, masih bersifat kesadaran naif. Artinya kiprah mereka tidak didasari atas kepedulian terhadap refleksi kemiskinan masyarakat melainkan akibat stimuli-stimuli oleh relawan.

Kelompok ketiga adalah masyarakat berpendidikan tinggi. Mereka memiliki kriteria yaitu gelar akademik yang dimilikinya. Kelompok masyarakat pendidikan tinggi terpilah dalam dua kelompok yaitu kelompok tua dan muda. Pembagian kelompok masyarakat pendidikan ini akan memiliki korelasi terhadap peran mereka dalam pembangunan.

Sementara ini, kelompok masyarakat berpendidikan tinggi memiliki citra positif dari masyarakat sebagai agen pembangunan. Masyarakat memiliki harapan yang besar pada kelompok ini, karena mereka diyakini mampu untuk mengelola berbagai program termasuk PNPM Mandiri. Dalam kegiatan PNPM Mandiri kelompok masyarakat berpendidikan tinggi terutama dari kalangan muda, memiliki peran yang sangat besar. Mereka terdistribusi di berbagai elemen yang menggerakkan PNPM Mandiri salah satunya Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Dari 13 anggota BKM enam di antaranya memiliki jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, peran mereka banyak terdistribusi pada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Namun dalam tinjauan kritis, peran mereka masih sebatas dalam catatan administrasi. Dalam langkah praktis, kelompok masyarakat pendidikan tinggi belum menunjukkan kinerja sebagai agen pembangunan. Hal ini bisa terlihat dari kiprah mereka di BKM. Dari enam orang hanya seorang yang memiliki kiprah yang aktif dalam kegiatan PNPM Mandiri.

Kelompok keempat adalah masyarakat umum yang terdiri dari kelompok masyarakat yang tidak masuk dalam kriteria ketiga kelompok tadi. Secara kuantitas, jumlah mereka dalam kegiatan PNPM Mandiri sangat signifikan. Bahkan peran mereka dalam menggerakkan masyarakat sangat baik, termasuk

kontribusi mereka dalam pembuatan dasar-dasar pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri.

Peran mereka terdistribusi dalam job area yang bervariatif, di antaranya sebagai relawan yang terlibat dalam berbagai kegiatan PNPM Mandiri. Kegiatan tersebut antara lain, pemetaan swadaya satu (PS1), pemetaan swadaya dua (PS2), simpul komunikasi dan rembug-rembug warga. Alasan yang paling mendasar tingginya peran serta mereka disebabkan ada sebuah harapan besar pada PNPM Mandiri yaitu perubahan pada diri mereka. Hal ini disebabkan mereka dijadikan sebagai prioritas pemanfaat pada kegiatan PNPM mandiri.

Diferensiasi masyarakat yang ada, tidak serta merta menimbulkan polarisasi. Pada pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri, sudah memunculkan kerangka yang sinergi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Kondisi ini merupakan sebuah cerminan munculnya tapak-tapak pembangunan yang berbasis masyarakat (bottom up) di Kelurahan Kenanga.

Sistem Komunikasi Masyarakat

Memaknai sistem komunikasi masyarakat memiliki peubah yang sangat kompleks. Dalam kajian Lasswell, sebuah sistem komunikasi dapat ditelusuri dari aspek komunikator, pesan, saluran komunikasi, komunikan dan efek yang ditimbulkan. Dalam kajian ini, pemaknaan sistem komunikasi dibatasi pada kajian komunikasi yang bersifat internal masyarakat dan komunikasi dengan unsur eksternal masyarakat.

Komunikasi internal antar masyarakat lebih banyak dilakukan dengan komunikasi primer. Hal ini disebabkan sarana-sarana interaksi sosial masyarakat baik dalam suasana formal maupun informal masih tetap terpelihara. Misalnya mushola yang tidak hanya difungsikan sebatas tempat beribadah, tapi juga dijadikan sebagai sarana interaksi sosial antar masyarakat. Begitupun dengan majelis-majelis taklim, acara-acara keagamaan yang eksistensinya tetap terpelihara. Ini menunjukkan interaksi sosial antar masyarakat masih kuat yang menjadikan tingkat kekerabatan masyarakat masih sangat tinggi.

Tingkat kekerabatan yang masih tinggi menjadikan corak saling tolong-menolong dan gotong-royong masih menjadi warna dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada budaya sambatan (meminta bantuan) dalam acara

hajatan keluarga, kematian yang masih tetap terpelihara dengan baik. Meski kekerabatannya masih sangat tinggi bukan berarti tidak ada konflik dalam masyarakat.

Konflik yang ada dalam masyarakat memiliki dua bentuk yaitu konflik yang bersifat domestik dan publik. Untuk konflik yang bersifat publik, biasanya banyak bersentuhan dengan bantuan-bantuan program pemerintah, seperti penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT), beras untuk miskin (Raskin), program yang dilaksanakan oleh LPMK dan termasuk kegiatan dalam PNPM Mandiri. Dari pemetaan dapat disimpulkan bahwa konflik yang bersifat publik disebabkan distribusi keadilan yang tidak proporsional dan budaya saling ketidakpercayaan antar komponen masyarakat.

Penajaman tentang komunikasi dengan dunia luar dapat dilihat pada aspek, media atau gatekeeper, dan tingkat kosmopolitan masyarakat. Media untuk berinteraksi dengan dunia luar banyak menggunakan sarana media elektronik. Dalam kaitan ini budaya tutur lebih kuat dibandingkan dengan budaya literasi dalam akses informasi dengan dunia luar. Hasil pengamatan menunjukkan di RT 01/02 (Blok Pesantren) hanya seorang kepala keluarga yang rutin berlangganan surat kabar. Begitupun di RT 03/01 (Blok Karang Gayam Selatan), hanya satu kepala keluarga yang berlangganan surat kabar.

Peran opinion leader atau gatekeeper sebagai penyambung pesan kepada masyarakat sudah tidak berfungsi. Masyarakat secara mandiri telah mampu mengakses sumber-sumber informasi.

Penetrasi media massa, diyakini dapat mempersempit ruang interaksi sosial yang akan menimbulkan perubahan sosial, namun kondisi ini tidak berlaku secara mutlak pada masyarakat Kelurahan Kenanga. Sementara ini perubahan-perubahan sosial yang ada pada masyarakat masih dalam batas-batas kewajaran. Hal ini dapat dilihat masih berfungsinya kontrol sosial antar masyarakat, budaya saling menolong dan kepekaan sosial yang masih ada.

Komunikasi Tingkat Basis Kegiatan PNPM Mandiri Komunikasi Tingkat Basis dalam Berbagai Dimensi

PNPM Mandiri pertama kali masuk ke Kelurahan Kenanga pada tahun 2006 dengan nama program program P2KP (program penanggulangan kemiskinan perkotaan). Selanjutnya pada tahun 2009 program ini berganti nama dengan PNPM Mandiri Perdesaan yang disebut dengan PNPM MP, yang kemudian lebih banyak disebut sebagai PNPM Mandiri.

PNPM Mandiri memiliki berbagai siklus yang setiap siklus memiliki kekhasan terhadap aspek komunikasi. Siklus yang ada dalam kegiatan PNPM Mandiri dapat gambarkan sebagai berikut.

Gambar 7. Siklus kegiatan PNPM Mandiri

Tahap pelaksanaan: • Pembentukan KSM • Pembuatan skala prioritas • Pembuatan proposal kegiatan • LPJ Tahap persiapan: • PS 1 (refleksi kemiskinan) • PS2 • Pembentukan kelembagaan Tahap perencanan: • Legalitas kelembagaan • Pembuatan PJM Renta Tahap evaluasi:

Rapat warga tahunan (RWT) Dukungan komunikasi

Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan bahwa kegiatan PNPM Mandiri memiliki mekanisme proses yang sirkular. Setiap proses terdapat indikator-indikator kerja yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Untuk mencapai indikator-indikator tersebut diadakan bimbingan oleh fasilitator kelurahan di setiap proses yang ada. Selain itu, komunikasi antara masyarakat selalu dibangun baik dalam konteks organisasi maupun individu. Oleh karena itu, komunikasi merupakan bagian integral kegiatan PNPM Mandiri yang merupakan pilar penting dalam pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri.

Tahap awal kegiatan PNPM Mandiri adalah rapat kesiapan masyarakat (RKM). Untuk memahami situasi komunikasi pada siklus PNPM Mandiri di Kelurahan Kenanga dapat dilihat pada matriks berikut.

Tabel 6 Matriks situasi komunikasi pada kegiatan rapat kesiapan masyarakat kegiatan PNPM Mandiri

No Obyek Amatan Deskripsi Hasil Amatan 1 Pelaku Komunikasi • Masyarakat

• Fasilitator • Aparat kelurahan

2 Pola Komunikasi • Komunikasi partisipatif dalam hal ini masyarakat diberikan pilihan untuk menerima atau menolak kegiatan P2KP.

• Linier dalam hal ini masyarakat diberikan pelatihan untuk menjalankan siklus-siklus PNPM Mandiri.

3 Bentuk Kegiatan • Rembug warga • Rekruitmen relawan

4 Output • Adanya persetujuan masyarakat terhadap kegiatan P2KP

• Terbentuknya tim relawan yang akan menjalankan siklus-siklus PNPM Mandiri.

• Terbentuknya kesadaran dan refleksi kemiskinan.

• Terbentuknya kesetiakawanan sosial masyarakat.

Pada kegiatan RKM dilihat pada tingkat partisipasi dari sisi gender banyak didominasi oleh kelompok perempuan. Hal ini dapat dilihat dari proporsi relawan yang direkrut dalam RKM yang kebanyakan perempuan.

Dalam kegiatan RKM terdapat catatan penting mengenai sinergitas hubungan antara masyarakat dengan pihak Pemerintah Kelurahan Kenanga. Pada saat itu pihak Kelurahan Kenanga kurang merespon positif kegiatan P2KP yang

dapat dilihat dari dukungan fasilitas Pemerintah Kelurahan Kenanga, yang tidak maksimal. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh STR mantan koordinator relawan berikut ini.

“Informasi yang saya dapatkan seolah-olah pihak kelurahan dalam hal ini Lurah Kenanga pada saat itu tidak merespon apa yang menjadi keinginan masyarakat. Namun untuk persoalan tersebut sudah menjadi ranah antara fasilitator kelurahan, koordinator kota, penanggung jawab operasional kecamatan (PJOK) dan satuan kerja kabupaten (Satker Kabupaten).”

Setelah adanya pakta integritas masyarakat terhadap kesiapan pelaksanaan kegiatan, dan terbentuknya relawan, kegiatan PNPM Mandiri dilanjutkan dengan siklus persiapan. Untuk memahami situasi komunikasi pada siklus tahap persiapan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Matriks situasi komunikasi pada fase persiapan kegiatan PNPM Mandiri

No Obyek Amatan Deskripsi Hasil Amatan 1 Pelaku Komunikasi • Relawan

• Fasilitator

2 Pola Komunikasi • Komunikasi partisipatif . Pola ini dilakukan pada kegiatan pemetaan swadaya satu (PS1) dan pemetaan swadaya dua. (PS2)

• Linier dalam hal ini relawan diberikan pelatihan dalam melaksanakan kegiatan PS1 dan PS2.

3 Bentuk Kegiatan • Rembug warga dalam membuat batasan atau refleksi kemiskinan (kegiatan PS1)

• Kegiatan PS2 yaitu pembuatan data kuantitatif dan kualitatif dari hasil refleksi kemiskinan yang ada pada masyarakat Kelurahan Kenanga.

• Pembentukan kelembagaan masyarakat yang menjalankan kegiatan PNPM Mandiri.

4 Output • Adanya refleksi kemiskinan yang sesuai dengan situasi yang ada pada masyarakat Kelurahan Kenanga.

• Adanya data-data kuantitatif dan kualitatif tentang kondisi kemiskinan yang ada pada masyarakat Kelurahan Kenanga.

• Terbentuknya Badan Keswadayaan Masyarakat. Pada fase persiapan titik tolak kegiatan komunikasi pada lebih ditujukan sebagai sarana untuk menstimuli kepekaan masyarakat terhadap kemiskinan yang diharapkan munculnya sebuah langkah strategis yang bersifat swakelola, dan swadaya dalam penanggulangan kemiskinan.

Kegaiatan yang dilakukan pada siklus tahap persiapan dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 8. Alur kegiatan PNPM Mandiri fase persiapan.

Pemetaan swadaya satu berupa refleksi kemiskinan dan pembuatan konsep kemiskinan berdasarkan keadaan terkini masyarakat Kelurahan Kenanga. Pemetaan swadaya dua yaitu mengimplementasikan PS1 yaitu dengan melakukan pendataan kondisi-kondisi masyarakat, termasuk di dalamnya identifikasi pemanfaat PNPM Mandiri.

Berdasarkan penelusuran lapangan data hasil PS2 tingkat akurasinya sangat rendah terutama pada persoalan data pemanfaat program. Data-data yang ada pada PS 2 banyak ketidakcocokan dengan kondisi yang ada. Salah satunya banyak warga dari kelompok non miskin menjadi pemanfaat program. Ketidakakurasian data ini dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama, pemahaman para relawan terhadap batas-batas kemiskinan (refleksi kemiskinan) yang tidak dipahami dengan baik. Kedua, adanya persepsi bahwa kegiatan PS2 adalah kegiatan pendataan masyarakat untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Suasana ini bisa dipahami karena momen kegiatan PS2 berbarengan dengan program-program pemerintah yang bersifat charity seperti halnya bantuan langsung tunai dan kompensasi pemerintah kepada masyarakat berkaitan konversi minyak ke gas.

Kegiatan PS 1

Kegiatan PS 2

Pembentukan Kelembagaan BKM Hasil RKM

Ketidakakuratan data PS2 memiliki berbagai implikasi, di antaranya pembuatan program jangka menengah (PJM), rencana tahunan (Renta) yang pada akhirnya terdapat program-program yang tidak tepat sasaran.

Setelah kegiatan PS2 selesai, kegiatan dilanjutkan dengan pembentukkan kelembagaan masyarakat dalam hal ini Badan Keswadyaan mayarakat (BKM). BKM dipilih dengan mekanisme demokrasi. Setiap warga berhak mencalonkan diri sebagai anggota BKM.

Kegiatan pembentukan kelembagaan dilakukan oleh panitia yang direkrut dari para relawan. Sebelum pelaksanaan pemilihan, panitia diberikan pembekalan dan diadakan sosialisasi kepada masyarakat.

Sosialisasi kepada masyarakat lebih cenderung dengan menggunakan komunikasi sekunder dalam bentuk pamflet dan stiker yang dipasang pada tempat-tempat strategis. Pendekatan komunikasi primer, dalam bentuk rembug warga tidak dilaksanakan secara maksimal. Konsekuensi pendekatan sosialisasi seperti ini menjadikan tingkat pemahaman masyarakat pada BKM menjadi tidak terarah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kualitas pemahaman anggota-anggota BKM priode 2007-2009 yang rendah terhadap tugas pokok fungsi BKM.

Secara teknis, pembentukan kelembagaan dapat digambarkan pada Gambar 9 berikut ini.

Gambar 9. Alur pembentukan kelembagaan BKM Pemilihan tingkat RT

Pemilihan tingkat kelurahan

Masyarakat pada tingkat RT, memilih perwakilan RT untuk dikompetisikan pada tingkat kelurahan. Mekanisme pemilihan ini bisa dengan rembug warga

atau pemilihan. Setiap warga berhak untuk mencalonkan diri untuk menjadi perwakilan RT pada pemilihan tingkat kelurahan. Calon dari tiap RT yang akan diikutkan dalam pemilihan tingkat kelurahan

berjumlah minimal 7 orang.

Perwakilan dari tiap RT, akan dikompetisikan pada kegiatan pemilihan di tingkat kelurahan yang mengambil

13 orang sebagai anggota BKM. Pada kegiatan ini hak pilih dan memilih adalah anggota perwakilan RT. Syarat

sah pemilihan manakala dihadiri tiga perempat perwakilan RT.

Berdirinya kelembagaan Badan Keswadayaan

Masyarakat (BKM)

BKM membuat legal formal pendirian kelembagaan dan AD ART dan membentuk unit-unit kerja yang terdiri dari Unit Pengelola Lingkungan (UPK), Unit Pengelola Sosial

Secara anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, anggota BKM Pondok Pari Bangkit dipilih untuk masa bakti dua tahun. Berdasarkan penggalian data di lapangan, kualitas SDM anggota BKM sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari berbagai sudut pandang dan yang paling sederhana adalah kiprah anggota dalam organisasi yang masih rendah. Dari 13 anggota BKM di antara dua priode ini maksimal hanya 3 orang setiap priodenya yang memiliki kiprah yang aktif.

Rendahnya kualitas SDM BKM Pondok Pari Bangkit disebabkan berbagi faktor. Pertama mekanisme pemilihan yang memberikan peluang seluas-luasnya bagi siapa saja untuk dapat mencalonkan diri menjadi anggota BKM. Pola pemilihan seperti seperti hanya mendapatkan anggota-anggota BKM berdasarkan ketokohan atau kefiguran. Hal ini menjadikan BKM hanyalah kumpulan para tokoh-tokoh masyarakat yang tingkat kompetensi dalam melaksanakan program masih diragukan. Kedua pola organisasi BKM yang sangat berbeda antara filosofi organisasi dan teknis operasi organisasi. Secara filosofi BKM merupakan organisasi sosial yang berbasis keswadayaan, tetapi pada pelaksanaan organisasi harus dijalankan dengan profesionalisme yang menuntut waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit.

Ketimpangan antara filosofi dan teknik operasi organisasi, menjadikan suasana organisasi tidak dapat berjalan dengan baik. BKM hanya bekerja sesuai siklus-siklus yang telah ditentukan oleh regulator. Keadaaan ini menjadikan kegiatan di BKM bersifat stagnan. Keadaan ini juga berlaku pada unit-unit yang ada pada BKM, terkecuali unit pengelola keuangan (UPK).

Setelah terbentuknya kelembagaan BKM siklus berikutnya adalah pembuatan perencanaan dalam bentuk program jangka menengah (PJM) dan rencana tahunan (Renta). Sumber dalam membuat perencanaan program kerja adalah data dari PS2. Pada pelaksanaannya tim perumus PJM tetap harus membuat verifikasi data PS2 berdasarkan input dari masyarakat.

Situasi komunikasi dalam tahap perencanaan dapat digambarkan pada matriks berikut ini.

Tabel 8. Matriks situasi komunikasi pada fase perencanan kegiatan PNPM Mandiri

No Obyek Amatan Deskripsi Hasil Amatan 1 Pelaku Komunikasi • Kelembagaan BKM

• Kelembagaan LPMK • Pemerintah Kelurahan

2 Pola Komunikasi • Komunikasi partisipatif . Pola ini dilakukan pada rembug BKM dalam menyususn dokumen PJM dan Renta.

• Linier dalam hal ini anggota BKM diberikan pelatihan dalam menyusun program jangka panjang (PJM) dan rencana tahunan (Renta) 3 Bentuk Kegiatan • Rembug BKM, LPMK dan pihak kelurahan. 4 Output • Dokumen PJM selama 3 tahun

• Dokumen Renta selama 1 tahun • Data pemanfaat program

Pokok pemikiran dalam pembuatan perencanaan kerja BKM adalah penanggulangan kemiskinan yang meliputi tiga aspek, yaitu di bidang lingkungan

Dokumen terkait