• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengetahui hal yang mempengaruhi tingkat panas hasil pembakaran sate pada masing- masing warung sate dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data berupa ketebalan daging sate, jarak bara api dengan sate yang dipanggang, jenis kipas yang digunakan, jenis arang yang dipakai. Ketebalan rata- rata daging sate adalah 1,59 cm, jarak bara adalah 4,23 cm serta jenis kipas yang digunakan 17 (56,7%) warung sate mengerjakan dengan kipas tangan dan sisanya 13 (43,3%) warung sate memakai kipas angin listrik. Arang yang digunakan 10 (33%) warung sate menggunakan arang kayu dan 19 (63,3%) warung sate menggunakan arang batok kelapa dan sisanya 1 (satu) (3,3%) warung sate menggunakan arang kayu dan batok kelapa tergantung situasi.

Tingkat Panas Sate Setengah Matang

Dari 30 warung sate yang diambil sebagai objek penelitian, hasil pengukuran panas internal sate setengah matang dibakar sesuai dengan kebiasaan masing- masing, didapatkan suhu yang terendah 50,8 0C dan tertinggi 77 0C.

Tingkat panas hasil pembakaran sate dapat dibagi dalam 7 (tujuh) kelompok, dimulai 46 0-50 0C s/d kelompok 76 0- 80 0C dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Kelompok Suhu Hasil Pembakaran Sate Setengah Matang Kelompok

Suhu 0C

Waktu Rata-Rata

(detik) Jumlah Sampel % sampel

46-50 130 1 3,3 51-55 166 5 16,8 56-60 137 7 23,2 61-65 285 8 26,5 66-65 271 7 23,2 66-70 170 1 3,3 71-75 - - - 76-80 130 1 3,3

Rata-rata tingkat panas pembakaran sate setengah matang adalah 61,89 0C dengan waktu tercepat 90 detik dan waktu terlama 310 detik, dengan waktu rata- rata waktu pembakaran adalah 2 menit 43 detik (163,7 detik). Berdasarkan hasil pemanasan sate setengah matang dan jika dibandingkan dengan hasil penelitian (Dubey 1990) dimana kista Toxoplasma gondii akan mati pada suhu 58 0C selama 9,5 menit dan suhu 61 0C selama 3,6 menit. Menurut Smith (1993), memasak daging sampai suhu internal mencapai 70 0C dapat mencegah terinfeksi Toxoplasma. Mengacu pada Smith (1993), maka 96,7% sate kambing setengah matang belum aman dikonsumsi ditinjau dari toxoplasmosis. Hal ini didasari hasil pemeriksaan serologis pada kambing dan domba yang diambil pada saat akan disembelih di rumah pemotongan hewan di DKI Jakarta pada tahun 1997 adalah 66,67% pada domba dan kambing 49,12% positif toxoplasmosis (DPDKI) 1998, 48,3% pada kambing dan 43,3% pada domba (Iskandar 1996).

Pengaruh pembakaran pada sate setengah matang adalah bentuknya terlihat lebih kecil dari besarnya sate mentah serta bagian luar sate terlihat berwarna merah coklat dan bagian dalamnya terlihat masih diketemukannya daging yang berwarna merah muda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini,

Permintaan sate setengah matang 0% sering, 83,3% jarang dan 16,7% tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan sate setengah matang masih dijumpai walaupun jarang dan berarti tidak setiap hari ada permintaan sate setengah matang.

Sate matang

Dari 30 warung sate ya ng dijadikan objek penelitian, hasil pengukuran panas internal sate matang yang dibakar sesuai dengan kebiasaan masing- masing warung sate didapatkan suhu terendah 64 0C dan suhu tertinggi 92,9

0

C, rata-rata tingkat panas dari 30 sampel sate matang adalah 77,31 °C dengan waktu tercepat 170 detik dan waktu terlama 430 detik, dengan waktu rata-rata lama pembakaran 5 menit (300,4 detik). Suhu hasil pembakaran sate matang dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok dimulai dari suhu 600 – 65 0C sd. 910- 95 0C, kebanyakan terdapat pada kelompok 710 – 75 0C sebanyak 11 sampel (33,3%), dan kelompok 760 – 80 0C sebanyak tujuh sampel (24,4%) ;untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 Kelompok Suhu Hasil Pembakaran Sate Matang Kelompok

Suhu°C Waktu Rata-Rata (detik) Jumlah Sampel % sampel

60-65 280 1 3,3 66-70 310 2 6,72 71-75 302 11 33,32 76-80 262 7 24,4 81-86 341 6 20,1 87-90 300 1 3,3 91-95 305 2 6,7

Pengaruh pembakaran pada sate matang adalah bentuknya terlihat lebih kecil dibandingkan sate mentah dan sate setengah matang karena adanya proses pengkerutan daging dan bagian luar sate terlihat berwarna cokelat kehitaman serta bagian dalam sate matang terlihat berwarna cokelat keabu-abuan dan tidak diketemukan bagian sate yang berwarna merah muda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini,

Gambar 4 Tampilan Sate Kambing Matang

Berdasarkan hasil pemanasan sate matang jika diband ingkan dengan hasil penelitian Dubey (1990) dimana kista Toxoplasma gondii akan mati pada suhu 58

0

C selama 9,5 menit atau suhu 61 0C selama 3,6 menit. Memasak daging sampai suhu internal mencapai 70 0C dapat mencegah infeksi toxoplasma (Smith 1993). Mengacu pada Smith(1993), 10% sate kambing matang masih belum aman dari toxoplasmosis.

Sanitasi Higiene

Dalam penelitian ini digunakan kuesioner untuk menjaring informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat cemaran mikroba dari sate mentah, sate setengah matang dan sate matang. Hal yang mempengaruhi tingkat cemaran mikroba adalah pelaksanaan atau penerapan praktek sanitasi dan higiene yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu higiene proses, higiene personal, dan higiene tempat dan sarana (Lukman 2004b).

Higiene proses meliputi asal daging, transportasi daging dari RPH ke pasar sampai ke warung sate, perlakukan daging sebelum dipotong-potong kecil, proses pemotongan daging dipisahkan dari jeroan seperti hati, jantung, paru, ginjal, rumen dan lainnya yang akan digunakan untuk masakan seperti tongseng dan sop.

Selain itu penyimpanan sate setelah ditusuk akan mempengaruhi kualitas sate. Hasil pengamatan dan pengolahan data kuisioner didapatkan 16 (53,3 %) warung sate dalam kond isi kurang, 9 (30%) warung sate dalam kondisi sedang dan 5 (16,7%) warung sate dalam kond isi baik. Dari 30 warung sate, hanya dua warung sate yang melakukan pemotongan sendiri, selebihnya membeli di pasar atau diantar oleh pedagang daging kambing. Transportasi daging kambing dari RPH atau TPH umumnya dilakukan dengan meletakan daging kambing pada bagasi motor yang umumnya terbuat dari terpal, sedangkan membawa daging dari pasar ke warung sate umumnya menggunakan tas plastik. Kebanyakan warung sate masih mencampur pemotongan daging dengan jeroan dengan tujuan efisiesi waktu, sedangkan pisau dan talenannya tidak dibersihkan terlebih dahulu.

Higiene personal meliputi kebersihan pakaian pedagang yang dipakai dalam proses pemotongan dan penusukan daging, pencucian tangan, pengetahuan dan kesadaran mengenai penyakit yang dapat ditularkan dari bahan makanan, pengecekan kesehatan serta kondisi kebersihan pedagang seperti kebersihan kuku. Hasil pengamatan dan pengolahan data kuisioner didapatkan 1 (satu)(3,3%) warung sate dalam kondisi kurang, 15 (50%) warung sate dalam kondisi sedang dan 16 (53,3%) warung sate dalam kondisi baik. Umumnya para pedagang sate sudah mnggunakan baju yang bersih dan rapih, kuku jari tangannya pendek, dan selalu mencuci tangan sebelum menangani daging.

Higiene tempat dan sarana meliputi kebersihan tempat, kebersihan sarana pemotongan, sarana pencucian tangan, sumber air dan tempat memajang sate mentah. Hasil pengamatan dan pengolahan data didapatkan 9 (30 %) warung sate dalam kondisi kurang, 5 (16,7 %) warung sate dalam kondisi sedang dan 16 (53,3 %) dalam kondisi baik. Warung sate yang menetap umumnya sudah mempunyai sarana mencuci tangan walaupun hanya air dalam ember, sarana penyimpanan daging sate sebagian besar sudah menggunakan kulkas dan ada yang menggunakan termos dan hal ini dimaksudkan untuk mengurangi perkembang biakan mikroba yang tidak terkontrol.

Tingkat Cemaran Mikroba Sate Mentah

Hasil pemeriksaan tingkat cemaran mikroba pada sampel sate kambing mentah yang diambil dari 30 warung sate yang terpilih dibandingkan dengan SNI No. 01-6366-2500 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan (BSN 2000) dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini:

Tabel 4 Persentase Tingkat Cemaran Mikroba Sate Mentah yang diambil dari Warung Sate

Jumlah Mikroba

Jumlah Mikroba

TPC Coliform E. coli S. aureus Salmonella

%Dibawah

SNI 0 6,7 96,7 100 96,7

%Diatas SNI 100 93,3 3,3 0 3,3

Ternyata 100% sampel sate mentah tidak memenuhi syarat SNI untuk TPC

(total plate count) atau total cemaran mikroba, 93,3% sampel tidak memenuhi standar SNI untuk Coliform, 3,3% untuk E. coli dan 3,3 % untuk Salmonella, untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 5 di bawah ini,

TPC Coliform E coli S aureus Salmonella Diatas SNI 0 20 40 60 80 100 Diatas SNI Dibawah SNI

Tingkat pencemaran mikroba dapat dilihat dengan membandingkan jumlah mikroba hasil pemeriksaan sampel dengan Standar Batas Maksimum Cemaran Mikroba (SNI 01-6366-2000), sehingga diperoleh nilai persentase cemaran diatas SNI atau dibawah SNI. Persentase jumlah total mikroba pada daging sate yang diteliti dan melebihi diatas SNI yaitu 100% ha l ini menunjukan secara umum bahwa faktor yang mempengaruhi sanitasi higiene belum diterapkan secara benar, dimulai dari proses pemotongan di RPH, transport daging kambing dari RPH ke pasar dan dilanjutkan dari pasar ke warung sate serta proses penyimpanan daging sate di warung sate yang mencampurkan pemotongan daging dan jeroan pada saat yang bersamaan. Persentase Coliform yang mencapai 93,7 % diatas SNI menunjukan adanya cemaran dari sumber air yang tercemar karena Coliform adalah mikroorganisame indikator. Mikroorganisme Coliform merupakan petunjuk adanya polusi kotoran (feses) baik dari kotoran manusia ataupun kotoran hewan berdarah panas, dan menunjukkan sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan lainnya (Supardi dan Sukamto 1999). Adanya Salmonella, kemungkinan terjadinya kontaminasi dari feses kambing ataupun dari unggas. Kejadian 0% pada Staphylococcus aureus menunjukan higiene personal telah berjalan dengan baik hal ini terlihat dari tingkat cemaran Sthapylococcus aureus 0% di atas SNI.

Hasil penghitungan rata-rata jumlah bakteri dari sate mentah adalah TPC 6,7x107 CFU pergram, Coliform 2100 MPN pergram, E. coli 83 MPN pergram,

Staphylococus aureus 9 CFU pergram, Salmonella positif diketemukan dalam 25 gram sampel. Berdasarkan SNI No. 01-6366-2500 maka daging sate mentah tidak layak untuk dibakar sebagai bahan baku sate.

Sate Setengah Matang

Rata-rata suhu pembakaran sate setengah matang pada bagian internalnya adalah 61,89 0C dengan waktu rata-rata 2 menit 43 detik. Tingkat cemaran mikroba pada sampel sate kambing setengah matang yang diperiksa di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Persentase Tingkat Cemaran Mikroba Sate Setengah Matang yang Diambil dari Warung Sate

Jumlah Mikroba

Jumlah Mikroba

TPC Coliform E coli S aureus Salmonella

%Dibawah

SNI 16,7 40 86,7 100 96,7

%Diatas SNI 83,3 60 13,3 0 3,3

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini,

TPC % Coliform E coli S aureus Salmonella Diatas SNI 0 20 40 60 80 100 Diatas SNI Dibawah SNI

Gambar 6 Grafik Perbandingan Tingkat Cemaran Mikroba Sate Setengah Matang

Tingkat total cemaran mikroba (TPC) pada sate kambing setengah matang masih tetap tinggi yaitu 83,3 % dan Coliform 60 % diatas SNI hal ini disebabkan pemanasan yang belum memadai untuk membunuh semua mikroba yang ada. Sedang untuk E. coli masih 13,3 % diatas SNI, jika dibandingkan dengan persentase sampel daging mentah masih jauh lebih tinggi, hal ini disebabkan penarikan sampel berbeda antara daging sate mentah dan sate setengah matang. Salmonella masih muncul 3,3 % dan sama dengan sampel daging mentahnya. Hal ini menunjukan bahwa pemanasan pada sate setengah matang masih belum cukup untuk membunuh semua kuman yang ada.

Hasil penghitungan rata-rata jumlah bakteri dari sate setengah matang adalah TPC 8,4x106 CFU pergram, Coliform 1324 MPN pergram, E. coli 202 MPN pergram, Staphylococus aureus 9 CFU pergram, Salmonella positif diketemukan dalam 25 gram sampel. Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri di atas, bila dibandingkan dengan dosis infektif dan diketemukannya Salmonella

maka dapat dinyatakan mengkonsumsi sate setengah matang kurang aman.

Sate Matang

Rata-rata suhu pembakaran sate matang adalah 77,3 0C dengan lama pembakaran rata-rata 5 menit. Hasil proses pembakaran sate matang ternyata masih menyisakan tingkat total cemaran mikroba yang diatas SNI yaitu TPC sebanyak 11 (36,7%) sampel, Coliform 5 (16,7 %) sampel serta E. coli 2 (dua) sampel (6,7 %), dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini,

Tabel 5 Persentase Tingkat Cemaran Mikroba Sate Matang yang diambil dari Warung Sate

Jumlah Mikroba Jumlah Mikroba

TPC Coliform E coli S aureus Salmonella

%Dibawah SNI 63,3 83,3 93,3 100 100

%Diatas SNI 36,7 16,7 6,7 0 0

Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini

TPC Coliform E coli S aureus Salmonella Diatas SNI 0 20 40 60 80 100 Diatas SNI Dibawah SNI

Tingkat total cemaran mikroba (TPC) pada sate kambing matang sudah mulai menurun yaitu 36,7% dan Coliform 16,7% di atas SNI, hal ini disebabkan pemanasan sudah memadai untuk membunuh sebagian bakteri yang ada. Sedangkan untuk E. coli masih 6,7% di atas SNI, hal ini disebabkan penarikan sampel berbeda antara sate mentah, sate setengah matang dan sate matang, atau ada kemungkinan sate matang terkontaminasi melalui penambahan minyak goreng pada saat pembakaran.

Hasil penghitungan rata-rata jumlah bakteri dari sate mentah adalah TPC 3,7x106 CFU pergram, Coliform 335 MPN pergram, E. coli 5 (lima) MPN pergram, Staphylococus aureus 9 CFU pergram, Salmonella negatif diketemukan dalam 25 gram sampel. Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri di atas, bila dibandingkan dengan dosis infektif dan tidak ditemukan Salmonella maka dapat dinyatakan bahwa mengkonsumsi sate matang aman.

Pengaruh Pemanasan Terhadap Tingkat Cemaran Mikroba

Adanya mikroba yang masih tetap hidup walaupun telah mengalami pembakaran sate setengah matang atau matang, hal ini menunjukan adanya ketahanan dari mikroba tersebut.

Menurut Supardi dan Sukamto (1998), ketahanan panas mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa hal seperti umur dan keadaan mikroorganisme sebelum dipanaskan, komposisi medium suatu organisme, pH dan aktivitas air medium ketika dipanaskan serta suhu pemanasan.

Untuk melihat pengaruh pembakaran sate setengah dan sate matang terhadap tingkat cemaran mikroba dilakukan pengitungan korelasi dengan memakai metoda Spearman dimana hasilnya tidak ada korelasi yang nyata pada pembakaran sate setengah matang dengan tingkat cemaran mikroba. Pada pembakaran sate matang, korelasi yang berbeda nyata (P<0,005) terdapat pada Coliform, dengan kata lain apabila faktor pemanasan sate matang ditingkatkan maka jumlah bakteri Coliform akan dapat dikurangi secara nyata, sedangkan untuk TPC dan bakteri lainnya tidak mempunyai korelasi yang nyata. Berdasarkan pengujian Odds ratio, adanya korelasi pembakaran sate matang

dengan Coliform sebesar 0,77 artinya peluang kemungkinan berkurangnya jumlah bakteri Coliform akibat pemanasan adalah

77 , 1 77 , 0 atau 43%.

Pengaruh pembakaran terhadap E. Coli terlihat tidak konsisten, pada sate mentah ditemui satu sampel, sate setengah matang empat sampel, sate matang dua sampel; hal ini kemungkinan disebabkan sampel yang berbeda antara sate mentah, sate setengah matang dan sate matang atau disebabkan adanya kontaminasi dari minyak goreng yang ditambahkan pada saat proses pembakaran sate.

Dokumen terkait