• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kandungan Oligosakarida

Komposisi ubi jalar dipengaruhi oleh waktu panen, varietas dan proses pengolahan (Marlis 2008). Ubi jalar mengandung karbohidrat tinggi yang terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Oligosakarida dari tepung kukus ubi jalar varietas sukuh diindikasikan berpotensi sebagai prebiotik karena mengandung rafinosa dan sukrosa (Marlis 2008; Putra 2010). Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap kandungan oligosakarida fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida(GOS), dan inulin. Oligasakarida ini merupakan jenis prebiotik yang umum dipelajari pada manusia dan hewan darat. Kandungan ketiga jenis oligosakarida ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kesehatan inang dan mampu menstimulir pertumbuhan bakteri probiotik. Berikut ini adalah konsentrasi FOS, GOS, dan inulin dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh pada total padatan terlarut (TPT) 5% (Tabel 4).

Tabel 4. Analisa kandungan FOS, GOS, dan inulin dari ekstrak ubi jalar varietas sukuh (TPT 5%)

Parameter Unit Hasil Alat

FOS g / 100 g 1,015 HPLC

GOS g / 100 g 1,488 HPLC

Inulin g / 100 g 1,115 HPLC

Berdasarkan hasil pada Tabel 4, diketahui GOS merupakan jenis oligosakarida dengan persentase tertinggi (1,488%), diikuti dengan inulin (1,115%) dan FOS (1,0155%). GOS adalah oligosakarida yang terdiri dari molekul galaktosa dan glukosa yang diproduksi secara enzimatis oleh laktosa. Pada penelitian Hoseinifar et al. (2013), diketahui pemberian GOS dengan dosis 2% dalam pakan dapat meningkatkan performa pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan resistensi terhadap stress salinitas, serta memodulasi mikrobiota pada usus Caspian roach (Rutilus rutilus). Sedangkan FOS merupakan salah satu jenis prebiotik yang dapat difermentasi oleh bakteri tertentu seperti kelompok

Lactobacilli dan Bifidobacteria (Manning and Gibson 2004). Pemberian FOS pada pakan diduga secara selektif dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan bakteri yang menguntungkan pada saluran pencernaan inang (Ringo

et al. 2010). Pada penelitian Grisdale-Helland et al. (2008), diketahui pemberian FOS pada pakan sebesar 1% pada ikan salmon Atlantik selama 4 bulan, menunjukkan efisiensi pakan dan retensi energi, masing-masing 5% dan 6% lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan kontrol. Adapun inulin merupakan kelompok oligosakarida yang berasal dari sukrosa yang diisolasi dari sumber nabati alami. Inulin dapat dimanfaatkan sebagai sumber prebiotik yang diindikasikan mampu merangsang bakteri menguntungkan pada usus, menekan jumlah patogen, dan meningkatkan respon imun pada inang (Delgado 2010).

Kelimpahan Bakteri Usus

Hasil penghitungan kelimpahan bakteri pada usus udang meliputi Total Viable Bacterial Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count (TVC), dan Total

SKT-bR Count setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil penghitungan bakteri pada usus udang, diketahui bahwa perlakuan sinbiotik dosis B menunjukkan jumlah bakteri SKT-bR tertinggi yaitu sebesar 3,01 LOG CFU/g; kemudian diikuti oleh perlakuan sinbiotik dosis C sebesar 2,88 LOG CFU/g dan perlakuan sinbiotik dosis A sebesar 2,74 LOG CFU/g. Sementara itu pada kontrol tidak ditemukan bakteri SKT-bR. Hal ini mengindikasikan bahwa probiotik SKT-bR yang diberikan bersama dengan prebiotik memiliki kemampuan bertahan dan memanfaatkan prebiotik pada usus udang. Dengan demikian dari bakteri TVC yang diperoleh pada perlakuan sinbiotik, diduga 57,20 %, 59,60%, dan 62,74% dari masing- masing perlakuan A, B, dan C adalah kelompok bakteri Vibrio dari bakteri probiotik SKT-b yang diberikan.

keterangan:

* K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%).

Gambar 4. Total Viable Bacterial Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count

(TVC), dan Total SKT-bR Count pada usus udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang diberi perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah TBC pada pada perlakuan C menghasilkan jumlah tertinggi yaitu 7,30 LOG CFU/g, kemudian diikuti oleh perlakuan B sebesar 6,89 LOG CFU/g; perlakuan A sebesar 6,44 LOG CFU/g; dan jumlah TBC terkecil terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 5,32 LOG CFU/g dan 5,75 LOG CFU/g. Penambahan prebiotik pada pakan diduga telah menstimulir pertumbuhan bakteri menguntungkan lainnya atau mikroflora normal di dalam saluran pencernaan udang vaname selain dari bakteri probiotik yang diberikan, sehingga jumlah populasi bakteri pada perlakuan sinbiotik lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Hasil yang sama juga diperoleh Mahious et al. (2006), penambahan FOS dalam pakan telah meningkatkan komposisi bakteri probiotik dalam saluran pencernaan larva ikan turbot. Li et al. (2007) juga menemukan bahwa FOS secara selektif dapat mendukung pertumbuhan bakteri spesies tertentu di dalam saluran pencernaan udang vaname. Menurut Delgado et al. (2010), prebiotik dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) yang menyebabkan pH usus menurun sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan menstimulasi populasi bakteri fakultatif anaerob seperti kelompok bakteri Bifidobacteria dan Lactobacilli.

Performa Pertumbuhan

Parameter produksi budidaya selama masa pemeliharaan dengan perlakuan sinbiotik dosis berbeda dapat dilihat berdasarkan laju pertumbuhan harian (LPH) dan rasio konversi pakan (FCR) (Gambar 5). LPH dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1%

5.75 5.32 6.44 6.89 7.30 4.58 4.36 4.79 5.05 4.59 2.74 3.01 2.88 0 1 2 3 4 5 6 7 8 K(-) K(+) A B C Ju m lah B akt e ri Usu s LO G CFU /g TBC TVC SKT-b

b b ab a ab 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 K (-) K (+) A B C LP H ( % ) a a ab b ab 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 K(-) K (+) A B C FCR

A

B

+ Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dosis B menghasilkan nilai LPH tertinggi sebesar 7,45±0,16 dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan sinbiotik dosis A dan dosis C (P>0,05). Sementara itu, FCR kontrol tanpa pemberian sinbiotik menghasilkan nilai sebesar 1,74±0,23 dan 1,75±0,55, lebih tinggi dari semua perlakuan dan menunjukkan nilai yang berbeda nyata terhadap perlakuan sinbiotik dosis B yaitu sebesar 1,14 ±0,05 (P<0,05).

keterangan:

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P <0,05)

** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%).

Gambar 5. Performa pertumbuhan, laju pertumbuhan harian (LPH) (A), rasio konversi pakan (FCR) (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama 30 hari perlakuan sinbiotik dosis berbeda (Duncan; P=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian sinbiotik pada pakan memberikan hasil kinerja pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil serupa juga terjadi pada penelitian penambahan sinbiotik pada pakan dapat memperbaiki pertambahan bobot tubuh, laju pertumbuhan harian (LPH), dan rasio

konversi pakan (FCR) pada European lobster (Homarus gammarus L) (Daniels et al. 2010), Onchorhyncus mykiss (Mehrabi et al. 2011) dan Siberian sturgeon

(Acipenser baerii) (Geraylou et al. 2013). Merrifield (2010) menyatakan bahwa penambahan sinbiotik mampu meningkatkan mikroflora normal di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan.

Penambahan probiotik dan prebiotik dalam aplikasi sinbiotik melalui pakan bertujuan untuk meningkatkan populasi probiotik di dalam saluran pencernaan udang vaname sehingga mekanisme aksi dari probiotik semakin meningkat. Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan sangat menguntungkan bagi inang karena bakteri tersebut dapat menyumbangkan enzim

exogenous seperti amilase, lipase, dan protease pada sistem pencernaan ikan. Probiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri SKT-b yang telah diketahui mampu menghasilkan enzim protease dan amilase (Widanarni et al. 2003). Bardasarkan data Total SKT-bR Count pada Gambar 4, diketahui bahwa jumlah bakteri SKT-bR tertinggi terdapat pada perlakuan B. Dengan demikian, diduga pemberian sinbiotik dosis B pada pakan selama 30 hari dapat memberikan hasil yang optimal pada performa pertumbuhan. Pada penelitian lain telah menunjukkan bahwa bakteri SKT-b dalam aplikasi sinbiotik pada udang dapat meningkatkan aktivitas enzim protease dan amilase udang dibandingkan dengan kontrol (Lesmanawati 2013). Meningkatnya aktivitas enzim pencernaan dapat membantu inang dalam mendegadrasi nutrien, meningkatkan kecernaan, dan memperbaiki efisiensi pakan (Cerezuela et al. 2011).

Peningkatan pertumbuhan pada perlakuan sinbiotik juga diduga disebabkan oleh pengaruh dari prebiotik yang diberikan. Prebiotik adalah bahan makanan tidak tercerna, yang bersifat menguntungkan bagi inang dan berhubungan dengan modulasi mikrobiota. Prebiotik dapat secara selektif difermentasi oleh bakteri spesifik yang terdapat pada usus, dan memodulasi pertumbuhan serta aktivitas dari bakteri tersebut (Ai et al. 2011). Prebiotik yang diekstrak dari ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L) secara efektif dapat mendukung pertumbuhan bakteri probiotik (Putra 2010). Selain itu, pada penelitian lain juga telah diketahui bahwa pemberian pakan prebiotik pada

Litopenaeus vannamei dapat meningkatkan panjang mikrovili usus (Zhang et al.

2012). Panjang mikrivili usus dapat membantu meningkatkan penyerapan nutrien sehingga dapat memperbaiki performa pertumbuhan pada inang (Cerezuela et al.

2011).

Respon Imun

Penghitungan parameter respon imun dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, sedangkan tahap kedua dilakukan pada akhir uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi.

Total Haemocyte Count (THC)

Nilai total hemosit udang vaname yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai THC dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1% + Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari menunjukkan

bahwa perlakuan sinbiotik dosis C menghasilkan nilai THC tertinggi sebesar 9,43±1,53 x106 ml-1 dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan sinbiotik dosis A dan dosis B (P>0,05).

keterangan:

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%),

Gambar 6. Total Haemocyte Count udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05).

Peningkatan nilai THC pada udang seiring dengan meningkatnya dosis sinbiotik yang diberikan menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik pada pakan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Hemosit memainkan peran sentral dalam pertahanan kekebalan tubuh pada krustasea. Hemosit berperan dalam mengeluarkan partikel asing dalam

hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi dan aggregasi nodular. Selain itu, hemosit juga berperan dalam penyembuhan luka melalui cellular clumping serta membawa dan melepaskan prophenoloxydase system (proPO). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim seperti α2- macroglubulin (α2M), agglutinin, dan peptida antibakteri (Rodriquez and Le Moullac 2000). Menurut Munoz et al. (2000), jumlah sel hemosit pada udang dapat distimulasi oleh Phorbol Myristate Acetate (PMA), zymosan, lipopolisakarida, dan laminarin.

Setelah diberikan uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, nilai THC kontrol (+) dan semua perlakuan menunjukkan pola penurunan. Nilai THC terendah terjadi pada kontrol (+) dan berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan sinbiotik dosis A, B, dan C. Sebaliknya Nilai THC pada kontrol (-) mengalami peningkatan. Penurunan nilai THC pada kontrol (+) dan seluruh perlakuan sinbiotik dosis A, B, dan C merupakan efek dari ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Dalam kondisi tidak terinfeksi (under non-challenge), faktor-faktor imun-reaktif (peroxinectin, peptida antibakteri, komponen pembeku) pada udang akan disimpan oleh tubuh dalam jaringan hematopoetic dengan kondisi tidak aktif dan dirilis pada saat terjadinya infeksi (Smith et al. 2003). Penurunan jumlah sel

b b ab ab a a c ab ab b 0 2 4 6 8 10 K (-) K(+) A B C To tal H e m o si t (x 10 6 ml -1)

b b b a a b a a a a 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 K(-) K(+) A B C A kt iv itas PO (u n it)

Sebelum Uji Tantang Setelah Uji Tantang

hemosit setelah uji tantang merupakan efek dari berjalannya mekanisme pertahanan tubuh seperti aktivitas fagositosis, enkapsulasi, pembentukan nodul, serta terjadinya proses degranulasi untuk aktivasi sistem prophenoloxydase

(proPO), dan mekanisme pertahanan tubuh lainnya (Smith et al. 2003). Menurut Yeh et al. (2009), menurunnya THC pada udang yang diinfeksi oleh virus diduga disebabkan oleh akumulasi sel hemosit pada situs infeksi dan apoptosis sel akibat dari infeksi virus.

Aktivitas Phenoloxidase (PO)

Hasil pengukuran aktivitas phenoloxidase yang diperoleh dari udang vaname dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai PO dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1% + Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dosis C menghasilkan nilai PO tertinggi sebesar 1,12±0,58 dan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol (0,23±0,09 dan 0,22±0,10) dan perlakuan sinbiotik dosis A (0,44±0,30), namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perlakuan sinbiotik dosis B (1,07±0,15).

keterangan:

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%),

Gambar 7. Aktivitas Phenoloxidase udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05).

Nilai aktivitas PO sebelum uji tantang diketahui berkorelasi positif dengan nilai THC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dosis C menghasilkan nilai PO tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan A. Hemosit udang berfungsi dalam produksi dan pelepasan PO ke dalam hemolim dalam bentuk inactive pro-enzyme yang disebut proPO (Smith et al. 2003). Dalam keadaan normal, semakin banyak jumlah hemosit semakin tinggi pula produksi proPO.

Setelah diberikan uji tantang ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, nilai PO kontrol (-), kontrol(+) dan semua perlakuan menunjukkan pola peningkatan. Nilai

PO terendah terjadi pada kontrol (-) (0,44±0,12) dan kontrol (+) (0,59±0,26), serta berbeda nyata (P<0,05) terhadap seluruh perlakuan A (1,18±0,06), B (1,28±0,18), dan C (1,22±0,38). Sebaliknya nilai PO pada kontrol (+) dan seluruh perlakuan, tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,05). Peningkatan aktivitas PO mengindikasikan tingginya respon imun dari udang. Pada penelitian Lesmanawati (2013), peningkatan aktivitas PO terjadi pada hari ke lima pasca infeksi IMNV dan udang pada perlakuan sinbiotik menghasilkan peningkatan PO yang lebih tinggi dibanding kontrol.

Respiratory Burst (RB)

Fagositosis adalah reaksi yang paling umum dalam sistem pertahanan seluler ikan dan udang. Selama fagositosis, partikel atau mikroorganisme diinternalisasikan ke dalam sel yang kemudian membentuk pencernaan vakuola yang disebut fagosom. Sel fagosit memiliki berbagai mekanisme dalam membunuh patogen. Respiratory Burst (RB) merupakan mekanisme penghapusan partikel oleh sel fagosit yang melibatkan pelepasan enzim degradatif ke

phagosome (oxygen dependent killing mechanism). Reaksi pertama yang dihasilkan pada proses RB adalah anion superoksida (O2-). Reaksi selanjutnya akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH-), dan singlet oksigen (1O2). Hidrogen peroksida dapat dirubah menjadi asam hipoklorit (HOCl-) melalui sistem myeloperoxidase (MPO-H2O2-Cl) sehingga membentuk sistem antibakteri yang ampuh (Rodriquez and Le Moullac 2000). Menurut Rodriquez and Le Moullac (2000), anion superoksida (O2-) pada aktivitas RB yang berasal dari sel hialin dengan menggunakan PMA sebagai elicitor Hasil pengukuran aktivitas RB yang diperoleh dari udang vaname dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui nilai aktivitas RB dari udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis (A (pro 0,5% + pre 1%), B (pro 1% + Pre 2%), C (pro 2% + pre 4%)) selama 30 hari tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada seluruh perlakuan. Nilai aktivitas RB pada kontrol dan perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda secara berturut-turut adalah K (-) (0,08 ± 0,01), K (+) (0,08 ± 0,00), A (0,08 ± 0,04), B (0,08 ± 0,02), dan C (0,08 ± 0,00). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi sinbiotik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas RB (Ai et al. 2011), sementara pada beberapa penelitian lain, sinbiotik secara signifikan menunjukkan aktivitas RB lebih tinggi pada berbagai organisme perairan seperti gilth head seabream (Cerezuela et al. 2012) dan koi (Cyprinus carpio) (Lin et al. 2012). Namun demikian, setelah diberikan uji tantang ko- infeksi IMNV dan V. harveyi, aktivitas RB pada kontrol (+) dan semua perlakuan menunjukkan pola peningkatan. Nilai RB terendah terjadi pada kontrol (+) (0,10±0,05) dan berbeda nyata (P<0,05) terhadap seluruh perlakuan A (0,59±0,15), B (0,41±0,03), dan C (0,46±0,10). Sementara itu aktivitas RB pada kontrol (-) menunjukkan nilai yang tetap yaitu 0,08±0,03. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas RB tidak mengalami peningkatan oleh perlakuan bakteri SKT-b, tetapi mengalami peningkatan disebabkan adanya ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Sebaliknya, pada penelitian Munoz et al. (2000) anion superoksida (O2-) pada udang vaname dapat mengalami peningkatan pada saat distimulasi oleh bakteri V. alginolyticus strain Ili dan bakteri lainnya seperti Escherichia coli,

a c a a a a c a b ab 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 K(-) K(+) A B C R es pir at o ry B u rst 10 μ l -1

Sebelum Uji Tantang Setelah Uji Tantang

namun tidak mengalami peningkatan pada saat distimulasi oleh Vibrio vulnicus

sebagai elicitor. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas RB dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme tertentu.

keterangan:

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%),

Gambar 8. Respiratory Burst udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05).

Hemosit, PO, dan RB memainkan peran sentral dalam pertahanan kekebalan tubuh pada krustasea (Rodriquez dan Le Moullac 2000; Smith et al. 2003). Peningkatan nilai THC, PO, dan RB seiring dengan meningkatnya dosis sinbiotik yang diberikan menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Hasil ini sejalan dengan penelitian Li et al. (2009), penambahan sinbiotik dengan kombinasi probiotik PB dan prebiotik IMO berbagai dosis dapat meningkatkan respon imun udang dilihat dari peningkatan aktivitas fagositosis pada sel hemosit, aktivitas phenoloxidase (PO), aktivitas respiratory burst (RB), dan aktivitas phosphatase (ACP) pada serum. Aktivitas PO tertinggi dalam serum terdapat pada sinbiotik dengan kombinasi probiotik PB 108 CFU/g pakan + prebiotik 0,2% IMO dan berbeda secara signifikan (P<0,05) dibanding kontrol (Li et al. 2009). Peningkatan respon imun pada aplikasi sinbiotik juga terjadi pada ikan. Menurut Lin et al. (2012), aplikasi sinbiotik dengan kombinasi Chitosan Oligosaccharides (COS) dan Bacillus coagulans pada ikan koi (Cyprinus carpio) dapat meningkatkan sistem imun: aktivitas respiratory burst, aktivitas fagositosis, aktivitas lisozim, aktivitas SOD, dan ketahanan tubuh terhadap penyakit

Aeromonas veronii (P<0,05).

Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik yang diharapkan dapat memberikan pengaruh menguntungkan terhadap respon imun inang. Ada berbagai mekanisme dari sinbiotik dalam meningkatkan respon imun pada inang. Prebiotik dalam aplikasi sinbiotik bertindak sebagai faktor pemacu pertumbuhan bakteri probiotik yang dapat menghambat patogen dalam usus dengan bersaing pada glyco yang sama pada permukaan sel epitel, mengubah

pH kolon, meningkatkan produksi mukus, memproduksi asam lemak rantai pendek dan merangsang produksi sitokin (Korzenik and Podolsky 2006; Delgado

et al. 2011). Secara tidak langsung, melalui kontak antara probiotik dengan sel epitel usus (Gut Associated Lymphoid Tissue [GALT]) yang akan mengaktifkan sitokin sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi antar sel untuk mengaktifkan respon imun (imunoregulator). Menurut Delgado et al. (2011), jaringan limfoid yang berasosiasi pada usus (GALT) merupakan bagian terbesar (60%) dari jaringan sistem imun tubuh.

Differential Haemocyte (DH)

Menurut Smith et al. (2003), terdapat tiga kelas pembagian hemosit pada krustasea berdasarkan keberadaan cytoplasmic granules, yaitu: sel hialin (HCS), hemosit semigranular (SGHs) dan hemosit granular (GHS). Pada penelitian ini, pengamatan jenis sel hemosit dilakukan berdasarkan dua jenis yaitu sel hialin dan sel granular (hemosit SGHs dan hemosit GHS). Hasil perhitungan perbandingan jumlah sel hialin dan granular dapat dilihat pada Gambar 9.

Perbandingan jumlah sel hialin dan sel granular pada sel hemosit udang dipengaruhi oleh kondisi udang dan pengaruh lingkungan. Berdasarkan pengamatan dan penghitungan yang dilakukan, jumlah sel hialin terendah terdapat pada perlakuan sinbiotik B, pada sebelum uji tantang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan sinbiotik A dan C. Sedangkan persentase sel granular pada perlakuan sinbiotik B menunjukkan nilai tertinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan sinbiotik A dan C namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol.

Setelah diberikan uji tantang dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, jumlah sel hialin perlakuan sinbiotik B menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan A. Namun tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P>0,05). Sedangkan jumlah sel granular pada kontrol (-), kontrol (+) dan semua perlakuan menunjukkan pola peningkatan. Jumlah sel granular tertinggi adalah pada perlakuan sinbiotik B dan menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol (-), kontrol (+) dan perlakuan sinbiotik A, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan sinbiotik dosis C. Tingginya jumlah sel granular menunjukkan tingginya aktivitas sel ini. Konsentrasi sel granular yang tinggi dalam hemolim berhubungan dengan aktivitas phenoloxidase yang tinggi dan resistensi terhadap vibriosis. Sel granular memiliki peran dalam fagositosis, enkapsulasi, pengenalan awal, melanisation dan koagulasi di sebagian kelompok, menghasilkan dan mengeluarkan peptide antimikroba, serta terlibat dalam reaksi sitotoksik (Smith et al. 2003; Hauton 2012).

a a a b a ab ab a b ab 0 20 40 60 80 100 K (-) K (+) A B C S e l Hi al in (% )

Sebelum Uji Tantang Setelah Uji Tantang

b ab b ab b b a b a ab 0 20 40 60 80 100 K (-) K (+) A B C S e l G ran u lar (% )

Sebelum Uji Tantang Setelah Uji Tantang

A

B

keterangan:

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%)

Gambar 9. Differential Haemocyte (DH), Sel Hialin (A), Sel Granular (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05).

Sintasan

Penghitungan nilai sintasan dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan setelah 30 hari perlakuan sinbiotik, sedangkan tahap kedua dilakukan pada akhir penelitian pasca ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Nilai sintasan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 10.

* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

** K- (kontrol -), K+ (kontrol +), A (pro 0,5%+pre 1%), B (pro 1%+pre 2%), dan C (pro 2%+pre 4%)

Gambar 10. Sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05).

Berdasarkan hasil pengamatan sintasan udang vaname selama 30 hari perlakuan sinbiotik dosis berbeda, diketahui seluruh perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara itu, setelah masa uji tantang ko-Infeksi IMNV dan V. harveyi melalui injeksi menyebabkan terjadinya penurunan sintasan udang. Sintasan terendah terjadi pada kontrol (+) yaitu sebesar 43,33% berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (-) sebesar 100% dan seluruh perlakuan sinbiotik A, B, dan C yaitu 80%, 96,67%, dan 93,33%.

Sinbiotik yang diberikan secara signifikan dapat mengurangi kematian udang yang telah diuji tantang dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Pada penelitian sebelumnya, telah dilaporkan bahwa probiotik SKT-b dalam aplikasi sinbiotik dapat meningkatkan resistensi udang terhadap V. harveyi (Arisa 2011) dan IMNV (Lesmanawati 2013) yang diinfeksi secara tunggal. Sintasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada seluruh perlakuan mengindikasikan adanya pengaruh sinbiotik terhadap peningkatan resistensi udang terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukkan bahwa aplikasi sinbiotik dengan kombinasi prebiotik 0,2% isomaltooligosakarida dan 108 CFU probiotik PB/g pakan secara signifikan (P<0,05) menghasilkan efek sinergis positif terhadap sistem kekebalan udang terhadap infeksi WSSV. Tingginya resistensi udang terhadap ko-infeksi disebabkan oleh meningkatnya parameter respon imun pada udang berupa THC, PO, dan RB. Kemampuan bertahan hidup dari udang dipengaruhi oleh kesiapan imunitas udang terhadap adanya infeksi. Menurut Gullian et al. (2004), komponen dinding sel dari bakteri probiotik seperti β-glucan dan lipopolisakarida berpengaruh terhadap meningkatnya sistem imun pada inang.

a a a a a a c b a a 0 20 40 60 80 100 K(-) K (+) A B C S in tasan (% )

Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan untuk mengetahui perkembangan ko- infeksi V. harveyi dan IMNV terhadap udang uji (Gambar 11). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa terjadi perubahan makro anatomi udang uji pasca ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Perubahan awal yang terjadi adalah munculnya gejala klinis berupa lesi (nekrosis) dan keputih-putihan pada otot bagian belakang. Pada tahap lanjut dari infeksi, nekrosis kemudian meluas ke seluruh bagian otot abdomen, yang menyebabkan warna otot menjadi putih (tidak transparan) dan kemudian berlanjut ke perubahan warna ekor menjadi kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa gejala klinis yang muncul pada udang uji pasca ko- infeksi IMNV dan V. harveyi adalah gejala penyakit IMN. Gejala-gejala penyakit yang khas disebabkan oleh IMNV mencakup hilangnya volume hepatopankreas, hilangnya transparansi dan perubahan warna di sekitar ekor, nekrosis pada bagian abdomen dan cephalothorax (Teixeira-Lopes et al. 2011).

(A)

(B) (C)

Keterangan: udang normal (A), nekrosis pada ruas tubuh (B) dan warna kemerahan pada ekor (C)

Gambar 11. Perubahan makro anatomi udang vaname setelah ko-infeksi V.

harveyi dan IMNV

Konfirmasi IMNV dan V. harveyi

Konfirmasi keberadaan virus IMNV di tubuh udang uji dilakukan dengan

Dokumen terkait