• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN SESAAT

HASIL DAN PEMBAHASAN Partisi Ragam Gabungan

Pada penelitian ini terdiri atas empat lingkungan percobaan, namun analisis ragam gabungan dilakukan masing-masing pada lingkungan tercekam rendaman sesaat (L1 dan L3) dan lingkungan optimum (L2 dan L4). Hasil analisis ragam gabungan lingkungan pada lingkungan tercekam rendaman sesaat menunjukkan bahwa terdapat pengaruh genotipe yang nyata terhadap semua karakter yang diamati; pengaruh lingkungan yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman pada fase vegetatif, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman menjelang panen, jumlah gabah isi dan hampa per malai dan hasil gabah; sedangkan interaksi genotipe dan lingkungan nyata terhadap semua karakter, kecuali untuk karakter jumlah akar adventif (Lampiran 5). Hasil analisis ragam gabungan lingkungan pada lingkungan optimum menunjukkan bahwa terdapat pengaruh genotipe dan interaksi genotipe dengan lingkungan yang nyata terhadap semua karakter yang diamati, sedangkan pengaruh lingkungan nyata hanya terhadap karakter tinggi tanaman vegetatif, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman menjelang panen, jumlah malai, bobot 1000 butir dan hasil gabah (Lampiran 6).

Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan diketahui bahwa perbedaan karakteristik fenotipe pada karakter yang diamati sangat dipengaruhi oleh interaksi genotipe dan lingkungannya. Pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan yang nyata menggambarkan terdapat perbedaan respon genotipe pada lingkungan yang beragam.

Respon Genotipe Padi pada Fase Vegetatif

Pada penelitian ini, rendaman dihentikan setelah mencapai durasi 10 hari karena varietas pembanding peka (IR42) telah menunjukkan kurang lebih 90% gejala kematian yang diindikasikan dengan daun berwarna cokelat pucat dan tidak ada tahanan akar ketika tanaman dicabut dari tanah (Gambar 4a). Hal ini berarti pengamatan sesudah rendaman dilakukan pada 50 HSS, yaitu lima hari sesudah rendaman dihentikan (IRRI 1996). Gambar 4b menunjukkan perbedaan gejala tanaman yang toleran dan peka rendaman terlihat jelas pada saat lima hari sesudah rendaman dihentikan, sehingga memudahkan untuk melakukan skoring. Daya pulih tanaman akan lebih jelas terlihat pada akhir fase vegetatif (Gambar 4c), namun tidak terdapat perbedaan hasil skoring, baik yang dilakukan pada saat lima hari sesudah rendaman dihentikan maupun pada akhir fase vegetatif.

Gambar 4. (a) Keragaan varietas pembanding peka (IR42) sesudah direndam keseluruhan bagian tanaman selama 10 hari, (b) perbandingan keragaan genotipe toleran dan peka pada saat skoring (50 HSS), dan (c) daya pulih tanaman padi setelah tercekam rendaman sesaat

Daya Pulih Tanaman

Indikator genotipe padi toleran rendaman dapat dievaluasi secara langsung berdasarkan persentase daya pulih tanaman (recovery) setelah rendaman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat satu genotipe yang toleran rendaman, yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 (G6). Genotipe Ciherang Sub1 (G1) tergolong moderat, sedangkan genotipe lainnya merupakan genotipe yang peka terhadap cekaman rendaman dengan persentase daya pulih tanaman berkisar antara 56-68%, namun masih lebih tinggi dibandingkan varietas IR42 (G15) yang tergolong sangat peka (Gambar 5).

Gambar 5. Rata-rata persentase daya pulih tanaman padi setelah dicekam rendaman sesaat selama 10 hari, KP. Muara, MH/MK 2012

Tinggi Tanaman

Genotipe yang toleran rendaman, yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 (G6) dan FR13A (G14) memiliki pertambahan tinggi tanaman terkecil sesudah rendaman, yaitu masing-masing sebesar 18.50% dan 43.20%, sedangkan pada varietas pembanding peka IR42 (G15) menunjukkan pertambahan tinggi tanaman tertinggi, yaitu sebesar 101.70% atau dua kali lipat dibanding sebelum rendaman (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ikhwani et al. (2010) yang menunjukkan bahwa genotipe IR64 Sub1 yang toleran rendaman mengalami stagnasi pertumbuhan selama perendaman, diindikasikan dengan rendahnya pertambahan tinggi tanaman dan laju pemanjangan batang yang lambat.

Pada penelitian ini, selisih masing-masing karakter pada lingkungan tercekam rendaman dengan lingkungan optimum juga diamati dan perbandingan antar kedua lingkungan tersebut dapat terlihat dari hasil uji-t (Tabel 3). Genotipe toleran mengalami penurunan tinggi tanaman yang cukup tinggi pada saat ditanam di lingkungan tercekam dibandingkan pada saat ditanam di lingkungan optimum, yaitu sebesar 64.4% (FR13A) dan 30.2% (B13138-7-MR-2-KA-1). Sebaliknya, varietas pembanding peka (IR42) justru mengalami pertambahan tinggi tanaman sebesar 81.0% di lingkungan tercekam rendaman. Hasil uji-t menunjukkan tinggi tanaman di kedua lingkungan tersebut tidak berbeda nyata (p=0.7705).

0 20 40 60 80 100 G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G 1 0 G 1 1 G 1 2 G 1 3 G 1 4 G 1 5 82 68 56 66 64 95 62 65 63 60 62 64 64 99 25 Hasil Skoring: G1 Moderat G2 Peka G3 Peka G4 Peka G5 Peka G6 Toleran G7 Peka G8 Peka G9 Peka G10 Peka G11 Peka G12 Peka G13 Peka G14 Toleran G15 Sangat Peka

Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah akar adventif per rumpun sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL

Tinggi Tanaman Vegetatif (cm) Jumlah Akar Adventif/Rumpun

LR ∆ LO LR ∆ LO Sblm Ssdh ∆ Sblm Ssdh ∆ G1 M 37.1 59.0 21.9 bcd 21.5bcde 6 3 -3 bc 17 c G2 P 36.9 61.2 24.3 b 19.7 cde 6 2 -5 cd 17 c G3 P 34.6 54.7 20.1 cde 19.7 cde 7 3 -4 bc 19 bc G4 P 35.0 54.7 19.7 de 20.3 cde 6 3 -3 bc 12 de G5 P 34.4 56.1 21.7bcde 18.7 de 7 3 -4 c 24 a G6 T 32.2 46.1 13.9 g 19.9 cde 5 4 -2 b 16 cd G7 P 34.1 50.3 16.2 fg 22.4 abc 5 2 -3 bc 20 abc G8 P 33.1 51.9 18.8 ef 21.8abcd 5 3 -3 bc 22 ab G9 P 34.6 56.1 21.5bcde 22.6 abc 6 2 -3 bc 18 bc G10 P 32.7 55.7 23.0 bc 20.6 cde 6 2 -4 c 19 abc G11 P 33.2 56.9 23.6 b 19.5 cde 7 3 -4 c 11 e G12 P 35.8 58.6 22.8 bc 21.1 cde 7 2 -4 cd 17 c G13 P 35.3 57.5 22.2 bcd 24.4 ab 7 3 -3 bc 20 abc G14 T 47.6 56.4 8.8 h 24.7 a 5 7 2 a 18 bc G15 SP 32.7 66.0 33.3 a 18.4 e 9 3 -6 d 21 abc Uji BNT 2.97 3.14 1.97 4.76 r DPT -0.72** 0.60** r HSL -0.65** 0.51** Uji-t 0.7705 <0.0001

Keterangan: LR=Lingkungan Tercekam Rendaman; LO=Lingkungan Optimum; Sblm=sebelum cekaman rendaman (35 HSS); Ssdh=5 hari sesudah cekaman rendaman/saat skoring (50 HSS); ∆=selisih respon genotipe sesudah dan sebelum rendaman; TOL=Toleransi; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap Daya Pulih Tanaman; r HSL=koefisien korelasi terhadap Hasil; **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Jumlah Akar Adventif

Pada kondisi tercekam rendaman terjadi peningkatan pembentukan akar adventif pada tanaman padi (Colmer 2003). Pertambahan dan pemanjangan akar adventif juga terjadi pada tanaman tomat, dimulai pada bagian hipokotil menuju permukaan air setelah tercekam rendaman selama tiga hari (Else et al. 2009). Pada penelitian ini, peningkatan pembentukan akar adventif terjadi pada varietas pembanding toleran (FR13A) sebesar 40%, sedangkan genotipe toleran (B13138- 7-MR-2-KA-1) mengalami penurunan jumlah akar adventif terkecil dibandingkan genotipe lainnya yaitu sebesar 34.38%. Penurunan jumlah akar adventif terbesar terjadi pada varietas pembanding peka (IR42) sebesar 69.81%.

Akar adventif terbentuk juga pada tanaman padi di lingkungan optimum, bahkan mengalami peningkatan pada umur tanaman 50 HSS, namun tidak

berbeda nyata antar genotipe toleran dan peka. Hasil uji-t menunjukkan jumlah akar adventif antara kedua lingkungan berbeda sangat nyata (p<0.0001) antar kedua lingkungan. Rata-rata penurunan pembentukan akar adventif di lingkungan tercekam rendaman untuk genotipe toleran lebih kecil dibandingkan genotipe yang tidak toleran.

Pembentukan Aerenkima

Pada akar tanaman padi, struktur yang memfasilitasi difusi gas seperti O2

dan etilen pada lingkungan tercekam rendaman adalah aerenkima. Menurut Jackson et al. (1985) rendaman selama tujuh hari pada fase vegetatif menyebabkan 70% bagian korteks dari akar adventif tanaman padi terdegradasi dan memicu terbentuknya aerenkima. Pada penelitian ini, sulit untuk mendapatkan gambar penampang melintang akar dari genotipe yang peka karena kondisi akarnya sudah rusak/busuk, sehingga tidak dapat membandingkan pembentukan struktur aerenkima antara genotipe toleran dan peka rendaman. Perbandingan struktur aerenkima dapat jelas terlihat antara penampang melintang akar tanaman padi yang tercekam rendaman dan pada lingkungan optimum. Pada Gambar 6 tampak bahwa pembentukan aerenkima terjadi sesudah tanaman padi tercekam rendaman, sedangkan pada umur tanaman yang sama di lingkungan optimum belum terlihat pembentukan aerenkima. Menurut Jackson et al (1985) pembentukan aerenkima pada akar tanaman padi hanya membutuhkan sedikit etilen atau bahkan tidak sama sekali, sehingga pada lingkungan optimum terjadi juga pembentukan aerenkima, sedangkan pada akar tanaman jagung diperlukan etilen untuk pembentukan struktur aerenkima selama kondisi hipoksia.

Gambar 6. Penampang melintang akar tanaman padi genotipe toleran (B13138-7- MR-2-KA-1) umur 50 HSS dengan perbesaran mikroskop 40x, (a) pada lingkungan tercekam rendaman sesaat selama 10 hari dan (b) pada lingkungan optimum

a b aerenkima cortical parenchyma cortical fiber eksodermis

Aerenkima tidak hanya memfasilitasi difusi gas pada tanaman, namun dapat mengkonservasi oksigen dengan mengurangi laju respirasi. Selain itu, aerenkima juga memfasilitasi hilangnya CO2, etilen dan senyawa volatil lainnya yang

kemungkinan berbahaya bagi tanaman. Pada cekaman rendaman keseluruhan maupun sebagian (parsial), struktur aerenkima diperlukan untuk suplai oksigen (O2) karena O2 ditransfer dari air ke bagian tajuk tanaman, walaupun laju difusi

gas di dalam air lebih lambat dibanding di udara (Perata et al. 2011). Hasil penelitian Pierik et al. (2009) menunjukkan adanya hubungan antara pembentukan aerenkima dengan laju pemanjangan batang pada kondisi cekaman rendaman keseluruhan. Laju pemanjangan batang yang cepat memerlukan pembentukan struktur aerenkima untuk aerasi bagian tanaman yang masih terendam ketika ujung daun teratas mulai menyentuh permukaan air.

Kandungan Karbohidrat pada Batang Padi

Salah satu strategi adaptasi tanaman padi pada kondisi terendam keseluruhan adalah dengan menyimpan cadangan energi selama terendam dan tumbuh kembali setelah air surut (Almeida et al. 2003). Pemanjangan batang tidak diinginkan pada kondisi cekaman rendaman keseluruhan karena dapat mengakibatkan diremobilisasinya karbohidrat yang tersimpan (Nugraha et al. 2011). Ketika air surut, tanaman yang menggunakan cadangan energi untuk pemanjangan batang sudah tidak memiliki energi yang cukup untuk melakukan pemulihan.

Genotipe yang tergolong toleran, selain memiliki pertambahan tinggi tanaman terkecil, juga memiliki penurunan kadar glukosa terendah sesudah rendaman (Tabel 4). Genotipe toleran (B13138-7-MR-2-KA-1 dan FR13A) hanya mengalami penurunan kadar glukosa sebesar 12.32% dan 18.30%. Genotipe moderat (Ciherang Sub1) mengalami penurunan kadar glukosa yang lebih tinggi yaitu 26.94%, dan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan kadar glukosa hingga 50.69%. Selisih kadar pati pada batang antara sebelum dan sesudah rendaman pun memiliki kecenderungan yang sama dengan kadar glukosa. Penurunan kadar pati terendah terjadi pada genotipe toleran (B13138-7-MR-2- KA-1 dan FR13A) sebesar 11.27% dan 15.90%, serta genotipe moderat (Ciherang Sub1) sebesar 16.37%.

Tabel 4. Kadar glukosa dan pati pada batang padi sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL

Kadar Glukosa (mg/g Bobot Kering) Kadar Pati (mg/g Bobot Kering) LR ∆ LO LR ∆ LO Sblm Ssdh ∆ Sblm Ssdh ∆ G1 M 35.42 25.88 -9.54 b 28.09 cd 462.75 387.00 -75.75 a 77.25 cd G2 P 45.74 24.97 -20.77 d 33.88 b 515.25 403.50 -111.75 bc 36.42 ij G3 P 24.71 11.16 -13.55 c 18.31 g 450.00 285.00 -165.00 e 50.00 fgh G4 P 31.28 22.04 -9.23 b 25.11 de 442.50 279.00 -163.50 e 40.83 hi G5 P 29.74 20.08 -9.66 b 23.34 ef 458.25 265.50 -192.75 f 40.08 hi G6 T 39.32 32.12 -7.20 ab 29.59 c 407.25 330.82 -76.43 a 60.75 ef G7 P 55.69 24.18 -31.50 f 22.52 ef 502.50 255.82 -246.68 g 45.00 ghi G8 P 43.61 17.79 -25.83 e 28.56 cd 520.50 372.38 -148.13 de 76.38 cd G9 P 42.34 15.72 -26.62 e 27.5 cd 472.50 273.75 -198.75 f 27.92 j G10 P 41.47 15.79 -25.68 e 12.94 h 480.75 251.59 -229.16 g 86.39 bc G11 P 41.81 12.16 -29.66 f 27.49 cd 405.00 273.75 -131.25 cd 95.42 b G12 P 42.07 15.25 -26.82 e 27.27 cd 473.18 363.00 -110.18 bc 66.82 de G13 P 25.44 11.43 -14.02 c 40.75 a 514.38 320.59 -193.79 f 47.62 ghi G14 T 49.47 43.38 -6.10 a 34.87 b 565.50 501.75 -63.75 a 53.25 fg G15 SP 37.17 18.33 -18.84 d 20.25 fg 380.25 276.00 -104.25 b 113.25 a Uji BNT 2.72 3.57 21.74 11.46 r DPT 0.47* 0.41* r HSL 0.39* 0.30* Uji-t <0.0001 <0.0001

Keterangan: LR=Lingkungan Tercekam Rendaman; LO=Lingkungan Optimum; Sblm=sebelum cekaman rendaman (35 HSS); Ssdh=5 hari sesudah cekaman rendaman/saat skoring (50 HSS); ∆=selisih respon genotipe sesudah dan sebelum rendaman; TOL=Toleransi; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap Daya Pulih Tanaman; r HSL=koefisien korelasi terhadap Hasil; *=berkorelasi nyata dan BK=Bobot Kering. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Persentase selisih kadar glukosa dan pati antara lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum menunjukkan bahwa pada genotipe toleran mengalami penurunan kadar glukosa terendah, yaitu sebesar 117.48% (FR13A) dan 124.32% (B13138-7-MR-2-KA-1), sedangkan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan kadar glukosa pada batang hingga 193.06%. Begitupula halnya dengan kadar pati, genotipe toleran mengalami penurunan kadar pati terendah, yaitu sebesar 219.72% (FR13A) dan 225.81% (B13138-7- MR-2-KA-1), sedangkan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan kadar pati pada batang hanya sebesar 192.05%. Hal ini disebabkan kadar pati pada batang IR42 di lingkungan optimum jauh lebih tinggi dibandingkan genotipe lainnya. Penurunan kadar glukosa dan pati yang rendah pada genotipe toleran menunjukkan bahwa genotipe toleran mengalami remobilisasi karbohidrat batang

yang lambat pada lingkungan tercekam rendaman, sehingga menekan laju pertumbuhan tanaman selama tercekam. Apabila air surut, maka energi yang tersimpan tersebut akan digunakan untuk pemulihan tanaman.

Korelasi terhadap Hasil

Korelasi antara karakter yang diamati pada fase vegetatif terhadap daya pulih tanaman dan hasil ternyata menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu yang berkorelasi positif nyata adalah jumlah akar adventif (r=0.60**), kadar glukosa batang (r=0.47*) dan kadar pati batang (r=0.41*). Karakter pertambahan tinggi tanaman sesudah cekaman rendaman memiliki korelasi yang tinggi namun bernilai negatif terhadap daya pulih tanaman (r=-0.72**) maupun hasil gabah (r=-0.65**). Hal ini sesuai dengan strategi tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat, yaitu dengan memperlambat laju pertambahan tinggi tanaman dan penurunan kadar karbohidrat pada batang padi.

Respon Genotipe Padi pada Fase Generatif Karakter Agronomi

Tinggi tanaman padi menjelang panen pada lingkungan tercekam rendaman (Tabel 5) tidak memiliki respon yang sama dengan tinggi tanaman yang diukur pada fase vegetatif (Tabel 3). Pada fase ini, tidak dapat dibedakan antara genotipe toleran dan peka. Begitupula dengan jumlah anakan produktif, umur berbunga maupun umur panen. Hal ini disebabkan ketika tanaman pulih setelah tercekam rendaman, maka mekanisme pertumbuhan tanaman berjalan normal kembali.

Hasil uji-t menunjukkan bahwa untuk semua karakter agronomi yang diamati di lingkungan tercekam rendaman dengan di lingkungan optimum berbeda sangat nyata (p<0.0001) dan berbeda nyata untuk karakter jumlah anakan produktif (p=0.0076). Selisih masing-masing karakter antara kedua lingkungan menunjukkan bahwa cekaman rendaman menyebabkan rata-rata peningkatan tinggi tanaman sebesar 11.56%. Menurut Reddy et al. (1985) sesudah air surut, asimilat untuk pembentukan malai digunakan untuk pembentukan anakan (recovery) terlebih dahulu, sehingga pembentukan malai membutuhkan waktu satu bulan lebih lama dibandingkan pada lingkungan tanpa cekaman rendaman. Pada penelitian ini, rata-rata umur berbunga dan umur panen menjadi kurang lebih

20 hari lebih lama dibandingkan pada lingkungan optimum atau dua kali dari durasi cekaman rendaman yang diberikan. Padahal menurut hasil penelitian Manzanilla et al. (2011) dengan menggunakan metode Participatory Varietal Selection (PVS) dan analisis preferensi, petani menginginkan kultivar padi toleran rendaman yang memiliki umur panen sedang, selain juga tahan terhadap hama penyakit dan kerebahan.

Tabel 5. Karakter agronomi genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL TT (cm) JAP/rumpun UB (HSS) UP (HSS)

LR LO LR LO LR LO LR LO G1 M 113.6 e 104.1 h 11 efg 12 cde 97 m 91 f 142 b 124cd G2 P 121.8 c 113.1 b 12 bcd 11 fg 106 g 90 g 142 b 124cd G3 P 111.6 f 102.6 h 12 bcd 12 b 99 l 91 fg 142 b 125 c G4 P 119.6 d 105.4 fg 12 bc 11 de 110 d 92 e 154 a 130 b G5 P 126.2 b 111.0 c 11 cdef 12 b 102 j 88 h 142 b 124 d G6 T 110.6 f 106.2 ef 10 g 11 ef 99 l 84 j 142 b 124 d G7 P 121.4 c 108.8 d 12 b 12 bc 104 h 92 d 142 b 124 d G8 P 113.4 e 103.7 h 11 fg 9 hi 101 k 85 i 142 b 124 d G9 P 110.4 f 100.6 i 9 h 9 h 111 c 91 fg 142 b 124cd G10 P 119.2 d 103.0 h 12 bcde 9 hi 110 e 91 fg 142 b 124 d G11 P 122.9 c 107.8 de 12 bcde 10 g 112 b 98 b 142 b 124 d G12 P 119.0 d 105.6 fg 10 g 8 i 106 f 91 fg 142 b 124cd G13 P 122.5 c 106.4 ef 11 fg 9 hi 106 f 90 g 142 b 124cd G14 T 142.1 a 128.5 a 11 defg 12 bcd 102 i 96 c 154 a 130 b G15 SP 110.0 f 93.4 j 15 a 14 a 113 a 104 a 154 a 132 a Uji BNT 1.65 1.68 0.89 0.75 0.21 0.55 0 0.3 r DPT 0.31* -0.50** -0.31* -0.08 r HSL 0.26* -0.33* -0.36* -0.08 Uji-t <0.0001 0.0076 <0.0001 <0.0001

Keterangan: TOL=Toleransi; DPT=Daya Pulih Tanaman; HSL=Hasil; TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan Produktif; UB50%=Umur Berbunga 50%; UP=Umur Panen 80%; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap DPT; dan r HSL=koefisien korelasi terhadap HSL; *=berkorelasi nyata dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Komponen Hasil dan Hasil

Jumlah malai pada lingkungan tercekam rendaman dan bobot 1000 butir gabah tidak dapat membedakan genotipe yang toleran atau peka. Adapun karakter yang mampu menggambarkan genotipe toleran atau peka adalah jumlah gabah isi per malai apabila dibandingkan dengan jumlah gabah hampa per malai. Genotipe yang toleran rendaman memiliki jumlah gabah isi yang tinggi dengan jumlah gabah hampa yang rendah.

Hasil uji-t menunjukkan bahwa untuk semua karakter yang diamati di lingkungan tercekam rendaman dengan di lingkungan optimum berbeda nyata

untuk karakter jumlah malai dan jumlah gabah hampa, berbeda sangat nyata untuk karakter jumlah gabah isi dan tidak berbeda nyata untuk karakter bobot 1000 butir gabah. Selisih masing-masing karakter antara kedua lingkungan menunjukkan bahwa cekaman rendaman menyebabkan rata-rata peningkatan jumlah malai sebesar 12.96% dan jumlah gabah hampa per malai sebesar 37.25%. Penurunan akibat cekaman rendaman terjadi pada karakter jumlah gabah isi per malai sebesar 26.87% dan bobot 1000 butir gabah sebesar 1.46% (Tabel 6).

Tabel 6. Komponen hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL JM/rumpun GI/malai GH/malai B1000 (g)

LR LO LR LO LR LO LR LO

G1 M 10 def 10 def 73 efg 99 d 78 c 42 de 27.61bc 27.65cd

G2 P 12 bc 12 abc 66 gh 98 d 95 b 68abc 27.2cd 27.42de

G3 P 17 a 12 abc 68 fgh 95 d 55 de 64 bc 27.86 b 28.36 b G4 P 10 def 11 bcd 90 c 69 f 75 c 64 bc 25.67 f 26.67 g G5 P 17 a 13 a 62 h 82 e 47 ef 45 d 27.79 b 28.11bc G6 T 9 def 9 fgh 131 a 146 b 40 f 46 d 26.97 d 27.02efg G7 P 10 def 9 efg 105 b 99 d 75 c 79 ab 26.39 e 26.90 fg G8 P 9 ef 9 fgh 90 c 133 c 60 d 77 ab 25.93 f 26.61g G9 P 9 ef 9 fgh 70 fg 127 c 91 b 78 ab 26.88 d 27.29def G10 P 9 def 8 fgh 91 c 125 c 89 b 83 a 27.79 b 28.34 b G11 P 8 f 8 gh 102 b 130 c 72 c 76 ab 25.66 f 25.69 h

G12 P 11 cde 8 h 79 def 156ab 95 b 72 ab 23.87 g 24.16 i

G13 P 10 cde 8 h 75 def 161 a 63 d 55 cd 26.89 d 27.7cd G14 T 13 b 12 ab 81 d 77 ef 16 g 26 f 30.67 a 31.19 a G15 SP 11 bcd 10 cde 7 i 128 c 152 a 28 ef 23.05 h 23.12 j Uji BNT 2.13 1.47 7.31 10.65 9.49 15.24 0.43 0.47 r DPT -0.07 0.63** -0.73** 0.66** r HSL -0.03 0.64** -0.61** 0.55** Uji-t 0.0027 <0.0001 0.0017 0.1457

Keterangan: JM=Jumlah Malai; GI=Jumlah Gabah Isi per Malai; GH=Jumlah Gabah Hampa per Malai; B1000=Bobot 1000 Butir Gabah; T=toleran; M=moderat; P=peka; dan SP=sangat peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap DPT; dan r HSL=koefisien korelasi terhadap HSL; *=berkorelasi nyata dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Hasil gabah akibat cekaman rendaman merupakan fungsi dari kemampuan tanaman padi untuk membentuk kapasitas lumbung (sink), diantaranya jumlah anakan produktif, ukuran malai dan persentase gabah isi malai (Mallik et al.

2004). Pada Tabel 7 tampak bahwa cekaman rendaman menyebabkan penurunan hasil gabah apabila dibandingkan dengan hasil pada lingkungan optimum. Rata- rata penurunan hasil akibat cekaman rendaman sesaat selama 10 hari pada fase vegetatif adalah sebesar 40.75%. Penurunan hasil paling tinggi terjadi pada varietas pembanding peka (IR42) yaitu mencapai 86.48%, sedangkan pada

varietas pembanding toleran (FR13A) hanya mengalami penurunan hasil sebesar 5.06%. Pada genotipe moderat (Ciherang Sub1) ternyata mengalami penurunan hasil yang lebih rendah dibandingkan genotipe toleran (B13138-7-MR-2-KA-1) yang disebabkan hasil gabah Ciherang Sub1 pada lingkungan optimum tidak terlalu tinggi, sehingga selisihnya dengan hasil gabah pada lingkungan tercekam rendaman menjadi rendah.

Tabel 7. Hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe Tingkat

Toleransi

Hasil (t/ha) Penurunan

Hasil (%) LR LO Selisih LR dan LO G1 Moderat 3.69 b 4.42 g -0.73 -16.52 G2 Peka 2.92 d 5.14 cd -2.22 -43.19 G3 Peka 2.57 g 5.06 cde -2.49 -49.21 G4 Peka 3.36 c 4.78 f -1.42 -29.71 G5 Peka 2.69 efg 5.82 a -3.13 -53.78 G6 Toleran 4.73 a 5.93 a -1.20 -20.24 G7 Peka 3.61 b 5.36 b -1.75 -32.65 G8 Peka 2.13 h 5.23 bc -3.10 -59.27 G9 Peka 2.23 h 4.98 def -2.75 -55.22

G10 Peka 2.81 def 5.13 cde -2.32 -45.22

G11 Peka 2.61 fg 4.21 h -1.60 -38.00 G12 Peka 3.30 c 4.85 f -1.55 -31.96 G13 Peka 2.88 de 5.23 bc -2.35 -44.93 G14 Toleran 4.69 a 4.94 ef -0.25 -5.06 G15 Sangat Peka 0.78 i 5.77 a -4.99 -86.48 Uji BNT 0.23 0.21 r DPT 0.86** Uji-t <0.0001

Keterangan: r DPT=koefisien korelasi terhadap daya pulih tanaman; dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Korelasi terhadap Hasil

Pemahaman mengenai kontribusi tiap karakter, baik karakter agronomi maupun komponen hasil, terhadap hasil akan bermanfaat untuk membantu pemulia tanaman melakukan seleksi tidak langsung pada generasi awal (Samonte

et al. 1998). Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi yang positif nyata terhadap hasil adalah pada jumlah gabah isi per malai (r=0.64**) dan bobot 1000 butir gabah (r=0.55**). Hal ini memberikan indikasi bahwa genotipe yang jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabahnya tinggi cenderung memberikan hasil tinggi pada lingkungan tercekam rendaman.

Hasil penelitian Hairmansis et al. (2010) menunjukkan bahwa pada lahan rawa, komponen hasil tanaman padi yang berkontribusi paling tinggi terhadap hasil adalah jumlah gabah isi per malai. Namun pada penelitian ini, apabila dilihat jumlah gabah isinya, genotipe IPB107-F-127-3-1 dan IPB107-F-13-1-1 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding toleran. Hanya saja pada kedua genotipe tersebut jumlah gabah hampanya pun terbilang cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu diperhatikan juga jumlah gabah hampa per malainya yang rendah. Koefisien korelasi jumlah gabah hampa dengan hasil cukup tinggi namun bernilai negatif (r=-0.61**). Berarti genotipe yang memiliki hasil yang tinggi pada lingkungan tercekam rendaman adalah yang memiliki jumlah gabah isi tinggi dengan jumlah gabah hampa rendah, namun menurut Sumarno dan Zuraida (2006) pada populasi tanaman yang tidak optimal terjadi sifat kompensatif antar karakter agronomi atau antar komponen hasil yang menyebabkan peran peubah yang diamati menjadi tidak konsisten.

Secara keseluruhan, karakter yang berkorelasi positif nyata paling tinggi terhadap hasil adalah persentase daya pulih tanaman (r=0.86**). Hal ini memberikan informasi bahwa karakter yang paling tepat dijadikan indikator awal seleksi tanaman padi terhadap cekaman rendaman adalah persentase daya pulih tanaman karena berkorelasi paling tinggi terhadap hasil dan paling mudah diamati.

SIMPULAN

Terdapat satu genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman sesaat, yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 dan satu genotipe moderat, yaitu Ciherang Sub1. Persentase daya pulih tanaman dapat dijadikan sebagai indikator seleksi awal toleransi terhadap cekaman rendaman sesaat. Mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat adalah dengan memperlambat laju pertambahan tinggi tanaman dan laju penurunan kadar gula dan pati pada batang padi selama tercekam rendaman.

SARAN

Pada penelitian ini sulit diperoleh dokumentasi pengamatan yang baik terhadap jaringan tanaman, seperti untuk pengamatan struktur aerenkima pada akar dan stomata pada daun, terutama pada genotipe peka karena kondisi

jaringannya sudah rusak/busuk akibat cekaman rendaman. Oleh karena itu, diperlukan teknik yang tepat untuk pengambilan contoh jaringan, misalnya dengan pengambilan contoh jaringan secara berkala (time series) pada tiga hari sesudah rendaman, seminggu sesudah rendaman, sesaat sesudah rendaman dan lima hari sesudah rendaman dihentikan (saat skoring). Diharapkan dengan cara seperti ini diperoleh perbandingan contoh jaringan antara genotipe padi toleran, moderat dan peka rendaman.

Genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman dan memiliki hasil yang tinggi pada lingkungan tercekam rendaman (B13138-7-MR-2-KA-1) sangat potensial untuk dikembangkan pada lahan sawah rawan banjir atau diperlukan upaya perbaikan tingkat toleransi untuk durasi rendaman yang lebih lama dari 10 hari, sedangkan untuk genotipe yang moderat atau peka namun memiliki hasil yang cukup tinggi di lingkungan tercekam rendaman (Ciherang Sub1 dan B13138-7-MR-2-KA-2) diperlukan upaya perbaikan (crop improvement) melalui program pemuliaan tanaman, baik secara konvensional (persilangan) atau bioteknologi (introgresi gen Sub1) maupun kombinasi keduanya (Marker Assisted Backcrossing).

METODE UJI CEPAT GENOTIPE PADI UNTUK TOLERANSI

Dokumen terkait