• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Fase Logaritmik Bakteri Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketahanan terhadap pH Rendah

Stress yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung (Chou dan Weimer, 1999). BAL tidak hanya tumbuh lambat pada pH rendah tetapi mungkin juga mengalami kerusakan asam dan menurun viabilitasnya jika sel bakteri berada pada kondisi pH rendah. Pada penelitian ini ketahanan BAL terhadap pH rendah dilakukan pada pH medium 2,5 selama 90 menit. Hasil uji ketahanan BAL terhadap pH rendah dapat dilihat pada Tabe l 3.

Penurunan jumlah koloni yang terkecil menunjukkan ketahanan yang besar terhadap pH rendah. Sebaliknya penurunan jumlah koloni yang besar menunjukkan ketahanan isolat BAL yang rendah terhadap kondisi asam. Jumlah koloni yang tumbuh pada kontrol berkisar antara 8,00-9,11 log cfu/ml dan pada media dengan pH rendah berkisar antara 5,48-8,04 log cfu/ml (Lampiran 1). Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari 20 isolat yang diuji, terdapat 4 isolat yang tidak mampu tumbuh sama sekali pada pH 2,5 yaitu isolat FNCC 018, T2A, T3 dan TT1. Nilai pH 2,5 yang digunakan dalam penelitian ini tampaknya memiliki sifat merusak pada isolat BAL yang diuji tersebut.

Isolat FS1 memiliki ketahanan yang baik terhadap pH rendah. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan jumlah koloni pada kontrol dibandingkan pada pH rendah kurang dari 1 unit log/ml. Isolat FS1 yang diisolasi dari feses bayi memiliki penurunan jumlah koloni terkecil yaitu 0,73 unit log/ml, dimana hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan isolat W1 (dari whey), T1A (dari tanah kandang) dan SK3 (dari susu kuda). Sedangkan 15 isolat lainnya mengalami penurunan lebih dari 1 unit log/ml, tetapi isolat TT2 adalah yang paling rentan terhadap pH 2,5 dengan penurunan jumlah koloni terbesar yaitu 2,83 unit log/ml. Hal ini tidak menjadi masalah, seperti yang dikemukakan oleh Jacobsen et al.

(1999), bahwa semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi pH rendah dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap asam. Jadi walaupun penurunannya lebih dari 1 unit log/ml bukan berarti isolat tersebut tidak tahan terhadap pH rendah, kecuali 4 isolat yang memang tidak mampu tumbuh pada pH 2,5 tersebut.

Tabel 3. Ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah Isolat Penurunan Jumlah Koloni (Unit log/ml) Rerata

Ulangan 1 Ulangan 2 (Unit log/ml) FNCC 018 FNCC 086 2,16 2,91 2,54fg FNCC 160 2,32 3,19 2,76fg Lb 3,19 2,12 2,65fg St 2,68 1,80 2,24efg T1A 1,00 1,08 1,04bcd T1B 2,08 2,66 2,37efg T2A SK2 2,00 2,88 2,44efg SK3 1,18 1,82 1,50bcde WT1 2,23 1,74 1,99defg WT2 2,90 2,20 2,55fg W1 1,27 0,73 1,00bc W2 2,25 2,00 2,13efg T3 TT3A 1,89 2,95 2,42efg TT3B 1,75 1,84 1,79cdef TT1 TT2 2,78 2,89 2,83g FS1 0,55 0,92 0,73ab

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan terdapat perbedaan nyata (p<0,05) pada ketahanan asam dari masing-masing isolat BAL yang diuji. Hal ini berarti bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sama tidak memiliki ketahanan terhadap asam yang sama, sehingga masing-masing isolat bersifat strain dependent.

Kondisi asam pada penelitian ini diperoleh dengan menambahkan HCl 3N dalam media pertumbuhan, untuk mendekati kondisi lambung yang juga mengandung HCl. HCl adalah asam kuat yang mudah terdisosiasi menghasilkan proton, menyebabkan penurunan pH medium di luar sel atau pH ekstraseluler. Paparan pada kondisi yang sangat asam dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri tahan asam memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran

akibat terjadinya penurunan pH ekstraseluler dibandingkan bakteri yang tidak tahan asam.

Menurut Hutkins dan Nannen (1993), BAL yang tahan terhadap kondisi asam disebabkan ole h kemampuan BAL tersebut untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Supaya pH sitoplasma lebih basa, maka sel harus memiliki pertahanan terhadap aliran proton yaitu melalui membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri terdir i dari 2 lapis fosfolipid (lipid bilayer) dimana pada masing-masing permukaan lapisan tersebut melekat protein dan glikoprotein. Lipid bilayer bersifat semipermeabel yang akan membatasi pergerakan senyawa yang keluar masuk antara sitoplasma dengan lingkungan luar. Karakteristik dan permeabilitas membran sitoplasma dipengaruhi oleh keragaman komposisi asam lemak penyusun membran sitoplasma dan hal ini sangat beragam diantara spesies bakteri. Selain itu, komposisi dan struktur protein yang berbeda pada membran sitoplasma juga berpengaruh terhadap karakteristik dan permeabilitasnya. Keragaman asam lemak dan protein pada membran sitoplasma ini diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah.

Mekanisme bakteri untuk mengatur pH internalnya adalah melalui translokasi proton oleh enzim ATP -ase (Hutkins dan Nannen, 1993). Enzim yang terikat pada membran sel bertindak sebagai pompa yang akan memindahkan ion dan reaksinya bersifat reversibel. Enzim tersebut juga akan mengkatalisa gerakan proton menye berangi membran sel sebagai akibat dari hidrolisis dan sintesis ATP. Pada bakteri yang tahan asam, pH optimal enzim tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bakteri yang kurang tahan terhadap asam.

Ketahanan terhadap Garam Empedu

Untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, BAL sebagai kultur probiotik harus mampu melewati berbagai kondisi lingkungan yang menekan. Salah satunya adalah pada saat BAL memasuki bagian atas saluran usus dimana empedu disekresikan ke dalam usus. Penambahan oxgal 0,3% merupakan konsentrasi kritis yang disarankan oleh Gilliland et al. (1984) dan cukup tinggi untuk menseleksi galur-galur yang resisten. Namun pada penelitian ini,

konsentrasi garam empedu yang digunakan adalah 1% dan 5% (Ngatirah et al. 2000). Hasil penelitian pengaruh garam empedu 1% terhadap penurunan jumlah koloni BAL disajikan pada Tabel 4 dan pengaruh garam empedu 5% disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam empedu 1% Isolat Penurunan Jumlah Koloni (Unit log/ml) Rerata

Ulangan 1 Ulangan 2 (Unit Log/ml)

FNCC 018 1,36 1,19 1,27abcd FNCC 086 2,98 2,35 2,67ef FNCC 160 1,13 1,11 1,12abcd Lb 2,02 2,05 2,04cde St 1,57 1,82 1,70bcd T1A 1,60 1,35 1,47abcd T1B 2,21 1,81 2,01cde T2A 0,89 1,03 0,96ab SK2 1,47 1,52 1,49abcd SK3 1,42 1,97 1,69bcd WT1 1,06 1,42 1,24abcd WT2 0,82 1,35 1,09abc W1 2,74 2,77 2,75ef W2 1,21 2,96 2,08de T3 3,08 2,78 2,93f TT3A 1,00 1,27 1,14abcd TT3B 1,96 1,17 1,56bcd TT1 1,37 1,04 1,21abcd TT2 1,61 1,56 1,58bcd FS1 0,71 0,41 0,56a

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan

Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0,05) pada ketahanan isolat-isolat yang diu ji untuk tumbuh pada media yang mengandung garam empedu 1%. Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada penambahan garam empedu 1%, penurunan jumlah koloni berkisar antara 0,56 – 2,93 unit log/ml, dimana jumlah koloni pada kontrol berkisar antara 8,15 –

9,95 log cfu/ml dan pada media yang mengandung garam empedu 1% adalah 6,00 – 8,39 log cfu/ml (Lampiran 3).

Pada Tabel 4 terlihat bahwa dari 20 isolat yang diuji, semuanya mampu bertahan pada kondisi garam empedu 1%, dengan penurunan jumlah koloni yang bervariasi. Pada penambahan garam empedu 1%, isolat FS1 yang diisolasi dari feses bayi menunjukkan penurunan jumlah koloni terkecil yaitu 0,56 unit log/ml dimana hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan beberapa isolat lain yaitu T2A (dari tanah kandang), WT2 (dari whey) , FNCC 160, TT3A (dari tanah kandang), TT1 (dari tanah kandang), WT1 (dari whey), FNCC 018, T1A (dari tanah kandang) dan SK2 (dari susu kuda). Sedangkan isolat T3 (dari tanah), W1 (dari whey), FNCC 086, W2 (dari whey), Lb dan T1B (dari tanah) adalah isolat yang paling rentan terhadap garam empedu 1% dengan penurunan jumlah koloni pada kontrol dan perlakuan berkisar antara 2,01-2,93 unit log/ml (Tabel 4).

Pada penambahan garam empedu 5% penurunan jumlah koloni berkisar antara 0,56 – 2,38 unit log/ml (Tabel 5), dimana jumlah koloni pada kontrol berkisar antara 8,15 – 9,95 log cfu/ml (Lampiran 5) dan pada media yang mengandung garam empedu 5% berkisar antara 6,18 – 8,14 log cfu/ml (Lampiran 5). Pada penambahan garam empedu 5%, isolat FS1 yang diisolasi dari feses bayi memiliki penurunan jumlah koloni yang terkecil yaitu 0,56 unit log/ml, dimana hasil tersebut berbeda nyata dengan isolat lainnya. Hal ini berarti, isolat tersebut memiliki ketahanan yang baik terhadap garam empedu 5%. Isolat yang paling rentan terhadap garam empedu 5% adalah T3 (dari tanah kandang), T1B (dari tanah kandang) dan Lactobacillus bulgaricus, dengan penurunan jumlah koloni lebih dari 2 unit log/ml (Tabel 5). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi garam empedu, secara umum menyebabkan penurunan jumlah koloni BAL yang lebih besar.

Tabel 5. Ketahanan bakteri asam laktat terhadap garam empedu 5 % Isolat Penurunan Jumlah Koloni (Unit log/ml) Rerata

Ulangan 1 Ulangan 2

FNCC 018 1,49 1,60 1,54bcd

FNCC 086 1,43 1,67 1,55 bcd

FNCC 160 2,19 1,76 1,98 bcd

St 1,23 1,23 1,23 b T1A 1,43 1,75 1,59 bcd T1B 2,40 1,81 2,10 de T2A 1,22 1,69 1,46 bcd SK2 1,52 1,44 1,48 bcd SK3 1,10 1,54 1,32 bc WT1 1,52 1,36 1,44 bcd WT2 1,51 1,28 1,39 bcd W1 1,47 1,33 1,40 bcd W2 1,81 1,99 1,90 bcde T3 1,85 2,90 2,38 e TT3A 1,56 1,01 1,29 bc TT3B 2,40 1,51 1,95 bcde TT1 1,57 1,45 1,51 bcd TT2 1,75 1,55 1,65 bcde FS1 0,87 0,25 0,56 a

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan

Hasil analisis ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara konsentrasi garam empedu yang digunakan terhadap ketahanan dari masing-masing isolat terhadap garam empedu. Jadi penggunaan konsentrasi garam empedu 1% dan 5% tidak berpengaruh terhadap ketahanan masing-masing isolat. Tetapi terdapat perbedaan nyata (p<0,05) dari masing-masing isolat terhadap ketahanan terhadap garam empedu, Hal ini membuktikan bahwa masing-masing isolat bersifat strain dependent.

Tabel 6. Perbandingan ketahanan BAL terhadap garam empedu 1% dan 5% Isolat Penurunan Jumlah Koloni (Unit log/ml) Rerata

1% 5% FNCC 018 1,27 1,54 1,41b FNCC 086 2,67 1,55 2,11f FNCC 160 1,12 1,98 1,55b cdef Lb 2,04 2,01 2,02 cdef St 1,70 1,23 1,46 bc T1A 1,47 1,59 1,53 bcde T1B 2,01 2,10 2,06 def T2A 0,96 1,46 1,21 b

SK2 1,49 1,48 1,49 bcd SK3 1,69 1,32 1,51 bcde WT1 1,24 1,44 1,34 b WT2 1,09 1,39 1,24 b W1 2,75 1,40 2,08 ef W2 2,08 1,90 1,99 cdef T3 2,93 2,38 2,65 g TT3A 1,14 1,29 1,21 b TT3B 1,56 1,95 1,76 bcdef TT1 1,21 1,51 1,36 b TT2 1,58 1,65 1,62 bcdef FS1 0,56 0,56 0,56a

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan

Dari hasil analisis ragam (Lampiran 8) dan uji lanjut (Tabel 6) menunjukkan bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sejenis tidak memberikan karakteristik ketahanan terhadap garam empedu yang sama. Misalnya T1A dan T1B, TT3A dan TT3B, TT1 dan TT2 yang sama -sama diisolasi dari tanah di sekitar kandang menunjukkan ketahanan yang berbeda terhadap garam empedu, begitu pula dengan SK2 dan SK3 yang diisolasi dari susu kuda, W1 dan W2, WT1 dan WT2 yang diisolasi dari whey juga menunjukkan ketahanan yang berbeda pula. Selain itu dari hasil penelitian juga terlihat bahwa keragaman toleransi BAL terhadap garam empedu tidak berhubungan dengan perbedaan spesies akan tetapi tergantung dari masing-masing galur atau bersifat

strain dependent. Hal ini seiring dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa diantara galur -galur BAL dari spesies yang sama serta diisolasi dari sumber yang sama, mempunyai keragaman pada toleransinya terhadap garam empedu (Chou dan Weimer, 1999). Pada penelitian tersebut, ga lur-galur dari spesies Lactobacillus acidophilus memiliki ketahanan yang berbeda terhadap garam empedu.

Menurut Sanders (2000) Lactobacillus dan Bifidobacterium secara umum lebih resisten terhadap garam empedu dibandingkan genus Streptococcus

dan genus lainnya, terutama bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter yogurt. Toleransi terhadap garam empedu ini diduga disebabkan oleh

peranan polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri gram positif , tetapi mekanisme yang terlibat di dalamnya belum diketahui dengan jelas.

Garam empedu berpengaruh terhadap permeabilitas sel bakteri, Penelitian yang dilakukan Noh dan Gilliland (1993) menunjukkan bahwa

Lactobacillus acidophilus memiliki ketahanan terhadap garam empedu, sebab pada sel yang diinkubasi pada media yang mengandung oxgal masih terjadi pertumbuhan dan tidak terjadi lisis. Akan tetapi pada penelitian tersebut terbukti pula bahwa sel yang diinkubasi pada media yang mengandung oxgal mengalami peningkatan kebocoran materi intraseluler yang terabsorpsi pada panjang gelombang 260 nm, yang berarti terjadi perubahan sifat permeabilitas pada membran sel bakteri. Pada bakteri yang tidak tahan terhadap garam empedu diduga bahwa perubahan permeabilitas seluler dan kebocoran materi intraseluler yang dialami lebih besar sehingga menyebabkan lisisnya sel, mengakibatkan kematian. Empedu bersifat sebagai senyawa aktif permukaan sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik, menyebabkan perubahan dan kerusakan struktur membran. Sifat aktif permukaan ini menyebabkan aktifnya pula enzim lipolitik yang disekresikan oleh pankreas. Enzim ini mungkin bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma bakteri sehingga mengakibatkan perubahan struktur membran dan sifat permeabilitasnya. Keragaman struktur asam lemak pada membran sitoplasma bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristik membran sehingga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap garam empedu.

Aktivitas Antagonistik Bakteri Asam Laktat terhadap Bakteri Patogen Salah satu kriteria BAL yang digunakan untuk kultur probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat bakteri patogen sehingga mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mempertahankan keseimbangan mikroflora normal dalam usus. Pada penelitian ini digunakan 3 spesies bakteri patogen yaitu Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang berturut-turut mewakili bakteri Gram positif pembentuk spora, Gram positif tidak membentuk spora serta bakteri Gram negatif.

Tujuan dari tahap penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi penghambatan isolat BAL dan menyeleksi isolat yang paling besar penghambatannya terhadap bakteri patogen. Hal ini berkaitan dengan kemampuan isolat BAL dalam mencegah pertumbuhan bakter i patogen yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Hasil uji aktivitas antagonistik BAL terhadap bakteri patogen menunjukkan bahwa semua isolat BAL memiliki aktivitas penghambatan yang beragam terhadap bakteri patogen. Kisaran diameter penghambatan isolat BAL terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus berturut- turut adalah 4,0 – 7,8 mm (Tabel 7); 3,0 – 6,5 mm (Tabel 8) dan 3,8 – 7,5 mm (Tabel 9)

Tabel 7. Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap Escherichia coli

Kode Isolat Diameter penghambatan (mm) Rerata (mm) Ulangan 1 Ulangan 2 FNCC O18 7,5 7,5 7,5fg FNCC O86 7,0 7,0 7,0 defg FNCC 160 6,0 6,0 6,0 cde Lb 5,0 4,0 4,5 ab St 5,0 5,0 5,0 abc T1A 4,0 4,0 4,0 a T1B 6,0 5,5 5,8 bcd T2A 5,0 5,5 5,3 abc SK2 7,5 6,5 7,0 defg SK3 8,0 7,5 7,8 g WT1 8,0 6,5 7,3 efg WT2 6,0 6,5 6,3 cdef W1 5,5 5,5 5,5 bc W2 6,0 5,5 5,8 bcd T3 5,0 5,0 5,0 abc TT3A 4,0 4,0 4,0 a TT3B 4,5 3,5 4,0 a TT1 7,5 5,0 6,3 cdef TT2 6,0 5,0 5,5 bc FS1 5,0 5,0 5,0 abc

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan

Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara isolat yang diuji (p<0,05). Hasil uji aktivitas antagonistik BAL terhadap Escherichia coli disajikan pada Tabel 7 dan terlihat bahwa SK3 yang diisolasi dari susu kuda memiliki diameter penghambatan terbesar terhadap

Escherichia coli (7,8 mm), dimana hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan isolat FNCC 086, FNCC 018, SK2 dan WT1.

Diameter penghambatan yang terkecil adalah TT3A (4,0 mm), TT3B (4,0 mm) dan T1A (4,0 mm). TT3A dan TT3B adalah isolat BAL yang diisolasi dari tanah disekitar kandang yang bersifat termofilik. Sebagian besar isolat BAL yang diisolasi dari tanah di sekitar kandang yang bersifat termofil memiliki aktivitas antagonistik yang rendah terhadap Escherichia coli, yaitu TT2 (5,5 mm), TT3A (4,0 mm) dan TT3B (4,0 mm) kecuali TT1 (6,3 mm). Tetapi tidak semua isolat BAL yang diisolasi dari tanah memiliki aktivitas antagonistik yang rendah terhadap Escherichia coli karena isolat T1B (5,8 mm) memiliki aktivitas antagonistik yang tinggi terlihat dari lebarnya diameter penghambatan. Tetapi sebaliknya, isolat BAL yang diisolasi dari whey yang bersifat termofilik justru memiliki aktivitas penghambatan yang lebih besar (WT1=7,3 mm; WT2=6,3 mm) dibanding isolat W1 (5,5 mm) dan W2 (5,8 mm).

Aktivitas antagonistik isolat BAL terhadap Staphylococcus aureus

berturut-turut dari yang paling besar adalah Streptococcus thermophilus (6,5 mm),

Lactobacillus bulgaricus (6,5 mm), FNCC 086 (6,5 mm), SK3 (6,3 mm) dan FNCC 018 (6,3 mm) seperti terlihat pada Tabel 8. Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara isolat BAL yang diuji (p<0,05). Isola t BAL yang diisolasi dari tanah di sekitar kandang memiliki diameter penghambatan yang rendah terhadap Staphylococcus aureus (T3, TT1, TT2, T1A, T1B dan T2A) seperti halnya terhadap Escherichia coli.

Tabel 8. Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat te rhadap S, aureus

Kode Isolat Diameter penghambatan (mm) Rerata (mm) Ulangan 1 Ulangan 2

FNCC O18 6,5 6,0 6,3 fg

FNCC O86 6,0 7,0 6,5 g

Lb 6,0 7,0 6,5 g St 6,0 7,0 6,5 g T1A 3,0 3,5 3,3 ab T1B 3,0 3,5 3,3 ab T2A 3,0 3,0 3,0 a SK2 4,5 4,0 4,3 bc SK3 6,0 6,5 6,3 fg WT1 5,5 6,0 5,8 defg WT2 5,0 5,5 5,3 cdef W1 5,0 6,0 5,5 defg W2 5,5 5,5 5,5 defg T3 5,0 5,0 5,0 cde TT3A 4,5 5,0 4,8 cd TT3B 6,5 5,5 6,0 efg TT1 5,0 5,0 5,0 cde TT2 5,0 5,0 5,0 cde FS1 6,0 4,5 5,3 cdef

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan

Pada Tabel 9 terlihat bahwa isolat W1 (7,5 mm) yang diisolasi dari whey memiliki aktivitas antagonistik terbesar terhadap Bacillus cereus. Seperti halnya terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, isolat yang diisolasi dari tanah juga memiliki aktivitas antagonistik yang rendah terhadap Bacillus cereus. Hasil analisis ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa isolat BAL yang diuji memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen dengan derajat penghambatan yang berbeda secara nyata (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa masing-masing isolat bakteri bersifat strain dependent.

Tabel 9. Aktivitas antagonistik bakteri asam laktat terhadap Bacillus cereus

Kode Isolat Diameter penghambatan (mm) Rerata (mm) Ulangan 1 Ulangan 2 FNCC O18 6,5 5,5 6,0 cdef FNCC O86 7,0 6,0 6,5 def FNCC 160 5,5 3,5 4,5 abc Lb 5,5 4,5 5,0 abcd St 7,5 6,0 6,8 ef T1A 5,0 4,5 4,8 abc T1B 4,5 3,5 4,0 ab

T2A 5,5 4,5 5,0 abcd SK2 6,5 6,5 6,5 def SK3 6,0 6,0 6,0 cdef WT1 5,5 5,5 5,5 bcde WT2 7,0 6,5 6,8 ef W1 8,5 6,5 7,5 f W2 8,0 6,5 7,3 f T3 7,5 6,5 7,0 ef TT3A 5,0 5,0 5,0 abcd TT3B 5,0 5,0 5,0 abcd TT1 4,5 5,5 5,0 abcd TT2 5,5 5,5 5,5 bcde FS1 3,5 4,0 3,8 a

Keterangan : Angka pada kolom rerata yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% pada uji Duncan

Hasil penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirawati (2002). Isolat BAL yang diisolasi dari tempoyak tidak menghasilkan penghambatan yang baik terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella typhymurium dengan diameter penghambatan sekitar 0,7 – 1,0 mm. Sehingga diduga isolat BAL tersebut tidak mempunyai senyawa antimikroba yang cukup untuk menghambat bakteri patogen. Dari hasil secara keseluruhan terlihat bahwa aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen oleh BAL tidak tergantung dari spesiesnya, sebab galur- galur dari spesies yang sa ma menunjukkan perbedaan derajat penghambatan. Selain itu juga terlihat bahwa galur yang diisolasi dari jenis yang sama tidak memberikan derajat penghambatan yang sama, dengan demikian aktivitas penghambatan terhadap bakteri patogen oleh BAL bersifat strain dependent. Hal ini didukung oleh hasil analisis ragam (Lampiran 16) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antar isolat yang diuji (p<0,05). Selain itu terdapat pula perbedaan nyata antar perlakuan terhadap ketiga bakteri patogen yang diuji (p<0,05).

Tabel 10. Perbandingan diameter penghambatan antar bakteri enterik patogen Perlakuan Rerata diameter penghambatan (mm)

Dokumen terkait