• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggambaran Geometri Gedung Kuliah B1

Geometri bangunan yang dibuat pada program Solidworks 2012 merupakan ukuran Gedung Kuliah B1 sebenarnya sesuai dengan yang terdapat pada peta Class Room Type B1 dalam dokumen peta As Built Drawing of Architectural Works for Package A1 Additional Construction Works for Building of Faculty of Agriculture.

Model bangunan Gedung Kuliah B1 dikondisikan sesuai keadaan saat pengukuran dengan arah sumbu –z menjadi arah utara bangunan. Lebar dan tinggi

7

bangunan mengarah pada sumbu x dan y. Tampak model Gedung Kuliah B1 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun denah Gedung Kuliah B1 dan geometrinya dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Denah Gedung Kuliah B1

Kondisi Termal Awal Gedung Kuliah B1

Kondisi lingkungan yang diambil untuk simulasi adalah kondisi terburuk atau paling panas yang didapatkan pada pengukuran ke 3 (24 Mei 2013) yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pada Tabel 2 di bawah ini disajikan contoh data pengukuran ke 3 pada jam 13.00.

Tabel 2. Data kondisi ruangan Gedung Kuliah B1 jam 13.00

Titik h (m) T (°C) RH (%) v (m/s) TE (°C) BB BK 1 0.5 26.0 28.5 82.2 0.0 26.8 1 26.0 29.0 85.8 0.0 27.2 1.5 26.0 30.0 76.2 0.0 27.5 2 0.5 27.0 30.0 79.4 0.0 28.0 1 27.0 30.5 76.4 0.0 28.3 1.5 27.0 30.5 76.4 0.0 28.3 3 0.5 26.0 29.0 79.0 0.0 27.0 1 27.0 29.5 76.0 0.0 27.9 1.5 26.5 30.0 73.1 0.0 28.0 Plafon 1 2.5 - - - 0.0

8 Titik h (m) T (°C) RH (%) v (m/s) TE (°C) BB BK Plafon 2 2.9 - - - 0.0 Plafon 3 3.3 - - - 0.0 Rata-rata 26.5 29.7 78.3 0.0 27.7

Jam 13.00 merupakan keadaan terpanas pada saat pengukuran. Dari data pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa kondisi ruangan hasil pengukuran pada jam 13.00 telah melewati ambang batas nyaman TE zona Indonesia menurut teori Humphpreys dan Nicol. Rata-rata TE yang didapat 27.7°C > batas atas TE zona nyaman, yaitu 26°C.

Kecepatan aliran udara pada setiap titik dan ketinggian pengukuran dalam ruang menunjukan nilai 0 m/s. Nilai RH yang didapat cukup besar, yaitu berkisar 73-86%. Nilai nol pada pengukuran kecepatan angin tidak berarti bahwa tidak ada aliran udara sama sekali. Nilai ini dikarenakan aliran udara yang terus berubah setiap detiknya dan kecepatan udara tersebut berada di luar jangkaun sensitifitas anemometer yang peneliti gunakan.

Jika mengacu pada Satwiko (2008), sebagai pedoman kasar, kenyamanan termal untuk daerah tropis lembab dapat dicapai dengan batas 24°C < T < 26°C, 40% < RH < 60%, dan apabila T > 26°C dibutuhkan angin dengan batas 0.6 m/s < 1.5 m/s, maka keadaan ruang pada jam 13.00 tersebut juga tidak memenuhi syarat kenyamanan termal.

Simulasi Keadaan Termal Awal Gedung Kuliah B1 Penentuan Boundary Conditions

Boundary conditions merupakan tahapan terakhir yang diatur sesuai dengan celah dalam ruangan yang mungkin dilalui oleh udara sebagai masukan atau keluaran seperti jendela. Kemungkinan adanya perbedaan suhu pada atap dan dinding bagian luar karena perbedaan pengaruh radiasi matahari juga diatur dalam boundary conditions seperti disajikan pada Gambar 5. Adapun boundary condition yang diatur diantaranya adalah inlet atau tempat masuk udara dan outlet atau tempat keluar udara dengan kecepatan udara pada inlet sesuai dengan hasil pengukuran di jendela yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Karena aliran udara dalam ruang sangat kecil maka diasumsikan kecepatan udara pada outlet bernilai 0 m/s. Lokasi inlet berada pada jendela samping kanan dan outlet di samping kiri diasumsikan sama setiap jamnya. Kemudian untuk suhu material bagian luar ditentukan dengan outer wall. Suhu dinding bagian luar serta atap disesuaikan dengan data setiap jam pengukuran yang dapat dilihat pada Lampiran 2 dengan asumsi suhu dinding bagian luar mengikuti suhu halaman dan suhu atap mengikuti suhu udara yang diukur di bagian atap.

9

Gambar 5. Boundary conditions

Hasil Simulasi Keadaan Termal Awal dan Validasi Data

Hasil simulasi keadaan existing (tanpa atap hijau) Gedung Kuliah B1 disajikan secara lengkap pada Lampiran 5. Contoh hasil simulasi CFD keadaan standar Gedung Kuliah B1 disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Contoh data hasil simulasi keadaan awal Gedung Kuliah B1 jam 13.00 Titik h (m) T (°C) T' (°C) Error (%) RH (%) RH' (%) Error (%) v' (m/s) TE (°C) TE' (°C) BB BK BB BK BB BK RH 1 0.5 26.0 28.5 27.4 29.9 5.3 5.1 82.2 78.5 4.5 0.022 26.8 28.0 1 26.0 29.0 26.8 30.0 3.2 3.5 85.8 78.2 8.9 0.019 27.2 27.9 1.5 26.0 30.0 26.8 30.1 3.1 0.4 76.2 77.6 1.8 0.013 27.5 27.9 2 0.5 27.0 30.0 26.9 29.9 0.5 0.5 79.4 79.1 0.4 0.017 28.0 27.9 1 27.0 30.5 26.9 30.0 0.4 1.8 76.4 78.8 3.1 0.020 28.3 27.9 1.5 27.0 30.5 26.8 30.1 0.6 1.4 76.4 78.3 2.4 0.023 28.3 27.9 3 0.5 26.0 29.0 26.9 29.8 3.3 2.8 79.0 79.5 0.6 0.006 27.0 27.9 1 27.0 29.5 26.9 29.9 0.4 1.3 76.0 79.3 4.3 0.006 27.9 28.0 1.5 26.5 30.0 26.9 30.0 1.4 0.1 73.1 79.1 8.2 0.010 28.0 28.0 Plafon 1 2.5 - - 26.9 30.4 - - - 76.4 - 0.014 - - Plafon 2 2.9 - - 27.0 30.2 - - - 78.0 - 0.029 - - Plafon 3 3.3 - - 25.8 30.2 - - - 78.5 - 0.034 - - Rata-rata 26.5 29.7 26.8 30.0 78.3 78.4 0.018 27.7 27.9

Suhu bola kering tertinggi hasil simulasi (T’ BK) didapati pada bagian belakang (titik 1) ketinggian pengukuran 1.5 m yaitu sebesar 30.1ºC. Suhu tersebut memiliki selisih 0.1°C dari hasil pengukuran yang sebesar 30°C dengan error 0.4%. RH simulasi (RH’) pada titik tersebut didapatkan sebesar 77.6%, lebih besar dari pengukuran yang bernilai 76.2% dengan error 1.8%.

Suhu plafon yang didapatkan sesuai dengan perkiraan yaitu lebih tinggi daripada suhu di bagian bawah kelas dengan nilai terkecil 30.1735ºC pada plafon bagian tengah. Pada plafon tidak dicari nilai error karena parameter lingkungan pada plafon tidak diukur langsung melainkan hanya hasil simulasi.

Rata-rata nilai error secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 6. Secara keseluruhan rata-rata nilai error yang didapat dari perhitungan nilai suhu

10

BB, BK, dan RH secara berurutan adalah 1.1%, 1.7%, dan 3.8%. Karena rata-rata nilai error yang relatif kecil maka tidak diperlukan pengulangan simulasi keadaan existing.

Dari data yang disajikan pada Tabel 3 di atas dapat dilihat juga bahwa nilai temeperatur efektif dari data hasil simulasi (TE’) sebesar 28°C. Nilai tersebut berada di luar zona nyaman. Menurut Lipsmeier, batas kenyamanan manusia untuk daerah khatulistiwa adalah 19°C TE (batas bawah) - 26°C TE (batas atas). Pada suhu 26°C umumnya manusia pada daerah tersebut sudah berkeringat (Idealistina, 1991).

Nilai suhu efektif titik 2 ketinggian 1 m dari seluruh hasil simulasi keadaan awal disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Suhu efektif titk 2 ketinggian 1 m simulasi awal

Dari data pada Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pada titik 2 ketinggian 1 m, kondisi suhu efektif Gedung Kuliah B1 berada di luar ambang batas nyaman daerah Indonesia, yaitu 20oC-26oC TE menurut teori Humphpreys dan Nicol, Lipsmeier (1994). Hampir seluruhnya bernilai > 26°C TE. Hanya jam 10 yang berada pada zona nyaman menurut suhu efektif yaitu 26°C TE.

Modifikasi Gedung Kuliah B1 dengan Atap Hijau

Modifikasi awal yang dilakukan pada model Gedung Kuliah B1 dalam upaya mendapatkan zona nyaman pada penelitian ini adalah menambahkan atap hijau tanaman sambiloto. Penampakan model bangunan dengan atap hijau dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Jam TE’ (°C) 10 26 11 26.8 12 27.8 13 27.9 14 27.2

11

Gambar 6. Tampak isometri model Gedung Kuliah B1 dengan atap hijau Atap hijau tersusun dengan lapisan pertama di atas beton adalah tanah mineral dengan ketebalan 50 cm menyesuaikan dengan zona perakaran tanaman sambiloto. Lapisan kedua berupa tanaman sambiloto dengan asumsi ketinggiannya mencapai 75 cm dan ditanam secara rapatt menutupi lapisan tanah dibawahnya. Lapisan kedap air di bawah lapisan tanah diabaikan dalam simulasi karena sangat tipis dan dianggap memiliki pengaruh yang sangat kecil pada perubahan suhu di dalam ruangan.

Proses pendefinisian material ditambahkan secara manual karena tidak terdapat pada engineering database Solidworks 2012. Adapun data material yang disadur dari Rahayoe (2008) tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Engineering database tanah mineral dan tanaman sambiloto

Material ρ Cp k

kg/m3 J.kg-1.K-1 W.m-1.K-1

Tanah Mineral 2.65x103 0.87 2.5

Sambiloto 691.73 3375 0.483

Hasil Simulasi Termal dengan Atap Hijau

Perubahan termal yang terjadi pada model Gedung Kuliah B1 dengan atap hijau antara lain adalah penurunan suhu dan RH, sedangkan pada aliran udara tidak terjadi perubahan berarti karena tidak adanya perubahan pada inlet dan outlet. Hasil simulasi Gedung Kuliah B1 dengan atap hijau secara lengkap terlampir pada Lampiran 7. Perubahan yang terjadi setiap jam pengukuran pada titik 2 ketinggian 1 m disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

12

Tabel 6. Suhu dan RH titik 2 ketinggian 1 m ruangan sebelum dan setelah aplikasi atap hijau Jam T' (°C) T'' (°C) RH' (%) RH'' (%) BB BK BB BK 10 25.1 27.5 21.4 23.9 82.3 80.9 11 25.5 28.7 21.4 24.7 77.6 75.3 12 27.0 29.3 23.1 25.5 83.4 82.0 13 26.9 30.0 23.6 26.7 78.8 77.6 14 26.1 28.6 23.0 26.1 81.3 78.0

Dari Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa pada titik 2 ketinggian 1 m, suhu hasil simulasi atap hijau (T’’) baik BB maupun BK mengalami penurunan. Pada keadaan terburuk, yaitu jam 13.00, suhu BK mencapai 30.0°C dan BB 26.9°C dengan RH’ 78.8%. Dengan aplikasi atap hijau suhu BK yang didapat turun hingga 26.7°C dan suhu BB 23.6°C dengan nilai RH’’ turun menjadi 77.6%. Menurut Bruce (1980), terjadinya penurunan tersebut karena tanaman memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi.

Perubahan Suhu Efektif

Adapun perubahan suhu efektif pada titik 2 ketinggian 1 m pada setiap jam akibat dari aplikasi atap hijau tanaman sambiloto disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Penurunan TE titik 2 ketinggian 1 m Gedung Kuliah B1 beratap hijau

Jam TE' TE'' Penurunan

(°C) (°C) TE (°C) 10 26.0 22.6 3.6 11 26.8 23.1 3.7 12 27.9 24.1 3.8 13 28.0 25.0 3.0 14 27.2 24.6 2.8

Penurunan suhu efektif terkecil terjadi pada jam 14.00, yaitu sebesar 2.8°C, turun dari 27.2°C menjadi 24.6°C. Penurunan suhu efektif terbesar terjadi pada jam 12.00, yaitu sebesar 3.8°C, turun dari 28.0°C menjadi 25.0°C. Adapun keadaan terburuk, yaitu jam 13.00, mengalami penurunan suhu efektif sebesar 3.0 °C, turun dari 28.0°C menjadi 25.0°C. Jika ditinjau dari teori Humphpreys dan Nicol, Lipsmeier (1994) yang menyatakan batas kenyamanan berkisar antara 20°C - 26°C TE pada daerah Indonesia maka dapat dikatakan bahwa aplikasi atap hijau mampu menciptakan zona nyaman pada ruang Gedung Kuliah B1 tanpa penggunaan Air Conditioner.

Perubahan suhu efektif merupakan akibat dari perubahan suhu dan kelembaban udara dalam ruang. Pada Tabel 8 berikut ini disajikan contoh perubahan keadaan termal ruangan Gedung Kuliah B1 yang terjadi pada jam 13.00.

13

Tabel 8. Contoh perubahan keadaan termal dengan atap hijau jam 13.00 Titik h (m) T' (°C) T'' (°C) RH' (%) RH'' (%) TE' (°C) TE'' (°C) BB BK BB BK 1 0.5 27.4 29.9 23.6 26.7 78.5 77.1 28.0 25.0 1 26.8 30.0 23.6 26.8 78.2 76.7 28.0 25.0 1.5 26.8 30.1 23.6 26.9 77.6 76.2 28.0 25.1 2 0.5 26.9 29.9 23.6 26.6 79.1 77.8 28.0 24.9 1 26.9 30.0 23.6 26.7 78.8 77.6 28.0 25.0 1.5 26.8 30.1 23.7 26.8 78.3 77.4 28.0 25.1 3 0.5 26.9 29.8 23.6 26.6 79.5 77.8 28.0 25.0 1 26.9 29.9 23.6 26.6 79.3 77.7 28.0 25.0 1.5 26.9 30.0 23.6 26.7 79.1 77.4 28.0 25.0 Plafon 1 2.5 26.9 30.4 23.7 27.1 76.4 75.1 Plafon 2 2.9 27.0 30.2 23.7 27.0 78.0 75.9 Plafon 3 3.3 25.8 30.2 23.6 27.1 78.5 75.3 Rata-rata 26.8 30.0 23.6 26.8 78.4 76.8 28.0 25.0

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan suhu baik BK maupun BB dan RH pada setiap titik. Penurunan suhu BB dan BK relatif sama rata, yaitu sekitar 3°C – 3.5°C. Penurunan RH yang terjadi tidak terlalu signifikan pada zona pakai ruangan (bukan plafon). Nilai RH turun namun tetap bernilai > 75%. Sebagai contoh pada titik 1 ketinggian 1.5 m, T’ BB 26.8°C dan T’ BK 30.1°C dengan RH’ 77.6%, pada simulasi dengan atap hijau suhu turun menjadi 23.6°C BB dan 26.9°C BK. Sementara itu kelembaban relatif udara dengan atap hijau (RH’’) tidak mengalami penurunan yang signifikan. RH’’ yang didapatkan sebesar 76.2% masih berada di atas batas atas zona nyaman. Menurut Satwiko (2008), sebagai pedoman kasar, kenyamanan termal untuk daerah tropis lembab dapat dicapai dengan batas 40% < RH < 60%. Meski temperatur efektif telah memenuhi syarat kenyamanan termal, yaitu 25°C, namun kelembaban dirasa masih terlalu tinggi.

Contoh pola sebaran suhu dan kelembaban udara Gedung Kuliah B1 menggunakan atap hijau pada jam 13.00 dapat dilihat pada Gambar 7 sampai Gambar 10.

14

Gambar 7. Denah pola sebaran suhu dengan atap hijau pada ketinggian 1 m

15

Gambar 9. Denah pola sebaran RH Gedung Kuliah B1 beratap hijau pada ketinggian 1 m

Gambar 10. Tampak samping pola sebaran RH Gedung Kuliah B1 beratap hijau

Saran Optimalisasi Kenyamanan Termal dengan Modifikasi

Karena tingkat kelembaban yang dirasa masih terlalu tinggi, maka dilakukan modifikasi pada bagian pintu masuk bangunan. Pada modifikasi model Gedung Kuliah B1 ini, kedua pasang pintu masuk di bagian depan bangunan dibuka sebagai upaya adanya tambahan jalur sirkulasi udara. Data lengkap hasil simulasi Gedung Kuliah B1 atap hijau dengan modifikasi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Modifikasi yang dilakukan pada Gedung Kuliah B1 ini dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini.

16

Gambar 11. Tampak depan Gedung Kuliah B1 modifikasi pintu

Nilai Suhu Efektif Turun

Perubahan nilai suhu efektif titik 2 ketinggian 1 m disajikan pada Tabel 9 dan grafik pada Gambar 12 berikut ini.

Tabel 9. Perubahan suhu efektif titik 2 ketinggian 1 m Gedung Kuliah B1 modifikasi

Jam TE'' TE''' Penurunan

(°C) (°C) TE (°C) 10 22.6 20.9 1.5 11 23.1 21.3 1.8 12 24.1 22.1 2.0 13 25.0 23.1 1.9 14 24.6 22.4 2.2

Gambar 12. Grafik perbandingan TE awal, atap hijau, dan modifikasi titik 2 ketinggian 1 m

Suhu efektif titik 2 ketinggian 1 m hasil modifikasi (TE’’’) mengalami penurunan dibandingankan dengan hanya menggunakan atap hijau saja (TE’’). TE’’ tertinggi, pada jam 13.00, pada aplikasi atap hijau sebesar 25.0°C mengalami penurunan sebesar 1.9°C menjadi 23.1°C. Penurunan paling besar terjadi pada jam 14.00, yaitu dari 24.6°C menjadi 22.4°C dengan penurunan sebesar 2.2°C.

17

Penurunan terkecil terjadi pada jam 10.00, yaitu dari 22.6°C menjadi 20.9°C dengan besar penurunan 1.5°C.

Perubahan suhu efektif yang terjadi diakibatkan karena penurunan suhu bola basah secara keseluruhan dan perubahan yang signifikan pada kelembaban udara. Pada tabel 10 berikut ini merupakan contoh data perubahan keadaan ruang Gedung Kuliah B1 pada jam 13.00.

Tabel 10. Contoh perubahan suhu ruangan Gedung Kuliah B1 jam 13.00 Titik h (m) T'' (°C) T''' (°C) RH'' (%) RH''' (%) v'' (m/s) v''' (m/s) TE'' (°C) TE''' (°C) BB BK BB BK 1 0.5 23.6 26.7 18.9 26.7 77.1 48.0 0.013 0.008 25.0 23.1 1 23.6 26.8 19.0 26.7 76.7 48.0 0.019 0.016 25.0 23.1 1.5 23.6 26.9 19.0 26.8 76.2 47.7 0.028 0.030 25.1 23.1 2 0.5 23.6 26.6 18.9 26.6 77.8 48.4 0.005 0.009 24.9 23.0 1 23.6 26.7 19.0 26.7 77.6 48.6 0.005 0.008 25.0 23.1 1.5 23.7 26.8 19.1 26.8 77.4 48.6 0.010 0.013 25.1 23.1 3 0.5 23.6 26.6 18.9 26.6 77.8 48.2 0.005 0.006 25.0 23.0 1 23.6 26.6 18.9 26.6 77.7 48.2 0.008 0.007 25.0 23.1 1.5 23.6 26.7 18.9 26.7 77.4 48.0 0.017 0.014 25.0 23.1 Plafon 1 2.5 23.7 27.1 19.0 27.1 75.1 46.6 0.012 0.010 - -Plafon 2 2.9 23.7 27.0 19.2 27.0 75.9 48.1 0.013 0.019 - -Plafon 3 3.3 23.6 27.1 19.0 27.1 75.3 46.5 0.016 0.008 - -Rata-rata 23.6 26.8 19.0 26.8 76.8 47.9 0.013 0.012 25.0 23.1

Dari data jam 13.00 di atas dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan suhu bola kering yang cukup berpengaruh sehingga dapat diasumsikan pola sebaran suhu model Gedung Kuliah B1 modifikasi ini sama dengan model Gedung Kuliah B1 menggunakan atap hijau saja meskipun TE berubah cukup besar. Penurunan suhu bola kering hanya terjadi pada titik 1 ketinggian 1m dan 1.5m, yaitu sebesar 0.1°C. TE’’’ yang didapat berada pada kisaran 23°C -23.1°C.

Nilai Kelembaban Relatif Udara Turun

Nilai RH ruangan Gedung Kuliah B1 hasil modifikasi berubah dan masuk dalam kategori zona nyaman yang berkisar antara 40%-60%. Nilai perubahan RH titik 2 ketinggian 1 m pada setiap jam pengukuran disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Penurunan RH Gedung Kuliah B1modifikasi pada titik 2 ketinggian 1 m

Jam RH'' RH''' Penurunan RH (%) (%) (%) 10 80.9 49.8 31.1 11 75.3 48.0 27.3 12 82.0 48.5 33.5 13 77.6 48.6 29.0 14 78.0 47.9 30.1

18

Grafik perbandingan keadaan RH awal, atap hijau, dan modifikasi pada titik 2 ketinggian 1 m dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini.

Gambar 13. Grafik perbandingan RH awal, atap hijau, dan modifikasi titik 2 ketinggian 1 m

Perubahan RH seperti pada Tabel 11 terjadi secara signifikan. Pada keadaan terburuk pengukuran, yaitu jam 13.00, RH dengan atap hijau sebesar 77.6%, kemudian dengan tambahan modifikasi turun sebesar 29.0% menjadi 48.6%. Penurunan RH terbesar terjadi pada jam 12.00, yaitu dari 82.0% turun 33.5% menjadi 48.5%. Penurunan RH terkecil terjadi pada jam 11.00, yaitu dari 75.3% turun 27.3% menjadi 48.0%.

Contoh perubahan RH yang terjadi pada jam 13.00 dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini

Tabel 12. Contoh perubahan RH ruangan Gedung Kuliah B1 jam 13.00

Titik h (m) RH'' RH''' ∆RH (%) (%) (%) 1 0.5 77.1 48.0 29.1 1 76.7 48.0 28.7 1.5 76.2 47.7 28.6 2 0.5 77.8 48.4 29.3 1 77.6 48.6 29.0 1.5 77.4 48.6 28.7 3 0.5 77.8 48.2 29.6 1 77.7 48.2 29.5 1.5 77.4 48.0 29.4

19 Titik h (m) RH'' RH''' ∆RH (%) (%) (%) Plafon 1 2.5 75.1 46.6 28.4 Plafon 2 2.9 75.9 48.1 27.8 Plafon 3 3.3 75.3 46.5 28.8 Rata-rata 76.8 47.9 28.9

Adanya perubahan RH dipengaruhi oleh perubahan aliran udara. Pembukaan kedua pasang pintu masuk menambah jalur sirkulasi udara sehingga aliran udara menjadi lebih lancar. Lancar aliran udara mengakibatkan nilai RH yang tidak terlampau tinggi. Pola sebaran RH dan aliran udara ruang Gedung Kuliah B1 atap hijau dengan modifikasi pada bukaan pintu masuk dapat dilihat Gambar 14 sampai Gambar 19 berikut ini.

Gambar 14. Denah pola sebaran RH modifikasi pada ketinggian 1 m

20

Dari Gambar 16 sampai 19 dapat dilihat bahwa ada perubahan pola sirkulasi udara sebelum dan sesudah Gedung Kuliah B1 dengan atap hijau dimodifikasi. Secara kasat mata, sirkulasi udara dalam ruang Gedung Kuliah B1 setelah modifikasi lebih merata daripada sebelum modifikasi sehingga memiliki kelembaban udara relatif yang lebih baik.

Gambar 16. Denah pola sirkulasi udara awal ketinggian 1 m

Gambar 17. Denah pola sirkulasi udara modifikasi ketinggian 1 m

Gambar 18. Tampak isometri pola sirkulasi udara awal

Gambar 19. Tampak isometri pola sirkulasi udara modifikasi

21

Dokumen terkait