• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fiber optik

Spektrofluoremeter USB 4000-FL Software: Ocean Optics

Laser Violet 405 nm

HASIL

Isolat Murni Cendawan

Hasil intersepsi cendawan pada benih padi varietas Cisantana setelah diinkubasi satu minggu dengan metode kertas blotter dengan deep freezing, seperti tercantum pada Tabel 2. Hasil identifikasi cendawan memperlihatkan pertumbuhan cendawan, baik cendawan lapang maupun cendawan gudang. Cendawan A. flavus dan Fusarium sp. yang didapatkan kemudian diisolasi dan dimurnikan pada media PDA untuk digunakan pada perlakuan selanjutnya.

Tabel 2 Cendawan pada benih padi varietas Cisantana, metode kertas blotter dengan deep freezing

No Jenis Cendawan Infeksi (%)

1 Alternaria padwickii 9 2 Nigrospora sp. 6 3 Curvularia lunata 7.5 4 Fusarium sp. 3.5 5 Drechslera sp. 0.5 6 Cladosporium sp. 1 7 Trichoderma sp. 0.5 8 Rhizoctonia sp. 0.5 9 Cylindrocarpon sp. 3 10 Cephalosporium sp. 2.5 11 Gloeosporium sp. 0.5 12 Aspergillus flavus 0.5 13 Penicillium sp. 0.5

Pengukuran Panjang Gelombang Metabolit yang Dihasilkan dari Isolat Cendawan A. flavus dan Fusarium sp.

A. flavus dan Fusarium sp. yang masing-masing dibiakkan dalam erlenmeyer yang berisi 100 ml media PDB, diinkubasikan dengan cara di-shaker pada kecepatan 120 rpm selama dua minggu pada suhu ruang. Metabolit cendawan diperoleh dengan menyaring suspensi cendawan menggunakan vaccum pump. Masing-masing metabolit A. flavus dan Fusarium sp. dieksitasi dengan sinar laser violet pada panjang gelombang 405 nm. Panjang gelombang

emisi fluorescen metabolit kedua cendawan diukur menggunakan Spectrofluoremeter USB 4000-FL. Hasil pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. seperti terlihat pada Gambar 3.

0 1000 2000 3000 4000 5000 450 550 650 750 850 950 Panjang gelombang (nm) In ten si ta s fl u o rescen 0 2000 4000 6000 8000 10000 450 500 550 600 650 700 750 Panjang gelombang (nm) In ten si tas f lu o re scen

Gambar 3 Grafik Fluorescen Metabolit A. flavus (A), Grafik Fluorescen Fusarium sp. (B)

Eksitasi metabolit A. flavus dengan sinar laser violet (405 nm) menghasilkan emisi fluorescen pada panjang gelombang 518 nm. Metabolit Fusarium sp. yang dieksitasi dengan sinar laser violet (405 nm) menghasilkan emisi fluorescen pada panjang gelombang 534 nm. Gambar 3 menunjukkan bahwa metabolit A. flavus dan Fusarium sp. memberikan emisi fluorescen hijau (green fluorescence).

Untuk melihat pengaruh media PDB terhadap emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit A. flavus dan Fusarium sp. maka media PDB dieksitasi dengan sinar laser violet (405 nm). Gambar 4 menunjukkan media PDB menghasilkan emisi fluorescen pada panjang gelombang 513 nm. Emisi fluorescen media PDB menunjukkan emisi fluorescen hijau. Hal ini menunjukkan bahwa media PDB memberikan pengaruh terhadap emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit A. flavus dan Fusarium sp.

(B) (A)

0 1000 2000 3000 450 500 550 600 650 700 750 Panjang gelombang (nm) In ten s it a s fl u o resc en

Gambar 4 Grafik Fluorescen Media PDB

Kalibrasi Laser-Induced Fluorescence Metabolit A. flavus dan

Fusarium sp. sebagai Metabolit Cendawan Standar

Masing-masing metabolit cendawan yang diperoleh dilakukan seri pengenceran mulai 10-1 sampai 10-10 untuk mendapatkan gambaran mengenai panjang gelombang emisi fluorescen metabolit standar A. flavus dan Fusarium sp. Masing-masing metabolit A. flavus dan Fusarium sp. pada berbagai konsentrasi tersebut dieksitasi dengan sinar laser violet pada panjang gelombang 405 nm dan diukur panjang gelombang emisi fluorescen metabolit menggunakan Spectrofluoremeter USB 4000-FL.

Eksitasi sinar laser violet (405 nm) terhadap metabolit A. flavus dan Fusarium sp. memberikan emisi fluorescen hijau. Hasil pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. pada beberapa konsentrasi seperti terlihat pada Gambar 5.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 450 500 550 600 650 700 750

Panjang ge lom bang (nm )

In ten si tas fl u o rescen a b c d e f g h 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 450 500 550 600 650 700 750 Panjang gelombang (nm) In ten si ta s fl u o resce n a b c d e

Gambar 5 Grafik Fluorescen Metabolit A. flavus (A): 10-1(a), 10-2(b), 10-3(c), 10-4(d), 10-5(e), 10-6(f), 10-7(g), 10-8(h); Grafik Fluorescen Metabolit Fusarium sp. (B): 10-1(a), 10-2(b), 10-3(c), 10-4(d), 10-5(e)

Gambar 5 memperlihatkan bahwa pengenceran mempengaruhi intensitas fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. namun panjang gelombang emisi fluorescen metabolit kedua cendawan konsisten. Metabolit A. flavus menunjukkan emisi fluorescen sampai pada konsentrasi 10-8 dan menghasilkan emisi fluorescen pada kisaran panjang gelombang 516-518 nm. Metabolit Fusarium sp. menunjukkan emisi fluorescen sampai pada konsentrasi 10-5 dan menghasilkan emisi fluorescen pada kisaran panjang gelombang 527-534 nm. Hal ini berarti panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp., baik sebelum maupun sesudah pengenceran, merupakan bias dari panjang gelombang emisi fluorescen media PDB.

Modifikasi Media Tumbuh Cendawan sebagai Media Standar untuk Pengukuran Panjang Gelombang Metabolit Cendawan

Oleh karena media PDB memberikan bias terhadap panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan, maka dilakukan modifikasi media tumbuh untuk menentukan panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan. Modifikasi media tumbuh dilakukan untuk menghindari bias panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan terhadap panjang gelombang emisi fluorescen media tumbuh. Sehingga, media PDA selanjutnya digunakan untuk menumbuhkan cendawan dan menghasilkan metabolit cendawan.

Benih padi direndam dalam akuades selama 24 jam dan disterilisasi permukaan menggunakan natrium hipoklorit 1% selama 3 menit, kemudian dibilas dengan akuades selama 1 menit sebanyak dua kali. Benih tersebut ditumbuhkan pada cuvette plastik yang berisi 1,5 ml media tumbuh PDA yang telah ditambahkan streptomycin. Penumbuhan benih ini bertujuan untuk menghasilkan metabolit cendawan, dimana emisi fluorescen yang dipancarkan metabolit cendawan berbeda dengan media tumbuhnya (PDA).

Benih yang diinkubasikan menunjukkan perkecambahan dan pertumbuhan cendawan pada inkubasi hari ke-3. Pengamatan hingga inkubasi hari ke-6 menunjukkan kemunculan cendawan lapang dan cendawan gudang. Cendawan yang tumbuh pada benih padi menghasilkan metabolit dan panjang gelombang emisi fluorescen metabolit diukur menggunakan Spectrofluoremeter USB 4000-FL mulai inkubasi hari ke-4. Aplikasi laser-induced fluorescence selanjutnya dilakukan terhadap metabolit yang dihasilkan A. flavus dan Fusarium sp. pada benih padi yang diinkubasikan.

Aplikasi Laser-Induced Fluorescence untuk Deteksi A. flavus dan

Fusarium sp.

Inkubasi benih pada hari ke-2 belum menunjukkan perkecambahan benih dan pertumbuhan cendawan, sehingga aplikasi laser-induced fluorescence belum dilakukan. Aplikasi laser-induced fluorescence dilakukan pada inkubasi hari-4 dan hari ke-6 (Gambar 6). Sinar laser violet (405 nm) dipancarkan ke metabolit yang dihasilkan cendawan sehingga diperoleh panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan. Emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. diukur dengan Spectrofluoremeter USB 4000-FL untuk ditentukan panjang gelombangnya.

Gambar 6 Media PDA (A.a), Media PDA yang Ditumbuhi Fusarium sp. (A.b), Media PDA yang Ditumbuhi A. flavus (A.c); Eksitasi Laser Violet (405 nm) pada Metabolit Cendawan (B)

Metabolit yang dihasilkan A. flavus diukur pada inkubasi hari ke-4 dan hari ke-6 (Gambar 7). Hasil pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus memberikan emisi fluorescen pada kisaran panjang gelombang 424-427 nm. Emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit A. flavus merupakan fluorescen biru (blue fluorescence). Fluorescen biru yang dihasilkan metabolit A. flavus diduga merupakan emisi fluorescen aflatoksin B.

0 1000 2000 3000 4000 5000 380 420 460 500 540 580 Panjang gelombang (nm) In ten si tas f lu o re sc en a b c 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 380 420 460 500 540 580 Panjang gelombang (nm) In ten si tas fl u o resce n a b c

Gambar 7 Grafik Fluorescen Metabolit A. flavus, Inkubasi Hari ke-4 (A), Grafik Fluorescen Metabolit A. flavus, Inkubasi Hari ke-6 (B)

(B) (A)

Pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit Fusarium sp. baru dilakukan pada inkubasi hari ke-6, karena pada inkubasi hari ke-4 belum menunjukkan adanya pertumbuhan konidia Fusarium sp. yang sempurna (Gambar 8). Emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit Fusarium sp. merupakan fluorescen biru pada panjang gelombang 427 nm. Emisi fluorescen ini diduga merupakan emisi fluorescen dari salah satu metabolit yang dihasilkan Fusarium sp. 0 1000 2000 3000 4000 380 420 460 500 540 580 Panjang gelombang (nm) In te n s ita s f lu o re s c e n

Gambar 8 Grafik Fluorescen Fusarium sp, Inkubasi Hari ke-6

Untuk melihat pengaruh media PDA terhadap emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit A. flavus dan Fusarium sp. maka media PDA dieksitasi dengan sinar laser violet (405 nm). Gambar 9 menunjukkan media PDA menghasilkan emisi fluorescen yang berbeda dengan emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. Media PDA memberikan emisi fluorescen hijau biru (blue-green fluorescence) pada panjang gelombang 448 nm dan fluorescen hijau pada panjang gelombang 485 nm. Hal ini kemungkinan komposisi agar pada media PDA memberikan pengaruh terhadap emisi fluorescen yang dihasilkan, sehingga media PDA memiliki dua puncak panjang gelombang emisi fluorescen.

0 2000 4000 6000 8000 10000 410 450 490 530 570 610 Panjang gelombang (nm) In te n s it as f lu o res cen

Gambar 9 Grafik Fluorescen Media PDA

PEMBAHASAN

Hasil pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. yang dibiakkan pada media PDB menunjukkan bahwa media PDB memberikan pengaruh terhadap emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit kedua cendawan tersebut. Emisi fluorescen hijau yang semula diduga dipendarkan oleh metabolit A. flavus (panjang gelombang 518 nm) dan Fusarium sp. (panjang gelombang 534 nm) merupakan bias dari emisi fluorescen media PDB, dimana media PDB menghasilkan fluorescen hijau (panjang gelombang 513 nm). Fluorescen hijau yang dihasilkan media PDB diduga merupakan emisi fluorescen protein yang terkandung dalam media PDB.

Pengenceran metabolit A. flavus dan Fusarium sp. mempengaruhi intensitas fluorescen metabolit. Semakin rendah konsentrasi metabolit pada media PDB maka semakin rendah intensitas fluorescen metabolit. Meskipun demikian, pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit kedua cendawan memberikan panjang gelombang emisi fluorescen yang konsisten. Diduga media PDB mempengaruhi emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit dari kedua cendawan, baik sebelum maupun sesudah dilakukan pengenceran.

Hal ini dimungkinkan terjadi karena konsentrasi metabolit di dalam media PDB rendah sehingga emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. didominasi oleh emisi fluorescen media PDB. Pengenceran metabolit kedua cendawan kemungkinan menurunkan konsentrasi metabolit di dalam media PDB. Oleh karena itu, pengenceran metabolit tidak memberikan gambaran mengenai

panjang gelombang emisi fluorescen metabolit standar A. flavus dan Fusarium sp.

Untuk menghindari bias panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan terhadap panjang gelombang emisi fluorescen media tumbuh maka dilakukan modifikasi media tumbuh. Modifikasi media tumbuh cendawan yaitu menumbuhkan benih padi yang telah direndam dalam akuades selama 24 jam pada media PDA. Selanjutnya, media PDA dijadikan media standar untuk mengukur panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan. Inkubasi benih padi pada media PDA merangsang pertumbuhan cendawan dan terbentuknya metabolit. Metabolit yang dihasilkan masing-masing cendawan berada di sekitar titik tumbuh benih memberikan panjang gelombang emisi fluorescen yang berbeda dengan panjang gelombang emisi fluorescen media PDA.

Aplikasi laser-induced fluorescence menunjukkan metabolit yang dihasilkan A. flavus dan Fusarium sp. memiliki panjang gelombang emisi fluorescen tertentu. Pada laser-induced fluorescence, metabolit cendawan terlebih dahulu dieksitasi oleh adanya absorbsi cahaya dari sinar laser violet dan menghasilkan emisi dalam bentuk emisi fluorescen. Menurut Bass (2000), adanya absorbsi cahaya dari suatu sinar oleh suatu molekul dari keadaan elektronik dasar menjadi salah satu dari berbagai keadaan vibrasi pada keadaan elektronik tereksitasi menyebabkan molekul kehilangan sisa energi vibrasi dengan cepat. Kehilangan sisa energi terjadi melalui tabrakan dan jatuh pada salah satu dari berbagai tingkat vibrasi pada keadaan elektronik dasar sambil memancarkan cahaya dalam bentuk fluorescen.

Metabolit yang dihasilkan A. flavus menghasilkan emisi fluorescen biru pada kisaran panjang gelombang 424-427 nm. Fluorescen biru yang dihasilkan metabolit A. flavus diduga merupakan emisi fluorescen aflatoksin B. Anonim (2004) menyatakan aflatoksin B dinamakan berdasarkan fluorescen biru yang dipancarkannya. Aflatoksin memiliki penyerapan cahaya maksimum pada panjang gelombang 360 nm, dimana aflatoksin B memberikan fluorescen biru pada panjang gelombang 425 nm. Menurut Abbas (2005), aflatoksin B1 dan B2 menghasilkan fluorescen biru pada panjang gelombang sekitar 450 nm ketika dipapari sinar ultraviolet (365 nm). Duran (2006) menyatakan emisi fluorescen aflatoksin B1 yaitu <450 nm pada suhu kamar.

Hasil pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit Fusarium sp. menghasilkan emisi fluorescen pada panjang gelombang 427 nm dan merupakan fluorescen biru. Panjang gelombang emisi fluorescen metabolit tersebut dimungkinkan merupakan panjang gelombang emisi fluorescen salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan Fusarium sp. Menurut Leslie & Summerell (2006), F. semitectum diketahui menghasilkan apicidin, beauvericin, equisetin, fusapyrone, moniliformin, sambutoxin, trichothecenes, dan zearalenone. Singh et al. (1991) menyebutkan bahwa F. solani menghasilkan napthoquinones dan asam fusarat.

Hasil pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus dan Fusarium sp. pada media PDA memperlihatkan bahwa aplikasi laser-induced fluorescence dapat dikembangkan sebagai salah satu metode deteksi dan identifikasi cendawan patogen tumbuhan berdasarkan metabolit yang dihasilkan cendawan. Pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan pada media PDA memberikan hasil yang lebih baik dan lebih jelas dibandingkan pada media PDB. PDA merupakan media tumbuh yang berbentuk padat, sehingga metabolit cendawan akan lebih terkonsentrasi pada tempat tertentu. Oleh karena itu, pengukuran panjang gelombang emisi fluorescen metabolit cendawan dapat lebih jelas. Leslie & Summerell (2006) menyatakan bahwa, selain karakter morfologi dari suatu spesies cendawan, metabolit sekunder dan mikotoksin dapat pula digunakan sebagai karakter identifikasi sekunder.

Pemanfaatan laser-induced fluorescence menunjukkan bahwa emisi fluorescen yang dihasilkan metabolit cendawan adalah spesifik. Meskipun pada pengukuran yang dilakukan panjang gelombang emisi fluorescen metabolit A. flavus berimpitan dengan panjang gelombang emisi fluorescen metabolit Fusarium sp. Aplikasi laser-induced fluorescence yang dilakukan pada inkubasi benih mulai hari ke-4 memperlihatkan bahwa laser-induced fluorescence dapat dikembangkan sebagai metode deteksi cepat cendawan patogen tumbuhan. Hal ini dimungkinkan karena, menurut Misra et al. (1994), metode standar pengujian kesehatan benih untuk cendawan memerlukan waktu inkubasi 6-8 hari pada kertas blotter dan media agar untuk dapat diidentifikasi secara morfologi. Dengan demikian, deteksi cendawan patogen tumbuhan menggunakan laser-induced fluorescence lebih cepat dibandingkan dengan metode standar pada kertas blotter (blotter test).

A. flavus, Fusarium sp., dan cendawan patogen tumbuhan lainnya memproduksi metabolit tertentu dan akan menghasilkan spektrum emisi fluorescen yang spesifik. Agarwal & Sinclair (1997) menyatakan bahwa persyaratan utama dalam pengujian kesehatan benih adalah akurat, spesifik, sensitif, cepat, praktis, murah, dan dapat dipercaya. Kelebihan metode deteksi cendawan menggunakan laser-induced fluorescence antara lain waktu yang dibutuhkan untuk deteksi lebih cepat dibandingkan metode blotter test, tidak merusak morfologi cendawan, mudah untuk mengaplikasikan alat fluorescen dengan sinar laser, dan memberikan hasil deteksi berupa panjang gelombang emisi fluorescen yang spesifik dan akurat untuk setiap jenis metabolit cendawan.

Dokumen terkait