• Tidak ada hasil yang ditemukan

Observasi pendahuluan dilakukan dengan mengamati video pemanenan kelapa sawit yang berlangsung PT. SLS, Riau. Fokus dari observasi ini adalah kegiatan pemanenan kelapa sawit yang dilakukan di Afdeling OY serta pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Aktivitas pemanenan dilakukan secara manual. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa egrek dan dodos. Egrek digunakan untuk memotong tangkai tandan pada ketinggian pohon diatas 3 meter sedangkan dodos digunakan untuk memotong tangkai tandan pada ketinggian dibawah 3 meter.

Kegiatan pemanenan kelapa sawit dimulai dengan kegiatan apel pagi pada pukul 6 pagi. Setelahnya para pemanen berangkat menuju ancak masing-masing dengan membawa perlengkapan panen seperti egrek/dodos, angkong, karung dan tomasun. Ketika tiba di ancaknya pemanen mulai mempersiapkan peralatan untuk memanen kelapa sawit di ancak tersebut. Kegiatan panen diancak dimulai dengan mengidentifikasi tandan yang matang. Identifikasi dilakukan dengan melihat berondolan yang telah jatuh disekitar piringan. Jika berondolan yang jatuh mencapai lebih kurang 10 buah, maka tandan pada pohon tersebut siap untuk dipanen. Selanjutnya para pemanen memotong tangkai tandan yang telah masak, namun terlebih dahulu dilakukan pemotongan pelepah. Pemotongan pelepah selain dilakukan untuk mempermudah proses pemotongan tandan namun juga bertujuan untuk merawat pohon kelapa sawit agar tetap produktif. Meskipun demikian kegiatan pemotongan pelepah tidak dilakukan ketika ketinggian pohon kurang dari 3 meter. Aktivitas selanjutnya adalah pengangkutan tandan dan berondolan yang telah dikumpulkan ke TPH. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan angkong.

Dalam pelaksanaannya, terdapat variasi dalam melakukan kegiatan panen. Variasi ini diindikasikan disebabkan oleh perbedaan kondisi lahan dari masing-masing ancak. Lahan yang terdapat pada Afdeling OY adalah lahan dengan topografi datar dan teras. Pada kondisi lahan datar, pemanen melakukan proses pemotongan pelepah dan tandan terlebih dahulu kemudian dilakukan pengangkutan tandan ke TPH dengan menggunakan angkong. Di kondisi lahan yang berteras pemanen langsung membawa angkongnya saat memasuki ancaknya, sehingga setelah dilakukan pemotongan tandan, tandan dimuat diangkong. Setelah angkong penuh, pemanen mengangkut tandan tersebut ke TPH.

Pemilihan subjek yang dihitung beban kerjanya adalah pemanen berjenis kelamin laki-laki dengan dengan jumlah 8 orang yang 4 diantaranya berumur > 30 tahun dan 4 orang berumur < 30 tahun. Selain itu dilakukan juga pengambilan karakteristik subjek. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui besarnya basal

metabolic energy (BME). Data karakteristik fisik dan nilai BME dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa semakin besar luas permukaan tubuh seseorang maka nilai BME juga semakin meningkat. Semakin besar luas permukaan tubuh maka semakin besar tinggi dan berat badan seseorang.

Tabel 3 Karakterisik fisik subjek dan nilai BME Subjek Usia (tahun) w (kg) H (cm) A (m 2 ) VO2 (ml/menit) BME (kkal/menit) A1 > 30 51 156 1.50 186 0.93 A2 56 162 1.60 198 0.99 A3 57 159 1.60 198 0.99 A4 64 160 1.68 208 1.04 B1 < 30 61 167 1.70 210 1.05 B2 48 157 1.47 182 0.91 B3 62 170 1.73 214 1.07 B4 55 159 1.57 194 0.97

Kalibrasi Subjek Penelitian (Kalibrasi Step test)

Kalibrasi step test dimaksudkan untuk mengukur karakteristik denyut jantung individual dari operator. Penggunaan metode step test ini berfungsi untuk mengetahui suatu pola hubungan antara denyut jantung manusia dalam setiap aktivitas kerjanya dengan daya yang dikeluarkan melalui penyesuaian-penyesuaian dalam cara pengukuran maupun kalibrasi data hasil pengukurannya (Kastaman dan Herodian 1998). Hal ini disebabkan karena denyut jantung tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas fisik saja, namun juga oleh faktor-faktor psikologis.

Gambar 7 merupakan hasil rekaman denyut jantung saat dilakukan aktivitas steptest dengan berbagai frekuensi langkah.

17 Gambar 7 Rekaman laju denyut jantung saat step test

Keterangan Gambar 7:

R1 : Rest 1

ST1 : Step test 1 (15 langkah/menit)

R2 : Rest 2

ST2 : Step test 2 (20 langkah/menit)

R3 : Rest 3

ST3 : Step test 3 (25 langkah/menit)

R4 : Rest 4

ST4 : Step test 4 (30 langkah/menit)

R5 : Rest 5

Grafik pada Gambar 7 menunjukkan bahwa frekuensi steptest yang dalam hal ini di analogikan sebagai beban kerja berbanding lurus terhadap frekuensi denyut jantung. Maknanya semakin besar beban kerja yang diterima maka semakin besar pula frekuensi denyut jantung sesorang. Hal ini disebabkan karena otot terus berkontraksi untuk melakukan kerja yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen yang harus dipenuhi melalui siklus pernafasan dan peredaran darah.

Setiap orang memiliki kecenderungan peningkatan denyut jantung masing-masing, hal ini dikarenakan setiap orang memiliki kondisi dan karakteristik fisik serta psikologis yang berbeda-beda, contohnya umur. Dalam penelitian ini subjek penelitian dikelompokkan dalam dua kelompok umur yaitu pemanen dengan umur < 30 tahun dan pemanen dengan umur > 30 tahun. Dari keseluruhan grafik terlihat bahwa pemanen yang berusia > 30 tahun mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih kecil dibandingkan dengan pemanen yang berusia < 30 tahun. Secara umum fungsi fisiologis manusia mencapai batas performa maksimal pada usia 30 hingga 35 tahun, dan setelahnya fungsi fisiologis tubuh mulai menurun perlahan dan menurun secara drastis setelah mencapai usia 40 tahun (Astrand, Astrand, Hallback, and Kilbom 1973). Sehingga terlihat frekuensi denyut jantung pada usia > 30 tahun lebih kecil daripada subjek yang berusia < 30 tahun saat melakukan steptest dengan frekuensi langkah yang sama. Selain itu perbedaan frekuensi

0 20 40 60 80 100 120 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 HR ( d en y u t/m e n it) Waktu (menit) R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 ST4 R5

denyut jantung pada kedua kelompok usia tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kematangan emosi serta pengalaman dalam melakukan suatu aktivitas yang relatif lebih lama bagi pemanen dengan usia > 30 tahun.

Tabel 4 Nilai laju denyut jantung (HR) subjek saat step test

Subjek Usia HRrest HR1 HR 2 HR3 HR4

A1 > 30 62.18 79.24 86.33 91.88 97.00 A2 57.25 88.00 92.50 107.82 110.43 A3 47.95 71.83 78.57 87.86 98.71 A4 68.11 92.63 102.71 111.38 126.53 B1 < 30 54.75 99.05 108.10 116.17 123.86 B2 68.29 97.82 104.33 110.10 117.45 B3 59.00 91.89 95.23 103.50 108.17 B4 83.70 111.17 113.50 119.40 125.64

Pada Gambar 7 terlihat bahwa laju denyut jantung yang terekam pada menit-menit awal tidak beraturan. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian antara langkah kaki terhadap bunyi metronome. Oleh karenanya dalam pengambilan data denyut jantung hendaknya tidak mengambil data pada menit-menit awal atau akhir dari step test. Banyaknya data yang diambil minimal 6 data denyut jantung.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kalibrasi step test digunakan untuk melihat hubungan peningkatan frekuensi denyut jantung akibat peningkatan beban kerja. Korelasi ini dapat dilihat dengan menentukan IRHR. IRHR dapat dicari dengan membandingkan denyut jantung saat beraktivitas dan denyut jantung saat beristirahat. Denyut jantung istirahat dalam steptest merupakan denyut jantung terendah yang terukur. Biasanya terdapat pada kegiatan istirahat yang pertama (R1) karena saat itu subjek belum melakukan aktivitas apapun, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengambil denyut jantung pada kegiatan R2, R3, R4 atau R5. Sedangkan untuk denyut jantung saat bekerja dipilih denyut jantung yang tertinggi dan stabil. Denyut jantung yang dipilih hendaknya denyut jantung pada menit ke-3 karena pada saat itu sel-sel otot telah melakukan respirasi aerob.

Untuk mengetahui laju konsumsi energi yang diperlukan dalam melakukan step test maka dihitung nilai WECST dari masing-masing subjek. Nilai WECST tersebut dihitung dengan pendekatan prinsip energi yang diasumsikan subjek berjalan menaiki tangga dengan membawa beban tubuhnya sendiri yang dipengaruhi oleh faktor berat badan, tinggi bangku step test, gaya gravitasi, dan frekuensi yang digunakan dalam kalibrasi step test.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa nilai IRHRST dan WECST meningkat seiring dengan meningkatknya beban kerja yang diterima. Namun, masing-masing subjek memiliki nilai IRHRST dan WECST yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena IRHR merupakan suatu angka yang menunjukkan besarnya kecenderungan fisiologis tubuh dalam merespon beban kerja yang diterima. Masing-masing subjek mempunyai kemampuan fisiologis yang berbeda-beda. Demikian pula nilai WECST yang sangat dipengaruhi oleh massa tubuh seseorang sehingga terlihat pada Tabel 5 bahwa masing-masing subjek memiliki nilai WECST yang berbeda.

19 Tabel 5 Nilai IRHRST dan WECST

Subjek IRHRST WECST (kkal/menit)

ST1 ST2 ST3 ST4 WECST1 WECST2 WECST3 WECST4 A1 1.27 1.39 1.48 1.56 0.95 1.26 1.58 1.89 A2 1.54 1.62 1.88 1.93 1.04 1.39 1.73 2.08 A3 1.50 1.64 1.83 2.06 1.06 1.41 1.76 2.11 A4 1.36 1.51 1.64 1.86 1.19 1.58 1.76 2.37 B1 1.81 1.97 2.12 2.26 1.13 1.51 1.89 2.26 B2 1.43 1.53 1.61 1.72 0.89 1.19 1.48 1.78 B3 1.56 1.61 1.75 1.83 1.15 1.53 1.92 2.30 B4 1.33 1.36 1.43 1.50 1.05 1.40 1.75 2.04

Karena perbedaan respon fisiologi dari masing-masing subjek berbeda maka perlu pemetaan hubungan antara IRHRST dengan WECST. Selanjutnya nilai IRHRST di masukan dalam grafik sebagai nilai dari sumbu y dan WECST sebagai nilai dari sumbu x, sehingga dari hubungan tersebut didapatkan grafik yang akan membentuk garis linier dengan persamaan y = ax + b, dimana nantinya grafik tersebut dapat digunakan untuk mengkonversi nilai IRHRwork menjadi WEC.

. Grafik hubungan antara IRHRST dan WECST untuk subjek A1 dan B1 dapat dilihat pada Gambar 8 dan subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

(a) (b)

Gambar 8 Contoh grafik korelasi IRHRST dengan WECST (a) Subjek A1 (>30 tahun) ; (b) Subjek B1 (<30 tahun)

Setiap subjek memiliki grafik dan persamaan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda dalam menerima peningkatan beban kerja. Persamaan masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 6.

y = 0.2996x + 0.9999 R² = 0.9986 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 IR H RST WECST y = 0.5633x + 1.0686 R² = 0.9744 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 IR H RST WECST

Tabel 6 Persamaan korelasi nilai IRHRST terhadap WECST Subjek Persamaan R2 A1 y = 0.2996x + 0.9999 0.9986 A2 y = 0.4618x + 1.0174 0.9813 A3 y = 0.4901x + 0.9836 0.9948 A4 y = 0.3499x + 0.9738 0.9862 B1 y = 0.5633x + 1.0686 0.9744 B2 y = 0.4032x + 1.0277 0.9864 B3 y = 0.3651x + 1.0480 0.9688 B4 y = 0.2421x + 1.0260 0.9716

Grafik yang dibentuk oleh IRHRST dengan WECST membentuk hubungan linear dengan kemiringan/slope yang berbeda pada masing-masing subjek. Kemiringan grafik ini diwakili oleh nilai a pada persamaan y = ax + b Slope/kemiringan grafik menunjukkan besar kecilnya respon yang ditimbulkan oleh denyut jantung akibat beban kerja yang diterima. Makin curam kemiringan suatu grafik maka makin besar pula perubahan nilai IRHR terhadap WEC, begitu pula sebaliknya. Jadi penambahan beban kerja sedikit saja dapat menyebabkan peningkatan IRHR yang cukup besar. Dari semua subjek terlihat bahwa subjek B1 memiliki slope (nilai a) yang paling besar yaitu 0.5633. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan beban kerja dalam hal ini berupa peningkatan frekuensi langkah saat steptest akan menyebabkan meningkatnya nilai IRHR yang relatif besar.

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi x terhadap variasi/keragaman. Koefisien determinasi juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi linier sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak x dan y. Nilai dari koefisien determinasi tersebut adalah berkisar dari nol sampai dengan satu (0<R2<1) dimana makin mendekati nilai 1 maka semakin tinggi kontribusi x menjelaskan variabel terikatnya (y). Pada hasil hubungan korelasi antara WECST dan IRHRST diperoleh titik-titik yang menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang tinggi antara WECST dan IRHRST.

Pengukuran Konsumsi Energi Kerja

Data rekaman denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan merupakan data yang diperoleh dari aktivitas pemanenan di PT. Sari Lembah Subur, Riau, tepatnya pada Afdeling OY. Afdeling ini merupakan afdeling yang relatif baru namun sudah bisa menghasilkan. Pada afdeling ini terlihat bahwa pohon-pohon yang ada masih relatif rendah sehingga dalam dalam pelaksanaanya pemanenan dibantu dengan menggunakan dodos dan egrek dengan satu sambungan. Relief lahan pada afdeling OY adalah datar/flat dan berteras.

21 Tabel 7 Parameter lingkungan kerja panen kelapa sawit

Parameter Kondisi Kondisi Simbol

Topografi Datar/ Flat F

Teras T

Kondisi Tanah Kering K

Basah B

Pengunaan Alat Panen 0-3 meter D 3-6 meter E

Data rekaman denyut jantung saat bekerja diambil ketika pemanen melakukan seluruh aktivitas pemanenan, mulai dari verifikasi tandan buah hingga mengumpulkan tandan di tempat pengumpulan hasil (TPH).

Ve Pr CuE/CuD

Ba Ck Br Lo

MoAt MoA MoK Un

Gambar 9 Elemen kerja pemanenan kelapa sawit

Pengambilan data adalah minimal empat kali ulangan menggunakan egrek dan satu kali menggunakan dodos. Diantara setiap ulangan dilakukan istirahat sebanyak 5-10 menit. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kembali denyut

jantung pada keadaan sebelum melakukan kerja, sehingga data ulangan kedua dan seterusnya menjadi lebih valid. Gambar 10 merupakan grafik rekaman laju denyut jantung saat melakukan pemanenan serta Tabel 8 merupakan rekaman denyut jantung subjek pada kondisi lahan dan penggunaan alat tertentu.

Gambar 10 Grafik denyut jantung saat pemanenan Keterangan Gambar 10: R1 : Rest 1 U2 : Ulangan 2 R2 : Rest 2 U3 : Ulangan 3 R3 : Rest 3 U4 : Ulangan 4 R4 : Rest 4 U5 : Ulangan 5 R5 : Rest 5 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 H R (d e n y u t/ m e n it) Waktu (menit) R1 U1 U2 U3 U4 U5 U6

23 Tabel 8 menunjukkan rekaman nilai denyut jantung subjek pada saat melakukan seluruh aktivitas pemanenan, dimulai dari verifikasi kematangan tandan hingga pengumpulan tandan di TPH. Dari Tabel 8 terlihat bahwa elemen kerja Mok tidak semua subjek terambil, hanya subjek B3 dan B4 saja. Mok merupakan kegiatan berjalan tanpa ditambahi aktivitas apapun. Sebagian besar subjek tidak terambil datanya karena elemen kerja tersebut dilakukan dengan sangat cepat, hanya beberapa detik saja. Selain itu karena kondisi lahan yang berteras biasanya saat bekerja pemanen langsung membawa angkongnya sehingga secara tidak langsung elemen Mok tergantikan dengan elemen MoA. Elemen kerja Mok juga merupakan elemen kerja yang dikehendaki tidak terlalu sering dikerjakan karena merupakan salah satu kegiatan yang mengurangi produktivitas. Elemen kerja persiapan (Pr) pada subjek A4 juga tidak terekam karena pada ancak yang dikerjakan oleh subjek ini memiliki ketinggian pohon yang relatif seragam sehingga elemen persiapan tidak lakukan, sama halnya seperti pemanenan dengan menggunakan dodos.

Tabel 8 Rata-rata laju denyut jantung pada aktivitas pemanenan kelapa sawit Usia Elemen Kerja Rata-rata laju denyut jantung (HR)

T-K-E F-K-E T-K-D F-B-D > 30 tahun Ve 97.68 91.16 107.75 89.97 Pr 97.00 106.34 - - Cu 125.66 121.91 128.29 114.66 Ba 124.00 108.29 126.77 112.60 Ck 119.69 109.58 114.24 114.76 Br 112.37 95.97 108.41 102.75 Lo 121.42 105.48 125.15 109.55 MoAt 130.53 122.13 139.17 122.05 Un 126.40 111.73 119.97 118.76 MoK - - - - MoA 117.31 103.71 112.92 109.71 < 30 tahun Ve 117.14 108.10 117.14 108.10 Pr 127.00 119.04 - - Cu 140.61 122.32 133.57 120.52 Ba 128.68 112.13 128.68 112.13 Ck 134.79 134.70 134.79 134.70 Br 121.12 121.12 121.12 100.56 Lo 138.26 119.62 138.26 119.62 MoAt 139.51 123.93 139.51 123.93 Un 150.59 120.80 150.59 120.80 MoK 135.00 109.00 135.00 109.00 MoA 117.29 107.75 117.29 107.75

Nilai denyut jantung pada subjek berusia dibawah 30 tahun sebagian besar lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang berusia diatas 30 tahun. Nilai denyut jantung merupakan ekspresi sistemik dari metabolisme tubuh. Hasil dari metabolisme tubuh merupakan energi yang harus dibayar agar seseorang dapat melakukan aktivitas, sehingga frekuensi denyut jantung ini berkaitan erat dengan fungsi fisiologi tubuh yang bergantung dengan usia seseorang, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat interval usia optimal manusia yang produktif. Selain itu denyut jantung merupakan ekspresi dari besarnya beban kerja

yang diterima dari masing-masing subjek baik secara fisik maupun psikologis. Sebagian besar subjek yang berusia lebih dari 30 tahun akan cenderung lebih menguasai aktivitas yang menuntut ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan kekuatan fisik begitu pula sebaliknya, subjek yang berusia kurang dari 30 tahun akan lebih menguasai aktivitas yang menuntut kekuatan fisik lebih tinggi dibandingkan ketelitian. Hal ini berkaitan dengan kematangan emosi dan lamanya pengalaman subjek dalam melakukan aktivitas tersebut. Sehingga terlihat ada beberapa elemen kerja dimana laju denyut jantung subjek berusia > 30 tahun lebih besar dibandingkan subjek berusia < 30 tahun, seperti pada elemen MoAt (mengangkut tandan dengan menggunakan angkong menuju TPH). Hal tersebut mengindikasikan bahwa untuk melakukan elemen kerja tersebut, kekuatan fisik lebih berpengaruh dibandingkan faktor fisik.

Aktivitas pemanenan dilakukan pada berbagai variasi kondisi lahan, berteras/datar dan basah/kering. Dari Tabel 8 terlihat bahwa subjek yang melakukan aktivitas pemanenan dilahan datar memiliki nilai denyut jantung yang lebih rendah dibandingkan subjek yang melakukan aktivitas pemanenan di lahan datar. Selain itu terlihat juga bahwa pemanenan dengan menggunakan dodos memiliki nilai denyut jantung yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan egrek. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan dan penggunaan teknologi juga berpotensi untuk mempengaruhi besarnya beban kerja yang diterima.

Setelah diperoleh nilai rata-rata denyut jantung saat melakukan aktivitas pemanenan, maka dapat dicari besarnya nilai IRHR dari masing-masing subjek. Tabel 9 merupakan nilai IRHR dari masing-masing elemen kerja panen.

Tabel 9 Nilai IRHR pada aktivitas pemanenan kelapa sawit

Usia Elemen Kerja IRHR

T-K-E F-K-E T-K-D F-B-D > 30 tahun Ve 1.50 1.74 1.58 1.63 Pr 1.56 2.03 - - Cu 1.93 2.32 1.76 2.06 Ba 1.91 2.06 1.68 2.02 Ck 1.85 2.08 1.59 2.06 Br 1.73 1.83 1.84 1.84 Lo 1.87 2.01 2.04 1.97 MoAt 2.00 2.34 1.66 2.21 Un 1.95 2.11 1.76 2.12 MoK - - - - MoA 1.81 1.98 1.66 1.97 < 30 tahun Ve 1.56 1.91 1.56 1.91 Pr 1.69 2.17 - - Cu 1.87 2.16 2.12 2.12 Ba 1.71 1.97 1.78 2.05 Ck 1.77 2.38 1.77 2.17 Br 1.61 1.77 1.61 1.93 Lo 1.84 2.11 1.84 2.16 MoAt 1.86 2.18 1.86 2.02 Un 2.01 2.12 2.01 2.12 MoK 1.61 1.85 1.61 1.97 MoA 1.90 1.90 1.56 1.91

25 Nilai IRHR merupakan indeks yang menunjukkan kecenderungan tubuh (denyut jantung) dalam merepson beban kerja yang diterima. Sehingga dalam analisis beban kerja nilai IRHR dapat digunakan untuk menentukan besarnya tingkat kejerihan seseorang. Tabel 10 merupakan tabel klasifikasi tingkat kejerihan untuk kegiatan panen kelapa sawit di PT SLS.

Tabel 10 Klasifikasi tingkat kejerihan

Nilai IRHR Kategori

1< IRHR < 1.5 Ringan 1.5 < IRHR < 2.0 Sedang 2.0 < IRHR < 2.5 Berat 2.5< IRHR Sangat berat Sumber: Laporan Akhir Kajian Ergonomika untuk Penyempurnaan Sistem dan Produktifitas Kerja Panen-Muat Kelapa Sawit di Kebun PT. AAL, 2012

Dari tabel 10 dan 11 terlihat bahwa tingkat kejerihan dari kegiatan kelapa sawit berada dalam klasifikasi sedang hingga berat. Kegiatan-kegiatan yang berada dalam level berat diantaranya adalah kegiatan MoAt dan Un. Elemen Un termasuk katergori berat pada pemanen berusia < 30 tahun. Selain itu kegiatan CuD, CuE, Lo, Ba dan Ck juga berada pada level berat pada kondisi lahan yang datar, sedangkan pada lahan teras kedua elemen kerja tersebut berada pada level sedang.

Tabel 11. Kategori tingkat kejerihan masing-masing elemen kerja Usia Elemen

kerja

Kategori

T-K-D F-B-D T-K-E F-K-E

> 30 tahun

Ve Sedang Sedang Sedang Sedang

Pr - - Sedang Sedang

Cu Sedang Berat Sedang Berat Ba Sedang Berat Sedang Berat Ck Sedang Berat Sedang Berat Br Sedang Sedang Sedang Sedang Lo Sedang Sedang Sedang Berat MoAT Berat Berat Berat Berat Un Sedang Berat Sedang Berat MoA Sedang Sedang Sedang Sedang

MoK - - - -

< 30 tahun

Ve Sedang Sedang Sedang Sedang

Pr - - Sedang Berat

Cu Sedang Berat Sedang Berat Ba Sedang Berat Sedang Sedang Ck Sedang Berat Sedang Berat Br Sedang Sedang Sedang Sedang Lo Sedang Berat Sedang Berat MoAT Sedang Berat Sedang Berat Un Berat Berat Berat Berat MoA Sedang Sedang Sedang Sedang MoK Sedang Sedang Sedang Sedang

Nilai IRHR sangat berkaitan dengan karakteristik fisik dan psikologi subjek, sehingga masing-masing subjek akan memiliki nilai yang berbeda. Dengan melihat nilai IRHR kita dapat melihat bagaimana besar beban kerja yang dirasakan oleh pemanen. Oleh karena itu nilai IRHR dapat diindikasikan sebagai indikator tingkat keterampilan/keahlian dari subjek. Tingkat keterampilan ini semakin meningkat bila semakin lama seseorang melakukan aktivitas yang sama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semakin ringan tingkat kejerihan dari subjek maka makin kecil beban kerja yang dirasakan oleh subjek. Pada Tabel 9 terlihat bahwa subjek yang berusia > 30 tahun memiliki nilai IRHR yang lebih besar dibandingkan dengan subjek yang berusia < 30 tahun pada sebagian besar elemen kerja panen kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan panen kelapa sawit pada subjek > 30 tahun dirasakan lebih berat dibandingkan subjek berusia < 30 tahun. Namun pada elemen kerja yang dilakukan pada urutan terakhir seperti MoAt dan Un, nilai IRHR pada subjek yang berusia < 30 tahun lebih besar dibandingkan subjek > 30 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek > 30 tahun lebih stabil dalam merespon beban kerja yang diterima. Nilai IRHR juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Terlihat pada Tabel 9 bahwa pada kondisi lahan datar sebagian besar nilai rata-rata IRHR lebih tinggi dibandingkan pada lahan teras.

Selain dijadikan sebagai indikator tingkat kejerihan nilai IRHR juga digunakan untuk mencari nilai laju konsumsi energi kerja (WEC). Nilai WEC ini diperoleh dengan mengkonversi nilai IRHR dengan menggunakan persamaan linier yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah dengan menjumlahkan nilai WEC dan BME maka kita dapat memperoleh total konsumsi energi yang dibutuhkan untuk melakukan kerja (Contoh perhitungan terdapat pada Lampiran 8).

Nilai WEC merupakan nilai laju konsumsi energi yang harus dikeluarkan akibat usaha/kerja yang kita lakukan. Pada tabel 12 untuk subjek yang berumur > 30 tahun memiliki nilai WEC yang lebih besar saat pemanenan dilakukan pada lahan berteras dibandingkan saat memanen di lahan datar pada semua elemen kerja. Perbedaan yang cukup besar terlihat pada elemen kerja Br, MoAT dan Un. Pada lahan teras nilai WEC pada elemen kerja Br, MoAT dan Un masing-masing bernilai 2.34 kkal/menit, 3.14 kkal/menit dan 3.02 kkal/menit sedangkan pada lahan datar masing-masing bernilai 1.74 kkal/menit, 2.80 kkal/menit dan 2.35 kkal/menit. Hal ini juga terjadi pada subjek yang berusia < 30 tahun. Elemen kerja Br merupakan aktivitas memungut berondolan yang jatuh pada sekitar piringan. Pada lahan teras terdapat kemungkinan dimana berondolan terjatuh menyebar hingga terjatuh pada teras setelahnya dan pemanen yang telah terikat dengan peraturan untuk memungut semua berondolan yang jatuh akan berusaha untuk memungut semua, sehingga akan lebih sulit dilakukan pada lahan berteras dibandingkan di lahan datar. MoAT merupakan kegiatan mengangkut tandan yang telah dipotong menuju tempat pengumpulan hasil. Lahan berteras akan membuat pergerakan pemanen tidak semudah pada lahan datar karena lahan beteras pada awalnya merupakan lahan dengan kemiringan yang cukup tinggi namun dibuat beteras untuk lebih memudahkan pemanen dalam hal pengangkutan tandan. Sedangkan untuk elemen Un merupakan elemen kerja membongkar muat tandan pada tempat pengumpulan hasil. Elemen ini merupakan serial kerja terakhir yang artinya pada elemen kerja ini pemanen akan merasakan kelelahan yang

27 menumpuk akibat serial dari elemen kerja sebelumnya. Untuk elemen kerja CuE dan CuD memiliki nilai WEC yang berbeda yaitu WEC untuk CuE akan lebih besar dibandingkan CuD, namun perbedaan antara keduanya tidak terlalu

Dokumen terkait