• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Semen Segar

Semen segar dari ketiga jantan yang digunakan mempunyai kualitas baik (Tabel 4). Pemeriksaan makroskopis pada penelitian tahap I dan II yaitu semen berwarna krem dengan konsistensi kental. Kekentalan dan warna menginterprestasikan bahwa konsentrasi spermatozoa tinggi. Hasil tersebut didapatkan dari pemeriksaan mikroskopis bahwa konsentrasi spermatozoa adalah 3608.33±657.70x106 spermatozoa/mL. Hasil tersebut cenderung sama dibandingkan hasil Dorado et al. (2009, 2010) masing-masing sebesar 3690±80x106 spermatozoa/mL dan 3720±100x106 spermatozoa/mL, dan lebih tinggi dibandingkan hasil Bezerra et al. (2011) yakni 2400±200x106 spermatozoa/mL.

Tabel 4 Rataan nilai karakteristik semen segar Karakteristik semen Penelitian tahap

I Penelitian tahap II Rataan Makroskopis Volume (mL) 1.14±0.14 1.44±0.15 1.29±0.21

Warna krem krem krem

pH 6.73±0.23 6.60±0.15 6.67±0.20

Konsistensi kental kental kental

Mikroskopis Gerakan massa +++ +++ +++ Gerakan individu Motilitas (%) 77.78±2.64 77.78±2.64 77.78±2.56 Skor individu 4.78±0.44 4.89±0.33 4.83±0.38 Hidup (%) 85.37±4.63 84.90±4.37 85.13±4.38 Konsentrasi (106/mL) 3530.56±774.07 3686.11±553.56 3608.33±657.70 Abnormalitas (%) 6.40±2.36 8.62±3.05 7.51±2.88

Membran plasma utuh (%) 78.43±3.88 77.01±3.18 77.72±3.52

+++ (baik): terlihat gelombang cepat dan banyak.

Demikian pula hasil pemeriksaan yang didapatkan dari motilitas spermatozoa yaitu 77.78±2.56%, persentase spermatozoa hidup 85.13±4.38% dan persentase membran plasma utuh 77.72±3.52%. Hasil pemeriksaan motilitas spermatozoa yang didapat lebih rendah dibandingkan dengan hasil Dorado et al. (2010) yakni 94.06±0.71% dan Bezerra et al. (2011) yakni 95.00±2.00%. Namun demikian hasil tersebut masih memenuhi syarat untuk pengolahan semen selanjutnya. Dinyatakan oleh Ax et al. (2000) bahwa persentase progresif motilitas spermatozoa normal agar dapat diolah lebih lanjut berkisar antara 70% - 90%. Hasil pemeriksaan spermatozoa hidup yang di identifikasikan dengan warna transparan pada bagian kepala spermatozoa (Gambar 6) didapatkan 85.13±4.38%, hasil tersebut relatif sama dibandingkan dengan hasil penelitian Tambing et al. (2001) dan Rizal et al. (2008), yakni 82.54% dan 83.89%. Persentase spermatozoa hidup lebih tinggi dari pada

spermatozoa motil karena dari jumlah spermatozoa yang hidup belum tentu semuanya motil progresif (Kostaman dan Sutama 2006).

Kualitas spermatozoa juga dapat diukur dengan mengetahui keutuhan dari membran plasma yang berfungsi untuk melihat fungsi spermatozoa masih hidup atau tidak. Hasil pemeriksaan membran plasma utuh (MPU) yang didapatkan 77.72±3.52%, hasil tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil Tambing et al.

(2003) dan Souhoka et al. (2009) masing-masing 82.40±5.08% dan 84.00±1.00%. Secara fisiologis terdapat hubungan antara membran plasma utuh dengan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Apabila terjadi kerusakan pada membran plasma dapat menyebabkan hilangnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme sehingga tidak dihasilkan energi sehingga motilitas menjadi rendah, serta daya hidup juga akan rendah (Rizal et al. 2003). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi perbedaan kualitas spermatozoa secara keseluruhan antara lain faktor individu, pakan, lingkungan, teknik dan frekuensi koleksi semen, serta kondisi media pengencer diantaranya pH dan tekanan osmotik.

Gambar 6 Spermatozoa hidup dan mati dengan pewarnaan eosin-nigrosin (a) spermatozoa hidup dan (b) spermatozoa mati

Ditinjau dari abnormalitas spermatozoa hasil penelitian yang didapat yakni 7.51±2.88%. Abnormalitas yang didapatkan lebih rendah dibandingan dengan hasil Bezerra et al. (2011) dan Dorado et al. (2010) masing-masing yakni 23.90±1.70% dan 13.30±1.05%. Ax et al. (2000) menyatakan bahwa abnormalitas spermatozoa tidak lebih dari 10%. Pengukuran abnormalitas spermatozoa penting dilakukan sebab abnormalitas yang tinggi akan mengganggu fertilitas jantan secara umum, hal tersebut diungkapkan oleh Garner dan Hafez (2000) yang menyatakan bahwa abnormalitas spermatozoa akan mempengaruhi fertilitas jika jumlahnya melebihi 20% dari total spermatozoa.

Abnormalitas yang didapat kebanyakan adalah abnormalitas primer dengan rataan 1.09±0.57% dan abnormalitas sekunder 6.42±1.85%. Beberapa abnormalitas primer yang terlihat pada penelitian adalah double head, detached head, abaxial, microcephalus, macrocephalus, narrow, dan pear shaped (Lampiran 7). Sedangkan abnormalitas sekunder yang terlihat adalah teratoid forms, bowed midpiece, coiled

b

principal piece, proximal droplet, bent principal piece, pseudodroplet dan distal droplet (Lampiran 8).

Abnormalitas primer merupakan ketidaknormalan morfologi spermatozoa yang terjadi ketika spermatozoa masih di dalam tubuli seminiferi (spermatogenesis). Kelompok abnormalitas ini lebih berbahaya karena sebagian bersifat genetik sebagai contoh knobbed acrosome defect yang dapat menurunkan fertilitas sehingga mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan. Semen dengan persentase abnormalitas cukup tinggi cenderung memiliki fertilitas yang rendah karena berkaitan dengan kemampuan mengawali fertilisasi atau memelihara perkembangan embrio. Abnormalitas sekunder merupakan ketidaknormalan morfologi spermatozoa yang terjadi selama spermatozoa melewati saluran reproduksi. Sedangkan abnormalitas tersier merupakan ketidaknormalan morfologi spermatozoa yang terjadi karena perlakuan atau penanganan pada saat penampungan.

Preservasi Semen Cair Menggunakan Pengencer Tris-kuning telur dan Tris- soya dengan Suplementasi Trehalosa dan Rafinosa

Secara umum motilitas spermatozoa lebih lama bertahan dalam pengencer tris-

kuning telur dibandingkan dengan tris-soya. Spermatozoa dapat bertahan sampai kira-kira 50% selama 72-84 jam dalam pengencer tris-kuning telur, sedangkan

pengencer tris-soya hanya bertahan selama 48-60 jam baik dengan suplementasi rafinosa maupun trehalosa (P<0.05). Hal ini diduga karena pada suhu rendah (5°C) spermatozoa akan mengalami kerusakan akibat terjadinya kejutan dingin (cold shock), dan lesitin pada tris-kuning telur lebih mampu menjaga spermatozoa akibat

cold shock daripada lesitin yang terkandung di dalam ekstrak kacang kedelai. Selain itu, dengan menurunkan suhu penyimpanan 5°C, metabolisme akan dihambat sehingga dapat mempertahankan hidup spermatozoa lebih lama dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang. Kandungan low density lipoprotein (LDL) dengan komposisi 79% lipid dan 21% protein, dengan komponen lipid utama berupa kolestrol (Botham dan Mayes 2009) yang ada di dalam tris-kuning telur, serta struktur lipoprotein (Lampiran 9) yang memiliki kemiripan dengan struktur membran plasma sehingga LDL yang ada didalam tris-kuning telur dapat melindungi membran sel spermatozoa sehingga lebih mampu menjaga stabilitas membran plasma dibandingkan dengan tris-soya dengan komposisi terbanyak berupa protein, sehingga kerusakan spermatozoa dapat diminimalisasi dengan baik. Meskipun demikian, hal ini membuktikan bahwa pengencer tris-soya memberikan harapan untuk dapat digunakan sebagai pengencer berbasis lesitin nabati untuk semen cair kambing.

Suplementasi trehalosa ternyata dapat memperbaiki daya tahan spermatozoa dalam pengencer tris-kuning telur (52.82±3.21%) sampai 84 jam dibandingkan dengan rafinosa dengan persentase yang hampir sama (52.78±4.41%) bertahan sampai 72 jam. Sebaliknya pada pengencer tris-soya, suplementasi rafinosa memperpanjang daya tahan spermatozoa, yaitu 52.78±4.41% sampai 60 jam lebih lama dibandingkan dengan trehalosa (53.33±3.54%) sampai 48 jam (Tabel 5). Hal ini diduga karena dengan ditambahkannya trehalosa ke dalam tris-kuning telur menjadikan kombinasi perlakuan tersebut lebih optimal dalam mempertahankan stabilitas membran plasma sel. Trehalosa adalah salah satu sakarida yang memiliki struktur yang paling stabil dan berperan dalam menstabilkan membran sel (Higashiyama 2002) sehingga bersama-sama tris-kuning telur menunjukkan

kemampuan yang optimal dalam melindungi sel. Dijelaskan lebih lanjut bahwa trehalosa merupakan gula nonpereduksi dan berfungsi sebagai antioksidan sehingga tris-kuning telur yang disuplementasikan dengan trehalosa tidak mudah teroksidasi dan membran sel spermatozoa tidak mudah rusak. Trehalosa adalah gula yang tidak toksik dan bersifat krioprotektan dengan cara menggantikan atau berasosiasi dengan

bound water, dan trehalosa dapat melindungi membran sel dengan cara mengikat air ke protein dan ke ujung polar dari fosfolifid pada membran sel lebih kuat dibandingkan dengan bound water tanpa tambahan trehalosa (bound water saja) (Best c1990).

Menurut Viswanath dan Shannon (2000) krioprotektan golongan karbohidrat memiliki kemampuan menggantikan molekul air secara normal dalam kelompok polar hydrated. Sifat-sifat senyawa karbohidrat tersebut akan membantu stabilitas membran plasma sel spermatozoa selama masa transisi melewati zona suhu yang kritis, serta mengubah sifat mekanik pengencer melalui peningkatan viskositas. Aisen et al. (2000) menyatakan golongan karbohidrat disakarida berperan menggantikan posisi air pada permukaan membran plasma sel yang langsung berhubungan dengan pengencer. Selanjutnya dikatakan bahwa disakarida dapat berinteraksi langsung dengan gugus pusat fosfolipid polar selama proses penyimpanan, dan menurunkan interaksi van der Waals diantara rantai karbon.

Dalam pengencer tris-soya, suplementasi rafinosa memperpanjang lama penyimpanan spermatozoa dibandingkan dengan trehalosa. Hal ini diduga karena kandungan rafinosa dalam tris-soya yang digunakan lebih banyak mengandung sumber karbohidrat. Rafinosa terdiri dari tiga sakarida yang mempunyai peranan penting pada penyesuaian pengaruh tekanan osmotik. Aktifitas dan sumber energi sakarida dengan berat molekul yang tinggi sangat baik untuk gerakan spermatozoa.

Sebagai sumber aktifitas rafinosa yang terdiri dari D-galaktosa, D-glukosa dan D-Fruktosa juga berfungsi menstabilkan kualitas spermatozoa terhadap pengaruh

buruk penyimpanan dan pembekuan dalam N2 cair (Fernández-Santos et al. 2007). Rafinosa yang merupakan golongan gula pereduksi yang ditambahkan ke dalam tris- soya yang komponen utamanya adalah protein menjadikan kombinasi perlakuan tersebut lebih optimal dalam menstabilkan membran sel. Karbohidrat molekul besar dapat menyediakan energi dalam jumlah yang cukup banyak yang diperlukan untuk metabolisme dan fisiologi secara normal, namun tidak dapat melewati membran plasma spematozoa (Naing et al. 2010).

Pemeriksaan motilitas spermatozoa ditunjang dengan pemeriksaan membran plasma utuh dan spermatozoa hidup. Pemeriksaan membran plasma utuh penting dilakukan karena kerusakan membran plasma akan berpengaruh terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa. Hasil penyimpanan semen cair pada semua pengencer dalam suhu 5°C didapatkan rataan persentase hidup lebih tinggi 6-9% daripada rataan persentase motilitas spermatozoa. Pada pengencer tris-kuning telur didapatkan rataan persentase hidup (59.24%) lebih tinggi daripada rataan persentase motilitas spermatozoa (52.23%), demikian pula pada tris-soya rataan persentase spermatozoa hidup (60.49%) lebih tinggi daripada rataan persentase motilitas spermatozoa (52.41%) (Tabel 6). Hasil rataan persentase membran plasma utuh pada semua pengencer cenderung sama dengan rataan persentase motilitas spermatozoa yang mencapai kira-kira 50%. Pada pengencer tris-kuning telur didapatkan rataan persentase membran plasma utuh (53.80%), sedangkan pengencer tris-soya (54.14%) (Tabel 6).

Tabel 5 Pengaruh pengencer tris-kuning telur dan tris-soya dengan suplementasi trehalosa dan rafinosa terhadap persentase motilitas spermatozoa, persentase spermatozoa hidup dan persentase membran plasma utuh (MPU)

Huruf vokal (a, e, i) berbeda yang mengikuti angka pada kolom yang sama dan huruf konsonan (M, N, P, Q, R, S, T, V) berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

Lama penyimpanan (jam) Perlakuan

0 12 24 36 48 60 72 84

Persentase motilitas progresif spermatozoa (%) (rataan ± standar deviasi) Tris-kuning telur Kontrol 76.67±2.50aM 72.22±2.64aN 70.00±2.50aN 65.56±3.00aP 61.67±3.54aQ 57.78±3.63aR 51.11±4.86aS 47.54±4.11aS Trehalosa 77.22±2.64aM 75.56±3.00aMN 73.33±2.50aN 68.89±3.33aP 66.11±2.20aP 62.22±2.64aQ 57.78±3.63aR 52.82±3.21aS Rafinosa 77.22±2.64aM 73.89±2.20aMN 71.11±3.33aN 66.67±2.50aP 63.89±3.33aP 58.89±4.17aQ 52.78±4.41aR 49.57±4.35aR Tris-soya Kontrol 76.11±2.20aM 66.11±3.33eN 61.67±3.54eP 56.11±4.86eQ 51.11±4.86eR 45.00±3.54eS 37.78±5.65eT 33.54±3.48eT Trehalosa 77.22±2.64aM 67.78±2.64eN 63.33±3.54eP 58.89±3.33eQ 53.33±3.54eR 48.33±3.54eS 41.11±4.86eT 37.49±3.41eV Rafinosa 76.67±2.50aM 70.56±3.00aeN 66.11±3.33eP 62.78±2.64iP 57.22±3.63eQ 52.78±4.41eR 46.11±5.46eS 41.73±3.56eS Persentase spermatozoa hidup (%) (rataan ± standar deviasi)

Tris-kuning telur

Kontrol 84.67±4.20aM 79.09±2.85aN 75.63±3.56aNP 71.52±3.12aPQ 67.22±3.68aQR 63.04±4.24aRS 57.86±5.98aS 53.63±4.86aT Trehalosa 85.27±4.49aM

80.78±2.65aMN 78.69±2.58aN 75.22±3.23aP 71.68±2.15aPQ 69.17±3.35aQ 64.32±3.63aR 59.38±3.77aS

Rafinosa 85.14±4.36aM 80.35±2.58aMN 76.04±3.23aeN 71.60±2.84aP 69.29±4.71aPQ 66.20±5.07aQ

60.50±5.51aR 55.62±4.78aS

Tris-soya

Kontrol 84.86±4.23aM 71.47±4.10eN 67.94±3.66eNP 64.11±4.01ePQ 59.42±5.23eQ 53.20±6.02eR 45.11±6.40eS 40.23±4.69eS Trehalosa 84.82±4.14aM 73.89±4.59eN 70.44±4.62iP 66.03±3.07aP 61.82±3.64eQ

55.41±4.51eR 46.50±5.44eS 43.27±3.75eS Rafinosa 84.94±4.31aM 78.13±4.03aN 72.63±3.50eiN 68.72±3.16aP 65.26±3.02eQ

60.23±4.02iR 53.57±6.42iS 48.40±4.54eS Persentase membran plasma utuh (%) (rataan ± standar deviasi)

Tris-kuning telur Kontrol 77.73±3.44aM 75.35±3.15aM 71.42±2.22aN 65.94±3.53aP 62.19±3.71aPQ 59.06±3.74aQ 53.53±4.12aR 48.33±3.31aS Trehalosa 78.05±3.72aM 75.70±2.55aN 72.72±2.15aN 68.79±2.47aP 66.09±1.78aQ 63.06±2.18aQ 59.09±2.92aR 53.55±3.06aS Rafinosa 78.33±3.83aM 76.06±2.70aN 72.35±2.21aP 67.78±3.40aQ 65.19±3.66aQR 60.76±4.76aR 54.33±5.31aS 49.97±3.53aS Tris-soya Kontrol 78.04±3.45aM 69.10±2.07eN 65.02±2.08eNP 60.89±3.57eP 53.59±3.92eQ 49.21±5.07eR 40.55±6.22eS 34.68±5.41eT Trehalosa 78.09±3.86aM 70.91±3.46eN 65.32±3.69eNP 60.45±2.94ePQ 55.25±4.44eQ 49.29±4.05eR 41.95±4.54eS 38.45±3.78eS Rafinosa 78.17±3.91aM 72.96±3.85aeN 68.81±2.52iP 63.93±2.82iPQ 59.18±4.17eQ 53.59±4.07iR

47.72±5.99iS 40.26±5.31eT

Tabel 6 Selisih perbedaan persentase spermatozoa hidup dan membran plasma utuh (MPU) dengan motilitas spermatozoa hingga 50%

Perlakuan Tris-kuning telur Tris-soya Rataan

Selisih rataan

(%) Kontrol Trehalosa Rafinosa Kontrol Trehalosa Rafinosa

Tris- kuning

telur

Tris- soya Motilitas spermatozoa dan spermatozoa hidup (%)

SM 51.11 52.82 52.78 51.11 53.33 52.78 52.23 52.41

SH 57.86 59.38 60.50 59.42 61.82 60.23 59.24 60.49

Selisih

(%) 6.75 6.56 7.72 8.31 8.49 7.45 7.01 8.08 6-9

Motilitas spermatozoa dan membran plasma utuh (%)

SM 51.11 52.82 52.78 51.11 53.33 52.78 52.23 52.41

MPU 53.53 53.55 54.33 53.59 55.25 53.59 53.80 54.14

Selisih

(%) 2.42 0.73 1.55 2.48 1.92 0.81 1.57 1.73 1-3

SM (spermatozoa motil); SH (spermatozoa hidup); MPU (membran plasma utuh).

Kelangsungan hidup spermatozoa berkaitan dengan membran sperma. Metabolisme berlangsung dengan baik jika membran plasma sel dalam keadaan utuh sehingga fertilitas spermatozoa dapat berlangsung dengan baik. Hal tersebut berperan dalam mengatur lalu lintas masuk dan keluar seluruh substrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Menurut Paulenz et al. (2003) penambahan kuning telur yang berisi fosfolipid dan lesitin ke dalam pengencer, dapat melindungi membran sperma terhadap kejutan dingin. Kerusakan spermatozoa pada saat preservasi yang disebabkan karena efek cold shock akan merubah membran spermatozoa dari konfigurasi normal ke konfigurasi heksagonal yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran plasma spermatozoa (Morel 1999). Ketika membran sperma mengalami kerusakan, enzim aspartat aminotransferase (AspAT) yang merupakan enzim utama dalam mitokondria yang memproduksi ATP akan dilepaskan dari sel dan masuk ke seminal plasma. Kehilangan AspAT akan mengganggu produksi ATP dan mengganggu motilitas spermatozoa (Arifiantini dan Purwantara 2010).

Membran plasma spermatozoa dalam menunjang fungsi pompa ion yang masuk dan keluar sel sangat dipengaruhi oleh tekanan osmotik pada bahan pengencer. Tekanan osmotik ini sangat penting dalam mempertahankan keutuhan membran plasma, karena itu spermatozoa memerlukan lingkungan yang bersifat isotonik. Dalam pengencer, spermatozoa memiliki toleransi tekanan osmotik 270 sampai 360 mosmol/kg H2O (Guthrie 2002). Spermatozoa akan mengalami kebengkakan (swelling) jika dipaparkan pada larutan hipotonik, akibat masuknya cairan dari bagian luar sel ke bagian dalam dan sebaliknya akan mengalami penyusutan apabila berada pada lingkungan hipertonik. Hasil pengukuran tekanan osmotik pengencer tris-kuning telur, tris-kuning telur trehalosa, tris-kuning telur rafinosa, tris-soya, tris-soya trehalosa dan tris-soya rafinosa masing-masing adalah 273; 302; 309; 307; 345; 349 mosmol/kg H2O.

Semen segar dari ketiga kambing PE jantan yang digunakan pada penelitian berturut-turut adalah 244; 233; 236 mosmol/kg H2O dengan rataan tekanan osmotik sebesar 237.67 mosmol/kg H2O. Berdasarkan hasil pengujian tekanan osmotik,

pengencer tris-soya lebih hipertonik jika dibandingkan dengan pengencer tris-kuning telur. Pengencer yang hipertonik menandakan bahwa molekul-molekul atau partikel- partikel di luar sel lebih banyak daripada di dalam sel. Akibatnya terjadi pengeluaran air dari dalam sel untuk mengencerkan molekul-molekul di luar sel, sehingga sel akan mengerut. Efek yang ditimbulkan adalah muncul gejala osmotic-shock pada spermatozoa yang menyebabkan kerusakan pada organel-organel intraseluler sehingga dapat menyebabkan penurunan motilitas dan spermatozoa hidup. Kerusakan organel intraseluler menyebabkan metabolisme terganggu dan pada akhirnya terjadi penurunan motilitas dan penurunan spermatozoa hidup (Tambing et al. 2003). Perubahan tekanan osmotik larutan pengencer menjadi hipoosmotik atau hiperosmotik dapat menyebabkan kematian spermatozoa, sehingga karbohidrat yang digunakan sebagai tambahan bahan pengencer sebaiknya yang tidak mudah mengalami perubahan struktur menjadi bentuk ion yang dapat mengubah tekanan osmotik larutan pengencer agar integritas membran plasma sel tidak mudah rusak (Souhoka et al. 2009).

Dengan utuhnya membran plasma spermatozoa selama penyimpanan akan

memberikan efek yang baik terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa. Darnell et al. (1990) dan Kimball (1998) menyatakan bahwa lapisan luar membran sel dibangun dari kompleks protein-karbohidrat (oligosakarida;

polisakarida) yang berikatan dengan lipid (glikolipid) dan dengan protein (glikoprotein) yang disebut dengan selubung sel atau glikokaliks. Hal tersebut menjelaskan mengapa karbohidrat disebut dengan krioprotektan ekstraseluler, karena karbohidrat yang ditambahkan ke dalam pengencer berfungsi melindungi glikokaliks dari kerusakan. Karbohidrat tidak dapat menembus membran plasma sel secara difusi bebas karena tidak larut di dalam lemak dan memiliki berat molekul yang besar, sehingga sebagai senyawa krioprotektan ekstraseluler, karbohidrat melindungi sel dari luar (Souhoka et al. 2009).

Trehalosa dan rafinosa yang ditambahkan di dalam pengencer diduga akan berasosiasi dengan karbohidrat yang ada pada selubung sel sehingga membran plasma dapat terlindungi dari kerusakan secara mekanik selama proses pengolahan semen berlangsung, terutama saat penyimpanan pada suhu rendah. Kalaupun karbohidrat yang ada pada membran plasma sel tersebut rusak selama proses preservasi, diharapkan trehalosa dan rafinosa yang ditambahkan dapat menjadi pengganti sehingga struktur selubung sel tetap utuh. Sebagai senyawa krioprotektan ekstraseluler, trehalosa dan rafinosa berperan dalam melindungi membran plasma sel spermatozoa dari proses perusakan akibat pengaruh kejutan dingin selama penyimpanan pada suhu rendah (5°C), dan kejutan dingin tersebut berkaitan dengan perubahan fosfolipid yang menyusun membran plasma sel, perubahan tersebut dapat menyebabkan kebocoran atau rusaknya membran plasma sehingga ion-ion seperti kalsium bebas masuk ke dalam sel. Sehingga pada proses preservasi semen memerlukan zat-zat pelindung di dalam pengencer, seperti fosfolipid dan krioprotektan.

Kriopreservasi Semen Menggunakan Pengencer Tris-kuning telur Trehalosa dan Tris-soya Rafinosa dengan Penambahan Krioprotektan

Dimelthilformamida (DMF) dan Gliserol

Kualitas semen setelah pengenceran dari berbagai macam perlakuan cenderung sama dengan kualitas semen segar dan tidak terdapat adanya perbedaan antar perlakuan (P>0.05). Pengencer yang digunakan baik tris-kuning telur trehalosa dan tris-soya rafinosa dengan penambahan gliserol dan dimethilformamida (DMF) mampu memberikan perlindungan bagi spermatozoa pada awal penyimpanan. Akan tetapi, kualitas semen setelah pengenceran sampai proses ekuilibrasi (selama 4 jam) mengalami sedikit penurunan yaitu 1.69%-2.24% tetapi tidak terdapat adanya perbedaan antar perlakuan (P>0.05). Penurunan kualitas semen setelah pengenceran sampai proses ekuilibrasi dapat dipahami mengingat terjadinya perubahan dari suhu ruang (28oC) ke suhu lemari es (5oC). Lemari es relatif stabil di suhu 5oC dan kandungan lesitin (phosphatidyl choline) yang ada dalam pengencer tris-kuning telur trehalosa dan tris-soya rafinosa dengan penambahan gliserol dan DMF cukup memberikan perlindungan bagi spermatozoa akibat penurunan suhu karena lesitin (phosphatidyl choline) dapat bersifat membran coating untuk tetap mempertahankan konfigurasi normal phospholipid bilayer yang merupakan susunan utama membran sel spermatozoa.

Evaluasi kualitas semen setelah thawing dari hasil pengenceran mengalami penurunan. Pada pengencer tris-kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol dan DMF menurun sebanyak 11.60% dan 15.00% lebih baik dibandingkan dengan tris-soya rafinosa dengan penambahan krioprotektan yang sama dengan penurunan sebanyak 34.45% dan 37.60% (P<0.05) dan terdapat perbedaan antar perlakuan tris- kuning telur trehalosa dan tris-soya rafinosa baik dengan penambahan gliserol maupun DMF (P<0.05). Hasil evaluasi semen setelah thawing pada pengencer tris- kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol dan DMF cukup rendah karena penurunan kualitas semen hanya 11.60% dan 15.00% dibandingkan dengan hasil Tambing et al. (2000) yaitu 17.51% sampai 24.81% dan Dorado et al. (2010) yaitu 28.00%. Sedangkan pada pengencer tris-soya dengan penambahan krioprotektan yang sama penurunan kualitas semen tinggi yaitu sebanyak 34.45% dan 37.60%. Pengencer tris-soya rafinosa dengan penambahan gliserol dan DMF pada penelitian ini untuk sementara hanya dapat digunakan untuk pengencer semen cair. Perubahan suhu yang sangat drastis dari suhu setelah pengenceran (28 oC) ke suhu pembekuan dalam N2 cair (-196oC) sampai ke suhu setelah thawing (37oC) yang menyebabkan spermatozoa mengalami kerusakan pada membran sel sehingga motilitas spermatozoa terganggu dan menyebabkan kematian sel spermatozoa yang cukup tinggi. Apabila terjadi kerusakan pada membran plasma dapat menyebabkan hilangnya enzim-enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme sehingga tidak dihasilkan energi sehingga motilitas menjadi rendah, serta daya hidup juga akan rendah (Rizal et al. 2003).

Kualitas semen beku setelah thawing pada penelitian cukup tinggi. Motilitas spermatozoa pada perlakuan tris-kuning telur trehalosa dengan penambahan gliserol menunjukkan peranan yang lebih baik (65.07±5.38%) dengan nilai recovery rate

(83.65%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tris kuning telur trehalosa DMF (61.67±5.55%) dengan nilai recovery rate (79.29%) (P>0.05) (Tabel 7). Dengan demikian gliserol maupun DMF tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap

penambahan tris-kuning telur trehalosa, akan tetapi gliserol cenderung lebih baik sekitar 3%. Hal ini diduga karena gliserol yang ditambahkan kedalam tris-kuning telur trehalosa memiliki kemampuan untuk mencegah terbentuknya kristal-kristal es akibat dehidrasi sel yang berlebihan dari dalam sel dan menstabilkan membran plasma sel sehingga dapat melindungi kerusakan fisik maupun fungsional spermatozoa selama proses pembekuan dan memodifikasi struktur kristal es sehingga tidak merusak organel-organel sel. Peranan lain dari gliserol adalah dapat mencegah dehidrasi karena memiliki tiga gugus hidroksil (–OH) yang memiliki daya pengikat air yang kuat dan tiap gugus hidroksil ini dapat mengadakan interaksi dengan gugus karboksil asam lemak (Kimball 1998). Gliserol dalam melindungi membran sel akan mengikat gugus pusat fosfolipid sehingga mengurangi ketidakstabilan membran dan dapat berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein (Parks dan Graham 1992).

Tabel 7 Pengaruh dimethilformamida (DMF) dan gliserol dalam pengencer tris- kuning telur trehalosa dan tris-soya rafinosa terhadap kualitas spermatozoa

Huruf vokal (a, e, i) berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama dan huruf konsonan (M, N) berbeda yang mengikuti angka pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). DMF (dimethilformamida); SM (spermatozoa motil); SH (spermatozoa hidup); MPU (membran plasma utuh).

Tahapan Pembekuan

Tris-kuning telur trehalosa Tris-soya rafinosa Rataan

DMF Gliserol DMF Gliserol Tris- kuning telur trehalosa Tris- soya rafinosa Semen Segar             SM (%) 77.78±2.64aM 77.78±2.64aM 77.78±2.64aM 77.78±2.64aM 77.78 77.78 SH (%) 84.90±4.37aM 84.90±4.37aM 84.90±4.37aM 84.90±4.37aM 84.90 84.90 MPU (%) 77.01±3.18aM 77.01±3.18aM 77.01±3.18aM 77.01±3.18aM 77.01 77.01 Setelah Pengenceran SM (%) 76.67±2.50aM 76.67±2.50aM 76.67±2.50aM 76.67±2.50aM 76.67 76.67 SH (%) 83.23±4.23aM 84.55±3.28aM 84.62±3.66aM 82.88±3.45aM 83.89 83.75 MPU (%) 75.45±3.20aM 76.12±3.19 aM 75.67±3.11aM 75.45±3.19aM 75.79 75.56 Setelah Ekulibrasi SM (%) 74.43±2.50aM 74.55±2.50aM 74.73±2.50aM 74.98±2.64aM 74.49 74.31 SH (%) 80.00±3.25aM 81.04±3.67aM 82.01±3.52aM 81.11±3.19aM 80.52 81.56 MPU (%) 72.66±3.20aM 72.87±3.33aM 73.46±2.66aM 72.50±3.74aM 72.77 72.98 Setelah Thawing             SM (%) 61.67±5.55aN 65.07±5.38 aN 42.22±8.13eN 39.07±5.38eN 63.37 40.65 SH (%) 65.57±4.16aN 68.98±4.68 aN 48.89±7.93eN 45.36±4.81eN 67.28 47.13 MPU (%) 64.58±5.70aN 69.19±3.36eN 41.44±3.99iN 41.32±5.71iN 66.89 41.38 Recovery rate (%) 79.29 83.65 54.28 50.23 81.47 52.26

Selain gliserol penambahan kuning telur pada pengencer juga mampu memberikan efek perlindungan pada spermatozoa selama proses pendinginan dan pembekuan. Fraksi protein non dialisis pada kuning telur yang mengakibatkan kuning telur dapat mempunyai sifat proteksi yang sangat baik pada spermatozoa kambing selama pembekuan. Selain itu diduga karena adanya kaitan yang erat antara

low-density lipoprotein dengan membran plasma sperma seperti yang ditemukan pada spermatozoa sapi (Molinia et al. 1994). Selain itu, penambahan trehalosa lebih mampu memberikan perlindungan terhadap pengaruh pembekuan (Aisen et al. 2000), meningkatkan integritas membran dan viabilitas sel spermatozoa (Aisen et al. 2002). Crowe dan Crowe (2000) menyatakan bahwa trehalosa bersifat krioprotektan ekstraseluler yang bekerja menstabilkan membran dan melindungi membran selama proses pembekuan, sehingga jika dikombinasikan dengan gliserol menunjukkan kemampuan yang optimal dalam melindungi sel terhadap efek pembekuan. Trehalosa adalah gula yang tidak toksik dan bersifat krioprotektan dengan cara menggantikan

Dokumen terkait