• Tidak ada hasil yang ditemukan

Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan) dan kontrol, diperoleh data sebagaimana tertera dalam Tabel 1. Data lengkap tertera pada Lampiran 2.

Tabel 1. Derajat kelangsungan hidup embrio dan derajat penetasan masing- masing promoter dan kontrol.

Keterangan: r = Ulangan

DKH-e = Survival Rate Embryo (%, rataan ± standar deviasi) DP = Hatching Rate (%, rataan ± standar deviasi)

SD = Standar Deviasi

Kualitas gamet yang digunakan dalam penelitian ini relatif bagus. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya DKH-e dan DP pada kontrol. Namun demikian, perlakuan memberikan pengaruh terhadap kedua parameter tersebut. Beberapa alasan untuk keadaan ini adalah bahwa perlakuan injeksi berpengaruh terhadap perkembangan embrio. Injeksi setidaknya dapat merusak dinding sel embrio dan mempengaruhi perkembangan selanjutnya hingga menetas. Selain itu, volume larutan DNA yang diinjeksikan serta jenis promoter juga mempengaruhi

perkembangan embrio. Tak dapat dipungkiri bahwa dengan metode mikroinjeksi diperlukan larutan DNA dalam jumlah copy yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan integrasi DNA ke dalam genom inang (Zbikowska, 2003). Akan tetapi, tingginya copy DNA yang diinjeksikan dapat meningkatkan jumlah partikel asing yang masuk ke dalam embrio, dapat menggangu perkembangan embrio dan dapat menyebabkan kematian (Hacket, 1993). Penggunaan konsentrasi ini telah berhasil dilakukan oleh Kobayashi et al., (2007) dalam penelitian ikan nila transgenik; walaupun data tentang DKH-e dan DP tidak ditampilkan dalam hasil

Ju ml a h Em b ri o T e re k sp re si

penelitiannya. Penggunaan volume DNA yang diinjeksikan sebanyak seperlima volume blastodisk, didasarkan pada hasil penelitian pendahuluan (data tidak ditampilkan).

Di antara ke empat perlakuan, nilai DKH-e dan DP yang tertinggi adalah pada promoter medaka. Dengan konsentrasi DNA sebanyak 50 ng/l pada tiap konstruksi dan injeksi sebanyak sekitar seperlima volume blastodisk, promoter medaka memiliki resiko paling kecil yang mempengaruhi perkembangan embrio hingga menetas.

Pola dan Tingkat Ekspresi serta Persentase Embrio yang Mengekspresikan Gen GFP

Ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh tiap promoter mengikuti pola seperti tertera dalam Tabel 2 dan Gambar 1. Awal ekspresi adalah awal terjadinya ekspresi GFP yang dikendalikan oleh promoter. Ekspresi ini

divisualisasikan berupa pendaran berwarna hijau oleh mikroskop yang dilengkapi filter khusus GFP. Puncak ekspresi adalah waktu terjadinya ekspresi dalam jumlah terbanyak dan akhir ekspresi adalah waktu saat ekspresi mulai berakhir. Ekspresi yang dikendalikan oleh promoter ini dikenal sebagai transient

expression, karena ekspresinya hanya bersifat sementara.

No.

Tabel 2. Awal, puncak dan akhir ekspresi yang dikendalikan oleh tiap promoter 1. 2. 3. 4. Promoter Keratin Heat Shock mBA tiBA Awal ekspresi Jam ke-8 Jam ke-10 Jam ke-12 Jam ke-12 Puncak ekspresi Jam ke-36 Jam ke-36 Jam ke-36 Jam ke-36 Akhir ekspresi Jam ke-60 Jam ke-60 Jam ke-48 Jam ke-48 25 20 15 10 5 0 4 10 24 48 72 96 hsc‐GFP keratin‐GFP mba‐GFP tiba‐GFP Jam ke‐

Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa semua promoter mampu mengekspresikan gen GFP. Di antara empat promoter, keratin merupakan promoter yang paling awal mengekspresikan gen GFP dibandingkan promoter lainnya. Berdasarkan kajian embriogenesis yang dilakukan oleh Fujimura & Okada (2007), awal ekspresi yang dilakukan oleh semua promoter dalam penelitian ini berlangsung dalam fase early bastula, yakni antara jam ke 4-12 setelah pembuahan. Hal ini relatif berbeda dengan pernyataan Iyengar et al. (1996) bahwa pada ikan nila, ekspresi gen GFP dapat teramati umumnya pada selang waktu antara jam ke 12-17 setelah pembuahan.

Perbedaan waktu ekspresi diduga karena adanya perbedaan suhu air saat inkubasi telur. Suhu air pada penelitian ini adalah 28±0,5 oC dan relatif sama dengan yang dilakukan oleh Fujimura & Okada (2007), yakni 28 oC. Perbedaan suhu inilah yang dapat mempengaruhi tingkat metabolisme dan perkembangan embriogenesis pada ikan.

Berdasarkan data dalam Tabel 2 dan Gambar 1 dapat diketahui bahwa puncak ekspresi dari keempat promoter terjadi pada jam ke-36 setelah injeksi. Puncak ekspresi terjadi karena adanya akumulasi DNA yang diinjeksikan dan dimulainya proses transkripsi pada fase Mid Blastula Transition (MBT). Hal ini sesuai dengan pernyataan Iyengar et al.(1996) bahwa tingginya ekspresi pada fase gastrula adalah sebagai hasil dari akumulasi DNA yang diinjeksikan, proses replikasi pada fase pembelahan (cleavage) dan sebagai akibat dari terjadinya akumulasi enzim (RNA polymerase II) yang menyebabkan dimulainya transkripsi pada saat MBT (mid-blastula transition).

Pola dan tingkat ekspresi gen yang dikendalikan oleh tiap promoter, dideskripsikan menggunakan gambar atau foto. Foto tersebut diambil sesuai dengan pola terjadinya ekspresi, yakni awal, puncak dan akhir ekspresi. Agar gambaran ekspresi sesuai dengan aslinya, maka tidak dilakukan proses editing terhadap foto yang dihasilkan. Hasil lengkap dari foto-foto yang menggambarkan pola dan tingkat ekspresi tertera pada Gambar 2. Foto-foto pada Gambar 2, juga memberikan gambaran tentang kekuatan ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh masing-masing promoter. Hal ini dapat diketahui oleh kuat-tidaknya pendaran yang mampu ditangkap oleh mikroskop yang kemudian dideskripsikan melalui foto yang dihasilkan.

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3

Gambar 2. Tingkat ekspresi gen keratin-GFFP (A), heat shoock-GFP (B), mbba-GFP (C), dan tiba-GFP (D) paada awal (1), puuncak (2), dan aakhir (3) ekspressi.

Akhir ekspresi gen GFP dalam penelitian ini berlangsung pada jam ke- 48 setelah injeksi untuk promoter medaka β-actindan tilapia β-actin. Sedangkan untuk promoter heatshock dan keratin terjadi pada jam ke-72 setelah injeksi. Perbedaan ini berkaitan dengan ketahanan DNA yang diinjeksikan ke dalam embrio. Berakhirnya ekspresi gen ini menunjukkan bahwa ekspresi GFP yang dikendalikan oleh ke empat promoter bersifat sementara (transient). Akhir ekspresi diduga terjadi karena makin tersebarnya sel-sel yang membawa GFP seiring dengan perkembangan pembelahan sel. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Iyengar et al. (1996) bahwa perkembangan pembelahan sel dapat menyebabkan penurunan jumlah DNA secara bertahap sehingga tingkat ekspresi gen GFP yang dihasilkannya pun akan semakin melemah (Iyengar et al., 1996).

Berdasarkan penelitian Fujimura & Okada (2007), perkembangan embrio saat jam ke 48-72 setelah injeksi dalam penelitian ini diduga berada pada fase differensiasi otak hingga perkembangan organ kepala. Dan berdasarkan penelitian ini, menunjukkan bahwa pada saat itu, telah terjadi pembentukan pigmen melanin. Pigmen ini diduga mempengaruhi ekspresi gen GFP pada ikan nila, sehingga tidak dapat divisualisasikan dalam bentuk pendaran oleh

mikroskop yang sudah dilengkapi dengan filter GFP. Pada jam ke-72, perkembangan pembentukan mata nampak terlihat dengan jelas. Pada suhu 28±0,5 oC, embrio mulai menetas sejak jam ke-78 atau sekitar 20 menit lebih awal dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fujimura & Okada (2007).

Pola ekspresi gen GFP yang dihasilkan mengikuti perkembangan embrio. Hal ini dikarenakan gen GFP yang diintroduksikan telah dikenali sebagai bagian dari embrio dan ikut serta dalam proses transkripsi. Green fluorescence pertama kali diamati pada fase mid-blastula, namun tidak ditemukan ekspresi spesifik sel pada saat itu. Pada fase mid blastula transition (MBT) inilah terjadi proses transkripsi yang mengakibatkan akumulasi protein pada sitoplasma telur sehingga gen dapat terekspresi (Iyengar et al., 1996). Pola ekspresi dan fase perkembangan embrio dalam penelitian ini relatif berbeda dengan penelitian Iyengar et al. (1996). Dalam penelitiannya, ekspresinya ditemukan sebesar 30% saat fase bintik mata dan meningkat menjadi 70% saat menetas. Pada saat itu, ekspresi GFP sudah berada di genital ridge. Hal yang sama juga ditemukan oleh Kinoshita & Tanaka (2002) pada medaka menggunakan promoter vasa medaka dan GFP. Ekspresi GFP terdeteksi pada daerah usus ventrolateral saat fase

blood-circulation. Setelah menetas, ekspresinya pindah ke sekitar gonad. Perbedaan ini terjadi karena berbedanya waktu tiap tahapan perkembangan sel selama embriogenesis. Peningkatan ekspresi diduga disebabkan oleh terjadinya replikasi DNA yang diinjeksikan di dalam embrio pada fase perkembangan awal (Winkler et al., 1991). Ekspresi puncak yang dihasilkan hampir sama dari keempat promoter yaitu pada jam ke-36. Kemudian mulai melemah pada saat fase munculnya bintik mata. Penurunan ekspresi gen GFP mulai terlihat pada jam ke-48 di konstruksi gen yang menggunakan promoter mba dan tiba, sedangkan pada jam ke-72 terjadi di konstruksi gen yang menggunakan

promoter hsc dan keratin. Pada saat ini sudah terbentuk pigmen dan mulai menyebar di sekitar organ kepala. Selain itu, keberadaan ekspresi DNA yang diinjeksikan mulai sulit teramati akibat mulai terikatnya DNA yang diinjeksikan pada genom inang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan adanya DNA pada jaringan tertentu setelah diamplifikasi melalui metode RT-PCR (Yazawa et al., 2005).

Ekspresi gen GFP yang dihasilkan dari keempat promoter memiliki perbedaan persentase individu transgen yang dihasilkan. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan bentuk konstruksi dari keempat promoter. Hal ini akan berpengaruh pada proses interaksi cis-acting pada promoter dan trans- acting inang dimana juga akan mempengaruhi ekspresi yang akan dihasilkan. Menurut Dunham (2004), perbedaan tingkat ekspresi dapat disebabkan karena promoter yang diintroduksikan bukan berasal dari ikan yang homolog. Promoter yang bukan berasal dari ikan yang homolog memiliki interaksi antara elemen cis- regulator pada promoter dan elemen trans-regulator inang yang berbeda, ekspresi yang dihasilkan diduga akan menurun, demikian juga dengan efisiensi penggunaanya. Hackett (1993) juga menambahkan bahwa elemen cis-regulator akan berikatan dengan trans-regulator protein lainnya yang kemudian akan

mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat transkripsi. Daerah promoter adalah cis-acting; mereka mempengaruhi transkripsi dalam segmen

DNA yang sama dimana mereka berada. Sekuen ini dikenali oleh RNA polimerase yang kemudian menempel dan mengendalikan proses transkripsi (Hackett 1993; Glick & Pasternak 2003) dan promoter inilah yang menjadi kekuatan gen untuk mengekspresikan ciri-cirinya dan juga potensial dalam mempengaruhi gen lain dalam suatu organisme (Anderson 2004).

Gambar 1 telah menjelaskan bahwa keratin merupakan promoter yang mampu menghasilkan ekspresi GFP yang paling cepat dibandingkan dengan tiga promoter lainnya. Namun demikian belum menjelaskan data persentase embrio yang mengekspresikan GFP. Data jumlah embrio yang mengekspresikan GFP tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase embrio yang mengekspresikan GFP (PEMG) Jenis Promoter Keratin Heat shock mBA tiBA Kontrol Jumlah Embrio, r=2 30 30 30 30 30 PEMG (%) 55,00 55,00 33,33 30,00 0,00 Standar Deviasi 16,5 11,8 4,7 9,4 0,0 Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa tingkat ekspresi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter keratin dan heat shock adalah lebih baik jika dibandingkan dengan dua promoter lainnya. Tabel 3 juga memberikan

penjelasan bahwa heat shock dan keratin merupakan dua promoter yang dapat menghasilkan persentase embrio yang mengekspresikan GFP dalam jumlah yang paling tinggi dibandingkan dengan dua promoter lainnya, dengan nilai 55%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa promoter heat shock dan keratin adalah yang paling efektif dalam mengekpresikan GFP pada ikan nila dibandingkan mBA dan tiBA.

Kajian dalam penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan kuantifikasi konsentrasi gen pada saat puncak terjadinya ekspresi melalui tahapan isolasi RNA dan RT-PCR. Data yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 3. Data ini memberikan gambaran tentang konsentrasi gen GFP yang terkandung di dalam embrio.

Kuantifikasi terhadap data hasil PCR, dilakukan dengan menggunakan software UN-SCAN-IT gel versi 6.1 untuk menghitung konsentrasi cDNA tiap promoter. Berdasarkan software tersebut diperoleh data bahwa konsentrasi keratin sebanyak 218 ng, sedangkan promoter lainnya adalah 192 ng (heat shock), dan 50 ng (tiBA). Sedangkan untuk promoter mBA tidak dapat

dikuantifikasi oleh software UN-SCAN-IT gel versi 6.1 karena lemahnya ekspresi berupa DNA yang dihasilkan.

M 1 2 3 4 K+ K-

0,6 kb

Gambar 3. Ekspresi RNA gen GFP dianalisa dengan menggunakan RT-PCR.

Keterangan : M adalah Penanda, (1) adalah keratin-GFP, (2) adalah hsc-GFP, (3) adalah mba- GFP, (4) adalah tiba-GFP, K+ adalah kontrol positif dan K- adalah kontrol negatif

Berdasarkan hasil kuantifikasi tersebut, menunjukkan bahwa tingkat ekspresi keratin dan heat shock adalah relatif sama dan keduanya lebih tinggi dibandingkan dengan dua promoter lainnya. Adanya korelasi antara data kualitatif dan kuantitatif inilah yang mendasari bahwa keratin dan heat shock merupakan dua promoter yang sangat efektif dalam mengekspresikan gen GFP dibandingkan dengan dua promoter lainnya pada transgenesis ikan nila.

Dokumen terkait