• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Lactobacillus sp. dan total bakteri di usus

Hasil perhitungan jumlah Lactobacillus sp. serta total bakteri di usus ditampilkan pada Gambar 4 dan Lampiran 8. Populasi Lactobacillus sp. muncul pada perlakuan probiotik dan sinbiotik, dan diduga dari jenis L.brevis, karena kedua perlakuan ini diberikan asupan L. brevis. Sedangkan pada perlakuan lainnya diduga jumlah Lactobacillus sp. kurang dari dari 102 (CFU/gram) yang merupakan batas pengamatan pada penelitian ini. Bucio et al., (2004) menyatakan bahwa L.brevis strain 18 f ditemukan pada usus bagian atas.

16

Total bakteri diperoleh dengan jumlah yang hampir sama di semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tanpa pemberian probiotik, terdapat indigenous bakteri dalam usus ikan uji. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa pada perlakuan probiotik dan sinbiotik, bakteri yang dominan ditemukan adalah dari jenis Lactobacillus sp. yang diduga merupakan L brevis.

Pemanfaatan berbagai jenis prebiotik oleh probiotik bersifat spesifik, tergantung dari kemampuan probiotik menghasilkan enzim yang dapat

memetabolisma prebiotik (Manning et al., 2004). Probiotik dan prebiotik harus

dapat bertahan sampai di usus untuk dapat meningkatkan sistem imun inang, FOS

dan GOS memiliki derajat polimerisasi (DP) antara 2-7. Derajat polimerisasi (DP)

adalah jumlah unit monomer pada makromolekul atau molekul oligomer dalam suatu blok atau rantai. Kemampuan bakteri asam laktat (BAL) dalam memfermentasi oligosakarida dengan DP>10 hanya setengah dari kecepatan fermentasi oligosakarida dengan DP<10 (Gibson dan Angus, 2000). GOS dapat

difermentasi oleh BAL yang memiliki enzim β-galaktosidase (seperti

Lactobacillus sp.), sedangkan FOS dapat difermentasi oleh probiotik yang memiliki enzim β-fruktosidase. Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler yang

bersifat induktif. Enzim induktif adalah enzim yang ada dalam sel dalam jumlah

yang tidak tetap, tergantung ada atau tidaknya pemicu, dalam hal ini adalah FOS serta GOS.

Jumlah bakteri Lactobacillus sp. di usus pada perlakuan sinbiotik menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan probiotik, hal ini diduga adanya asupan nutrisi bagi probiotik berupa FOS dan GOS sehingga meningkatkan daya hidup bagi probiotik. Delgado et al., (2011) menjelaskan proses kerja penggabungan probiotik dan sinbiotik (sinbiotik) dalam Gambar 5.

Dari Gambar 5 terlihat bahwa terlebih dahulu prebiotik dimetabolisma oleh probiotik dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) yang terdiri acetik (C2:0), propionic (C3:0) serta butyric (C4:0). Keberadaan SCFA akan menurunkan pH pada kolon usus, sehingga menimbulkan kondisi yang tidak sesuai untuk kebutuhan patogen. Selain hal tersebut, SCFA merupakan nutrisi yang dapat diserap oleh sistem pencernaan inang.

Nayak (2010) menyatakan bahwa usus merupakan organ tempat probiotik tumbuh, untuk kemudian berasosiasi dengan jaringan lymphoid mengaktivasi sistem imun atau gut associated lymphoid tissue (GALT). Pada usus ikan tidak ditemukan Peyers’s patches, sekresi Ig-A, antigen-sel M transport. Namun demikian, dalam usus ikan banyak ditemukan sel limphoid, macrophaga, granulocyte serta sekresi Ig-B.

Gambar 5. Mekanisme kerja sinbiotik (Delgado et al., 2011)

Pada ikan teleostei ginjal merupakan organ limfoid penting. Secara umum ginjal ikan terdiri dari tiga bagian yaitu ginjal anterior, bagian tengah, dan posterior. Ginjal anterior merupakan situs yang memiliki kapasitas hematopoietik tertinggi tetapi memiliki fungsi renal yang terbatas. Pada ginjal ditemukan adanya limfosit mirip sel B dan sel T yang menunjukkan peran jaringan limfoid ginjal dalam mekanisme pertahanan tubuh. Organ limfoid sekunder meliputi limpa dan jaringan limfoid yang berasosiasi dengan intestinum (gut-associated lymphoid tissue, GALT) (Irianto 2005).

Parameter darah Total Eritrosit

Eritrosit merupakan salah satu parameter gambaran darah yang diamati dalam penelitian ini dan hasil pengukurannya ditampilkan pada Gambar 6 dan Lampiran 9.

Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa pada minggu pertama jumlah eritrosit ikan masih sama pada setiap perlakuan sebesar 1,14±0,00 (x106 sel/ml), kemudian terjadi peningkatan pada hari ke-30 (setelah 30 hari pemberian probiotik, prebiotik, sinbiotik). Kenaikan ini berlanjut sampai hari ke-31, dan mengalami penurunan pada hari ke 34 (tiga hari setelah uji tantang dengan menggunakan bakteri A.hydrophila), kemudian mengalami kenaikan kembali pada hari ke 36 dan 38 kecuali pada K+.

18

Gambar 6. Total eritrosit (x106 sel/ml) darah ikan uji pada berbagai perlakuan Pada hari ke-30 terjadi peningkatan eritrosit pada semua perlakuan, dengan nilai tertinggi terjadi pada perlakuan sinbiotik sebesar 2,33±0,10 (x106 sel/ml) disusul oleh perlakuan probiotik, prebiotik, K+ dan K- dengan masing – masing nilai eritrosit sebesar 2,14±0,12 (x106 sel/ml) ; 2,11±0,03 (x106 sel/ml); 1,95±0,04(x106 sel/m) dan 1,91±0,06 (x106 sel/ml). Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa pada hari ke-30 terdapat beda nyata antara sinbiotik, prebiotik dan probiotik dengan K+ dan K-. Tingginya nilai eritrosit pada perlakuan sinbiotik diduga disebabkan oleh adanya asupan oligosakarida (FOS dan GOS) yang dirombak oleh probiotik menjadi asam lemak rantai pendek sebagai tambahan nutrisi bagi ikan. Delgado et al., (2011) menyatakan bahwa probiotik dan prebiotik merupakan bagian dari imunonutrition disamping asam lemak omega 3, asam amino (arginine, tourine, glutamine, cysteine), serta mikronutrien (selenium, zinc). Berdasarkan hal tersebut diduga terjadi peningkatan kualitas nutrisi sehingga mempengaruhi jumlah eritrosit pada ikan yang memperoleh perlakuan sinbiotik.

Kumar et al., (2013) menyatakan bahwa eritrosit sebagai bagian terbesar dari sel darah memiliki jumlah bervariasi, berkisar antara (1.05-3.0)x106 sel/ml. Rata-rata eritrosit pada berbagai perlakuan memiliki nilai bervariasi namun berada pada kisaran normal untuk ikan.

Eritrosit terus menurun pada hari ke-34 pada empat perlakuan kecuali pada K(-) sebesar 2,17±0,06 (x106 sel/ml), hal ini terjadi karena pada K(-) tidak dilakukan penyuntikan dengan A.hydrophila. Nilai eritrosit pada perlakuan sinbiotik, probiotik, prebiotik serta K(+) masing-masing adalah sebesar 2,20±0,01 (x106 sel/ml); 1,94±0,02 (x106 sel/ml), 1,94±0,02 (x106 sel/ml) serta 1,79±0,07 (x106 sel/ml). Penurunan nilai eritrosit diduga disebabkan produk ekstraseluler yang dihasilkan oleh A.hydrophila, seperti aerolysin, α- dan β-haemolysin, enterotoksin, protease, haemaglutinin serta adhesin (Rey et al., 2009). Produk ini berkaitan dengan tingkat virulensi dari bakteri tersebut.

Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) merupakan bagian dari eritrosit yang memiliki kemampuan mengangkut oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin selama penelitian ditampilkan dalam Gambar 7 dan Lampiran 10.

Gambar 7. Nilai hemoglobin ikan uji pada berbagai perlakuan.

Nilai hemoglobin pada awal perlakuan menunjukkan nilai yang sama untuk semua perlakuan yaitu sebesar 6,80±0,00. Peningkatan nilai hemoglobin pada semua perlakuan terjadi pada hari ke-30. Puncak kenaikan nilai hemoglobin terjadi pada hari ke-31, hasil uji Duncan menunjukkan terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, perobiotik dengan K(-) dan K(+). Nilai masing-masing perlakuan adalah sebesar 11.92±0,76; 11,87±0,64; 11,27±12; 10,04±0,12; serta 9,87±0,12. Hemoglobin mengalami peurunan nilai mulai hari ke-34. Hasil perhitungan nilai hemoglobin pada hari ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan Sin memberikan nilai yang berbeda nyata dengan Pre, Pro serta kontrol (+). Hal ini diduga bahwa ikan uji dengan perlakuan Sin tingkat pemulihannya lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya.

Perlakuan Sin, memberikan nilai hemoglobin yang tinggi dibandingkan kontrol, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa lemak rantai pendek (SCFA) yang merupakan hasil metabolisma probiotik terhadap prebiotik memberikan kontribusi dalam menentukan jumlah hemoglobin dalam eritrosit mengingat hemoglobin adalah bentuk protein yang didalamnya terdapat ikatan Fe yang disebut dengan heme.

Penurunan hemoglobin mulai hari ke-34 diduga disebabkan oleh infeksi

A.hydrophila, hal ini sesuai dengan pernyataan Harikrisnan et al., (2012) bahwa salah satu penyebab penurunan hemoglobin adalah inklusi virus, kista hemoglobin dan hemoparasit. Rey et al., (2009) menyatakan bahwa produk ekstraseluler (aerolysin, α- dan β-haemolysins yang dihasilkan oleh A.hydrophila strain KJ 99, mampu menurunkan kadar protein terlarut dalam darah, menyebabkan terjadinya perubahan pada hemodinamika darah ikan mulai dari dinding abdominal, peritoneum sampai dengan gastointestinal.

20

Hematokrit

Hematokrit merupakan nilai perbandingan antara jumlah eritrosit dengan plasma darah. Hasil perhitungan hematokrit ditampilkan pada Gambar 8 dan Lampiran 11.

Gambar 8. Nilai hematokrit ikan uji pada berbagai perlakuan

Jumlah hematokrit pada awal pengambilan sampel memberikan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 16,00±0,00. Peningkatan hematokrit terjadi pada hari ke-30 dan ke-31, dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terjadi beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K(+) serta K(-). Penurunan nilai hematokrit terjadi pada hari 34. Nilai hematokrit pada hari ke-38 menunjukkan bahwa perlakuan Sin lebih baik dari Pre, Pro serta K(+). Hal ini menunjukan bahwa kondisi hematokrit pada ikan uji perlakuan Sin, mencapai tingkat recovery yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya.

Peningkatan nilai hematokrit sejalan dengan peningkatan hemoglobin serta eritrosit, diduga hal ini terjadi karena adanya peningkatan kualitas asupan nutrisi berupa SCFA selama 30 hari pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik, yang secara langsung akan meningkatkan jumlah eritrosit, dan kemudian akan berdampak pada peningkatan hematokrit. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Tanbiyaskur (2011) pada ikan nila dengan perlakuan pemberian probiotik berupa NP5 serta prebiotik dari golongan oligosakarida, menunjukkan adanya korelasi peningkatan hematokrit dengan eritrosit serta hemoglobin.

Penurunan nilai hematokrit pada hari ke-34 terjadi pada empat perlakuan yang diberikan infeksi A.hydrophila. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ziskowski et al., (2008) bahwa infeksi bakteri dapat menurunkan jumlah hematokrit pada ikan winter flounder (Pseudopleuronectes americanus).

Pola penurunan kadar hematokrit perlakuan K(+) ternyata didukung pula oleh menurunnya kandungan eritrosit perlakuan K(+) pada waktu pengamatan yang sama, yaitu mulai hari ke-34, diduga hal ini terjadi akibat stress oleh infeksi

A.hydrophila. Eric et al., (2012) menyatakan bahwa stress menyebabkan penurunan nilai hematokrit pada ikan carcharhinid shark (Rhizoprionodon

terraenovae). Perlakuan K(-) yang merupakan kontrol negatif memiliki pola nilai hematokrit yang stabil dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini karena pada kontrol negatif tidak dilakukan penyuntikan A.hydrophila sehingga tidak terjadi respon tubuh akibat infeksi.

Total leukosit

Ikan-ikan teleostei memiliki respon imun bawaan dan respon imun adaptif. Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan yang bersifat non-spesifik termasuk di dalamnya monosit, granulosit dan sel-sel

cytotoxic non-spesifik (Fraser et al., 2012). Hasil pengukuran nilai total leukosit dapat dilihat pada Gambar 9 dan lampiran 12.

Gambar 9. Total leukosit (x106 sel/ml) darah ikan uji pada berbagai perlakuan Leukosit total darah ikan uji pada awal pengukuran menunjukkan nilai yang sama yaitu 0,93±0,00. Peningkatan leukosit terjadi mulai hari ke-30 disemua perlakuan, dan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara sinbiotik dan prebiotik dengan kontrol. Hari ke-34 memberikan nilai leukosit tertinggi disemua perlakuan, dengan masing-masing nilai untuk sinbiotik, prebiotik, probiotik, K(-) serta K(+) adalah 2,05±0,04 (x106 sel/ml); 2,00±0,03(x106 sel/ml) ; 1,87±0,01 (x106 sel/ml); 1,86±0,02 (x106 sel/ml) serta 1,51±0,04 (x106 sel/ml). Hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara sinbiotik serta prebiotik dengan K(+). Nilai leukosit pada hari ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan Sin berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa leukosit ikan uji pada perlakuan Sin lebih cepat kembali pada kondisi pemulihan dibandingkan perlakuan lainnya.

Peningkatan nilai leukosit pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik di hari ke-34 menunjukkan adanya upaya ikan untuk mengatasi infeksi A.hydrophila

yang ditandai dengan peningkatan jumlah sistem pertahanan tubuh non-spesifiknya yakni leukosit. Hal ini sesuai dengan Rawling et al., (2012) yang menyatakan bahwa leukosit memegang peranan penting dalam sistem imun bawaan ikan dan tingkat keberadaannya dapat dijadikan sebagai bio-indiakator status kesehatan ikan.

22

Nilai leukosit mengalami penurunan mulai hari ke-36, namun dari hasil uji Duncan terlihat bahwa nilai perlakuan sinbiotik sebesar 1,78 ±0,02 (x106 sel/ml) berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik, probiotik, K(-) dan K(+) yang masing-masing memiliki nilai leukosit sebesar 1,66±0,04 (x106 sel/ml); 1,55±0,03 (x106 sel/ml); 1,52±0,06 (x106 sel/ml)serta 1,51±0,05 (x106 sel/ml).

Perlakuan sinbiotik dan prebiotik menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan tiga perlakuan lainnya, hal ini diduga karena asupan FOS dan GOS mampu mendukung proses imunomodulatory pada tubuh inang, sehingga pengembalian kondisi tubuh atau recovery ke keadaan homeostatis dapat berlangsung lebih baik (Gambar 10).

Gambar 10. Konsep immunomodulatory dengan homeostatis (Viswanath, 2012) Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa nutrisi dan bahan aditif yang termasuk pada jenis imuunonutrien akan mendukung proses aktifasi dari sistem imun non spesifik humoral yang diantaranya adalah cytokines, acute phase protein, serta sistem imun non spesifik selular. Proses lainnya yang turut dipengaruhi adalah pelepasan nutrien yang mempengaruhi respon metabolisma. Hasil akhir yang diharapkan adalah berlangsungnya proses homeostatis dalam tubuh ikan.

Diferensial Leukosit

Parameter diferensial leukosit yang diamati pada penelitian ini meliputi monosit, limfosit, serta neutrofil. Nilai yang diperoleh reltif bervariasi pada setiap perlakuan.

Monosit

Monosit merupakan parameter mononuklear disamping makrofag yang berhubungan dengan sistem imun non-spesifik pada proses fagositik dan bekerja sama dengan komponen imun lainnya seperti neutrofil, mast sel, makrofag, B lymposit, T lymposit, interleukin (Lv-yun, 2013). Hasil dari perhitungan monosit ditampilkan pada Gambar 11 dan Lampiran 13.

Gambar 11. Nilai monosit darah ikan uji pada berbagai perlakuan

Monosit pada pengambilan sampel awal menunjukkan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu 3,00±0,00 kemudian mengalami peningkatan pada hari ke-30, dan mencapai nilai tertinggi pada hari ke-34. Berdasarkan hasil uji Duncan, terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik, probiotik, dengan K(-) dan K(+) pada hari ke-34 dengan masing-masing nilai sebesar 6,87±0,58; 6,33±0,58; 5,07±0,55; dan 5,01±0,58. Penurunan monosit terjadi mulai hari ke-36, hasil uji Duncan menunjukkan pada hari ke-36 tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara sinbiotik dengan K(+).

Peningkatan nilai monosit pada hari ke 34 menunjukkan sudah adanya pengaruh dari infeksi A.hydrophila pada K(+), probiotik, prebiotik serta sinbiotik, sehingga terjadi penambahan jumlah monosit dalam darah ikan, hal ini terkait dengan peran monosit sebagai makrofag yaitu sel fagosit utama untuk menghancurkan partikel asing dan jaringan mati.

Penurunan monosit mulai hari ke-36 diduga terjadi karena sel monosit mulai keluar dari sirkulasi darah, selanjutnya masuk ke jaringan yang terinfeksi dengan berdiferensiasi menjadi makrofag yang berperan dalam memfagosit dan menyajikan antigen kepada sel limfosit.

Limfosit

Limfosit merupakan sel yang berfungsi mengenali berbagai antigen, baik intraselular maupun ekstraselular. Sel ini berperan utama dalam sistem imun spesifik Hasil perhitungan limfosit ditampilkan pada Gambar 12 dan Lampiran 14.

24

Gambar 12. Nilai limfosit ikan uji pada berbagai perlakuan

Nilai limfosit pada pengamatan awal menunjukkan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 65,00±0,00. Peningkatan mulai terjadi setelah tiga puluh hari pemberian pakan perlakuan, hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K(-) dan K(+), masing-masing sebesar 70,67±2,08; 69,67±1,53; 68,67±1,15; 65,00±1,73 serta 64,33±0,58. Penurunan limfosit terjadi pada hari ke 31, namun hasil uji lanjut menunjukkan terdapat beda nyata antara perlakuan dengan kontrol, dengan nilai sebesar 66,67±0,58; 67,33±1,15; 65,57±1,15; 64,67±0,58; serta 64,33±0,58. Penurunan limfosit diduga tubuh ikan memberi respon tanggap kebal terhadap adanya infeksi A.hydrophila yang masuk ke dalam tubuh.

Limfosit, terdiri dari sel T pada imunitas selular, dan sel B pada imunitas humoral. Sel CD4+ dan T helper pada imunitas humoral akan bereaksi dengan sel B merangsang proliferasi dan diferensiasi sel. Sel CD4+ pada imunitas seluler berfungsi mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba intraseluler (Iwama, 1996). Perkembangan sel B dan Sel T berawal dari sel induk sumsum tulang, jalur sel B akan masuk ke sumsum tulang selanjutnya sel B akan matang dan masuk ke darah, sedangkan jalur sel T akan masuk ke thimus, sel T matang dan masuk ke darah dan limfa, Sel T dan sel B akan mengenali benda asing (antigen) serta membedakannya dengan jaringan sendiri berkat adanya T cel reseptor (TCR).

Pengolahan antigen merupakan proses yang penting untuk merangsang limfosit selanjutnya, karena reseptor pada sel limfosit akan mengenali antigen berdasarkan susunan asam amino dalam rantai peptide. Antigen hasil pengolahan akan dipresentasikan bersama-sama dengan molekul protein MHC (major histicompatibility complex) tertentu membentuk struktur yang unik pada permukaan sel makrofag dan dapat dikenali oleh reseptor sel T (TcR). Castro et al., (2011) menyatakan bahwa pengenalan struktur ini oleh sel limfosit T (termasuk beberapa komplemen seperti CD4, CD8, CD3, CD28, CTLA4), mengakibatkan sel-sel imun berproliferasi dan berdiferensiasi, menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen tersebut.

Fraser et al., (2012) menyatakan bahwa pada ikan salmon sel–B umumnya banyak ditemukan di ginjal, darah dan limpa; yang berperan dalam produksi antibodi dan fagositik. Pohlenz et al., (2012) menyatakan bahwa perbanyakan limfosit ditentukan oleh keberadaan asam amino, dan limfosit berperan dalam diferensiasi plasma sel dan sintetis imunoglobulin.

Berbeda dengan monosit, limfosit tidak bersifat fagositik tetapi berperan penting dalam pembentukan antibodi (Bratawidjaja, 2006). Pernyataan ini merupakan penjelasan dari data pada berbagai perlakuan, bahwa nilai terendah terjadi pada waktu setelah uji tantang. Diduga pada kondisi ini yang bekerja secara dominan adalah monosit sehingga differensiasi leukosit yang terjadi didominasi oleh monosit sehingga jumlah limfosit relatif berkurang. Pada hari ke-36 dan ke-38, dianggap merupakan kondisi pemulihan yang sebelumnya telah dijelaskan dan hal ini terlihat dari nilai limfosit yang meningkat, karena pada kondisi tersebut sel mulai membentuk antibodi agar ikan lebih tahan dari infeksi

A. hydrophila berikutnya.

Neutrofil

Granulosit merupakan bagian dari leukosit dan diketahui terdiri dari 3 tipe, yakni neutrofil, eosinofil dan basofil. Neutrofil dan eonisofil adalah yang umum ditemui dalam banyak spesies ikan sedangan basofil jarang ditemui. Neutrofil adalah sel fagositik pertama yang tiba di lokasi infeksi dan beperan dalam pembunuhan serta degradasi mikroorganisme sebagaimana yang dilakukan dalam penyembuhan luka (Fraser et al., 2012). Hasil pengukuran neutrofil ditampilkan pada Gambar 13 dan Lampiran 15.

Gambar 13. Nilai neutrofil ikan uji pada berbagai perlakuan

Nilai neutrofil pada awal pengambilan sampel menunjukkan nilai yang sama yaitu 4,00±0,00. Peningkatan neutrofil terjadi mulai hari ke-31 dan mencapai puncaknya pada hari ke-34 dan hasil uji lanjut memberikan beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K(+). Neutrofil pada hari ke-30 tidak menunjukkan beda nyata, diduga hal ini terjadi karena pada hari ke-30

26

belum terjadi infeksi sehingga populasi neutrofil disimpan untuk keadaan darurat di dalam jaringan limfoid dari ginjal.

Neutrofil berperan dalam masalah fagositik sel patogen sebagaimana yang dilakukan oleh monosit (Giri et al., 2012) namun demikian sel neutrofil bergerak lebih cepat dari monosit, dan sampai di daerah infeksi dalam 2-4 jam. Pada saat inilah sel pertahanan fagositik didominasi oleh neutrofil, tetapi beberapa jam kemudian (7-8 jam) sel yang mendominasi adalah monosit (Iwama, 1996).

Lebih lanjut Baratawidjaja (2006) menyatakan bahwa sel neutrofil hanya berada dalam sirkulasi darah kurang dari 48 jam sebelum bermigrasi dan berpindah sangat cepat ke daerah infeksi. Ketika terjadi rangsangan akibat terjadinya peradangan atau inflamasi, sel akan bermigrasi ke aliran darah dan kemudian masuk ke dalam luka inflamasi. Bakteri patogen selanjutnya akan difagosit oleh sel tersebut untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam fagosom yang di dalamnya terdapat enzim hydrolase, mieloperoksidase dan lisozim yang akan melisis dan mencerna bakteri patogen tersebut.

Neutrofil merupakan jenis leukosit yang pertama meninggalkan pembuluh darah karena mengandung vakuola yang berisi enzim dan digunakan untuk menghancurkan organisma yang dimakannya. Dušan et al., (2006) menyatakan bahwa pemberian immunomodulator berupa β-Glucan pada ikan fathead minnows

(Pimephales promelas Rafinesque, 1820) meningkatkan fungsi neutrofil. Aktivitas fagositik

Aktivitas fagositik merupakan kegiatan sel-sel fagosit melakukan fagositosis dalam sistem imun non spesifik seluler yang melibatkan sel mononuklear (monosit, makrofag) dan polimorfonuklear. Pada proses ini terjadi mekanisma pengenalan, penangkapan serta degradasi patogen (Iwama, 1996). Makrofag berperan penting dalam sistem pertahanan sel non-spesifik (Liu et al., 2012), dan pada kondisi tertentu sel monosit dapat berubah menjadi bentuk makrofag.

Proses fagositik diikuti oleh tingginya molekul oksigen reaktif dari aktivitas mikroorganisme seperti superoksida anion (-O2), hidrogen peroksida (H2O2), dan hidroksil radikal (OH) (Giri et al., 2012). Hasil perhitungan aktivitas fagositik ditampilkan dalam Gambar 14 dan lampiran 16.

Gambar 14. Nilai aktivitas fagositik darah ikan uji pada berbagai perlakuan Aktivitas fagositik pada awal pengamatan menunjukkan nilai yang sama disemua perlakuan yaitu sebesar 70,00±0,00. Nilai ini mengalami peningkatan pada hari ke-30, dan dari hasil uji Duncan diketahui bahwa terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik serta prebiotik dengan kontrol, yaitu masing-masing sebesar 83,33±2,31; 82,00±6,93 serta 72,33±3,79. Nilai ini terus naik sampai hari ke-34 untuk empat perlakuan kcuali K(-). Hal ini disebabkan pada perlakuan K(-) tidak terjadi aktivitas fagosistik terhadap A.hydrophila, karena pada saat uji tantang dilakukan penyuntikan dengan phospat buffer saline (PBS). Tingginya nilai aktivitas fagositik pada hari ke-34 sejalan dengan kenaikan pada nilai leukosit pada hari pengamatan yang sama juga memiliki nilai yang tertinggi. Aktivitas fagositik secara umum mengalami penurunan mulai hari ke-36 sampai ke 38 pada semua perlakuan.

Perlakuan sinbiotik pada hari ke-30 dan ke-31 menunjukkan adanya perbedaan nilai dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada saat proses degradasi patogen dalam aktivitas fagositik berlangsung, terjadi tambahan H2O2

produksi L.brevis, yang merupakan salah satu komponen dari mekanisma penghancuran bakteri melalui ketersediaan oksigen dan menghasilkan reaktif oksigen.

L.brevis memiliki kemampuan untuk menghasilkan NADH oksidase

(Findrik et al., 2008) yang merupakan enzim pembentuk H2O2. Skema pembentukan NADH oksidase ditampilkan pada Gambar 15.

28

Gambar 15. Proses pembentukan NADH oleh L.brevis

(Findrik et al., 2008)

Nilai aktivitas fagositik mulai menurun pada hari ke 36 sampai 38, dan kondisi ini sejalan dengan menurunnya nilai leukosit pada hari pengamatan yang sama. Hal ini diduga terjadi karena proses aktivitas fagositik sudah memberikan hasil berupa pemusnahan bakteri A.hydrophila, remodelling jaringan, inflamasi serta peningkatan sistem imun spesifik(Iwama, 1996).

Tingkat Kelangsungan hidup

Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dilakukan mulai awal penelitian sampai uji tantang dan mulai dari uji tantang sampai penelitian berakhir. Dari data tersebut diketahui bahwa sebelum dilakukan uji tantang tidak ada ikan uji yang mengalami kematian sehingga tingkat kelangsungan hidup seluruh perlakuan dan ulangan adalah 100%. Setelah dilakukan uji tantang, data kelangsungan hidup ditampilkan pada Gambar 16 dan Lampiran 17.

Dokumen terkait